Está en la página 1de 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007:143) pengetahuan merupakan hasil dari tahu


dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan kognitif adalah domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Dari hasil pengalaman serta
penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian
yang dilakukan oleh Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang
mengadaptasi perilaku yang baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang
beruntun yaitu:

a. Awarenes (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti


mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) merasa tertarik terhadap stimulus atau objek
tersebut disini sikap subjek sudah mulai timbul.
c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya) hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adaption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian
yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. (Roger, 1974).

4
2. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Menurut Notoatmodjo dalam bukunya Ilmu Kesehatan Masyarakat (1997)
pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu:

a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall), terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)
Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)
Analisa merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemajuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket


yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

5
responden kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas. (Notoatmodjo, 1993:96).

3. Klasifikasi Pengetahuan
Riyanto (2013) menyatakan bahwa jenis pengetahuan diantaranya sebagai
berikut:
a. Pengetahuan Implisit
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat
nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan
seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara tertulis
ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi kebiasaan dan budaya
bahkan bisa tidak disadari.
b. Pengetahuan Eksplisit
Pengetahun eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan atau
disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakan-tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Riyanto (2013) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut:
A. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (baik formal maupun nonformal),
berlangsung seumur hidup. Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan
sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah untuk
menerima informasi.
B. Informasi
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan informasi sebagai transfer pengetahuan. Informasi adalah suatu
teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi,

6
mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan
tertentu.
C. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
memengaruhi pengetahuan seseorang.
D. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
E. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecaahkan masalah yang dihadapi
masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta pengalaman
belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil
keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara
ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
F. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

7
B. Katarak

a. Definisi

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua –
duanya (Ilyas, 2009).

b. Epidemiologi

WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana


sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap
menit di dunia, dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di
Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar
orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial
ekonomi lemah (Renstra PGPK, 2010).

Penelitian - penelitian di Amerika Serikat mengidentifikasi adanya katarak pada


sekitar 10% orang, dan angka kejadian ini meningkat hingga sekitar 50% untuk
mereka yang berusia antara 65 sampai 74 tahun, dan hingga sekitar 70% untuk
mereka yang berusia lebih dari 75 tahun. Sperduto dan Hiller menyatakan bahwa
katarak ditemukan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada penelitian lain oleh
Nishikori dan Yamomoto, rasio pria dan wanita adalah 1 : 8 dengan dominasi pasien
wanita yang berusia lebih dari 65 tahun dan menjalani operasi katarak (Perdami,
2010).

c. Patomekanisme

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior.
Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi coklat
kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna, nampak seperti kristal salju pada jendela (Ilyas, 2009).

8
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.
Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan mengalamui
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina.
Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai
influks air ke dalam lensa (Ilyas, 2009).
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak
(Ilyas, 2009).
Katarak bisa terjadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis
(diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor
yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV,
obat-obatan, alkohol, merokok, dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam
jangka waktu yang lama (Ilyas, 2009).

d. Klasifikasi
1). Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan dalam:
a) Katarak kongenital
Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Kekeruhan sebagian pada
lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan
jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Lensa kekeruhan
tergantung pada saat mana terjadi gangguan pada kehidupan janin. Gangguan
yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa ini dapat akibat kelainan lokal
intra okular atau kelainan umum yang menampakkan proses penyakit pada
janin. Bentuk katarak kongenital yang dapat terlihat memberikan kesan kepada
kita perkembangan embrologik lensa disertai saat terjadinya gangguan
perkembangan lensa (Ilyas, 2009).
Katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes
mellitus, hipoparatirodism, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi

9
sitomegalik, dan histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak
kongenital biasanya merupakan penyakit-penyakit herediter seperti
mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa
ektopik, displasia retina, dan megalo kornea (Ilyas, 2009).
b) Katarak juvenil
Katarak juvenil merupakan katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah
lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan
serat – serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan
disebut sebagai soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari
suatu gejala penyakit keturunan (Ilyas, 2009).
c) Katarak senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Perubahan yang tampak adalah bertambah tebalnya
nukleus dengan berkembangnya lapisan korteks lensa (Ilyas, 2009).

2). Berdasarkan stadiumnya, katarak senil dapat dibagi menjadi:


1) Katarak insipien
Pada stadium ini kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk gerigi menuju
korteks anterior dan posterior (katarak kortikal). Katarak subkapsular posterior,
dimana kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk
antara serat lensa dan korteks jaringan berisi jaringan degeneratif (benda
morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh
karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang-kadang menetap dalam waktu yang lama. Pemeriksaan shadow test
negatif (Ilyas, 2009).
2) Katarak imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Volume lensa bertambah
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil sehingga
terjadi glaukoma sekunder. Pemeriksaan shadow test positif (Ilyas, 2009).
3) Katarak matur
Pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa Kekeruhan
ini terjadi akibat deposit ion Ca yang menyeluruh. Cairan lensa akan keluar
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh

10
lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran normal kembali. Pemeriksaan shadow test negatif (Ilyas, 2009).

Gambar 1. Katarak matur (Schlote, 2006)

4) Katarak hipermatur
Stadium ini telah mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras
atau lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul
lensa sehingga lensa menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering. Pada
pemeriksaan dengan slit lamp terlihat bilik mata dalam dan adanya lipatan kapsul
lensa. Bila proses katarak progresif disertai dengan kapsul lensa yang tebal maka
korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan bentuk seperti kantong susu disertai dengan nukleus yang
terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat (Ilyas, 2009).

Gambar 2. Katarak hipermatur (Schlote, 2006)

11
Tabel 2. Stadium Katarak Senil

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang
masuk) (air + masa
lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Sha000dow Negatif Positif Negatif Pseudopos
test
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

(Ilyas, 2009)

3). Berdasarkan lokasi terjadinya, katarak terbagi atas:

1) Katarak nuklear
Katarak nuklear merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya terletak
pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Inti lensa dewasa selama hidup
bertambah besar dan menjadi sklerotik. Lama kelamaan inti lensa yang mulanya
menjadi putih kekuning – kuningan menjadi coklat dan kemudian menjadi
kehitam – hitaman. Keadaan ini disebut katarak brunesen atau nigra (Ilyas, 2006).

2) Katarak kortikal
Katarak kortikal biasa pada korteks dan terjadi pernyerapan air sehingga lensa
menjadi cembung dan akhirnya menjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Katarak kortikal mulai dengan kekeruhan putih dari tepi lensa dan
berjalan ke tengah sehingga mengganggu penglihatan (Ilyas, 2006).

12
3) Katarak subkapsular
Katarak subkapsular dimulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa,
tepat pada lajur jalan sinar masuk. Adanya riwayat diabetes mellitus, renitis
pigmentosa dan pemakaian kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat
mencetuskan kelainan ini (Ilyas, 2006).

4). Katarak lainnya :


1) Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing pada
lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Peluru senapan angin dan petasan
merupakan penyebab tersering. Lensa menjadi putih segera setelah masuknya
benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan
kadang-kadang vitreus masuk ke dalam struktur lensa (Ilyas, 2009).
2) Katarak komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti
radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata dapat
juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes melitus,
hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa
intravena, steroidlokal lama, steroid sistemik, oral kontrasepsi dan miotika
antikolinesterase) (Ilyas, 2009).

e. Gambaran klinis
Adapun keluhan - keluhan yang sering dialami oleh penderita katarak antara
lain:
1) Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau yang bisa bervariasi keparahannya mulai
dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau
pada saat hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam
hari. Keluhan ini khususnya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.
Pemeriksaan silau (test glare) dilakukan untuk mengetahui derajat penglihatan
yang disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandang
pasien (Hutasoit, 2010).

13
2) Diplopia monokular atau polyopia
Terkadang perubahan nuclear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multiple di tengah lensa. Daerah ini dapat dilihat
dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk. Tipe katarak ini
kadang – kadang menyebabkan diplopia monokular atau polyopia (Hutasoit,
2010).

3) Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa
(Hutasoit, 2010).

4) Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus keliatan bergelombang, sering
dijumpai pada stadium awal katarak (Hutasoit, 2010).

5) Penurunan tajam penglihatan


Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat sasaran,
dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja yang terganggu.
Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan penglihatan setelah
dilakukan pemeriksaan (Hutasoit, 2010).
Setiap tipe katarak mempunyai gejala penglihatan yang berbeda – beda,
tergantung pada cahaya, ukuran pupil dan derajat miopia. Setelah didapat riwayat
penyakit, maka pasien harus dilakukan pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai
dengan refraksi. Perkembangan katarak nuklear sklerotik dapat meningkatkan
dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan hingga sedang (Hutasoit, 2010).

6) Sensitivitas kontras
Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk mendeteksi variasi
tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang bervariasi dalam hal
kontrasm luminance dan frekuensi special. Sensitivitas kontras dapat
menunjukkan penurunan fungsi penglihatan yang tidak terdeteksi dengan Snellen.

14
Namun, hal tersebut bukanlah indicator spesifik hilangnya tajam penglihatan oleh
karena katarak (Hutasoit, 2010).

7) Myopic shift
Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensam yang
umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan
katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuklear
sklerotik, sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan
ini disebut “second sight”. Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal
lensa, keuntungan tersebut akhirnya hilang juga (Hutasoit, 2010 dan Faradilla,
2009).

f. Prognosis

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat
jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak
resiko ini kecil dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada
pembedahan dengan ECCE atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam
penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan
menggunakan snellen chart (Ilyas, 2009).

C. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya katarak


Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yang berpengaruh antara
lain adalah umur, jenis kelamin dan faktor genetik. Sedangkan faktor ekstrinsik yang
berpengaruh antara lain pendidikan dan pekerjaan yang berdampak langsung pada
status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang serta faktor lingkungan, dalam
hubungannya dengan paparan sinar ultra violet (Tana, 2006).

a. Faktor instrinsik
1) Usia
Hubungan katarak dengan proses penuaan telah diketahui sejak dulu. usia
dikatakan merupakan faktor resiko utama terjadinya katarak (WHO, 2006).

15
Lensa berpartisipasi pada perubahan imunisitologi dan metabolik yang
terjadi pada proses penuaan. Adanya perubahan lensa mungkin merefleksikan
perubahan yang terjadi. Apabila katarak yang terjadi di usia muda, maka
kemungkinan ada faktor lain yang berperan. Katarak senilis merupakan suatu
penyakit idiopatik, umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun, prevalensinya
cenderung meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. pada kelompok usia 60
tahun, diperkirakan separuhnya mengalami kekeruhan lensa dan pada kelompok
usia 80 tahun / lebih tua, hampir seluruhnya mempunyai kekeruhan lensa (Tana,
2006).

2) Jenis kelamin
Tingginya resiko perempuan terkena katarak sebenarnya tidaklah terlalu
besar tapi secara konsisten dijumpai dalam banyak penelitian – penelitian.
Tingginya prevalensi pada perempuan terutama untuk resiko terjadinya katarak
kortikal (Hutasoit, 2010).

3) Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan
amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari
akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam
lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut diubah oleh enzim aldose
reduktase menjadi sorbitol, yang tidak di metabolisme tapi tetap berada dalam
lensa (Hutasoit, 2010).

4) Faktor genetik
Faktor genetik atau yang sering disebut katarak kongenital sering ditemui
dan biasanya tidak banyak mengganggu penglihatan. Sebagian besar katarak
kongenital terjadi pada kedua mata dan mungkin berhubungan dengan sifat
genetik tertentu. Kadang – kadang dapat terjadi akibat infeksi rubella pada ibu
di masa kehamilan trimester pertama (Tana, 2006).

16
5) Etnik / ras
Beberapa penilitian memperoleh hasil bahwa predisposisi genetik pada
pembentukan katarak berhubungan juga dengan perbedaan etnik. Suatu
penelitian melaporkan bahwa berkembangnya gejala katarak pada kelompok
populasi Amerika Afrika 4 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kaukasia.
Hal ini mungkin berhubungan dengan faktor lain, misalnya pengobatan
penderita katarak dan galukoma yang kurang baik (Tana, 2006).

b. Faktor Ekstrinsik

1). Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini erat kaitannya dengan paparan sinar matahari.
Suatu peneilitian yang menilai secara individual, menunjukkan nelayan
mempunyai jumlah paparan terhadap sinar ultraviolet yang tinggi sehingga
meningkatkan resiko terjadinya katarak kortikal dan katarak posterior
subkapsular (Hutasoit, 2010).
2). Lingkungan (Geografis)
Katarak khususnya lebih banyak dijumpai di negara berkembang yang
berlokasi di khatulistiwa. Hampir semua studi epidemiologi melaporkan
tingginya prevalensi katarak di daerah yang banyak terkena sinar ultraviolet.
Penduduk yang tinggal di daerah berlainan tidak hanya berbeda dalam hal
paparan sinar ultraviolet, tapi juga dalam hal papaan oleh karena berbagai
faktor lain. Ada suatu penelitian dari Nepal dan Cina melaporkan variasi
prevalensi penduduk yang tinggal di ketinggian berbeda. Dijumpai prevalensi
katarak senilis yang lebih tinggi di Tibet yankni 60% dibandingan di Beijing
(Hutasoit, 2010).

3). Pendidikan
Dari beberapa pengamatan dan survei di mayarakat diperoleh prevalensi
katarak lebih tinggi pada kelompok yang berpendidikan lebih rendah.
Meskipun tidak ditemukan hubungan langsung antara tingkat pendidikan dan
kejadian katarak, namun tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status sosial
ekonomi termasuk pekerjaan dan status gizi (Hutasoit, 2010).

17
4). Nutrisi
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa multivitamin, vitamin A,
vitamin C, vitamin E, niasin, tiamin, riboflavin, beta karoten, dan peningkatan
protein mempunyai efek protektif terhadap perkembangan katarak. Lutein dan
zeaxantin adalah satu – satunya karotenoid yang dijumpai dalam lensa
manusia dan penelitian terakhir menunjukkan adanya penurunan resiko
katarak dengan peningkatan frekuensi asupan makanan tinggi lutein (bayam,
brokoli). Dengan memakan bayam yang telah dimasak lebih dari dua kali
dalam seminggu dapat menurunkan resiko katarak (Hutasoit, 2010).

5). Kebiasaan merokok


Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif
dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan
karotenoid (Taylor, 2004). Merokok menyebabkan penumpukan molekul
berpigmen – 3 hyroxykhynurinine dan chromophores, yang menyebabkan
terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein (Hutasoit, 2010).

6). Alkohol
Peminum alkohol kronis mempunyai resiko tinggi terkena berbagai
penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan
dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa
dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi
penting pada lensa (Hutasoit, 2010).

7). Obat – obatan


Data klinis dan laboratorium menunjukkan banyak obat yang
mempunyai potensi karataktogenik. Obat – obatan yang meningkatkan resiko
katarak adalah kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, kemoterapi, diuretik, obat
penenang, obat rematik, dan lain – lain (Hutasoit, 2010).

18
8). Trauma
Salah satu penyebab katarak adalah trauma pada mata. Jenis trauma yang
paling sering dijumpai menimbulkan katarak adalah cedera tumpul pada bola
mata akibat terkena peluru senapan angin, anak panah, batu, benturan, dan
terkena obyek yang berterbangan. Obyek yang berterbangan dapat berupa
serpihan logam atau batu, benda tajam, pasir / kerikil dari proses
penggurindaan (grinding). Penyebab trauma lain adalah trauma karena
terpajan panas terlalu lama (pada glass blower), sinar X, dan bahan – bahan
radioaktif (Tana, 2006).

19

También podría gustarte