Está en la página 1de 15

ASUHAN KEPERAWATAN

BRONCHOPNEMONIA

OLEH
BERNADETHA DATU BUNGA

1
PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
pertolonganNya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul asuhan
keperawatan pada pasien Bronkopnemonia. Dengan proses membuat
makalah ini, saya diingatkan lagi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan kekhasan yang terdapat pada pasien Bronkopnemonia. Proses
pembuatan asuhan keperawatan ini menjadi satu cara untuk mempelajari
tentang teori – teori keperawatan terutama dalam menangani kasus pada
penyakit bronkopnemonia dan juga mempelajari tentang proses standar
asuhan keperawatan.
Semoga pembelajaran awal ini dapat diperdalami lagi lewat
pembelajaran yang akan datang. Saya menyadari bahwa makalah ini belum
maksimal dan masih jauh dari sempurna, sehingga mohon kritik dan saran
yang membangun, agar dapat memperbaiki dan mengembangkan
kemampuan dalam pembelajaran selanjutnya. Demikian laporan ini, atas
saran, masukan dan perhatian pihak pembimbing saya sampaikan terima
kasih.

Barong Tongkok, 7 Maret 2019

2
BAB I

TEORI BRONCOPNEMONIA

A. Definisi.
Bronkopneumonia adalah pneumonia yang terdapat di daerah bronkus
kanan maupun kiri atau keduanya. Bronkopneumonia (pneumonia lobularis)
adalah peradangan pada parenkim paru yang awalnya terjadi di bronkioli
terminalis dan juga dapat mengenai alveolus sekitarnya. Bronkiolus
terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk
bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini
seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam
pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan
tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah, pneumonia dapat muncul
sebagai infeksi primer. Bronkopneumonia sering disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.

B. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan Sumber Infeksi
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.)
1) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang
dewasa
2) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-
anak
3) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
1) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif.
2) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired
pneumonia).
3) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta

3
c. Pneumonia aspirasi
1) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
1) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya
mempunyai patogenesis yang rendah
2) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya
pertahanan tubuh
2. Berdasarkan Kuman Penyebab
a. Pneumonia bakterial
1) Sering terjadi pada semua usia
2) Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka,
misal; Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang
pasca influenza
b. Pneumonia Atipikal
1) Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
2) Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
3. Pneumonia yang disebabkan virus
1) Sering pada bayi dan anak-anak
2) Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan tubuh
yang lemah
4. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
1) Seringkali merupakan infeksi sekunder.
2) Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
5. Berdasarkan predileksi atau tempat infeksi
a. Pneumonia lobaris (lobar pneumonia)
1) Sering pada pneumonia bakterial.
2) Jarang pada bayi dan orang tua.
3) Pneumonia terjadi pada satu lobus atau segmen, kemungkinan
dikarenakan obstruksi bronkus misalnya: aspirasi benda asing pada
anak atau proses keganasan pada orang dewasa
b. Bronchopneumonia

4
1) Ditandai adanya bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
2) Dapat disebabkan bakteri maupun virus.
3) Sering pada bayi dan orang tua.
4) Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisialis (interstitial pneumonia
1) Proses terjadi mengenai jaringan interstitium daripada alevoli atau
bronki.
2) Merupakan karakteristik (tipikal) infeksi oportunistik
(Cytomegalovirus, Pneumocystis carinii)

C. Etiologi
Secara umun individu yang terserang bronkopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas: reflek glotis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
organ, dan sekresi humoral setempat.
1. Faktor Infeksi
– Pada neonatus : Streptocccus grup B, Respiratory Sincytial Virus
(RSV).
– Pada bayi : Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus,
RSV, Cytomegalovirus.
– Pada anak-anak : Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus,
RSP
– Pada anak besar – dewasa muda : Organisme atipikal : Mycoplasma
pneumonia, C. trachomatis
Bakteri : Pneumococcus, Bordetella Pertusis, M. tuberculosis.

2. Faktor Non Infeksi

5
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1) Bronkopneumonia hidrokarbon dapat terjadi oleh karena aspirasi
selama penelanan muntah atau pemasangan selang NGT ( zat
hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
2) Bronkopneumonia lipoid dapat terjadi akibat pemasukan obat
yang mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli
petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu mekanisme menelan
seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi horizontal,
atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada
anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada
jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang
mengandung asam lemak tinggi bersifat paling merusak
contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang
berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan
anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
3. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian Bronkopneumonia adalah
sebagai berikut :
a. Faktor host (diri)
1) Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahum. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada balita lebih rentan
terkena penyakit bonkopneumonia dibandingkan orang dewasa
dikarenakan kekebalan tubuhnya masih belum sempurna.
2) Status Gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lain (Tupasi, 1985). Pada

6
KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan
terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi.
3) Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah
karena penumpukan sekresi yang berlebih yaitu influenza.
Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular berbagai
mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
 Faktor Lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi
dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani,
dan keadaanan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah
anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
resiko penularan pneumonia.
c. Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat.

D. Patofisiologi
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae
atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masuk ke saluran
pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di

7
tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi
saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi
pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan
alveoli.
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam
saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya
peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus
mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

E. Manifestasi Klinis
1.) Demam mendadak, disertai menggigil, baik pada awal penyakit
atau selama sakit.
2.) Batuk, mula-mula mukoid lalu purulen dan bisa terjadi hemoptisis.
3.) Nyeri pleuritik, ringan sampai berat, apabila proses menjalar ke
pleura (terjadi pleuropneumonia).
4.) Tanda & gejala lain yang tidak spesifik: mialgia, pusing, anoreksia,
malaise, diare,mual & muntah.
F. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi / palpasi : sisi hemitoraks yg sakit tertinggal
b. Palpasi / Perkusi / Auskultasi
tanda-tanda konsolidasi : Redup, fremitus raba / suara meningkat, suara
napas bronkovesikuler – bronchial, suara bisik, krepitasi
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dahak spesimen yg diperoleh lalu dilakukan pengecatan gram
dan kultur.

3. Pemeriksaan darah
1) Umumnya lekositosis ringan sampai tinggi.

8
2) Hitung jenis bergeser ke kiri ( shift to the left).
3) LED dapat juga tinggi.
4) Kultur darah dapat positif 20-25 % pada penderita yang tidak
diobati
4. Foto thorax PA/lateral
1) Abnormalitas radiologis pada pneumonia disebabkan karena
pengisian alveoli oleh cairan radang berupa : opasitas /
peningkatan densitas ( konsolidasi ) disertai dengan gambaran air
bronchogram.
2) Bila di dapatkan gejala klinis pneumonia tetapi gambaran
radiologis negatif, maka ulangan foto toraks harus diulangi dalam
24-48 jam untuk menegakkan diagnosis.
5. Pemeriksaan gas darah
1) Hipoksemia & hipokarbia.
2) Asidosis respiratorik pada stadium lanjut

Tampilan klinis pneumonia dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu bacterial dan
non bacterial (atipikal)

Karakter Klinis Pneumonia Bakterial Pneumonia Non Bakterial


(atipikal)

Timbulnya gejala Mendadak sebagian besar di Berangsur-angsur, sering


paru bersifat umum selain di
paru

Batuk Produktif dengan banyak Tidak produktif, sputum


sputum, purulen/mukopurulen sedikit

Pengecatan gram Sering ditemukan mikroba Non diagnostik, baik pada


pengecatan gram maupun
kultur

Leukositosis Ada dan tinggi, leukopeni Biasanya tidak ada, atau


pada kasus yang jelek leukopeni

Nyeri dada Ada, bervariasi dari yang Jarang


ringan sampai berat

9
Foto paru Tanda konsolidasi lobar, Tidak mengikuti batas
segen atau bronkopneumonia anatomis, kelainan
interstitial

G. Penatalaksanaan
Pengelolahan pneumonia harus berimbang dan memadai, mencakup :
1. Tindakan umum ( general suportif )
2. Koreksi kelainan tubuh yang ada
3. Pemilihan antibiotik
Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat inap dapat diobati di
rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi, yaitu keadaan yang
dapat meningkatkan resiko infeksi patogen yang spesifik misalnya S.
pneumoniae yang resisten terhadap penisilin.
a) Faktor modifikasi adalah keadaan yang dapat meningkatkan resiko infeksi
dengan kuman patogen yg spesifik. Kuman-kuman tersebut meliputi :
1. Streptococcus pneumoniae yg resisten terhadap penisilin :
a. Usia > 65 tahun
b. Mendapat tx betalaktam dlm 3 bulan terakhir
c. Pecandu alkohol
d. Penyakit gangguan imunitas (tms tx steroid)
e. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
f. Kontak dengan anak-anak
2. Enterik gram-negative :
a. Penghuni rumah jompo
b. Adanya dasar penyakit kardiopulmoner
c. Adanya penyakit ko-morbid yang lain
d. Pengobatan antibiotika sebelumnya

3. Pseudomonas aeruginosa :
a. Kerusakan jaringan paru (bronkiektasis)
b. Terapi kortikosteroid (>10 mg pednison/hari)

10
c. Pengobatan antibiotik spektrum luas lebih dari 7 hari sebelumnya
d. Malnutrisi
H. Penatalaksanaan rawat jalan
a. Pengobatan suportif / simtomatik
1. Istirahat di tempat tidur.
2. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi.
3. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas.
4. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran.
5. Pengobatan antibiotik harus diberikan ( sesuai bagan ) kurang dari 4 jam
b. Penatalaksanaan rawat inap
Pengobatan suportif / simtomatik
1. Pemberian terapi oksigen
2. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
3. Pemberian obat simtomatik antara laim antipiretik, mukolitik.

11
I. Asuhan Keperawatan

Perencanaan

No. Diagnosis Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

 Bersihan jalan nafas tidak


efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sputum.
Data-data:
Data Subjektif
 Pasien mengeluh rewel
 Pasien mengeluh sesak sesak
nafas
 Pasien tidak mau makan
 Terdengar suara grek-grek
 orang tua menyatakan kurang
paham tentang penyakit yang 1. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
diderita anaknya Jalan napas bersih dan1) Mengkaji frekuensi pernafasan, dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/
 anak mencret efektif setelah hari catat rasio inspirasi/ ekspirasi2) adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
Data Objektif perawatan, dengan criteria: mengauskultasi bunyi nafas, melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
 Pernafasan cepat dan dangkal a) Tidak ada dypsnoe, catat adanya bunyi nafas. dibanding inspirasi.
 pernafasan cuping hidung sianosis, ronchi dan Misalnya: mengi, krekels dan 2. Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat
 ronchi dan sianosis suara tambahan. ronki. dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas
 batuk berdahak sputum purulen b) BGA mormal 2) Memberikan posisi semi fowler. adventisius
 penggunaan otot Bantu nafas pH =7,35 – 7,45 3) Memberikan minum hangat 3. Posisi semi fowler akan mempermudah pasien
 bunyi nafas bronchovesikuler H+= 35–45 nmol/L(nM) sedikit sedikit tapi sering. untuk bernafas
 muntah malaise PaO2 = 80–100 mmHg 4) Melaksanakan tindakan 4. Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan
 penurunan nafsu makan dan berat PaCO2 =35–45 mmHg delegatif : Bronchodilator, mempermudah pengeluaran.
badan HCO3−=22–26 mmol/L mukolitik, untuk mencairkan dahak 5. Pemberian obat-obatan pengencer dahak
 respirasi meningkat sehingga mudah dikeluarkan. memudahkan proses evakuasi jalan nafas

12
A. KASUS
1. Data Klien
2. Riwayat Kesehatan
3. Observasi
(Ibu Berna untuk no 1 sampai 3 diketik sesuai yang
ada dalam buku ya)
B. ANALISA DATA
No Data Penyebab Masalah
1 Ds: Klien mengeluh batuk Peningkatan Bersihan jalan
berdahak kurang lebih 10 hari, produk Sputum nafas tidak efektif
ada dahak kental, hijau, ± 5 cc dan
batuk dirasakan pada saat bangun
pagi
DO: - Pasien tampak sering batuk
- Batuk berdahak dan
berwarna hijau
- Auskultasi dada kiri
terdengar ronchi.
- Pasien sebelumnya
mempunyai riwayat
merokok.
- Mucosa oral kering
- RR 22x/menit
- Kesimpulan RO thorax
Bronchopnemonia
2 DS: Klien mengatakan sulit tidur Kegelisahan Gangguan pola
DO:- Mata pasien tampak sayu bangun malam tidur
dan sembab. karena batuk
- Tampak lingkaran hitam
pada area bawah mata
pasien.
- Klien tampak menguap

3 DS: Klien mengatakan belum Menurunnya Gangguan


buang air sejak 5 hari yang lalu peristaltik usus eliminasi alvi
DO: - Abdomen tampak distensi
- Peristaltik usus2x/m
- Terdengar suara
hipertimpani pada seluruh
abdomen

13
No Data Penyebab Masalah
4 DS: Kurangnya Risiko terjadinya
DO: Klien masuk RS terkontrolnya hipoglikemi/hiperglikemia
dengan diagnosa intake dalam
medis DM tubuh

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Gangguan pola tidur
3. Gangguan pola eliminasi alvi
4. Risiko terjadinya hipoglikemi
D. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Beri posisi semi fowler
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam atau fowler kepada
peningkatan produksi pasien menunjukan fungsi klien.
sputum pernafasan normal dengan 2.Anjurkan pasien minum
kriteria hasil: Pasien air hangat
menunjukan bersihan jalan 3.Latih pasien batuk
nafas efektif yang ditandai efektif
dengan: 4. Beri clapping vibrasi
1. Pergerakan sputum dari 5. Kolaborasi pemberian
jalan nafas. terapi obat dan oksigen
2. Tidak ada suara nafas
tambahan, suara nafas
jernih.
3. Pasien menunjukan batuk
berkurang.
1.
2 Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan tindakan 1. kaji masalah gangguan
berhubungan dengan keperawatan pasien dapat tidur pasien, dan
gelisah terbangun karena beristirahat tidur dengan baik penyebab kurang tidur.
batuk. Kriteria Hasil : a Klien dapat 2. Anjurkan klien tidur di
tidur 6-8 jam setiap malam siang hari sebagai
b. Secara verbal mengatakan pemenuhan kebutuhan
dapat lebih rileks dan lebih tidur, karena sulitnya
segar pemenuhan kebutuhan
tidur di malam hari.
3. Anjurkan mandi air
hangat sebelum tidur.
4. Anjurkan makan yang
cukup satu jam sebelum

14
tidur.
5. Menciptakan keadaan
tempat tidur yang
nyaman, bersih dan
bantal yang nyaman.
6. Lakukan masase pada
daerah belakang, tutup
jendela/pintu.

15

También podría gustarte