Está en la página 1de 7

Nama : Kiki Andila

NIM : 1601130358

Prodi : Tadris Fisika

Mata Kuliah : Teologi Islam

Kelas : A

Aliran Asy'ariyah dan Maturidiyah

1. Asy'ariyah
Aliran Asy'ariyah adalah aliran teologi Islam yang lahir pada dasawarsa kedua abad
ke-10 (awal abad ke-4). Pengikut aliran ini, bersama pengikut Maturudiyah dan Salafiyah,
mangaku termasuk golongan ahlus sunnah wal jama’ah. Pendiri teologi Asy'ariyah ini adalah
Imam Asy'ari (Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari. Abu Hasan al-Asy'ari, nama
lengkapnya adalah Abul Hasan bin Ismail bin Ishaq bin Salim bin Abdillah bin Musa bin Abi
Burdah bin Abi Musa al-Asy'ari. Ia adalah seorang ulama yang dikenal sebagai salah seorang
perantara dalam sengketa antara Ali dan Muawiyah. Abul Hasan al-Asy'ari lahir di Basrah
pada 260 H/873 M dan meninggal di Bagdad pada 324 H/935 M.

Dalam suasana Mu’tazilah yang sedang keruh, al-Asy'ari dibesarkan dan dididik
sampai mencapai usia lanjut. Ia telah membela aliran Mu’tazilah sebaik-baiknya, tetapi
kemudian aliran ini ditinggalkannya bahkan dianggapnya sebagai lawan. Al-Asy'ari semula
dikenal sebagai tokoh Mu’tazilah, dia adalah murid dari al-Juba’i, seorang yang cerdas yang
dapat dibanggakan serta pandai berdebat, sehingga al-Juba’i sering menyuruh alAsy'ari untuk
menggantikannya bila terjadi suatu perdebatan. Dia menjadi pengikut aliran Mu’tazilah
sampai berumur 40 tahun. Pada 300 H, yaitu ketika beliau mencapai umur 40 tahun, dia
menyatakan keluar dari Mu’tazilah dan membentuk aliran teologi sendiri yang kemudian
dikenal dengan nama Asy'ariyah. Sebabnya Imam al-Asy'ari keluar dari Mu’tazilah tidak
begitu jelas.3 Al-Asy'ari,sungguhpun telah puluhan tahun menganut paham Mu’tazilah,
akhirnya meninggalkan ajaran Mu’tazilah.

Sebab yang biasa disebut, yang berasal dari al-Subki dan ibn Asyakir ialah bahwa
pada suatu malam al-Asy'ari bermimpi; dalam mimpi itu Nabi Muhammad saw, mengatakan
padanya bahwa madzhab ahli haditslah yang benar, dan madzhab Mu’tazilah salah. Sebab
lain bahwa al-Asy'ari berdebat dengan gurunya alJubba’i dan dalam perdebatan itu guru tak
dapat menjawab tantangan murid. Salah satu perdebatan itu, menurut al-Subki, sebagai
berikut:

Al-Asy'ari : Bagaimana kedudukan ketiga orang berikut : mukmin, kafir, dan anak
diakherat.
Al-Jubba’i : Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk
neraka, dan yang kecil terlepas dari bahaya neraka.

Al-Asy'ari : Kalau yang kcil ingin memperoleh tempat yang lebih tinggi di surga,
mungkinkah itu?

Al-Jubba’i : tidak, yang mungkin mendapat tempat yang baik itu karena kepatuhannya
kepada Tuhan. Yang kecil belum mempunyai kepatuhan yang serupa itu.

Al-Asy'ari : Kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan: itu bukanlah salahku. Jika
sekiranya Engkau bolehkan aku terus hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik
seperti yang dilakukan orang mukmin itu.

Al-Jubba’i : Allah akan menjawab: “aku tahu bahwa jika Engkau terus hidup Engkau
akan berbuat dosa dan oleh karena itu akan kena hukum. Maka untuk kepentinganmu aku
cabut nyawamu sebelum Engkau sampai kepada umur tanggung jawab”.

Al-Asy'ari : Sekiranya yang kafir mengatakan: “Engkau ketahui masa depanku


sebagaimana Engkau ketahui masa depannya. Apa sebabnya Engkau tidak jaga
kepentinganku? Di sini alJubbai terpaksa diam.

Terlepas dari soal sesuai atau tidak sesuainya uraian-uraian al-Subki dengan fakta
sejarah, jelas kelihatan bahwa al-Asy'ari sedang dalam keadaan ragu-ragu dan tidak merasa
puas lagi dengan aliran Mu’tazilah yang dianutnya selama ini. Kesimpulan ini diperkuat oleh
riwayat yang mengatakan bahwa alAsy'ari mengasingkan diri di rumah selama 15 hari untuk
memikirkan ajaranajaran Mu’tazilah. Sesudah itu ia keluar rumah, pergi ke masjid, naik
mimbar dan menyatakan:

”Hadiran sekalian, saya selama ini mengasingkan diri untuk berpikir tentang
keterangan-keterangan dari dalil-dalil yang diberikan masing-masing golongan. Dalil-dalil
yang dimajukan, dalam penelitian saya, sama kuatnya. Oleh karena itu saya meminta
petunjuk dari Allah dan atas petunjuk-Nya saya sekarang meninggalkan keyakinan-
keyakinan lama dan menganut keyakinankeyakinan baru yang saya tulis dalam buku-buku
ini. Keyakinan-keyakinan lama saya lemparkan sebagaimana saya melemparkan baju ini.”

Di sini timbul soal apa sebenarnya yang menimbulkan perasaan ragu dalam diri al-
Asy'ari yang kemudian mendorongnya untuk meninggalkan paham Mu’tazilah? Berbagai
tafsiran diberikan untuk menjelaskan hal ini.

Menurut Ahmad Mahmud Subhi keraguan itu timbul karena al-Asy'ari menganut
madzhab Syafi’i. al-Syafi’i mempunyai pendapat teologi yang berlainan dengan ajaran-ajaran
Mu’tazilah, umpamanya al-Syafi’i berpendapat bahwa al-Qur'an tidak diciptakan, tetapi
bersifat qadim dan bahwa Tuhan dapat dilihat di akherat nanti.
Menurut Hammudah ghurabah ajaran-ajaran seperti yang diperoleh alAsy'ari dari al-
Jubba’i, menimbulkan persoalan-persoalan, yang tak mendapat penyelesaikan yang
memuaskan.

Corak dan Pokok-Pokok Pemikiran Al-Asy’ari

Al-Asy'ari sebagai orang yang pernah menganut paham Mu’tazilah, tidak dapat
menjauhkan diri dari pemakaian akal dan argumentasi pikiran.

Al-Asy'ari sesungguhnya dari segi intelektual dan pahamnya adalah seorang


Mu’tazilah, karena kecewa oleh beberapa pemikiran Mu’tazilah yang tidak dapat memuaskan
pikirannya, maka ia meninggalkan Mu’tazilah dan mengembangkan aliran yang dikenal
dengan namanya Asy'ariyah. Sebagai bekas seorang Mu’tazilah ia tetap menggunakan
metode filsafat dan ilmu kalam serta argumentasinya,sehingga seringkali masih
mencurigakan bagi kebanyakan umat. Salah satu risalahnya yang terkenal Risalah fi Istihsan
Ahaudel fi Illmi Kalam memberikan gambaran kepada kita betapa al-Asy'ari membela diri
dari berbagai serangan dan bagaimana dalam perjuangannya mengkonsolidasi faham kaum
suni itu di mana ia menyerukan pentingnya mempelajari merode ilmu kalam yakni disiplin
berpikir.

Tokoh-tokoh Asy’ariyah dan Ajaran-Ajarannya.

1. Muhammad Ibn al-Thayyib Ibn Muhammad Abu Bakr al-Baqillani.


Ia adalah tokoh Asy’ariyah yang mendapat ajaran-ajaran Al-Asy’ari dari dua murid
Al-Asy’ari, yaitu Ibn Mujahid dan Abu Al-Hasan Al-Bahili.. beliau wafat di Bagdad pada
tahun 1013 Masehi.
Ajaran-ajaran yang disampaikannya tidak selalu selaras dengan ajaran Al-Asy’ari,
misalnya bahwa sifat Allah itu bukan sifat melainkan hal. Selanjutanya ia juga tidak sepaham
dengan Al-Asy’ari mengenai perbuatan manusia. Menurut Al-Asy’ari perbuatan manusia
adalah diciftakan Tuhan seluruhnya, sedangkan menurut Al-Baqillani, manusia mempunyai
sumbangan yang efektif dalam perwujudan perbuatannya. Yang diwujudkan Tuhan ialah
gerak yang terdapat dalam diri manusia, adapun bentuk atau sifat dari gerak itu dihasilkan
oleh manusia itu sendiri.
Pernyataan-pernyataannya mengarah pada extrim, dalam mengikuti suatu pendapat
dan dalam memberikan dukungan dan pembelaan, sebab premis rasional tidak pernah
disebutkan dalam al-Qur’anmaupun sunnah, ruang geraknya luas dan pintunya terbuka lebar.
Metode yang ditempuhnya juga banyak. Boleh saja seseorang sampai kepada bukti-bukti dari
berbagai penalaran akal dan menghasilkan berbagai konklusi melalui berbagai eksperimen
yang tidaklah buruk selama tidak bertentangan dengan konklusi yang dicapainya dan
pemikiran yang dihasilkannya.

2. Abd al-Malik al-Juwaini


Beliau lahir di Khurasan tahun 419 Hijriyah dan wafat pada tahun 478 Hijriyah.
Namanya aslinya tidak begitu dikenal malah ia terkenal dengan nama Iman Al-Haramain.
Hampir sama dengan Al-Baqillani, ajaran-ajaran yang disampaikannya banyak yang
bertentangan dengan ajaran Al-Asy’ari. Misalnya Tangan Tuhan diartikan (ta’wil) kekuasaan
Tuhan, mata Tuhan diartikan penglihatan Tuhan dan wajah Tuhan diartikan Wujud Tuhan,
sedangkan mengenai Tuhan duduk diatas takhta kerajaan diartikan Tuhan berkuasa dan Maha
Tinggi.
Mengenai soal perbuatan manusia, ia mempunyai pendapat yang lebih jauh dari Al-
Baqillani. Daya yang ada pada manusia itu mempunyai efek, tetapi efeknya serupa dengan
efek yang terdapat antara sebab dan musabab. Wujud perbuatan manusia tergantung pada
daya yang ada pada manusia, wujud daya itu bergantung pada sebab yang lain dan wujud
sebab itu bergantung pula pada sebab yang lain dan demikianlah seterusnya hingga sampai
pada sebab dari segala sebab yaitu Tuhan.

3. Abu Hamid al-Ghazali


Beliau adalah murid dari Abd al-Malik al-Juwaini yang lahir pada tahu 1058-1111
Masehi.
Paham teologi yang dianutnya tidak jauh berbeda dengan paham-paham Al-Asy’ari.
Dia mengakui bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan dzat
Tuhan dan mempunyai wujud diluar dzat. Juga Al-Qur’an bersifat qadim dan tidak
diciptakan. Mengenai perbuatan manusia ia juga berpendapat bahwa Tuhanlah yang
menciptakan daya dan perbuatan. Dan daya untuk berbuat lebih menyerupai impotensi.
Selanjutnya ia menyatakan bahwa Tuhan dapat dilihat, sebab setiap yang mempunyai
wujud dapat dilihat. Selanjutnya ajaran yang disampaikannya adalah penolakan tentang
paham keadilan yang diajarkan oleh Mu’tazilah. Tuhan tidak berkewajiban menjaga
kemashlahatan (al-salah wa al-ashlah) manusia, tidak wajib memberi upah atau ganjaran
kepada manusia atas perbuatan-perbuatannya, bahkan Tuhan boleh memberi beban yang
tidak mungkin dikerjakan manusia.

2. Maturidiyah

Berdirinya aliran ini kembali kepada Abu Mansur al-Maturidi, dia adalah Muhammad
bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samarqandi. Maturidi adalah nisbat kepada
Maturid, sebuah tempat di Samarkand, di daerah inilah Abu Mansur lahir, tahun kelahirannya
samar, tidak diketahui dengan pasti. Ahli sejarah yang menyebutkan biografinya tidak
menjelaskan kehidupannya, bagaimana dia tumbuh dan dari siapa dia belajar, yang diketahui
dari guru-gurunya adalah Nashir atau Nushair bin Yahya al-Balakhi, dari orang ini Abu
Mansur belajar fikih madzhab Hanafi dan ilmu kalam.

Abu Mansur memiliki kedudukan tinggi di kalangan para pengikut Maturidiyah sehingga
mereka menjulukinya dengan “Imam al-Huda dan Imam al-Mutakallimin”.

Abu Mansur hidup satu masa dengan Abul Hasan al-Asy’ari meskipun tidak ada
keterangan sejarah bahwa keduanya pernah bertemu atau saling membaca buku yang lain,
hanya saja dalam beberapa hasil pemikiran kedua orang ini bertemu, tentu dengan pemikiran
Abu Musa yang lama sebelum dia rujuk kepada pemikiran salaf shalih.
Abu Mansur wafat di Samarkand pada tahun 333 H dan dimakamkan di sana. Dia
meninggalkan beberapa karya tulis diantarnya, Ta’wilat Ahlus Sunnah atau Ta’wilat al-
Qur`an, dalam bukunya ini Abu Mansur mengangkat ayat-ayat al-Qur`an khususnya ayat-
ayat sifat dan mentakwilkannya dengan takwil Jahmiyah. Di antara bukunya yang lain adalah
Kitab Tauhid, kitab ini tentang ilmu kalam, di dalamnya dia menetapkan pendapat-
pendapatnya yang berkaitan dengan masalah-masalah i’tiqadiyah, dan yang dia maksud
dengan tauhid dalam kitabnya ini adalah tauhid Khaliqiyah dan Rububiyah ditambah dengan
sedikit tauhid Asma’ wa Sifat akan tetapi dengan manhaj Jahmiyah dengan mengingkari
banyak sifat-sifat Allah dengan alasan mensucikan dan meniadakan tasybih dari Allah, hal ini
tidak sejalan dengan manhaj yang shahih yaitu manhaj salaf shalih.

Tokoh-tokoh Maturidiyah dan Ajaran-Ajarannya.

Setelah Abu Mansur wafat, pemikiran-pemikirannya diwarisi dan diperjuangkan oleh


murid-muridnya dan orang-orang yang terpengaruh oleh pemikirannya, di tangan mereka ini
Maturidiyah membentuk diri sabagai aliran kalamiyah yang muncul pertama kali di
Samarkand. Murid-murid Abu Mansur mulai menyebarkan pemikiran-pemikiran syaikh dan
imam mereka, mereka menulis buku-buku demi itu, hasilnya pemikiran-pemikiran
Maturidiyah laku di negeri tersebut, hal ini karena mereka terbantu oleh kesamaan dalam
madzhab fikih yaitu madzhab Hanafi.

Salah satu murid Abu Mansur adalah Abul Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail al-
Hakim al-Samarqandi, wafat tahun 342 H, dia dikenal dengan al-Hakim karena hikmahnya
yang banyak dan nasihat-nasihatnya. Ada seorang murid lagi yaitu Abu Muhammad Abdul
Karim bin Musa bin Isa al-Bazdawi, wafat tahun 390 H, selanjutnya orang ini memiliki
seorang cucu yang menjadi salah satu pembawa pemikiran-pemikiran Maturidiyah, dia
adalah Abul Yasar al-Bazdawi Muhammad bin Muhammad bin al-Husain bin Abdul Karim
yang berjuluk al-Qadhi ash-Shadr, Syaikh madzhab Hanafi di Bazdawah pada masanya.

Abul Yasar ini belajar dari bapaknya yang belajar dari kakeknya Abdul Karim salah
seorang murid Abu Mansur, di samping dia membaca kitab-kitab ahli filsafat seperti al-Kindi
dan lainnya, dia juga mempelajari buku-buku Mu’tazilah seperti al-Jubba’i, an-Nazham dan
lain-lain. Dia juga mempelajari buku-buku Abu Musa al-Asy’ari dan buku-buku Abu Mansur
seperti at-Ta’wilat dan at-Tauhid. Untuk buku yang terakhir ini dia memandang
pembahasannya bertele-tele dan menyulitkan serta penyusunannya yang tidak sistematis oleh
karena itu dia mengulang penyusunan dan pemaparannya agar lebih muda untuk dikaji, hal
ini dia tuangkan dalam bukunya Ushuluddin dengan beberapa penambahan darinya. Abul
Yasar wafat di Bukhara tahun 493 H dengan meninggalkan banyak murid, salah satunya
adalah Najmuddin Umar bin Muhammad an-Nasafi, peletak sebuah buku dalam akidah yang
terkenal dengan al-Aqidah an-Nasafiyah.

Najmuddin Umar an-Nasafi, bisa dikatakan, dia adalah pelopor Maturidiyah dalam
bidang karya tulis karena dia banyak menuangkan dasar-dasar akidah Maturidiyah dalam
buku-bukunya yang berjumlah besar, dia adalah Abu Hafsh Najmuddin Umar bin
Muhammad bin Ahmad bin Ismail al-Hanafi an-Nasafi, nisbat kepada Nasaf, sebuah kota di
antara Jaihun dan Samarkand. Najmuddin adalah julukannya.

Najmuddin Umar an-Nasafi lahir di Nasaf pada tahun 462 H, dia terkenal dengan syaikh-
syaikhnya yang berjumlah besar mencapai lima ratus orang, di antara mereka adalah Abul
Yasar al-Bazdawi dan Abdullah bin Ali bin Isa an-Nasafi, sebagaimana dia memiliki murid
dalam jumlah besar pula, tidak hanya itu dia juga memiliki karya tulis juga dalam jumlah
besar yang menjadi buku induk dalam menetapkan pemikiran-pemikiran Maturidiyah. Di
antara buku-bukunya adalah Majma’ al-Ulum, at-Taisir fi Tafsir al-Qur`an, an-Najah fi
Syarh Kitab Akhbar ash-Shihah, buku ini adalah syarah dari shahih al-Bukhari, dan sebuah
buku dalam akidah yaitu al-Aqidah an-Nasafiyah, buku ini adalah ringkasan dari buku at-
Tabshirah karya Abu Muin an-Nasafi, buku ini adalah salah satu buku terpenting dalam
akidah Maturidiyah. Najmuddin Umar an-Nasafi wafat di Samarkand pada malam Kamis, 12
Jumadil Ula 537 H.

Setelah masa Najmuddin Umar an-Nasafi, Maturidiyah mengalami kemajuan dan


perkembangan yang berarti, hal ini karena mereka mampu meraih simpati para Sultan Daulah
Utsmaniyah yang berpusat di Turki, dan akhirnya para sultan tersebut menjadi pendukung
Maturidiyah sehingga pengaruh Maturidiyah menyebar ke negeri-negeri yang dijangkau oleh
kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Di masa ini muncul al-Kamal bin al-Hammam penulis al-
Muyasarah fi al-Aqa’id al-Munjiyah fi al-Akhirah yang pada saat ini masih dijadikan sebagai
buku wajib di sebagian universitas.

Di masa kini pemikiran Maturidiyah banyak dianut di beberapa negeri kaum muslimin
khususnya di Turki, Afghanistan dan sekitarnya, Pakistan dan India. Di dua negara yang
terakhir ini ada beberapa madrasah yang mengusung pemikiran-pemikiran Maturidiyah,
salah satunya adalah madrasah Kautsariyah yang dinisbatkan kepada syaikh Muhammad
Zahid al-Kautsari al-Jarkasi al-Hanafi al-Maturidi, wafat tahun 1371 H. Madrasah ini berciri
khas mencela dan menyerang para imam Islam, menurut mereka para imam Islam tersebut
adalah mujassimah dan musyabbihah yakni orang-orang yang menjasadkan dan
menyerupakan Allah dengan makhlukNya, hanya karena para imam tersebut menetapkan
sifat-sifat Allah sebagaimana yang ditetapkan oleh al-Qur`an dan sunnah sesuai dengan
pamahaman salaf umat, mereka mengkategorikan buku-buku para imam Islam seperti at-
Tauhid, al-Ibanah, asy-Syariah,as-Sifat, al-Uluw dan buku para imam sunnah lainya sebagai
buku-buku watsaniyah (berhalawiyah). Madarasah ini juga getol berdakwah kepada bid’ah-
bid’ah syirkiyah seperti mengagung-agungkan kubur dan penghuninya dengan kedok
bertawasul.

Sumber:

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam. Jakarta: UI Press

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2000. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Mahmud Qasim. 1969. Fi Ilm Al-Kalam. Kairo: Maktabah al-Anglo al-Maishriah.

También podría gustarte

  • Format KRS
    Format KRS
    Documento1 página
    Format KRS
    Kiki Andila
    100% (1)
  • MOHON PENGGANTIAN Judul
    MOHON PENGGANTIAN Judul
    Documento1 página
    MOHON PENGGANTIAN Judul
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Surat Pengajuan Judul
    Surat Pengajuan Judul
    Documento1 página
    Surat Pengajuan Judul
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Documento1 página
    Lembar Pengesahan
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Surat Persetujuan Kiki
    Surat Persetujuan Kiki
    Documento6 páginas
    Surat Persetujuan Kiki
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Surat Persetujuan Proposal-1
    Surat Persetujuan Proposal-1
    Documento7 páginas
    Surat Persetujuan Proposal-1
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • PTT Proposal
    PTT Proposal
    Documento23 páginas
    PTT Proposal
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Harlow Shapley IPBA
    Harlow Shapley IPBA
    Documento9 páginas
    Harlow Shapley IPBA
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Soal Fisika
    Soal Fisika
    Documento1 página
    Soal Fisika
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Daftar Nama Siswa
    Daftar Nama Siswa
    Documento2 páginas
    Daftar Nama Siswa
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Tesla Coil
    Tesla Coil
    Documento27 páginas
    Tesla Coil
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Albert Einstein
    Albert Einstein
    Documento7 páginas
    Albert Einstein
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Dinamika Kisi-1
    Dinamika Kisi-1
    Documento10 páginas
    Dinamika Kisi-1
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Fis Dat
    Fis Dat
    Documento9 páginas
    Fis Dat
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones
  • Soal Uraina
    Soal Uraina
    Documento2 páginas
    Soal Uraina
    Kiki Andila
    Aún no hay calificaciones