Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
SKRIPSI
PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL
Oleh:
MITA NOVIYANTI
NIM. 131111097
SKRIPSI
PENELITIAN PRE-EXPERIMENTAL
Oleh:
MITA NOVIYANTI
NIM. 131111097
SURAT PERNYATAAN
Saya bersumpah bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah
dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang
pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.
Mita Noviyanti
NIM. 131111097
ii
HALAMAN PERNYATAAN
Mita Noviyanti
NIM. 131111097
iii
SKRIPSI
Oleh:
Mita Noviyanti
NIM. 131111097
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 30JUNI 2015
Oleh
Pembimbing Ketua
Pembimbing
Mengetahui
a.n Dekan
Wakil Dekan I
iv
SKRIPSI
Oleh:
Mita Noviyanti
NIM. 131111097
Telah diuji
Pada tanggal, 6 Juli 2015
PANITIA PENGUJI
Ketua :
Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An (.....................)
NIK: 139040680
Anggota : 1. Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes (.....................)
NIP: 197806062001122001
2. Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep (.....................)
NIP: 198109282012122002
Mengetahui
a.n Dekan
Wakil Dekan I
MOTTO
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
bimbinganNya saya dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERBEDAAN
KEMAMPUAN MOTORIK HALUS ANAK USIA PRASEKOLAH
MELALUI TERAPI SENI RUPA KOLASE DAN CLAY DI PG ISLAM
MARYAM SURABAYA”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Pendidikan
Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga.
Skripsi ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, maka
melalui kesempatan ini perkenankanlah penulis menyapaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya dengan hato yang tulus kepada:
1. Ibu Purwaningsih, S.Kp., M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan kesempatan dan
fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Ners.
2. Ibu Mira Triharini, S.Kp., M.Kep selaku Wakil Dekan I Fakultas
Keperawatan Universitas Airlangga Surabaya yang telah memberikan
kesempatan dan fasilitas kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ners.
3. Ibu Yuni Sufyanti Arief, S.Kp., M.Kes selaku pembimbing I yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas
bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan
untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.
4. Ibu Ilya Krisnana, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing II yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas
bimbingan, kritik dan saran, informasi, serta waktu yang telah diluangkan
untuk saya demi kemajuan penyelesaian skripsi saya.
5. Ibu Kristiawati, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.An selaku penguji skripsi. Terima
kasih atas kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan skripsi saya.
6. Segenap dosen Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan ilmu, pengalaman, dan pengarahan. Terima kasih telah
mengajarkan penulis untuk menjadi calon perawat profesional.
7. Segenap staf pendidikan, perpustakaan, dan tata usaha. Terima kasih atas
segala bantuan yang diberikan dari awal pembuatan proposal hingga pada
akhirnya skripsi ini selesai.
8. Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat
(Bakesbangpolmas) Kota Surabaya yang telah memberikan perizinan kepada
peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam Surabaya.
9. Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya yang telah memberikan
perizinan kepada peneliti untuk melakukan penelitian di PG Islam Maryam
Surabaya.
10. Bu Aini dan Bu Naning selaku kepala sekolah dan guru PG Islam Maryam
Surabaya. Terima kasih telah mengizinkan dan membantu saya untuk dalam
melakukan penelitan ini.
11. Seluruh responden dan orang tua respoden yang telah bersedia meluangkan
waktu dan berpartisipasi dalam penelitian ini.
vii
12. Semua keluarga yang saya cintai, Almarhum Ayah, Mama, dan Andhika.
Terima kasih yang tak terhingga atas cinta, kesabaran, motivasi, dan doa yang
senantiasa kalian panjatkan untuk saya. Terima kasih pula untuk semangat
yang selalu kalian berikan sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini.
13. Teman-teman seperjuangan Angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan
dan semangat baik secara langsung maupun tidak langsung demi
terselesaikannya skripsi ini.
14. Teman-teman 1 dosen pembimbing, Tsuwaibatul, Anna, Rifftya, Lina, dan
Fathur. Terima kasih atas motivasi dan semangatnya hingga skripsi ini bisa
saya selesaikan.
15. Shinta,Yulia, Qumairy, Andri, Yunita, Tian, dan Dita yang telah membantu
selama penelitian berlangsung.
16. Sahabat-sahabat tercinta Soraya, Zakiah, Ana, Pina, Maha, Yoas, Roni, dan
Praditya. Terima kasih sebesar-besarnya untuk kalian yang selalu ada di
samping saya untuk memotivasi dan memberikan saya semangat dalam
menjalani kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.
17. Teman-teman KKN, Tsuwaibatul, Diva, Silvy, Anies, dan teman-teman yang
lain. Terima kasih telah menemani, memotivasi, dan memberikan pencerahan
selama pengerjaan skripsi ini.
18. Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu
peneliti selama proses penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan kesempatan, dukungan, dan bantuan dalam menyelesaikan proposal
ini.Penulis menyadari bahwa proposal ini jauh dari sempurna, tetapi penulis
berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi keperawatan.
Mita Noviyanti
viii
ABSTRAK
Penelitian Pra-Eksperimental
Oleh:
Mita Noviyanti
ix
ABSTRACT
Pre-experimental Research
By:
Mita Noviyanti
DAFTAR ISI
xi
xii
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
xvii
BAB 1
PENDAHULUAN
Usia prasekolah merupakan usia emas (golden age), sehingga penting bagi
dimiliki anak (Syaiful, Widati, & Rahmawati 2012). Anak usia prasekolah pada
dasarnya memiliki potensi yang perlu untuk dikembangkan secara optimal. Salah
motorik kasar dan halus. Motorik kasar adalah aktivitas yang dilakukan dengan
adalah kegiatan yang melibatkan penggunaan otot-otot halus pada jari dan tangan.
bagian tubuh anak seperti tangan dalam melakukan tugas tertentu. Perkembangan
motorik halus merupakan hal yang penting untuk diperhatikan demi tumbuh
perkembangan motorik halus anak baik, maka anak akan mampu melaksanakan
dengan baik, dan memiliki konsentrasi yang baik (Aquarisnawati, dkk. 2011).
bulan Maret 2015 terhadap siswa PG Islam Maryam Surabaya dengan rentang
kemampuan motorik halus dalam kategori baik, 6 siswa (42,9%) kategori cukup,
dan 3 siswa (21,42%) kategori perlu bimbingan. Laporan belajar 5 siswa lain tidak
terhadap siswa lebih dispesifikkan dengan memberikan kategori baik, cukup, atau
perlu bimbingan. Kategori baik berarti siswa mampu secara mandiri melakukan
kegiatan dengan hasil yang baik, kategori cukup berarti siswa mampu melakukan
kegiatan secara mandiri tapi hasilnya kurang baik, dan kategori perlu bimbingan
kemampuan motorik halus yang telah dilakukan antara lain, mewarnai, meronce,
anak seperti membuat kolase sebagai karya seni rupa 2 dimensi sebelumnya sudah
pernah dilakukan sebanyak 3 kali sepanjang bulan Agustus 2014 hingga Maret
2015 dengan media kapas dan korek api. Selain itu, kegiatan membuat clay
sebagai seni rupa 3 dimensi juga sudah pernah dilakukan sebelumnya, namun
hanya pernah satu kali dilakukan. Intensitas pelaksanaan kegiatan membuat kolase
kemampuan motorik halus pada siswa PG Islam Maryam Surabaya belum dapat
dijelaskan.
periode tahun 1997 hingga 2008 sebanyak 13,87% anak di Amerika Serikat
penelitian lain menyebutkan bahwa sekitar 12,8% hingga 28,5% anak usia
motorik halus siswa dilakukan dengan melihat mampu atau tidaknya dan bagus
atau tidaknya hasil tulisan, gambar, serta aktivitas stimulasi motorik halus lainnya
tanpa ada instrumen khusus sehingga untuk memperkuat data, peneliti melakukan
dengan rentang usia 2 hingga 5 tahun. Tes skrining ini dilakukan pada semua
siswa yang berjumlah 19 siswa. Hasil dari tes skrining tersebut adalah sebanyak
13 siswa (68,42%) berada dalam kategori suspect dan 6 siswa (31,57%) lainnya
miliki sehingga mereka mampu untuk lebih mandiri dalam melaksanakan kegiatan
motorik halus anak tidak berkembang dengan baik, maka anak akan mengalami
perkembangan otak anak. Stimulasi perkembangan anak akan lebih baik bila
perkembangan anak akan semakin optimal. Kemampuan motorik halus anak dapat
distimulasi dengan berbagai cara lain seperti dengan memberikan terapi seni.
Terapi seni adalah salah satu bentuk terapi komplementer yang berhubungan
dengan tubuh dan pikiran seseorang dimana seni dilibatkan sebagai sarana untuk
(Warson 2012; Rismayanthi 2009). Terapi dengan menggunakan seni rupa dapat
berupa seni rupa 2 dimensi dan 3 dimensi. Seni rupa 2 dimensi adalah karya seni
rupa dengan dimensi panjang dan lebar, yang hanya dapat dilihat dari satu arah
pandang saja. Media yang dapat digunakan sebagai terapi seni 2 dimensi antara
lain, menggambar, melukis, kolase, dan lain sebagainya. Sedangkan seni rupa 3
dimensi adalah karya seni rupa yang memiliki volume dengan dimensi panjang,
lebar, dan tinggi. Bahan yang dapat digunakan dalam membuat seni 3 dimensi
antara lain batu, kayu, clay(tanah liat), kain, kaca, bahan daur ulang atau biji-
Kolase merupakan salah satu jenis seni rupa 2 dimensi yang dapat
motorik halus anak (Jumadilah 2010). Membuat kolase dilakukan dengan cara
menyusun berbagai bahan pada sehelai kertas yang datar. Bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk direkatkan pada kertas tersebut antara lain, berbagai bentuk
melatih koordinasi otot-otot halus pada jari tangan sehingga kemampuan motorik
halus anak nantinya bisa berkembang semakin baik. Hasil penelitian Jumadilah
(2010) pada anak tuna grahita sedang menyebutkan bahwa keterampilan kolase
permulaan siswa.
clay digunakan untuk menyebut adonan yang teksturnya menyerupai tanah liat
pergelangan tangan dan jari-jari anak karena clay memiliki tekstur lembut yang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Kim (2014), terapi seni
3 dimensi terbukti lebih efektif dalam meningkatkan locus of control pada anak
clay bagi anak-anak akan memberikan hasil yang lebih baik terhadap
menuntut penciptaan suatu bentuk tertentu (Bloom 1980, dalam Kim 2014).
langsung kepada seseorang (Susanto 2006, dalam Anwar, Dwi, & Syarief
clay yang merangsang anak untuk meremas, mencubit, dan membuat suatu bentuk
pada tahun 1971, tujuan keperawatan dapat dicapai melalui interaksi antara
perawat dengan klien yang dihasilkan dari pemberian aksi dan proses reaksi
(Nursalam 2013). Masalah kurangnya motorik halus anak usia prasekolah pada
penelitian ini dapat diatasi dengan memberikan stimulasi melalui pemberian terapi
Melalui pemberian intervensi tersebut sebagai aksi diharapkan akan tercipta suatu
reaksi dan interaksi antara peneliti sebagai perawat dan setiap siswa sebagai klien
dalam mencapai suatu tujuan yaitu peningkatan kemampuan motorik halus anak.
Selain itu, King juga menyebutkan bahwa intensitas interaksi antara perawat dan
Semakin sering perawat berinteraksi dengan klien, maka tujuan keperawatan akan
lebih mudah untuk dicapai(Nursalam 2013). Sama halnya dengan penelitian ini
masing siswa sehingga kemampuan motorik halus siswa bisa meningkat secara
Kemampuan motorik
halus anak kurang
intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan terapi seni
1.5.1 Teoritis
kemampuan motorik halus anak usia prasekolah melalui terapi seni 2 dimensi
dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengembangan ilmu keperawatan anak terkait
1.5.2 Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi
perawat khususnya perawat anak dalam menerapkan terapi seni sebagai upaya
2) Bagi guru
pendidik dalam memberikan stimulasi kemampuan motorik halus anak dan dapat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Anak usia prasekolah adalah anak dengan rentang usia antara 3 hingga 6
tahun (Potter & Perry 2005). Pada masa ini, pertumbuhan berjalan dengan stabil.
Selain itu, perkembangan anak akan meningkat seiring dengan aktivitas jasmani,
Pada masa prasekolah, pertumbuhan fisik yang sedang dialami anak akan
diperhatikan baik secara langsung maupun tidak langsung karena nantinya dapat
Berat badan anak rata-rata akan meningkat sekitar 2,3 kg tiap tahunnya.
Sedangkan tinggi badan anak akan mengalami pertambahan 6,75 hingga 7,5 cm
per tahun (Wong, et al. 2008). Denyut jantungakan menurun mendekati 90 kali
per menit. Laju pernapasan juga akan menurun menjadi 22 hingga 24 kali per
11
menit. Selain itu, pada masa prasekolah koordinasi antara otot besar dan otot halus
saraf pusat (SSP), urat saraf, dan otot-otot. Perkembangan motorik merupakan
salah satu tugas perkembangan yang penting untuk dilaksanakan dan dilalui oleh
motorik pada anak usia prasekolah meliputi penggunaan beberapa otot yang
anak prasekolah akan mampu berlari, berjalan naik dan turun dengan baik, serta
anak mulai belajar untuk melompat. Pada kemampuan motorik halus, anak akan
belajar untuk mencontoh lingkaran, silang, kotak, dan segitiga (Potter & Perry
2005).
adalah menguasai rasa inisiatif. Bila tugas ini terpenuhi anak akan mampu
(Potter & Perry 2005; Wong, et al. 2009). Pada tahap ini anak belajar mengenal
banyak gagasan dan aktivitas dengan cepat dan tepat. Anak akan berfokus pada
Perkembangan kognitif pada anak usia prasekolah berada pada tahap pemikiran
praoperasional. Tahap ini masih dibagi lagi menjadi dua fase yaitu, fase
prakonseptual dan fase pikiran intuitif. Fase prakonseptual yaitu fase dimana
anak-anak mulai menilai orang, benda, dan kejadian yang ada. Sedangkan pada
fase pikiran intuitif anak telah mampu memikirkan hal yang lebih kompleks
Pada masa ini, anak prasekolah belajar untuk mengerti dunia di sekitar
tentang konsep benar dan salah (Gibbs 2003, dalamSantrock 2007). Berdasarkan
tahap prasekolah mulai belajar memahami tentang perilaku yang benar dan salah
berdasarkan dari hasil yang nantinya didapat berupa hukuman (punishment) atau
penghargaan (reward). Bila anak dihukum, maka perilaku tersebut adalah buruk
dan sebaliknya tanpa memperhatikan makna tindakan tersebut. Selain itu, anak
prasekolah cenderung berperilaku sesuai dengan kebebasan (Potter & Perry 2005;
diamati dan dipelajari dari orang yang bermakna dalam hidup mereka, biasanya
dari orang tua dan kegiatan praktik keagamaan. Pemahaman anak terhadap hal-hal
akan penampilan yang sesuai dengan apa yang mereka mau dan enggan
berpenampilan yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Ketika anak telah
mencapai usia 5 tahun, anak akan mulai membandingkan ukuran tubuhnya dengan
teman sebayanya. Walaupun citra tubuh telah berkembang dengan baik, anak
et al. 2009).
penting bagi identitas seksual individu secara menyeluruh. Anak pada usia
prasekolah memiliki kelekatan yang kuat dengan orang tua yang berlawanan jenis
Sigmund Freud (1910, dalam Hapsari 2013) menyatakan bahwa anak usia
3 hingga 7 tahun berada pada perkembangan psikoseksual fase phallic. Pada fase
ini anak belajar memahami perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Selain itu,
mereka miliki dan mereka akan mulai bertanya tentang hal tersebut yang nantinya
dapat memberikan pengaruh yang besar terhadap sikap dan perilaku seksual anak.
berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Untuk bisa bersosialisasi sebagai
Sejak usia 2 hingga 6 tahun, anak mulai belajar untuk membina hubungan
sosial dan bergaul dengan orang di luar lingkungan rumah. Anak prasekolah
cenderung lebih menyukai bergaul dengan anak-anak lain yang umurnya sebaya.
Mereka belajar beradaptasi dan bekerja sama dalam kegiatan bermain. Pada masa
prasekolah, hubungan yang telah dijalin anak dengan anak-anak lain akan
mereka. Menurut Hurlock (1997), pola perilaku dalam situasi sosial yang
1) Kerja sama
Anak akan belajar bermain dan bekerja sama dengan anak lain yang
sebaya hingga mereka berusia 4 tahun. Semakin banyak kesempatan yang dimiliki
anak untuk melakukan sesuatu bersama-sama, semakin cepat anak belajar bekerja
sama.
2) Persaingan
3) Kemurahan hati
Apabila hasrat untuk diterima kuat, anak akan terdorong untuk bisa
beradaptasi dengan tuntutan sosial. Hasrat penerimaan oleh orang dewasa akan
muncul terlebih dahulu dan kemudian diikuti munculnya hasrat untuk diterima
teman sebaya.
5) Simpati
6) Empati
lain dan hal ini akan dapat berkembang apabila anak dapat memahami maksud
7) Ketergantungan
8) Sikap ramah
Pada masa kanak-kanak awal, anak akan belajar untuk memikirkan orang
lain sekitarnya dan tidak memusatkan perhatian pada kepentingan mereka sendiri.
10) Meniru
Anak akan cenderung meniru seseorang yang telah diterima baik oleh
yang hangat kepada anak/orang lain dan belajar membina persahabatan dengan
mereka.
Anak pada masa prasekolah telah mampu mengatasi rasa ansietas akibat
bertemu orang asing dan ketakutan akan perpisahan. Mereka sudah mampu
berhubungan dengan orang lain yang tidak dikenal di sekitar mereka dan
halus. Baik tidaknya kemampuan motorik halus seorang anak dipangaruhi oleh
Tumbuh Kembang Anak disebutkan bahwa motorik halus merupakan aspek yang
melibatkan fungsi otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang tepat dan
cermat. Motorik halus termasuk dalam salah satu aspek-aspek perkembangan anak
yang perlu dipantau. Perkembangan kemampuan motorik halus pada anak usia
dini merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan demi tumbuh
seorang anak. Faktor-faktor ini dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan
& Lanford 2009, dalam Sutrisno 2014; Taju, Ismanto, & Babakal 2015):
1) Faktor internal
perkembangan anak akan lebih pesat pada anak perempuan. Hal ini akan
Periode pranatal yang baik seperti gizi makanan ibu yang selalu tercukupi
dengan baik, ibu dalam kondisi sehat, ibu tidak keracunan dapat mendorong
perkembangan kemampuan motorik anak lebih cepat pada masa pasca natal.
(5) Prematur
motorik anak terlambat karena tingkat perkembangan motorik pada waktu lahir
lebih buruk dibandingkan perkembangan anak yang lahir tepat pada waktunya.
(6) Kelainan
Seorang individu yang memiliki kelainan baik fisik maupun psikis, sosial,
dan mental biasanya akan mengalami gangguan juga pada perkembangan motorik.
2) Faktor eksternal
Pada awal kehidupan pasca bayi lahir, kesehatan dan gizi yang baik perlu
(2) Stimulasi
(3) Perlindungan
Tingkat pendidikan orang tua dapat mempengaruhi orang tua dalam mendidik
anak agar dapat mecapai tujuan yang diharapkan yaitu perkembangan anak sesuai
bekerja akan memiliki peran ganda sebagai wanita karir dan sebagai ibu rumah
tangga sehingga dapat muncul suatu dampak negatif yaitu ibu tidak dapat
memberikan perhatian secara peuh pada anak ketika anak dalam tahap tumbuh
Karakteristik perkembangan motorik halus pada anak usia prasekolah antara lain
1) Usia 3 tahun
Pada usia 3 tahun, anak akan mampu membangun menara dari 9 atau 10
lingkaran, menirukan gambar silang, memberi nama hal yang telah digambarnya.
Selain itu anak mampu membuat lingkaran dengan karakteristik wajah namun
2) Usia 4 tahun
mengikat tali sepatu tetapi belum mampu membuat simpul. Dalam hal membuat
gambar, anak usia 4 tahun akan mampu menjiplak bentuk segi empat, gambar
silang, wajik, dan menambah tiga bagian untuk membentuk suatu gambar.
3) Usia 5 tahun
Pada usia 5 tahun, anak sudah mampu mengikat tali sepatu, menggunakan
gunting dan pensil dengan sangat baik, menggambar wajik dan segitiga dengan
baik, serta menambah 7 sampai 9 bagian untuk membentuk suatu gambar. Selain
itu, anak juga mulai mampu menulis beberapa huruf, angka, atau kata seperti
nama panggilan.
4) Usia 6 tahun
antara lain:
daerah sistem saraf yang berbeda. Karena perkembangan tulang belakang saat
lahir berkembang lebih baik daripada otak, maka gerak reflek ketika lahir
merupakan gerak yang lebih berkembang. Gerakan terampil belum dapat dikuasai
oleh anak bila otot-otot anak belum berkembang dengan matang. Pada prinsipnya,
apabila otot dan saraf sudah matang, maka kemampuan motorik anak akan dapat
kematangan anak. Semua upaya stimulasi yang diajarkan pada anak akan sia-sia
apabila hal tersebut diberikan sebelum sistem saraf dan otot anak berkembang
dengan baik.
Belajar merupakan perkembangan yang diperoleh dari latihan dan usaha yang
diwariskan dan potensi diri, dalam hal ini adalah kemampuan motorik yang
dimiliki anak.
dengan gerakan yang lebih besar pada kepala. Seiring dengan bertambah
matangnya urat saraf, maka akan terdapat gerakan yang lebih banyak dan baik di
area batang tubuh dan kemudian hingga daerah kaki. Sedangkan perkembangan
Misalnya, anak yang mampu duduk lebih awal akan dapat berjalan lebih awal
tua dan orang lain sebagai acuan dalam mengetahui apa yang dapat diharapkan
dan pada usia berapa hal tersebut dapat diharapkan dari anak.
semua orang, akan tetapi perbedaan individu akan tetap terjadi dalam rincian pola
tersebut. Hal ini tampak pada perbedaan umur pada saat seorang individu
anggota tubuh dan kemampuan dalam mengkoordinasikan mata dan tangan dalam
jari-jari tangan.
aktivitas tangan.
0 hingga 6 tahun dalam hal kemampuan dasar agar anak dapat tumbuh dan
1) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi dengan rasa cinta dan kasih sayang.
2) Selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru
anak.
anak.
keberhasilannya.
Stimulasi penting untuk diberikan pada anak agar potensi anak dapat
berkembang dan anak dapat melalui tingkat perkembangan yang optimal sesuai
memberikan stimulasi yang prinsipnya adalah melatih koordinasi mata dan tangan
usia yang cukup lebar mulai dari bayi baru lahir hingga anak berusia 6 tahun.
Selain itu, Denver II menilai semua aspek perkembangan dengan reabilitas cukup
Terdapat 4 aspek perkembangan yang dinilai dalam Denver II, antara lain
Sektor ini meliputi gerakan yang memerlukan fungsi otot besar seperti
Pada sektor ini terdapat aspek koordinasi mata dan tangan, manipulasi dan
3) Language (bahasa)
komunikasi verbal.
umur kronologis anak, tanyakan tanggal lahir anak yang akan diperiksa.
Gunakan patokan 30 hari untuk satu bulan dan 12 bulan untuk 1 tahun.
2) Jika dalam perhitungan umur kurang dari 15 hari dibulatkan ke bawah, jika
sektor dimulai dari yang paling mudah. Tugas perkembangan yang diujikan
adalah 3 item di sebelah kiri garis umur, item yang berpotongan dengan garis
umur, dan item di sebelah kanan garis umur hingga anak gagal.
6) Beri skor penilaian dan tuliskan pada lembar penilaian Denver II.
F(failed).
2.2.7.3 Skoring
Penilaian terhadap setiap item ditulis di kotak persegi panjang pada lembar
1) Passed/lulus (P)
Anak melakukan uji coba dengan baik, atau ibu/pengasuh anak memberi
2) Failed/gagal (F)
Anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak
memberi laporan (tepat) bahwa anak tidak dapat melakukannya dengan baik.
Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena ada
hambatan. Anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan uji coba karena
ada hambatan.
4) Refusal/menolak (R)
Anak menolak untuk melakukan uji coba. Uji coba yang dilaporkan oleh
1) Advanced/lebih
Bila seorang anak lewat pada uji coba yang terletak di sebelah kanan garis
umur dan dinyatakan perkembangan anak lebih pada uji coba tersebut.
2) Normal
Bila seorang anak gagal atau menolak melakukan uji coba di sebelah
Gambar 2.2 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver
II bila Anak Gagal atau Menolak Uji Coba di sebelah Kanan Garis
Umur.
Demikian juga bila anak lulus, gagal, atau menolak melakukan uji coba
dimana garis umur terletak antara persentil 25 dan 75, maka dikategorikan
normal.
Gambar 2.3 Gambaran Normal pada Interpretasi Penilaian Individual Tes Denver
II bila Anak Lulus, Gagal, atau Menolak Uji Coba pada Garis Umur
antara Persentil 25 dan 75.
3) Caution/peringatan
Bila seorang anak gagal atau menolak uji coba pada garis umur yang
4) Delayed/keterlambatan
Bila seorang anak gagal atau menolak untuk melakukan uji coba yang
Tidak ada kesempatan uji coba berdasarkan hasil laporan orang tua anak.
Royhanaty 2010).
1) Normal
caution.
2) Suspect
(1) Bila pada 1 sektor didapatkan 2 peringatan atau lebih dan 1 keterlambatan
atau lebih.
(2) Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor
yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis
vertikal usia.
(3) Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal atau
meragukan.
3) Untestable
Apabila terjadi penolakan pada 1 atau lebih item uji coba di sebelah kiri
garis umur atau menolak lebih dari 1 uji coba yang ditembus garis umur pada
pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Poin penting dari kegiatan
bermain pada anak adalah kreativitas dari anak-anak. Setiap anak usia prasekolah
memiliki potensi kreatif akan tetapi perkembangannya berbeda atara satu anak
dengan anak yang lain (Catron & Allen 1999, dalam Sujiono 2009).
sosial, emosional, dan kognitif anak. Fungsi bermain pada anak usia prasekolah
untuk belajar tentang dirinya sendiri, orang lain, serta lingkungannya. Selain itu,
potensi yang ada dalam dirinya, dan untuk perkembangan kreativitasnya (Cosby
Kegiatan bermain harus muncul dari dalam diri anak sehingga anak akan
2) Bermain harus bebas dari aturan yang mengikat, kegiatan untuk dinikmati
Bermain pada anak harus terbebas dari segala macam aturan yang
mengikat karena setiap anak memiliki cara bermainnya sendiri sesuai dengan apa
bukan pada hasil yang dibuat oleh anak karena dalam bermain anak belajar untuk
mengenal dan memahami apa yang ia mainkan. Selain itu, anak akan
oleh orang dewasa karena jika bermain lebih didominasi oleh orang dewasa, maka
anak tidak akan mendapatkan makna apapun dari apa yang dimainkan.
Dalam bermain, anak harus terjun secara langsung di dalamnya. Jika anak
pasif, anak tidak akan memperoleh pengalaman baru karena bermain bagi anak
keterampilan baru.
Jenis-jenis bermain pada anak antara lain (Hidayat 2008; Sujiono 2009;
Zellawati 2011):
1) Bermain eksploratoris
(1) Eksplorasi memberikan kesempatan pada setiap anak untuk menemukan hal-
hal baru.
dirinya.
2) Bermain energetik
Jenis bermain ini melibatkan koordinasi seluruh otot tubuh anak dan
bola. Manfaat yang dapat diambil dari bermain energetik antara lain:
(1) Permainan energetik membantu anak untuk menjadi penjelajah yang aktif
dalam lingkungannya.
3) Bermain keterampilan
melatih kreasi dan keterampilan anak dalam segala hal. Bermain jenis ini sifatnya
aktif karena anak akan selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan
diri anak, dan membantu anak dalam belajar karena bermain keterampilan
4) Bermain drama
Permainan ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dengan
5) Bermain konstruksi
menjadi konstruksi yang besar. Permainan ini bersifat aktif, di mana anak akan
selalu terpacu untuk menyelesaikan setiap tugas yang ada dalam permainan.
6) Bermain sosial
Penting bagi seorang anak untuk terlibat dan berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya selain dirinya. Bermain sosial merupakan dasar dari seluruh
Hal penting yang bisa diperoleh anak melalui kegiatan bermain sosial
antara lain:
(1) Sebagai sarana bagi anak untuk belajar dari orang lain.
7) Bermain imajinatif
anak untuk mengeksplorasi dunia mereka melalui perasaan, pikiran, dan logika
8) Bermain soliter/mandiri
Permainan ini sifatnya aktif dan bermanfaat dalam menciptakan kemandirian pada
diri anak.
9) Bermain teka-teki
dengan bermain teka-teki, kemampuan berpikir anak akan lebih berkembang, rasa
ingin tahu anak akan lebih besar, dan anak akan menjadi lebih mandiri.
Pada saat memasuki usia 3 tahun, anak akan semakin mandiri dan mulai
menjalin kedekatan dengan teman-teman seusianya. Pada tahapan ini anak mulai
menyadari tentang apa yang dirasakan dan hal apa yang telah mampu dan belum
mampu untuk dilakukan. Pola kegiatan bermain anak juga berubah karena anak
mulai memasuki tahapan bermain paralel di mana seorang anak bermain dengan
anak lainnya tanpa interaksi dan tidak mau memberikan mainannya ketika ada
dipinjamnya.
Pada akhir usia 4 tahun, anak berada pada tahapan bermain asosiatif. Pada
tahap ini, akan terdapat interaksi dalam kelompok bermain walaupun masih sering
mendengarkan dan merespon anak lain serta anak mulai mampu untuk bekerja
Kemampuan dan minat anak pada usia 4-6 tahun mengalami banyak
perubahan yang sangat berarti, sehingga banyak hal yang layak diberikan untuk
menstimulasi anak pada usia tersebut. Pada anak normal, anak pada usia ini telah
mencapai kematangan pada seluruh kemampuan. Anak pada rentang usia ini
senang melakukan eksplorasi terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan yang
dapat dirasakannya sebagai wujud dari rasa keingintahuannya yang besar (Sujiono
2009).
2.4 Konsep Terapi Seni (Art Therapy) menggunakan Kolase dan Clay
bagi orang-orang yang mengalami trauma, sakit, serta bagi orang-orang yang
ingin mengembangkan diri mereka. Aktivitas membuat karya seni dan berpikir
mengenai proses serta media yang digunakan dalam menghasilkan sebuah karya
atau penyakit (Edwards 2004). Terapi seni adalah suatu terapi ekspresif dengan
kapur, spidol, dan lain sebagainya. Terapi seni merupakan gabungan antara teori
Berbagai macam media seni yang dapat digunakan dalam terapi seni
1) Buku
Buku dapat dijadikan salah satu media dalam terapi seni yang dilakukan
2) Clay
yang baru.
3) Kolase
4) Menggambar
seseorang.
5) Fiber arts
menenun, merajut, membatik, dan membordir yang melibatkan proses taktil yang
kuat.
6) Barang bekas
Merubah suatu barang biasa yang ditemukan menjadi barang luar biasa
7) Kaca
Kaca merupakan media terapi seni yang tidak umum digunakan, namun
kaca memiliki potensi simbolis sebagai hasil dari sifatnya yang transparan,
8) Topeng
perlindungan.
Beberapa bahan alami seperti bunga, batu, dan lain-lain dapat digunakan
11) Fotografi
12) Grafis
13) Wayang
dimensi yang dapat diakui sebagai bagian dari kehidupan dan lingkungan
seseorang.
keterampilan manual dan konseptual. Akan tetapi disamping itu, media teknologi
permasalahan.
Terapi dengan menggunakan seni rupa dapat berupa seni rupa 2 dimensi
maupun 3 dimensi. Seni rupa 2 dimensi adalah karya seni rupa dengan dimensi
panjang dan lebar, yang hanya dapat dilihat dari satu arah pandang saja. Media
yang dapat digunakan sebagai terapi seni 2 dimensi antara lain, menggambar,
menggunakan karya seni rupa yang memiliki volume dengan dimensi panjang,
lebar, dan tinggi sebagai medianya. Bahan yang dapat digunakan dalam membuat
seni 3 dimensi antara lain batu, kayu, clay (tanah liat), kain, kaca, bahan daur
sesuai dengan tahap perkembangan bagi anak-anak dan remaja. Penggunaan seni
dalam terapi menyediakan tempat yang aman bagi anak-anak untuk menuangkan
pikiran, perspektif, dan ide mereka tentang dunia. Bagi anak-anak, bereksperimen
dengan bebas merupakan hal yang penting dalam pemahaman terhadap ekspresi.
menyampaikan apa yang mereka rasakan dengan cara yang sehat dan tepat. Seni
itu, terapi seni bermanfaat sebagai pembelajaran bagi anak agar dapat menetapkan
dan mempertegas batas-batas diri. (March 2000; Rubin 2005,dalam Rabin 2012).
Seni telah banyak diketahui dapat menjadi terapi yang bermanfaat untuk
adanya efek positif dari terapi seni bagi anak dengan perilaku agresif. Anak-anak
verbal. Seni dapat memberikan kesempatan bagi anak dengan gangguan perilaku
aman, dan perasaan lainnya tanpa membahayakan diri mereka (Kramer 1971;
memperkuat tekad, rasa percaya diri, kemandirian, harga diri, sikap asertif. Selain
itu, terapi seni juga bermanfaat dalam memperbaiki suasana hati karena seni
gangguan perilaku, emosi, dan akademik (Wadeson 2010, dalam Ramirez 2013).
Menurut Seefeldt & Wasik (2008) melalui seni anak usia dini dapat belajar
dan aman serta anak akan mampu menangani perasaan yang negatif melalui
tindakan positif.
mata. Memegang alat-alat dalam membuat suatu karya seni seperti cat,
untuk kegiatan menulis awal. Selain itu, anak juga akan memiliki perasaan
hari.
masalah sehingga anak akan melakukan banyak pilihan dan memiliki banyak
keputusan.
seseorang dengan gangguan belajar dan perkembangan, serta pada orang dengan
gangguan jiwa (Farokhi 2011, dalam Ha 2013). Dalam institusi pendidikan, terapi
Ramirez 2013). Selain itu, seni yang diterapkan sebagai terapi dapat membantu
2.4.6 Kolase
Kolase merupakan salah satu jenis seni rupa 2 dimensi yang dapat
motorik halus anak (Jumadilah 2010). Kolase merupakan suatu bentuk karya seni
pengalaman. Kolase merupakan salah satu media seni 2 dimensi yang paling
Kegiatan membuat kolase pada dasarnya terdiri dari 3 aspek aktivitas yang
tersebut memiliki manfaat positif dalam melatih koordinasi otot-otot halus pada
jari-jari tangan anak. Selain itu, dengan membuat kolase anak dapat belajar untuk
melemaskan jari-jari tangan karena proses membuat kolase yang menuntut anak
halus anak nantinya dapat berkembang menjadi lebih baik lagi (Susanto 2002,
Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam membuat kolase antara lain
2) Berbagai macam kertas seperti koran, majalah, kertas minyak, tisu sebagai
dan bahan lain yang sudah tidak digunakan sebagai bahan yang ditempel pada
alas kolase.
4) Gunting kertas.
6) Pensil.
1) Membuat sketsa gambar yang diinginkan pada kertas yang akan digunakan
2) Jika bahan yang akan ditempel pada alas adalah kertas, buat juga sketsa
3) Gunting berbagai sketsa tadi sesuai dengan bentuk-bentuk yang telah dibuat.
kering, daun kering, dan sebagainya) pada kertas yang dijadikan sebagai alas
kolase.
5) Berikan sedikit lem dan tempelkan bahan-bahan tersebut satu per satu. Bila
2.4.7 Clay
clay digunakan untuk menyebut adonan yang teksturnya menyerupai tanah liat
(Wahyuningsih 2012, dalam Muafifah 2013). Clay termasuk dalam salah satu
jenis terapi seni yang menggunakan media 3 dimensi (Kim 2014). Kegiatan
bagi anak usia dini. Membuat clay dapat membuat anak merasakan suatu
pengalaman yang berharga dan sangat bermanfaat untuk penguatan otot-otot halus
Clay dapat terbuat dari berbagai macam jenis bahan sehingga clay dapat
yaitu:
1) Paper clay
Paper clay merupakan clay yang terbuat dari bahan dasar kertas dengan
untuk membuat clay jenis ini antara lain limbah kertas, tepung tapioka, natrium
2) Polymer clay
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Pengeringan clay jenis ini cukup
3) Lilin malam
Lilin malam merupakan salah satu jenis clay dengan berbagai macam
warna yang sering digunakan anak-anak. Clay jenis ini mudah didapatkan dan
mudah dibentuk. Selain mudah dibentuk, bentuk akhirnya akan tetap lunak
Clay ini sering disebut dengan clay Jepang atau clay Korea karena clay
jenis ini berasal dari 2 negara tersebut. Pengeringan clay jenis ini juga cukup
5) Jumping clay
Jumping clay merupakan salah satu jenis clay yang aman digunakan anak-
anak. Jumplingclay tersedia dalam beberapa warna yang lebih cerah dibandingkan
clay jenis lain. Clay jenis ini memiliki tekstur yang lembut, jika diangin-anginkan
Clay jenis ini hampir sama dengan lilin malam tetapi teksturnya tidak
selunak lilin malam. Bentuk clay lebih mantap dan lebih keras. Clay jenis ini
dapat dibuat sendiri berbahan dasar tepung dan dapat dikeringkan hanya dengan
memiliki tekstur yang lembut yang dapat memudahkan anak untuk meremas,
mencubit, serta membentuk berbagai bentuk sesuai dengan apa yang mereka
inginkan sehingga kelenturan dan kekuatan otot-otot halus pada pergelangan dan
2014).
akan belajar meremas, menipiskan, dan merampingkan adonan. Selain itu, anak
akan dapat membangun konsep tentang benda, perubahannya, dan sebab akibat
Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam membuat sebuah clay antara
1) Adonan clay dengan berbagai macam jenis dan warna yang diinginkan.
2) Sedotan, digunakan sebagai kaki atau leher burung, tangkai bunga, atau
4) Plastik mika atau meja sebagai alas saat anak membuat clay.
1) Memulung
2) Menggilas
tipis dengan bantuan batang kayu bulat atau spidol. Menggilas memiliki 2 teknik
yaitu menggilas dengan ketebalan yang sesuai dengan keinginan dan menggilas
3) Menekan
disertai tarikan, menekan dengan telunjuk dan telapak tangan, menekan dengan
jempol, menekan dengan tumit telapak tangan, dan menekan dengan alat (pensil,
4) Meremas
5) Melinting
6) Menggunting
gunting atau dapat juga dilakukan dengan menempelkan adonan clay pada kain
7) Memotong
Teknik ini dilakukan dengan memotong adonan clay dengan alat ukir atau
8) Mengukir
Teknik ini dilakukan dengan mengukir adonan clay dengan bantuan alat
9) Menyambung
dengan malam atau bisa menggunakan bantuan tusuk gigi, lidi, serpihan bambu,
10) Menempel
Menempel adonan clay yang sudah atau yang belum dibentuk ke tempat
yang diinginkan.
atas tiga sistem interaksi yang disebut dengan Dynamic Interacting Systems,
orang (perawat dan klien) yang tidak mengenal satu sama lain bersama dalam
interpersonal ini terdiri dari interaksi antar manusia. Semakin banyak jumlah
Dalam proses ini, individu yang saling berinteraksi akan menetapkan tujuan dan
orang lain akan timbul aksi yang kemudian berlanjut menjadi sebuah reaksi dari
apakah interaksi dapat berlanjut atau tidak. Jika interaksi berlanjut, maka transaksi
akan terjadi. Intensitas interaksi antara perawat dan klien merupakan kunci dari
1) Interaksi, suatu proses dari persepsi dan komunikasi antara individu dengan
pengalaman masa lalu, konsep diri, sosial ekonomi, genetika, dan latar
belakang pendidikan.
tujuan tertentu.
sistem sosial.
6) Stres, suatu keadaan yang terjadi akibat interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.
8) Waktu, urutan kejadian/peristiwa dari satu masa ke masa yang akan datang
dengan klien.
1) Persepsi
beberapa masalah seperti anak belum mampu memegang pensil dengan benar,
tentang adanya masalah perkembangan pada anak usia prasekolah terutama pada
2) Judgement
3) Aksi
halus anak melalui kegiatan terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan media
kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi menggunakan media clay. Kolase dan clay
4) Reaksi
Suatu respon dari individu atas adanya aksi. Melalui terapi seni rupa 2
dimensi menggunakan media kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi menggunakan
media clay kendali otot-otot halus tangan anak pada sistem saraf pusat akan
5) Interaksi
mengelem, dan menempel. Sedangkan anak yang diberikan terapi seni rupa 3
membentuk adonan. Dari interaksi tersebut, kekuatan dan kelenturan otot halus
pada tangan anak akan meningkat. Selain itu, koordinasi motor antara tangan
dan mata akan meningkat sehingga kemampuan motorik halus anak dapat
6) Transaksi
untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan adanya interaksi sebanyak 4 kali dalam
satu bulan antara peneliti sebagai terapis dan siswa sebagai klien dalam proses
7) Feedback
menentukan keberhasilan interaksi yang telah dilakukan. Unsur ini dapat menilai
apakah interaksi yang telah berlangsung antara peneliti dan anak berhasil atau
gagal. Dalam penelitian ini umpan baliknya berupa hasil tes skrining
Denver II.
Instrumen: Lembar
observasi kemampuan
motorik halus.
Analisis: Analisis
deskriptif komparatif dan
analisis kritis.
9. J: The Impact of Desain: Quantitative Hasil penelitian
Two-Dimensional pretest-posttest control menunjukkan bahwa
Versional Three- group design. terapi seni baik
Dimensional Art Sampel: 15 siswa menggunakan 2
Therapy on Locus berkebutuhan khusus dimensi maupun 3
of Control in usia 7-12 tahun. dimensi menunjukkan
Special Needs Variabel: ada peningkatan locus
Children in South a. Variabel bebas: of control pada
Korea. Terapi seni 2 dimensi responden. Namun,
P: Jeeyoon Kim dan terapi seni 3 peningkatan signifikan
T: 2014 dimensi. lebih ditunjukkan pada
b. Variabel terikat: penggunaan terapi seni
Locus of control pada 3 dimensi.
anak berkebutuhan
khusus.
Instrumen: lembar
observasi kemampuan
linguistik dan non
linguistik.
Analisis: Paired Sample
Test, Wilcoxon Signed
Rank Test, One-way
ANOVA, Shapiro-Wilk
Statistic, Post-Hoc Test.
BAB 3
Anak belum mampu memegang pensil dengan benar, menggambar bentuk lingkaran,
Perception
menyusun kubus, dan menggambar orang dengan bagian-bagiannya
Keterangan:
Diukur =
Tidak diukur =
61
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dibagi menjadi faktor internal dan faktor
anak antara lain faktor genetik, jenis kelamin, kesulitan saat melahirkan, kelainan
meliputi kesehatan dan gizi anak pasca lahir, stimulasi yang kurang optimal,
perlindungan orang tua terhadap anak yang berlebihan, dan status sosial ekonomi.
seperti menggunting, menempel, menulis, dan sebagainya. Hal ini nantinya dapat
adalah teori sistem interaksi antar manusia yang sifatnya terbuka dan terdiri atas
tiga sistem interaksi yang disebut dengan Dynamic Interacting Systems, meliputi:
lain-lain). Elemen utama dari teori ini adalah sistem interpersonal yang terdiri dari
interaksi antar manusia. Dalam proses ini, persepsi bahwa anak belum mampu
dan menggambar orang dengan bagian-bagiannya maka dinilai bahwa anak telah
menggunakan kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi menggunakan clay sebagai
aksi. Kolase sebagai terapi seni rupa 2 dimensi memiliki tingkat keabstrakkan
yang tinggi dibandingkan dengan clay sebagai media 3 dimensi yang dapat
pengalaman belajar secara langsung pada anak (Anwar, Dwi, & Syarief 2009).
Pengalaman belajar yang lebih nyata akan mempermudah anak untuk membuat
clay. Sedangkan kolase yang memiliki tingkat keabstrakkan yang lebih tinggi
tidak dapat memberikan pengalaman belajar langsung pada anak sehingga anak
akan sedikit kesulitan dalam membuat kolase. Akan tetapi, baik kolase maupun
clay bila dilakukan berulang-ulang dapat menimbulkan reaksi dari dalam diri anak
interaksi antara peneliti dengan anak dimana anak yang diberikan terapi seni rupa
menempel benda dalam ukuran kecil. Sedangkan anak yang diberikan terapi seni
rupa 3 dimensi menggunakan media clay akan dilatih untuk meremas, mencubit
membuat kekuatan dan kelenturan otot halus pada tangan anak meningkat. Selain
itu, koordinasi motor antara tangan dan mata juga akan meningkat. Peningkatan
yang lebih optimal terjadi pada terapi seni rupa 3 dimensi menggunakan clay.
Peningkatan kekuatan dan kelenturan otot anak serta koordinasi motor tangan-
mata ini dapat meningkatkan kemampuan motorik halus anak sebagai tujuan akhir
interaksi transaction/goal outcome). Intervensi terapi seni rupa ini baik dengan
H1:
seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media
clay.
BAB 4
METODE PENELITIAN
rancangan penelitian yang digunakan adalah one group pre-post test design.
Penelitian ini melibatkan satu kelompok subjek yang dibagi menjadi dua sub
kelompok yaitu anak usia prasekolah yang diberikan intervensi terapi seni rupa 2
dimensi menggunakan kolase dan satu sub kelompok yang lain diberikan
Keterangan:
S1 : Responden anak usia prasekolah yang mengikuti terapi seni rupa 2
dimensi menggunakan kolase.
S2 : Responden anak usia prasekolah yang mengikuti terapi seni rupa 3
dimensi menggunakan clay.
O : Observasi kemampuan motorik halus anak sebelum intervensi.
I1 : Intervensi (terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase).
I2 : Intervensi (terapi seni rupa 3 dimensi menggunakan clay).
O1 : Observasi kemampuan motorik halus anak setelah intervensi.
65
4.2.1 Populasi
Populasi adalah kumpulan dari individu atau objek atau fenomena yang
secara potensial dapat diukur sebagai bahan dari penelitian (Swarjana 2012).
kriteria sampel dapat membantu peneliti dalam mengurangi hasil penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
3) Anak kooperatif.
1) Anak tidak hadir dalam pertemuan yang telah dijadwalkan oleh peneliti.
sampai dengan penelitian ini berakhir terdapat 2 responden yang dinyatakan drop
out sehingga jumlah seluruh sampel hingga akhir penelitian ada 14 siswa.
proses ini nantinya akan diperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan
variasi nilai itu tampak jika variabel tersebut didefinisikan secara operasional
(Danim 2003).
ini adalah terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase dan terapi seni rupa 3
Tabel 4.2 Definisi Operasional Penelitian Perbedaan Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah melalui Terapi Seni Rupa
Kolase dan Clay di PG Islam Maryam Surabaya.
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor
Independen:
1. Terapi seni Kegiatan ekspresif membuat 1. Frekuensi: 1 kali seminggu setiap SAK - -
rupa 2 dimensi karya seni dengan dimensi hari Senin.
menggunakan panjang dan lebar yang 2. Durasi: 60 menit
kolase menggunakan potongan kecil 3. Cara (mode) terapi: kontinyu.
benda-benda untuk 4. Tempat: ruang kelas PG Islam
direkatkan pada suatu kertas Maryam Surabaya.
atau karton sebagai alas. 5. Program latihan 1 bulan.
69
70
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar tes skrining
sebelum dan sesudah diberikan terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase
dan seni rupa 3 dimensi menggunakan clay. Lembar tes skrining perkembangan
interpretasi normal, suspect, atau untestable. Anak dikatakan normal apabila tidak
ditemukan adanya keterlambatan dan atau paling banyak satucaution, suspect bila
didapatkan satu atau lebih keterlambatan dan/atau dua atau lebih kewaspadaan,
untestable bila terdapat penolakan pada 1 atau lebih item uji coba di sebelah kiri
garis umur atau menolak lebih dari satu uji coba pada item yang berpotongan
dengan garis umur. Pelaksanaan terapi seni rupa 2 dimensi dengan kolase dan
4.5.1 Lokasi
4.5.2 Waktu
Penelitian ini telah dilakukan dalam jangka waktu 1 bulan dimulai pada
tanggal 16 Mei hingga 11 Juni 2015 dimana pertemuan untuk memberikan terapi
seni rupa kolase dan clay pada responden dilakukan sebanyak 1 kali dalam
1) Perizininan
melakukan survey data awal mengenai kondisi kemampuan motorik halus siswa
dengan melihat Buku Laporan Pendidikan dan Buku Penghubung siswa. Selain
itu, peneliti dengan dibantu oleh kepala sekolah dan guru melakukan tes skrining
lembar tes Denver II. Tes skrining perkembangan dilakukan peneliti di dalam
kelas pada 19 calon responden selama 2 hari pada tanggal 12 dan 13 Maret 2015,
hari pertama pengukuran ditujukan pada siswa kelas A dan hari kedua pada kelas
dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah dibuat oleh peneliti. Hasil
siswa kelas B. Pembagian kelompok yang mendapat terapi seni rupa kolase dan
clay dilakukan berdasarkan undian. Siswa kelas A mendapat perlakuan terapi seni
terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase. Setelah data awal didapatkan,
peneliti mengurus surat ijin pengambilan data penelitian yang ditujukan pada
penelitian.
memberikan informed consent terlebih dahulu kepada orang tua responden pada
saat pertemuan orang tua pada tanggal 16 Mei 2015. Seluruh orang tua responden
Peneliti melakukan pre-test tanggal 16 Mei 2015 pada seluruh siswa kelas
Denver II. Pre-test hanya dilakukan peneliti pada aspek motorik halus.
anak.
4) Intervensi
Peneliti mengajarkan cara membuat kolase pada siswa kelas B setiap hari
Senindan claypada kelas A setiap hari Selasa. Terapi seni rupa kolase maupun
terapi seni rupa clay dilakukan pada saat jam pelajaran sekolahselama 1 bulan
yang diberikan peneliti pada kelas B berbeda-beda tema pada setiap pertemuan.
dilakukan pada tanggal 18 Mei 2015. Topik pada pertemuan II adalah membuat
kolase bentuk binatang gajah yang dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 2015.
Kegiatan pada pertemuan III adalah membuat kolase bentuk rumah yang
membuat clay bentuk bebas sesuai keinginan siswa yang dilakukan pada tanggal
19 Mei 2015. Topik pertemuan II adalah membuat clay bentuk sayuran (tomat,
terong, dan wortel) yang dilakukan pada tanggal 26 Mei 2015. Kegiatan pada
potongan semangka) yang seharusnya dilakukan pada hari Selasa tanggal 2 Juni
2015. Namun, karena hari tersebut merupakan hari libur nasional peneliti
memberikan intervensi pada hari Rabu tanggal 3 Juni 2015. Pada pertemuan IV
dan rekan peneliti untuk berperan sebagai fasilitator yang tugasnya adalah
mendampingi dan memastikan bahwa siswa telah membuat kolase dan clay sesuai
dengan SAK yang telah dibuat oleh peneliti. Selain itu peneliti telah berkoordinasi
dengan pihak sekolah bahwa siswa tidak akan mendapatkan stimulasi motorik
halus yang lain selain yang diberikan oleh peneliti. Sampai dengan penelitian
berakhir, 1 siswa kelompok terapi seni rupa kolase dan 1 siswa kelompok terapi
seni rupa clay dinyatakan drop out sebagai responden karena siswa tersebut tidak
seluruh responden hingga penelitian berakhir adalah 14 siswa. Siswa yang tidak
termasuk menjadi responden tetap diberikan perlakuan sesuai dengan kelas anak
tersebut, namun hasil kemampuan motorik halus siswa tersebut tidak akan
anak.
awalnya mendapatkan intervensi terapi seni rupa clay diajarkan membuat kolase
terapi seni rupa kolase diajarkan mebuat clay oleh peneliti. Perlakuan ini
Perolehan data yang diperoleh peneliti dari hasil pre-test dan post-test
4.7.1 Editing
Editing merupakan cara untuk memeriksa kembali data hasil survey yang
pengumpulan data.
4.7.2 Coding
Denver II masing-masing anak diberi kode oleh peneliti. Kode K = anak dalam
tabel dan memasukkan data yang telah terkumpul ke softwareWindows SPSS 21.
sesudah intervensi dengan menggunakan uji “Wilcoxon Signed Rank Test” untuk
derajat kemaknaan =0,05. Jika ditetapkan =0,05 dan diperoleh p<0,05, maka
H1 diterima yaitu:
1) Ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi
2) Ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan setelah diberikan intervensi
3) Ada perbedaan motorik halus anak setelah diberikan intervensi terapi seni
rupa 2 dimensi dengan media kolase dan terapi seni rupa 3 dimensi dengan
media clay.
Populasi Target:
Semua siswa PG Islam Maryam Surabaya yang
berjumlah 19 siswa.
Purposive sampling
Sampel:
Pemilihan sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi
sebanyak 14 siswa yang dibagi menjadi 2 kelompok untuk
diberikan intervensi kolase dan clay.
Pre Intervensi:
Pengukuran kemampuan motorik halus anak melalui pre-test
dengan tes skrining perkembangan menggunakan Denver II.
Post intervensi:
Pengukuran kemampuan motorik halus anak melalui pre-test
dengan tes skrining perkembangan menggunakan Denver II.
secara lengkap oleh peneliti kepada orang tua responden, subyek mempunyai hak
Peneliti hanya menyajikan data yang berhubungan dengan penelitian ini. Data
responden yang berhubungan dengan penelitian, yaitu usia, jenis kelamin, status
kelahiran, dan lama bersekolah di PG. Sedangkan data ibu responden, yaitu
nama pada lembar tes skrining perkembangan Denver II. Pada lembar tersebut
seni rupa kolase pada kelompok clay begitu juga sebaliknya, peneliti memberikan
terapi seni rupa clay pada kelompok kolase sehingga masing-masing kelompok
1) Sampel yang digunakan sangat terbatas dan termasuk dalam jumlah minimal.
2) Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini tidak spesifik hanya pada
intervensi.
stimulasi motorik halus dari orang tua mereka di rumah selama penelitian ini
BAB 5
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan
tentang efektivitas terapi seni rupa kolase dan clayterhadap kemampuan motorik
pada tanggal 16 Mei sampai dengan 11 Juni 2015. Jumlah responden yang terlibat
dalam pengumpulan data sebanyak 14 anak yang terdiri dari 7 anak pada
kelompok terapi seni rupa kolase dan 7 anak pada kelompok terapi seni rupa clay.
Seluruh responden tersebut memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah
ditetapkan peneliti. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan narasi
karakteristik orang tua responden, serta variabel yang diukur berkaitan dengan
efektivitas terapi seni rupa kolase dan clay terhadap kemampuan motorik halus
Surabaya. Selain PG, terdapat juga TK, SD, SMP dan SMA yang terletak di lokasi
yang sama. Total siswa PG Islam Maryam Surabaya tahun ajaran 2014/2015
adalah 19 anak dengan rincian 9 anak di kelas A dan 10 anak di kelas B. Tenaga
pengajar yang tersedia hanya 1 orang kepala sekolah dan 1 orang guru. Waktu
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dimulai pukul 07.30-09.30 berlaku untuk hari
Senin dan Rabu untuk kelas B, hari Selasa dan Kamis untuk kelas A, serta hari
mengolah emosi dan perasaan. Pada aspek pengembangan kemampuan fisik dan
anak seperti membuat kolase sebagai karya seni rupa 2 dimensi dan membuat clay
sebagai seni rupa 3 dimensi jarang sekali dilakukan. Dampak dari usaha sekolah
motorik halus dalam kategori normal. Sebanyak 13 siswa berada dalam kategori
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok terapi seni
rupa kolase maupun clay responden lebih banyak berjenis kelamin perempuan,
Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok terapi seni
rupa kolase maupun clay sebagian besar responden berusia 4 tahun, yaitu berturut-
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok terapi seni
rupa kolase maupun clay semua responden lahir cukup bulan, yaitu masing-
masing 100%.
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa baik pada kelompok terapi seni
Maryam Surabaya berdasarkan pendidikan terakhir orang tua dan pekerjaan orang
tua.
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa pada kelompok terapi seni rupa
kolase semua ibu responden (100%) memiliki pendidikan terakhir pada jenjang
perguruan tinggi (PT). Pada kelompok terapi seni rupaclay jumlah iburesponden
lain, yaitu71,42%.
Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pada kelompok terapi seni rupa
kolase ibu responden lebih banyak bekerja sebagai pegawai swasta (42,86%),
sedangkan pada kelompok terapi seni rupaclay rerata iburesponden tidak bekerja,
Data khusus pada penelitian ini terdiri dari motorik halus anak sebelum
dan sesudah pemberian terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase, sebelum
dan sesudah pemberian terapi seni rupa 3 dimensi dengan media clay, dan setelah
diberikan terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase maupun 3 dimensi
1) Motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi seni rupa 2 dimensi
Tabel 5.7Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudahdiberikan terapi seni
rupa 2 dimensi dengan media kolase di PG Islam Maryam Surabaya
pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015.
Kondisi Motorik Pre Post
Total %
Halus n % n %
Suspect 2 28,57 0 0 2 14,29
Normal 5 71,43 7 100 12 85,71
Total 7 100 7 100 14 100
Wilcoxon Signed Rank Test p=0,157
Berdasarkan tabel 5.7 didapat kondisi motorik halus siswa kelompok terapi
seni rupa kolase saat pre-test yaitu kategori normal sebanyak 5 responden
didapatkan nilai p=0,157 (p>0,05) yang artinya tidak ada perbedaan motorik halus
2) Motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi seni rupa 3 dimensi
Tabel 5.8 Distribusi motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan terapi seni
rupa 3 dimensi dengan media clay di PG Islam Maryam Surabaya pada
tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015.
Kondisi Motorik Pre Post
Total %
Halus n % n %
Suspect 4 57,14 0 0 4 28,57
Normal 3 42,86 7 100 10 71,43
Total 7 100 7 100 14 100
Wilcoxon Signed Rank Test p=0,046
Berdasarkan tabel 5.8 didapat kondisi motorik halus siswa kelompok terapi
seni rupa clay saat pre-test yaitu kategorisuspect sebanyak 4 responden (57,14%),
sedangkan saat post-test semua responden yang berjumlah 7 siswa (100%) kondisi
didapatkan nilai p=0,046 (p<0,05) yang artinya ada perbedaan motorik halus anak
3) Motorik halus anak setelah diberikan terapi seni rupa 2 dimensi dengan media
Tabel 5.9 Distribusi motorik halus anak sesudah diberikan terapi seni rupa 2
dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media clay di PG
Islam Maryam Surabaya pada tanggal 16 Mei - 11 Juni 2015.
Kondisi Motorik Post Kolase PostClay
Total %
Halus n % n %
Normal 7 100 7 100 14 100
Total 7 100 7 100 14 100
Mann-Whitney U Test p=1,000
Berdasarkan tabel 5.9 didapat kondisi motorik halus siswa baik pada
kelompok terapi seni rupa kolase maupunclay saat post-test yaitu normal
(p>0,05) yang artinya tidak ada perbedaan motorik halus anak yang signifikan
antara kelompok terapi seni rupa kolase dan clay saat post-test.
5.2 Pembahasan
Pada bagian ini akan dijelaskan hasil penelitian efektivitas terapi seni rupa
kolase dan clay terhadap kemampuan motorik halus anak usia prasekolah di PG
Berdasarkan tabel 5.7 perbedaan motorik halus kelompok terapi seni rupa
kolase pre-test dan post-test melalui uji Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan
hasil bahwa H1 ditolak. Hubungan ini menunjukkan tidak ada perbedaan motorik
halus anak sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi
1981, dalam Rohman 2010) akan sangat terlihat pada aspek kemampuan fisik dan
kognitif. Aspek kemampuan fisik erat kaitannya dengan proses tumbuh kembang
proses kematangan cara berpikir anak. Apabila perkembangan kognitif anak baik,
maka kemampuan anak untuk melakukan keterampilan motorik juga baik. Hal ini
mendukung dari hasil penelitian bahwa pada saat dilakukan pre-test ditemukan
bahwa kemampuan motorik halus sebagian besar responden kelompok terapi seni
rupa kolase (5 siswa)berada dalam kategori normal. Selain itu berdasarkan data
hasil pre-test dalam kategori normal adalah karena jenis kelamin responden lebih
dari setengahnya adalah perempuan. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor
koordinasi sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan anak laki-laki. Hal ini
sifat yang tekun jika dibandingkan dengan anak laki-laki. Aspek kemampuan
motorik halus anak perempuan secara umum melebihi anak laki-laki, namun
perbedaan ini akan berkurang perlahan sejalan dengan bertambahnya usia anak
hingga akhirnya perbedaan ini hilang (Harianti, 2003 dalam Ofianti 2011). Pada
hal seperti ini, intervensi terapi seni rupa kolase yang diberikan peneliti berperan
sebagai aktivitas atau stimulasi tambahan yang dapat dilakukan oleh responden.
responden sehingga kemampuan motorik halus kelima responden yang pada saat
pre-test berada dalam kategori normal tetap normal dan terdapat penurunan
suspect dan tidak ada responden yang berada pada kategori untestable.
terapi seni rupa kolase saat pre-test dikarenakan responden dengan kode K03 dan
K06 mengalami kegagalan (failed/F) saat melakukan item disebelah kiri garis
delay dan item yang berpotongan dengan garis umur pada persentil 75 dan 90
responden yang memiliki hasil pre-test dalam kategori suspect adalah karena ibu
responden merupakan wanita karir yang memiliki peran ganda sebagai ibu rumah
tangga. Salah satu dampak negatif dari ibu yang bekerja adalah tidak dapat
memberikan perhatian yang penuh pada anaknya ketika anak dalam tahap tumbuh
kembang yang pesat (Lindawati 2013). Perhatian ibu terhadap anak yang kurang
Peningkatan motorik halus dari hasil pre-test dan post-test dapat dilihat melalui
peningkatan kategori yang terjadi pada 2 responden yang awalnya berada pada
kriteria suspect. Setelah mendapatkan intervensi terapi seni rupa 2 dimensi dengan
media kolase, responden dengan kode K03 dan K06 berada pada kriteria normal.
responden yaitu responden dengan kode K01, K02, K04, K05, dan K07. Namun
dimensi dengan media kolase. Responden dengan kode K01, K02, dan K05 yang
responden K05 pada saat post-test tidak ditemukan adanya kegagalan yang
diinterpretasikan advanced. Responden dengan kode K04 dan K07 pada awalnya
mengalami kegagalan pada 1 item saat pre-test, namun pada saat post-test tidak
yang dapat disimpulkan bahwa motorik halus responden menjadi lebih optimal
sistem interpersonal sebagai elemen utamanya dimana 2 orang yang dalam hal ini
adalah peneliti sebagai perawat dan responden sebagai klien yang tidak saling
mengenal satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
kemampuan motorik halus hingga berada dalam kategori normal pada responden
dengan kode K03 dan K06 adalah terbentuknya intensitas interaksi yang tinggi
antara peneliti dengan responden. Hal ini didukung dengan fakta yang terjadi pada
instruksi yang diberikan peneliti. Selain itu, adanya guru dan beberapa rekan
untuk tetap fokus dan berkonsentrasi dalam mengikuti instruksi dan berinteraksi
dengan peneliti. Responden lainnya dengan kode K01, K02, K04, K05, dan K07
juga aktif berinteraksi dengan peneliti sehingga setelah diberikan intervensi terapi
motorik halus yang ditinjau dari berkurangnya jumlah kegagalan saat post-test.
Berdasarkan tabel 5.8 perbedaan motorik halus kelompok terapi seni rupa
kolase pre-test dan post-test melalui uji Wilcoxon Signed Rank Test didapatkan
halus anak sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi seni rupa 3 dimensi
Motorik halus responden pada kelompok terapi seni rupa clay pada saat
pre-test didapatkan data bahwa motorik halus pada sebagian besar jumlah
dalam kategori suspect pada responden kelompok terapi seni rupa clay saat pre-
test dikarenakan 3 responden dengan kode C01 dan C05, dan C07 mengalami
kegagalan saat melakukan item disebelah kiri garis umur, yaitu berturut-turut
kode C06 mengalami kegagalan dalam melakukan item disebelah kiri garis umur
dan item yang berpotongan dengan garis umur pada persentil 75 dan 90, yaitu
berturut-turut meniru garis vertikal dan mencontoh bentuk lingkaran yang dapat
responden yang memiliki hasil pre-test dalam kategori suspect adalah karena ibu
responden dengan kode C01 dan C05 memiliki tingkat pendidikan masing-masing
SMA dan tidak bersekolah dimana lebih rendah jika dibandingkan dengan ibu
responden lain yang berpendidikan terakhir PT. Pendidikan keluarga yang kurang
dan memilih cara dalam mendidik anaknya. Pada keluarga seperti ini sering kali
yang terjadi adalah keluarga tidak dapat, tidak mau, atau tidak meyakini
suspect pada motorik halus responden dengan kode C06adalah karena ibu
responden merupakan wanita karir yang memiliki peran ganda sebagai ibu rumah
tangga. Ibu sebagai orang tua memiliki peran penting dalam memberikan
motorik halus anak dapat optimal (Werdiningsih, 2012). Ibu yang berstatus
menjadi wanita karir tidak dapat setiap saat memberikan stimulasi bagi anaknya
dikarenakan fokus ibu juga terbagi pada pekerjaannya. Hal tersebut dapat menjadi
responden dengan kode C07 berada dalam kategori suspect adalah karena
responden berusia 3 tahun. Usia responden ini lebih muda apabila dibandingkan
dengan responden lain. Kematangan usia anak akan memberikan kesempatan pada
motorik halus anak. Semakin muda usia anak, maka pengalaman belajar pada
anak kurang banyak dibandingkan dengan anak yang lebih tua sehingga
kemampuan motorik halus anak pun juga tidak bisa sebaik anak yang lebih tua.
responden tersebut memiliki hasil pre-test dalam kategori normal adalah karena
ibu responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Ibu responden dengan
kode C02, C03, dan C04 memiliki pendidikan terakhir lulus PT (Perguruan
perkembangan anak. Pendidikan orang tua dapat mempengaruhi orang tua dalam
mendidik anak agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan yaitu perkembangan
anak dapat sesuai dengan pertambahan usia dan tugas perkembangannya secara
optimal (Apriastuti 2013). Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, maka
mudah untuk dicapai. Selain itu apabila dipandang dari teori perkembangan,
responden bisa memiliki kemampuan motorik halus pada kategori normal karena
responden yang berada pada rentang usia prasekolah memang akan terlihat
menonjol pada aspek kemampuan fisik dan kognitif (Maxim 1993 & Pangrazi
1981, dalam Rohman 2010). Aspek kemampuan fisik erat kaitannya dengan
clay, semua responden berada pada kriteria normal. Responden lain (4 responden)
yang awalnya berada pada kriteria suspect setelah mendapatkan intervensi terapi
seni rupa 3 dimensi dengan media clay menunjukkan hasil post-test pada kriteria
sebanyak 3 responden yaitu responden dengan kode C02, C03, dan C04. Namun
walaupun tidak mengalami perubahan kategori responden dengan kode C02 yang
kegagalan (F) menjadi 1 item yang diinterpretasikan menjadi normal. Hal ini tetap
dan C04 memiliki jumlah kegagalan yang sama antara sebelum dan sesudah
menjadi normal.
sistem interpersonal sebagai elemen utamanya dimana 2 orang yang dalam hal ini
adalah peneliti sebagai perawat dan responden sebagai klien yang tidak saling
mengenal satu sama lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu yaitu
kemampuan motorik halus pada responden dengan kode C01, C02, C05, C06,
C07 adalah terbentuknya intensitas interaksi yang tinggi antara peneliti dengan
responden. Hal ini didukung dengan fakta yang terjadi pada saat intervensi,
responden tersebut aktif berinteraksi dengan peneliti dan mengikuti instruksi yang
diberikan peneliti. Selain itu, adanya guru dan beberapa rekan peneliti sangat
peneliti. Sedangkan responden dengan kode C03 dan C04 walaupun aktif
sehingga clay yang dibuat oleh responden hasilnya kurang maksimal. Hal tersebut
dapat menjadi salah satu faktor yang menghambat reaksi responden atas aksi atau
terapi seni rupa clay yang diberikan oleh peneliti untuk mencapai tujuan dari
terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan
media clay
terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media clay
melalui uji Mann-Whitney U Test didapatkan hasil bahwa p=1,000 (p>0,05) yang
berarti H1 ditolak yaitu tidak ada perbedaan motorik halus anaksesudah diberikan
intervensi terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan siswa yang diberi
Hasil ini dapat terjadi karena hasil post-test baik pada kelompok terapi seni
motorik halus dalam kategori normal. Dari hal tersebut dapat dijelaskan bahwa
baik terapi seni rupa kolase maupun clay keduanya dapat meningkatkan
dilihat dari hasil uji statistik dengan Wilcoxon Signed Rank Testdidapatkan hasil
bahwa terapi seni rupa 3 dimensi dengan media clay yang berpengaruh dalam
dengan terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase. Hal ini dapat disebabkan
karena kolase sebagai terapi seni rupa 2 dimensi memiliki tingkat keabstrakkan
yang tinggi dibandingkan dengan clay sebagai media 3 dimensi yang dapat
pengalaman belajar secara langsung pada anak (Anwar, Dwi, & Syarief
2009).Pengalaman belajar yang lebih nyata inilah yang lebih disukai anak-anak
dan dengan begitu anak semakin terpacu untuk membuat clay dengan baik. Anak
yang semakin terpacu untuk membuat clay lebih baik lagi merupakan salah satu
faktor yang mempermudah clay dalam mempengaruhi motorik halus anak. Hal ini
responden kelompok terapi seni rupa clay terlihat selalu bersemangat untuk
membuat kreasi clay sesuai tema disetiap pertemuan, bahkan beberapa responden
terpacu untuk meminta peneliti mengajarkan kreasi clay bentuk lain di luar tema
yang telah ditentukan. Fakta yang ditemukan pada kelompok terapi seni rupa
mengeluh bosan dipertengahan waktu intervensi. Hal ini dapat disebabkan karena
keabstrakkan yang tinggi, namun menurut Susanto (2002, dalam Jumadilah 2010)
koordinasi tangan dan mata yaitu menjepit, mengelem, dan menempel benda
dalam ukuran kecil. Selain itu, tingkat keabstrakkan yang tinggi ini juga memiliki
harus dilalui anak prasekolah dalam rentang usia 3-5 tahun sesuai dengan
instrumen Denver II. Kolase sebagai terapi seni rupa 2 dimensi terdiri dari 3
aktivitas utama yang harus dilakukan yaitu aktivitas menjepit, mengelem, dan
perkembangan motorik halus yaitu menyusun menara dari kubus. Pada saat
dirobek pada gambar dasar yang telah dibuat oleh peneliti dengan tepat dan rapi.
Menara dari kubus juga pada prinsipnya sama dengan menempel potongan kertas
kecil untuk kolase pada gambar dasar yang memerlukan tingkat ketelitian yang
tinggi agar hasil susunan kubusnya menjadi baik dan rapi. Sedangkan clay sebagai
terapi seni rupa 3 dimensi terdiri aktivitas meremas, mencubit, dan membentuk
adonan sesuai keinginan. Dalam hal ini clay dapat mempermudah anak dalam
mencubit, dan membentuk adonan dapat membuat otot-otot halus pada anak
menjadi lebih lentur. Apabila otot-otot halus tangan anak lentur, maka anak akan
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa baik terapi seni rupa 2 dimensi
dengan media kolase maupun 3 dimensi dengan media clay keduanya dapat
BAB 6
6.1 Kesimpulan
1) Tidak ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan
intervensi terapi seni rupa 2 dimensi menggunakan kolase. Hal ini bisa
aktivitas yang harus dipenuhi oleh anak yaitu menjepit, mengelem, dan
melatih koordinasi otot-otot halus pada jari tangan anak sehingga kemampuan
2) Ada perbedaan motorik halus anak sebelum dan sesudah diberikan intervensi
terapi seni rupa 3 dimensi dengan media clay. Terapi seni rupa 3 dimensi
motorik halus anak usia prasekolah karena clay memiliki tekstur yang lembut
halus pada jari tangan anak sehingga kemampuan motorik halus anak dapat
meningkat.
3) Tidak ada perbedaan motorik halus anak sesudah diberikan intervensi terapi
seni rupa 2 dimensi dengan media kolase dan siswa yang diberi terapi seni
rupa 3 dimensi dengan media clay. Namun, jika dilihat dari hasil pre-test dan
post-test baik terapi seni rupa 2 dimensi dengan media kolase maupun terapi
6.2 Saran
1) Bagi guru
halus siswa dalam rentang usia prasekolah. Bentuk kreasi kolase dan clay yang
dapat diajarkan dimulai dari pola yang sederhana kemudian bertahap menjadi pola
rupa 2 dimensi dengan media kolase dan 3 dimensi dengan media clay sebagai
salah satu alternatif terapi dalam upaya untuk meningkatkan kemampuan motorik
responden dengan motorik halus dalam kategori suspect saja agar hasil menjadi
lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Alligood, MR & Ann, MT 2006, ‘Nursing Theorists and Their Work’, 7th
Edition, Elsevier Mosby, St. Louis.
Anwar K, Dwi AS, Syarief S 2009, ‘Pengaruh Media Pembelajaran Dua Dimensi,
Tiga Dimensi, dan Bakat Mekanik Terhadap Hasil Belajar Sistem
Pengapian Motor Bensin di SMK Kota Mojokerto’. Jurnal Teknologi dan
Kejuruan, Vol. 32, No. 2, Hal. 141-150, diakses 18 April 2015,
<http://journal.um.ac.id/index.php/teknologi-
kejuruan/article/viewFile/3096/456>.
Apriastuti, DA 2013, ‘Analisis Tingkat Pendidikan dan Pola Asuh Orang Tua
dengan Perkembangan Anak Usia 48-60 Bulan”, Bidan Prada: Jurnal
Ilmiah Kebidanan, Vol. 4, No. 1, Hal. 1-14, diakses 14 Juni 2015,
<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=200705&val=6633
&title=ANALISIS%20TINGKAT%20PENDIDIKAN%20DAN%20POL
A%20ASUH%20ORANG%20TUA%20DENGAN%20PERKEMBANGA
N%20ANAK%20USIA%2048%20%C3%A2%E2%82%AC%E2%80%9C
%2060%20BULAN>.
Ha, A2013,‘Grant Proposal for An Art Therapy Program for Adults with
Developmental Disabilities’,Tesis, California State University, Long
Beach.
Schubert, WF2009,‘Kreasi Unik dari Clay untuk Pemula’, Kriya Pustaka, Depok.
Taju, CM, Amatus, YI, & Abram, B 2015, ‘Hubungan Status Pekerjaan Ibu
dengan Perkembangan Motorik Halus dan Motorik Kasar Anak Usia
Prasekolah di PAUD GMIM Bukit Hermon dan TK Idhata Kecamatan
Malalayang Kota Manado’, eJournal Keperawatan (e-Kp), Vol. 3, No. 2,
Hal. 1-8, diakses 16 Juni 2015,
<http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/8083/7644>.
Werdiningsih, ATA 2012, ‘Peran Ibu dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak
terhadap Perkembangan Anak Usia Prasekolah,’ Jurnal STIKES, Vol. 5,
No.1, Hal. 82-98, diakses 12 Juli 2015,
<http://download.portalgaruda.org/article.php?article=4237&val=360>.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Judul Penelitian:
Efektivitas Terapi Seni Rupa Kolase dan Clay terhadap Kemampuan
Motorik Halus Anak Usia Prasekolah di PG Islam Maryam Surabaya.
Tujuan Penelitian
Menjelaskan perbedaan antara terapi seni rupa dengan kegiatan membuat
kolase (menempel) dan membentuk clay (adonan tepung) dalam
mempengaruhikemampuan motorik halus anak usia prasekolah di PG Islam
Maryam Surabaya.
Bahaya potensial
Bahan lem yang digunakan dalam kegiatan membuat kolase (menempel)
termasuk bahan yang tidak aman sehingga peneliti bersama dengan rekan peneliti,
guru, dan Kepala PG Islam Maryam Surabaya melakukan pengawasan penuh
pada anak Ibu selama kegiatan ini berlangsung.
Prosedur penelitian
Bila Ibu setuju, Ibu mengisi lembar terkait identitas Ibu dan anak Ibu
Informasi tambahan
Subyek penelitian bisa menanyakan semua hal yang berkaitan dengan
penelitian ini dengan menghubungi peneliti:
Mita Noviyanti
Telp: 085730103114
Email: noviyantimita@ymail.com
Lampiran 8
Judul Penelitian:
Efektivitas Terapi Seni Rupa Kolase dan Clay terhadap Peningkatan
Kemampuan Motorik Halus Anak Usia Prasekolah Di PG Islam Maryam
Surabaya.
Tujuan Penelitian
Menjelaskan perbedaan antara terapi seni rupa dengan kegiatan membuat
kolase (menempel) dan membentuk clay (adonan tepung) dalam mempengaruhi
kemampuan motorik halus anak usia prasekolah di PG Islam Maryam Surabaya.
Bahaya potensial
Bahan clay yang digunakan dalam penelitian ini termasuk bahan yang
aman karena terbuat dari tepung terigu, minyak sayur, air, dan pewarna makanan.
Namun peneliti bersama dengan rekan peneliti, guru, dan Kepala PG Islam
Maryam Surabaya akan tetap melakukan pengawasan penuh pada anak Ibu selama
kegiatan ini berlangsung.
Prosedur penelitian
Bila Ibu setuju, Ibu mengisi lembar terkait identitas Ibu dan anak Ibu
Informasi tambahan
Subyek penelitian bisa menanyakan semua hal yang berkaitan dengan
penelitian ini dengan menghubungi peneliti:
Mita Noviyanti
Telp: 085730103114
Email: noviyantimita@ymail.com
Lampiran 9
INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)
(…………...................…)
Lampiran 10
1. Nama Lengkap :
2. Tempat/Tanggal Lahir :
3. Usia :
4. Pendidikan :
5. Pekerjaan :
Lampiran 11
Kode Responden *) :
Petunjuk : Berilah tanda () pada pilihan jawaban yang Anda anggap
sesuai.
Lampiran 12
Lampiran 13
I. Tujuan Umum
Setelah membuat kolase, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat kolase dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuat kolase.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan kolase.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat kolase, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat kolase dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuat kolase.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan kolase.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat kolase, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat kolase dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuat kolase.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan kolase.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat kolase, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat kolase dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuat kolase.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan kolase.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
Lampiran 14
Pertemuan I Pertemuan II
Kolase bentuk manusia salju (snowman) Kolase bentuk rumah
Lampiran 15
I. Tujuan Umum
Setelah membuat clay, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat clay dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuatclay.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan clay.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat clay, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat clay dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuatclay.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan clay.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat clay, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat clay dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuatclay.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan clay.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
I. Tujuan Umum
Setelah membuat clay, kemampuan motorik halus para siswa PG Islam
Maryam Surabaya mengalami peningkatan.
IV. Kegiatan
Kegiatan Peneliti Kegiatan Siswa Waktu
1. Pembukaan 1. Pembukaan 5
a. Menyampaikan salam a. Menjawab salam. menit
pembuka dan menyapa siswa b. Menyetujui kontrak waktu
dengan ramah. kegiatan dengan peneliti.
b. Memperkenalkan diri. c. Bertanya jika ada yang
c. Menyampaikan tujuan belum dimengerti.
kegiatan dan kontrak waktu.
2. Kegiatan Inti 2. Kegiatan Inti 50
a. Menjelaskan dan a. Membuat clay bentuk menit
mendemonstrasikan cara binatang kupu-kupu:
membuat claybentuk
binatang kupu-kupu:
- Mendemonstrasikan cara - Melinting adonan
V. Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Siswa dapat mengikuti kegiatan dengan baik.
2. Evaluasi proses
Evaluasi yang dilakukan saat kegiatan membuat clay dilakukan
meliputi:
a. Anak selalu hadir dalam kegiatan membuatclay.
b. Anak dapat membuat dan menyelesaikan clay.
c. Anak mampu mengikuti kegiatan sampai selesai.
3. Evaluasi hasil
a. Kemampuan koordinasi mata dan tangan anak semakin baik.
b. Kelenturan otot-otot halus pada tangan anak semakin baik.
Lampiran 16
Pertemuan I
Clay bentuk bebas sesuai dengan
keinginan dan kreasi anak.
Pertemuan II
Clay bentuk sayuran
(tomat, terong, wortel)
Lampiran 17
148
Lampiran 18
Frequencies
Statistics
LamaSe
JenisKelam UsiaSaa PendidikanTerak
Usia kolahdi
in tLahir hir
PG
Valid 7 7 7 7 7
N
Missing 0 0 0 0 0
Statistics
Pekerjaan
Valid 7
N
Missing 0
Frequency Table
Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid 4 tahun 7 100,0 100,0 100,0
JenisKelamin
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Laki-laki 2 28,57 28,57 28,57
Valid Perempuan 5 71,43 71,43 100,0
Total 7 100,0 100,0
UsiaSaatLahir
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Cukup bulan 7 100,0 100,0 100,0
LamaSekolahdiPG
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
1 tahun 5 71,43 71,43 71,43
Valid > 1 tahun 2 28,57 28,57 100,0
Total 7 100,0 100,0
PendidikanTerakhir Ibu
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Lulus PT 7 100,0 100,0 100,0
Pekerjaan Ibu
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Tidak 2 28,57 28,57 28,57
bekerja
Valid Swasta 3 42,86 42,86 71,43
PNS 2 28,57 28,57 100,0
Total 7 100,0 100,0
Lampiran 19
Frequencies
Statistics
JenisKela UsiaSaat LamaSek PendidikanTera
Usia
min Lahir olahdiPG khir
Valid 7 7 7 7 7
N
Missing 0 0 0 0 0
Statistics
Pekerjaan
Valid 7
N
Missing 0
Frequency Table
Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
3 tahun 1 14,29 14,29 14,29
Valid 4 tahun 6 85,71 85,71 100,0
Total 7 100,0 100,0
JenisKelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Laki-laki 2 28,57 28,57 28,57
Valid Perempuan 5 71,43 71,43 100,0
Total 7 100,0 100,0
UsiaSaatLahir
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Cukup 7 100,0 100,0 100,0
Valid
bulan
LamaSekolahdiPG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid 1 tahun 7 100,0 100,0 100,0
PendidikanTerakhir Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Tidak 1 14,29 14,29 14,29
sekolah
Valid Lulus SMA 1 14,29 14,29 28,58
Lulus PT 5 71,42 71,42 100,0
Total 7 100,0 100,0
Pekerjaan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Tidak 2 28,57 28,57 28,57
bekerja
Swasta 2 28,57 28,57 57,14
Valid
Wiraswasta 2 28,57 28,57 85,71
PNS 1 14,29 14,29 100,0
Total 7 100,0 100,0
Lampiran 20
Frequencies
Statistics
Pre- Post- Pre- Post-
TestKelompok TestKelompok TestKelompok TestKelompo
TerapiSeniRu TerapiSeniRu TerapiSeniRu kTerapiSeniR
paKolase paKolase paClay upaClay
Valid 7 7 7 7
N
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
Pre-TestKelompokTerapiSeniRupaKolase
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Suspect 2 28,57 28,57 28,57
Valid Normal 5 71,43 71,43 100,0
Total 7 100,0 100,0
Post-TestKelompokTerapiSeniRupaKolase
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Normal 7 100,0 100,0 100,0
Pre-TestKelompokTerapiSeniRupa Clay
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Suspect 4 57,14 57,14 57,14
Valid Normal 3 42,86 42,86 100,0
Total 7 100,0 100,0
Post-TestKelompokTerapiSeniRupaClay
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Normal 7 100,0 100,0 100,0
Lampiran 21
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Sum of
Rank Ranks
Negative 0a ,00 ,00
Ranks
PostTest -
Positive Ranks 2b 1,50 3,00
PreTest
Ties 5c
Total 7
Test Statisticsa
PostTest -
PreTest
Z -1,414b
Asymp. Sig. (2- ,157
tailed)
Lampiran 22
NPar Tests
Wilcoxon Signed Ranks Test
Ranks
N Mean Sum of
Rank Ranks
Negative 0a ,00 ,00
Ranks
PostTest -
Positive Ranks 4b 2,50 10,00
PreTest
Ties 3c
Total 7
Test Statisticsa
PostTest -
PreTest
Z -2,000b
Asymp. Sig. (2- ,046
tailed)
Lampiran 23
NPar Tests
Mann-Whitney Test
Ranks
Kode N Mean Sum of
Kelompok Rank Ranks
Kolase 7 7,50 52,50
PostTest Clay 7 7,50 52,50
Total 14
Test Statisticsa
PostTest
Mann-Whitney U 24,500
Wilcoxon W 52,500
Z ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1,000
Exact Sig. [2*(1-tailed 1,000b
Sig.)]
Lampiran 24
Gambar 1 Gambar 2
Kegiatan membuat clay bentuk sayuran Kegiatan membuat clay bentuk kupu-kupu
Gambar 3 Gambar 4
Kegiatan membuat kolase bentuk rumah Kegiatan membuat kolase bentuk snowman
Gambar 5 Gambar 6
Hasil kreasi clay bentuk sayuran Hasil kreasi kolase bentuk pohon
Gambar 7 Gambar 8
Hasil kreasi clay bentuk buah semangka Hasil kreasi kolase bentuk gajah