Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Oleh
Iqbal Muhammad
1102014132
Tutor
Moderator
Riwayat pribadi/sosial/lingkungan:
Pasien adalah anak kandung dan anak ke 1 dari 2 bersaudara, pasien tinggal di
Jonggol Bogor. Rumah pasien berada di kawasan padat penduduk. Ventilasi baik dan
mendapatkan pencahayaan matahari dengan baik. Lingkungan bersih.
Riwayat Pengobatan
Paracetamol (OBH Plus) sebelum pasien dirawat di rumah sakit.
Pasien sempat berobat ke RS Hermina Mekarsari, lalu di berikan obat penurun panas
paracetamol.
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : Rumah Langsung menangis: Iya
Penolong : Bidan Kebiruan : Tidak ada
Cara persalinan : Normal Pucat : Tidak ada
Berat badan lahir : 3500 gram Nilai APGAR : Tidak tau
Panjang badan lahir: Tidak ingat Riwayat kuning : Tidak ada
Lingkar kepala : Tidak ingat Riwayat kejang : Tidak ada
Masa gestasi : 36 minggu Kelainan bawaan : Tidak ada
Riwayat Nutrisi
Usia ASI/ PASI dan Buah/ biscuit Bubur susu Nasi team
takaran
0-2 bulan PASI
2-4 bulan PASI √
4-6 bulan PASI √
6-8 bulan PASI √
8-10 PASI √
10-12 PASI √ √
BCG 1 bulan
Campak 9 bulan
Data Antropometri
Berat badan = 28 kg IMT = 16,5
Tinggi badan = 130 cm usia = 6 tahun
Status gizi :
- Berdasarkan BB/U = 28/21 x 100% = 133,3% (berat badan
lebih)
- Berdasarkan TB/U = 130/115 x 100% = 113,0% (sangat tinggi)
- Berdasarkan BB/TB = 28/27 x 100% = 103,7% (normal)
- Berdasarkan IMT/U = 28/1,69 = 16,5 ► P75-P85 (gizi baik)
- Kesan = Status gizi baik
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh : pucat (-), perdarahan (-),
ruam (-), turgor kulit normal
Kepala
- Bentuk : Bulat, simetris
- Rambut : Hitam
- Kulit : Sawo matang
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks
cahaya langsung dan tidak langsung positif, palpebral terdapat edema.
- Telinga : Normotia, simetris, liang lapang, terdapat serumen
- Hidung : Bentuk normal, pernapasan cuping
hidung tidak ada, sekret tidak ada
- Mulut : Bibir tidak kering, tidak sianosis, faring tidak
hiperemis, tonsil T1-T1 tidak ada pembesaran.
Leher
- Bentuk : Simetris
- Kulit : Sawo matang
- Trakhea : Di tengah
- KGB : Tidak teraba
- Tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Thoraks : bentuk dada normal, retraksi sela iga tidak ada
Jantung
Inspeksi Tidak terlihat pulsasi pada ictus cordis
Auskultasi Bunyi jantung I dan II terdengar regular, tidak ada murmur dan
gallop
Abdomen
Inspeksi Perut datar, tidak ada bekas luka operasi, tidak terdapat tanda-
tanda peradangan.
Auskultasi Bising usus positif normoperistaltik.
Palpasi Supel, nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada.
Refleks
a. Tonus otot : Normotonus
b. Refleks Fisiologis
Refleks Biseps : positif Refleks Patella : positif
Refleks Achilles : positif Refleks Triseps : positif
c. Refleks Patologis
Refleks Hoffmann-Trommer : negatif Refleks Babinski : negatif
Refleks Oppenheim : negatif Refleks Chaddock: negatif
d. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : negatif Brudzinski I : negatif
Kernig sign : negatif Brudzinski II : negatif
Laseque sign : negatif
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Foto Thorax posisi AP dari RS Hermina Mekarsari tanggal 23/10/2018
Klinis: BP pada sindrom nefrotik.
- Jantung kesan tidak membesar.
- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
- Trakea relative ditengah, kedua hilus tidak menebal.
- Corakan bronkovaskuler kedua paru baik. Tidak tampak infiltrate maupun
nodul pada kedua paru.
- Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip.
- Tulang-tulang yang tervisualisasi optimal kesan intak.
Kesan : tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru.
Hematokrit 35 40 35 - 45 %
IV. Resume
Anamnesis
Dua minggu SMRS pasien mengalami keluhan sesak nafas disertai batuk
berdahak berwarna hijau. Sesak napas mula-mula ringan hingga sampai yang
berat. Selain itu pasien juga merasakan adanya nyeri dada yang tidak terlalu berat
dan tidak menjalar. hingga tiga hari SMRS sesak masih dirasakan dan disertai
demam. Pasien mengalami demam yang naik turun dan muncul pada pagi siang
maupun pada malam hari secara tidak menentu. Demam turun saat pasien
mengkonsumsi obat paracetamol. Selain itu pasien mengeluh bengkak di palpebra
sejak satu minggu yang lalu. Bengkak awalnya di sekitar mata kemudian ke pipi
lalu timbul di kaki. BAK berwarna seperti kuning kecoklatan, keruh dan berbusa.
BAK nyeri tiga hari yang lalu tapi hilang timbul. Pasien juga mengalami muntah
berisi makanan sebanyak tiga kali dalam tiga hari. Beberapa jam SMRS pasien
mengalami sesak napas yang berat, sesak disertai batuk yang berdahak.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
V. Diagnosis banding
- Asma
- TB Paru
IX. Prognosis
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Functionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Bonam
Catatan Perkembangan Penyakit
Follow up di Bangsal
TIINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses
peradangannya ini menyerang bronkiolus paru dan memicu produksi eksudat
mukopurulen yang dapat mengakibatkan obstruksi saluran respiratori berkaliber
kecil dan menyebabkan konsilidasi yang merata ke lobules yang berdekatan.1,2
Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis
kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya. Berdasar
etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus pneumoniae,
Pneumococcus, S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2) virus (RSV,
influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4) Aspirasi
(makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5) Pneumonia hipostatik, (6)
Sindrom Loeffler. 1,3,4
Epidemiologi
Bronkopneumonia hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, yang
sering ditemukan pada orang dewasa dan anak besar. Angka kejadian tertinggi
ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya
umur. Pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur di bawah dua bulan,
berjenis kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak
mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal,
imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A.5
Insidensi bronkopneumonia di negara-negara yang sedang berkembang pada
anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka mortalitas yang
tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok
walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan
oleh munculnya organisme nosokomial yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan
terjadinya Bronkopneumonia. 5
Bronkopneumonia merupakan penyakit infeksi paru yang prevalensinya
cukup tinggi. Pada tahun 2002, di ruang gawat akut geriatrik RSCM,
Bronkopneumonia merupakan penyakit nomor 1 diantara 10 penyakit terbanyak
yang masuk yaitu 61% penderita wanita dan 28,5% laki-laki. Pada 2015, WHO
melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16 persen dari jumlah
tersebut disebabkan pneumonia. Berdasarkan data Badan PBB untuk Anak –
Anak (Unicef), pada 2015 terdapat kurang lebih 14 persen dari 147.000 anak
dibawah 5 tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia.5,6
Etiologi
Bronkopneumonia lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri. Golongan
bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus pneumonia
adalah. 5,8,9
1. Bakteri gram positif
a. Pneumococcus
b. Staphylococcus aureus
2. Bakteri gram negatif
a. Haemophilus influenzae
b. Klebsiella pneumoniae
Klasifikasi
1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
1) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii
Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada
bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam
hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii
pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru. 6
2) Bukan Pneumonia
Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit dan
tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas. 6
b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun
1) Pneumonia sangat berat
Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis sentral,
tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak kejang dan
sulit dibangunkan. 6
2) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi tidak
disertai sianosis sentral dan dapat minum. 6
3) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa penarikan
dinding dada. 6
4) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau penarikan
dinding dada. 6
5) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah diobati
selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan antibiotik
yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada, frekuensi
pernapasan yang tinggi, dan demam ringan. 6
2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis. 6
a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/ Nosocomial
pneumonia).
c. Pneumonia Aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
3. Berdasarkan agen penyebab. 6
a. Pneumonia Bakterial / tipikal. Klebsiella pada penderita alkoholik,
staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah
Faktor Resiko
Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada
balita, diantaranya :
1. Faktor Intrinsik
Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat
ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 6
a) Status gizi
Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya
pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik
seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan
kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya
infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.
b) Status imunisasi
Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai
pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita
terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat
sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan
kekebalan yang ada pada balita. Salah satu strategi pencegahan untuk
mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan
pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan
angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan
imunisasi.
c) Pemberian ASI (Air Susu Ibu)
Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan
infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus.
Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko
yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita.
d) Umur Anak
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini
dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna
dan lumen saluran napas yang masih sempit.
2. Faktor Ekstrinsik
Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada
peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit,
kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering
berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh
berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut, yang
berpengaruh diantaranya : 6
a) Ventilasi
Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran
udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah
jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas
lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban
udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk
berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen
b) Polusi Udara
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan
oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan
faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di
dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor
gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak
sempurna dari kendaraan bermotor.
Patofisiologi
Setelah kuman menempel pada paru, makrofag terpanggil untuk menangkap
kuman tersebut untuk melakukan fagositosis. Hal ini memicu sel T untuk aktif
dan memanggil set Tc untuk berproliferasi dan menghasilkan berbagai leukotrien
sebagai mediator inflamasi dan mengeluarkan asam arakidonat yang akan
membuat prostaglandin dengan bantuan enzim siklooksigenase (cox).5,7
Adanya leukotrien akan menyebabkan hipersekresi mukus pada basal paru
yang terkena infeksi kuman yang akan menyebabkan sesak nafas. Oleh karena itu,
pada gambaran histopatologi, bagian basal paru yang terkena infeksi akan terlihat
bronkhiolus yang penuh dengan eksudat dominan leukosit polimorfonuklear
(PMN). Daerah ini dalam pandangan makroskopis disebut sebagai daerah
konsolidasi. 5
Mediator prostaglandin memberi pengaruh terhadap hipotalamus.
Prostaglandin dapat memicu hipotalamus untuk menaikkan set point suhu tubuh,
sehingga suhu tubuh akan menjadi lebih tinggi yaitu 39o C atau lebih.7
Kuman penyebab bronkopneumonia, seperti Staphylococcus aureus, akan
menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim, misalnya hemolisin, lekosidin,
stafilokinase dan koagulase. Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan
eksudat fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung
koloni stafilokokus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini pecah
maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis pada daerah-daerah yang
mengalami kerusakan dan peradangan luas.5
Secara umum, setelah kuman menempel pada paru, terdapat 4 stadium yang
terjadi pada bronkopneumonia, yaitu stadium kongesti, hepatisasi merah,
hepatisasi abu-abu, dan resolusi. 5
Stadium kongesti terjadi setelah 4 sampai 12 jam pertama. Pada stadium ini,
eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi
dan bocor. Selain itu, didapatkan juga eksudat yang jernih, makrofag, dan
neutrofil dalam alveoli. 5
Setelah 48 jam pertama, stadium hepatisasi merah terjadi dalam waktu yang
singkat. Pada stadium ini, paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel
darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi alveoli. Lobus dan lobules yang
terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara serta warna menjadi merah. 5
Stadium yang ketiga adalah stadium hepatisasi abu-abu. Stadium ini terjadi
setelah 3 sampai 8 hari. Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi
tampak kelabu. Hal ini disebabkan oleh lekosit dan fibrin yang mengalami
konsolidasi pada bronkhiolus. Pada tahap ini, kapiler tidak lagi mengalami
kongesti. 5
Stadium resolusi terjadi setelah 7 sampai 11 hari. Eksudat mengalami lisis
dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya
semula. Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada bronkopneumonia adalah
bercak-bercak mengikuti pembagian dan penyebaran bronkus yang ditandai
dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang mengelilingi saluran-
saluran nafas yang lebih kecil. 5
Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas bagian atas
atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung multiplikasi
organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang
berdekatan.. Namun, gambaran bronkopneumonia ini sering tidak ada pada bayi,
yang mungkin menderita penyakit yang tidak lebih sempurna dan difus yang
menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak daerah konsolidasi
teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang didapatkan jejas yang
permanen.9
Umumnya bakteri ini mencapai bronkhiolus melalui percikan mukus atau
saliva (droplet) dan tersering mengenai basal paru. Organisme ini setelah
mencapai bronkhiolus akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4
tahap yang berurutan, yaitu :
1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam bronkhiolus melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakteri dalam
jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam bronkhiolus.
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin
dan lekosit polimorfonuklear mengisi Bronkhiolus yang terkena menjadi
padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
basal paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu karena
lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam basal paru dan permukaan
pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler
tidak lagi mengalami kongesti.
4) Resolusi (7 s/d 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula.1,4,8
Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada bronkopneumonia adalah bercak-
bercak dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran
bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas yang
mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.1,4
• Gambaran Klinis
Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat, rewel serta nafsu
makan yang menurun. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39oC atau lebih.
Anak sangat gelisah, dispneu. Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di
sekitar mulut dan hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas
berbunyi (ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan
cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal dan
subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai pada
perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti karat (dahak
berdarah). Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan empiema, dimana
keadaan ini dapat menyebabkan ketinggalan gerak pada sisi yang terkena pada
saat respirasi yang dapat dilihat dengan gerakan berlebihan pada sisi yang
berlawanan. Biasanya perkusi redup pada daerah efusi dengan pengurangan
fremitus dan suara pernafasan. Suara bronkial sering ditemukan tepat di atas batas
cairan dan pada sisi yang tidak terkena.4,9
Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena. Tanda-
tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga penyakit. Pada
perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang bertambah. Pada
auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial, ronki basah halus.4,9
Diagnosis
Diagnosa banding
Komplikasi
Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria menjadi
tidak lazim, walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan infeksi oleh
mikroorganisme lain pada temapat yang sama. Komplikasi yang sering terjadi
ialah efusi pleura dan empiema , yang terjadi sebagai akibat dari perluasan infeksi
pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi pada bayi dibanding pada
anak yang lebih tua. 4,9
Penatalaksanaan
Tatalaksana pneumonia terdiri atas suportif dan antibiotik empiris.
Pengobatan suportif berupa terapi oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan
koreeksi kalori dan elektrolit, pemberian obat simptomatik seeperti antipiretik dan
mukolitik. Antibiotik golongan B-lactam merupakan terapi yang spesifik karena
kebanyakan pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan
anak-anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan dosis
50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan kloramfenikol
50-75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang mempunyai spektrum luas
seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2
hari setelah suhu badan pasien normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin
maka diberikan sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. 4,9,10
Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk mengatasi
demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan penyakit ini. Jenis
cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5% dan NaCl 0,9% dalam
perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.
Pemberian oksigen segera untuk penderita dengan kesukaran bernafas sebelum
menjadi sianosis. 4,9,10
Prognosis
Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara dini pada
perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas bronko akibat bakteri pneumokokus
selama masa bayi dan masa kanak-kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan
selanjutnya morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah.4,9
Profilaksis
Tindakan profilaksis terhadap pneumonia maupun komplikasi yang
ditimbulkannya dapat dengan pemberian vaksin. Jenis vaksin yang beredar antara
lain : vaksin pneumokokal, vaksin conjugated H. influenza tipe B, vaksin
influenza, dan vaksin varisela.10
Dari semua vaksin yang tersedia, sekitar 80-90% adalah vaksin jenis
pneumokokal. Kebanyakan anak-anak di atas 2 tahun dan orang dewasa
mempunyai suatu respon antigen di dalam 2-3 minggu setelah vaksinasi. Sekitar
50% pasien yang divaksinasi timbul keluhan erythema dan/atau rasa sakit di
lokasi suntikan; sekitar 1% timbul demam, mialgia; dan 5 dari 1 juta orang yang
divaksinasi timbul reaksi anafilaksis atau reaksi serius yang lain.9
Vaksinasi direkomendasikan untuk anak-anak di atas 2 tahun dan pada
orang dewasa dengan resiko tinggi terhadap infeksi pneumokokus atau terhadap
komplikasinya, termasuk juga orang dengan penyakit kardiovaskuler dan paru
yang kronis, gangguan fungsi lien, asplenia, penyakit Hodgkin's, berbagai
myeloma, DM, infeksi HIV, sirosis hepatis, alkolholism, gangguan ginjal,
transplantasi organ, atau kondisi-kondisi lain dihubungkan dengan
immunosuppression dan anak dengan nefrosis.9
Anak dengan penyakit sel bulan sabit atau penyebab lain asplenia perlu
profilaksis dengan penisilin disamping juga dengan vaksin pneumokokal. Infeksi
saluran nafas atas yang rekuren pada anak-anak ( otitis media dan sinusitis) bukan
suatu indikasi untuk vaksinasi. Efek perlindungan vaksin ini masih belum
diketahui. Vaksinasi ulang setelah 5 sampai 10 tahun diindikasikan bagi mereka
dengan resiko tinggi.9
BAB III
ANALISA KASUS
Interpretasi Kasus
Anamnesis
Dua minggu SMRS pasien mengalami keluhan sesak nafas disertai batuk
berdahak berwarna hijau. Sesak napas mula-mula ringan hingga sampai yang
berat. Selain itu pasien juga merasakan adanya nyeri dada yang tidak terlalu berat
dan tidak menjalar. hingga tiga hari SMRS sesak masih dirasakan dan disertai
demam. Pasien mengalami demam yang naik turun dan muncul pada pagi siang
maupun pada malam hari secara tidak menentu. Pasien juga mengalami muntah
berisi makanan sebanyak tiga kali dalam tiga hari. Beberapa jam SMRS pasien
mengalami sesak napas yang berat, sesak disertai batuk yang berdahak.
Pemeriksaan Fisik
Pada sebagian besar kasus pneumonia, dapat ditemukan suara napas yang
melemah, fremitus vokal meningkat dan terdengar ronkhi basah halus yang
nyaring. Sesuai pada pasien didapatkan suara napas yang melemah Tetapi pada
saat dilakukan pemeriksaan fisik di bangsal suara nafas sudah membaik. Pada
pasien ini fremitus vokal normal terdengar ronki basah halus pada bagian dada
kanan dan kiri pasien terutama di basal paru pasien saat awal pasien datang ke
IGD dan pada saat di bangsal.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
1) Bronkopneumnia
Diagnosis pneumonia ditegakkan sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien
mengalami gejala demam, batuk, sesak napas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
Auskultasi : suara nafas vesikuler menurun, suara nafas vesikuler pulmo dextra
dan sinistra melemah, terdapat ronkhi basah halus yang nyaring pada basal
pulmo dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan; Leukosit
22.300/uL;
2) Sindrom nefrotik
Tatalaksana
Tatalaksana pneumonia terdiri atas suportif dan antibiotik empiris.
Pengobatan suportif berupa terapi oksigen, pemasangan infus untuk rehidrasi dan
koreeksi kalori dan elektrolit, pemberian obat simptomatik seeperti antipiretik dan
mukolitik. Antibiotik diberikan 7-10 hari, lini pertama dapat menggunakan
antibiotik golongan beta-laktam (penicillin, sefalosporin, karbapenem,
monobactam) atau kloramfenikol. Lini kedua seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin (sefotaksim, seftaidim). Pada pasien ini diberikan terapi oksigen
berupa Nebulizer Inhalasi 3x/hari (NaCl + Ventolin) 5-7ml, koreksi cairan IVFD
RL 1000 ml/24 jam, obat mukolitik Ambroxol 8mg/x, Salbutamol 2mg (1 pulv 3
p.o), dan antibiotik Injeksi Cefotaxime 3x500 mg.
Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungtionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
Daftar Pustaka
2. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit
EGC, Jakarta, 2014, hal: 167.
3. Setiawati dkk. Pedoman diagnosis dan terapi bag SMF ilmu kesehatan anak..
Surabaya;2008
8. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Anak, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1995, hal: 695-705.
9. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi
12, Penerbit EGC, Jakarta, 2014, hal: 527-34.
10. Shah Ira, Pneumonia in Children, http://
www.pediatriconcall.com/fordoctor/DiseasesandCondition/Faqs/Pneumonia.a
sp, 2018.