Está en la página 1de 7

Definisi

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah


mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik
sebagai berikut:
 timbul secara episodik,
 cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
 musiman,
 setelah aktivitas fisik,
 ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. 6,7

Sedangkan menurut GINA ( Global Initiative for Asthma ) Asma


didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan
banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. 7
Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama
beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami
kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien
mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu setiap harinya.
Fase ini dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat atau
yang lebih serius lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama
berhari-hari atau berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai
status asmatikus. Pada beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan
asma yang akut dapat berakhir dengan kematian. 7

Faktor Resiko
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma,
kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit
asma.beberapa faktor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan
sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Jenis kelamin, prevalens asma pada anak laki-laki sampai usia 10
tahun adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak perempuan. Namun pada
orang dewasa, rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki
dan perempuan pada usia 30 tahun.
2. Usia, umumnya pada kebanyakan kasus asma persisten gejala asma
timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama
kehidupan.
3. Riwayat atopi, adanya riwayat atopi berhubungan dengan
meningkatnya resiko asma persisten dan beratnya asma. Beberapa
laporan menunjukan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen
inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan,
merupakan prediktor timbulnya asma.
4. Lingkungan, adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan
resiko penyakit asma, alergen yang sering mencetuskan asma antara
lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur,
dan kecoa.
5. Ras, menurut laporan dari amerika serikat, didapatkan bahwa
prevalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam
lebih tinggi daripada kulit putih.
6. Asap rokok, prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok
lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko
terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan,
umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebakan
meningkatnya resiko.
7. Outdoor air pollution,
8. Infeksi respiratorik. 6

Epidemiologi
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh
penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai
pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan
sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-
kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian
menjadi sama pada usia 30 tahun. 1,2
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di
Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan
asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama
dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis
kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau
sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per
1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan
obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk. 1,2,7,8
Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma.
Belum ada penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada
anak di Indonesia, namun diperkirakan berkisar antara 5–10%. Dilaporkan di
beberapa negara angka kejadian asma meningkat, misalnya di Jepang.
Australia dan Taiwan.

Tanda dan Gejala pada Asma 8


Gejala asma terdiri dari trias asma : dispnea, batuk dan mengi. Pada
bentuk yang paling khas, asma merupakan penyakit episodik dan
keseluruhan tiga gejala tersebut dapat timbul bersama-sama. Berhentinya
episode asma kerapkali ditandai dengan batuk yang menghasilkan lendir atu
mukus yang lengket seperti benang yang liat. 1,2,7

Pada serangan asma ringan:


 Anak tampak sesak saat berjalan.
 Pada bayi: menangis keras.
 Posisi anak: bisa berbaring.
 Dapat berbicara dengan kalimat.
 Kesadaran: mungkin irritable.
 Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.
 Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan dangkal.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: normal.
 Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)
 SaO2 % > 95%.
 PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.
 PaCO2 < 45 mmHg
Pada serangan asma sedang:
 Anak tampak sesak saat berbicara.
 Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.
 Posisi anak: lebih suka duduk.
 Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.
 Kesadaran: biasanya irritable.
 Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.
 Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
 Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)
 SaO2 % sebesar 91-95%.
 PaO2 > 60 mmHg.
 PaCO2 < 45 mmHg
Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:
 Anak tampak sesak saat beristirahat.
 Pada bayi: tidak mau minum/makan.
 Posisi anak: duduk bertopang lengan.
 Dapat berbicara dengan kata-kata.
 Kesadaran: biasanya irritable.
 Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi
dan inspirasi.
 Menggunakan otot bantu pernafasan.
 Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas
cuping hidung.
 Frekuensi nafas: cepat (takipnea).
 Frekuensi nadi: cepat (takikardi).
 Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)
 SaO2 % sebesar < 90 %.
 PaO2 < 60 mmHg.
 PaCO2 > 45 mmHg
Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:
 Kesadaran: kebingungan.
 Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).
 Mengi sulit atau tidak terdengar.
 Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks
torakoabdominal.
 Retraksi dangkal/hilang.
 Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).
 Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).
 Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.
BAB III
KESIMPULAN

Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai Negara di seluruh dunia. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat
menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Produktivitas menurun
akibat bolos kerja atau sekolah dan dapat menimbulkan kecacatan sehingga
menambah penurunan produktivitas serta menurunkan kualitas hidup.
Penyebab asma dapat berasal dari gangguan pada saluran pernapasan yang
kita kenal sebagai asma bronkial dan bisa juga berasal dari jantung yang kita kenal
sebagai asma jantung. Istilah bronkial sendiri merujuk pada bronkus. Istilah tersebut
berasal dari bahasa Inggris, “bronchial.” Dengan demikian, asma bronkial dapat
dipahami sebagai asma yang penyebabnya berkaitan dengan bronkus.
Serangan asma dapat berupa serangan sesak napas ekspiratoir yang
paroksismal, berulang-ulang dengan mengi (“wheezing”) dan batuk yang disebabkan
oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi
lendir kental yang berlebihan.
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini
hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,
bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika :
Jakarta, 2002.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3.
Editor Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC
: Jakarta, 2000.
4. Robbins dkk. Buku Ajar Patologi II. Edisi 4. Alih Bahasa : Staf pengajar
Laboratorium Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 1995.
5. Di unduh dari http://www.docstoc.com/docs/36495210/Tuberculosis_-
pneumonia_-dan-kanker-paru diakses pada tanggal 27 Oktober 2010.
6. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama.
Cetakan Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta,
2008.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit
FKUI : Jakarta, 2004.
8. Asma bronkiale Diunduh dari http//www.cermin dunia kedokteran.com diakses
pada tanggal 30 Oktober 2010

También podría gustarte