Está en la página 1de 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cerebro Vaskuler Accident (CVA) atau biasa dikenal oleh masyarakat
dengan stroke. Kelainan ini terjadi pada organ otak, lebih tepatnya adalah
gangguan pembuluh darah otak yang berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak. Stroke ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang
terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya
aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah (Padila, 2012).
Menurut American Health Association (AHA), setiap 40 detik di Amerika
Serikat, seseorang meninggal akibat stroke dan menempatkan stroke sebagai
penyebab kelima utama kematian di Amerika. Stroke juga merupakan masalah
yang sangat serius di Asia yang mencapai 60% populasi dunia. Di Asia, Jepang
merupakan negara dengan penyakit stroke tingkat terendah yaitu 706,6 jiwa, dan
Mongolia tertinggi yaitu 4,409.8 jiwa serta dikuti Indonesia 3,382.2 jiwa
(Narayanaswamy et all, 2017). Publikasi World Health Organization (WHO),
(2014) stroke sekarang menduduki urutan ketiga penyakit mematikan di dunia
setelah penyakit jantung dan kanker sedangkan di Indonesia penyakit stroke
merupakan pembunuh nomor satu.
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes), (2016)
kecenderungan Indonesia mengalami peningkatan Penyakit Tidak Menular (PTM)
salah satunya adalah stroke. Di Sulawesi Tenggara sendiri, meskipun penyakit
menular masih merupakan masalah kesehatan utama, disaat yang sama jumlah
penderita PTM juga terus meningkat dan penyakit stroke termasuk urutan
kedelapan setelah hipertensi, asma bronchiale, diabetes mellitus, cedera

1
kecelakaan lalu lintas, cedera akibat lain, obesitas, dan penyakit jantung dengan
jumlah kasus 246 jiwa (Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, 2016).
Berdasarkan data dari Medical Record BLUD Rumah Sakit Benyamin
Guluh Kabupaten Kolaka jumlah penderita penyakit stroke pada tahun 2015
adalah Non Hemoragic Stroke (NHS) sebanyak 116 jiwa dan Hemoragic Stroke
(HS) sebanyak 56 jiwa, tahun 2016 adalah NHS sebanyak 120 jiwa dan HS
sebanyak 40 jiwa, dan tahun 2017 adalah NHS sebanyak 132 jiwa dan HS
sebanyak 34 jiwa. Dapat disimpulkan bahwa jumlah penderita stroke bisa
dikatakan tidak mengalami perubahan yang signifikan dan masih menjadi salah
satu masalah kesehatan di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka
(Medical Record BLUD RS Benyamin Guluh Kolaka, 2018).
Hasil studi Global Burden of Disease (GBD), usia dan jenis kelamin
merupakan standar yang memiliki rentang luas menderita stroke di Asia. Hasil
penelitian didapatkan data bahwa orang yang menderita stroke terbanyak adalah
kelompok umur > 55 tahun dan jika dilihat dari jenis kelamin responden yang
terbanyak menderita stroke adalah jenis kelamin laki-laki (59,6%) dan perempuan
(40,4%) (Narayanaswamy et al, 2017 & Wiyadi at all, 2017).
Saat ini pemerintah telah melakukan upaya untuk penanggulangan penyakit
menular dan tidak menular termasuk penyakit stroke yaitu dengan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (Germas) untuk mencegah penyakit tidak menular
seperti stroke dengan perilaku “CERDIK” yaitu, cek kesehatan secara rutin,
enyahkan asap rokok, rajin aktifitas fisik, diet sehat dan seimbang, istirahat cukup,
dan kelola stres selain itu gerakan pencegahan stroke tidak hanya di lakukan oleh
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Adapun upaya penanganan lain
stroke yang telah dilakukan dengan meningkatkan tindakan preventif, diagnosis
dan terapi untuk stroke akut (Kemenkes, 2017).
Dikemukakan Sikawin, (2013) bahwa penyakit tidak menular seperti stroke,
sering kali disebabkan oleh faktor resiko yang dapat diubah seperti hipertensi,
obesitas, komsumsi alkohol, prilaku merokok serta kurangnya aktifitas fisik.
Cable News Network (CNN) Indonesia melansirkan bahwa stroke merupakan
kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera dan jika
tidak ditangani dengan segera maka penderita stroke bisa berakhir dengan
kematian atau kecacatan,
yakni lumpuh dimensial atau pikun dan gangguan lain seperti sulit bicara dan
melakukan kegiatan lainnya (CNN Indonesia, 2017).
Dalam mengatasi masalah yang dialami klien, perawat bertindak sebagai
pemberi asuhan keperawatan yang merupakan suatu proses dalam praktik
keperawatan yang diberikan secara lansung pada klien untuk memenuhi
kebutuhan klien, sehingga dapat mengatasi masalah yang dihadapi klien yang
dilakukan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan
dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah ilmu keperawatan (Budiono, 2016).
Pada tahap akut intervensi keperawatan yang diberikan pada klien stroke
bertujuan mencegah cedera sekunder otak, mempertahankan jalan nafas, serta
dukungan tubuh secara umum seperti tanda-tanda vital, keseimbangan cairan dan
elektronik serta mencegah berbagai komplikasi (atalaktasis dan radang paru-paru)
(Davis, 2016). Masalah lain yang sering muncul pada klien stroke adalah
gangguan gerak. Klien yang mengalami gangguan atau kesulitan saat berjalan
karena mengalami gangguan pada kekuatan otot dan keseimbangan tubuh. Untuk
meningkatkan kekuatan otot perlu dilakukan latihan mobilisasi atau rehabilitasi
oleh petugas kesehatan yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi neurologis dan
mencegah terjadinya kontraktur atau kekakuan otot dengan terapi fisik dan tehnik-
tehnik lain (Sikawin, 2013).
Berdasarkan uraian data di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dalam bentuk studi kasus dengan judul: “Asuhan Keperawatan Pada
Klien Tn. R. Dengan Gangguan Sistem Persarafan Non Hemoragic Stroke Di
Ruang Mawar BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh kabupaten Kolaka”.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Melaporkan kasus penyakit stroke dan mampu menerapkan asuhan
keperawatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
komprehensif pada klien Tn. R. dengan kasus Non Hemoragic Stroke di Ruang
Mawar di BLUD RS Benyamin Guluh Kabupaten Kolaka.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kasus
gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
kasus gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada klien dengan
kasus gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
d. Penulis mampu melakukan implementasi klien dengan kasus
gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi klien dengan kasus gangguan
sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
f. Penulis mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada
klien dengan kasus gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic
Stroke.
1.3 Manfaat Penulisan
Sebagai bahan evaluasi bagaimana penerapan konsep asuhan keperawatan
yang didapatkan selama pendidikan ke dalam praktek keperawatan secara nyata.
1.3.1 Manfaat Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi bagaimana penerapan konsep asuhan keperawatan
yang didapatkan selama pendidikan ke`dalam praktek keperawatan secara nyata.
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat/klien
Manfaat bagi masyarakat/klien yaitu agar masyarakat/klien dapat mengetahui
gambaran umum tentang gangguan sistem persarafan
Non Hemoragic Stroke beserta perawatan yang benar bagi
masyarakat/klien agar penderita mendapatkan yang tepat dalam
keluarganya.
b. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan masukan dan sumber informasi bagi institusi
khususnya pada asuhan keperawatan dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
c. Bagi Rumah Sakit Benyamin Guluh Kolaka
Dapat dijadikan sebagai masukan bagi perawat yang ada untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang benar dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem persarafan: Non Hemoragic Stroke.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai Karya Tulis Imiah ini,
penulis menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari 2 BAB yaitu: BAB I
dan BAB II sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini menguraikan latar belakang, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II: Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang konsep penyakit Non Hemoragic Stroke
dan konsep asuhan keperawatan. Konsep penyakit Stroke terdiri dari
pengertian, etiologi, klasifikasi, manifestasi klinik, patofisiologi,
manifestasi klinik, komplikasi, pemeriksaan diagnostik,
penatalaksanaan dan pathway. Sedangkan konsep asuhan keperawatan
dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tentang konsep penyakit stroke menganai


definisi, klasifikasi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan, pathway dan membahas tentang konsep
asuhan keperawatan mengenai pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi.
2.1 Konsep penyakit stroke
2.1.1 Definisi
Stroke atau Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) merupakan penyakit
neurologis yang sering dijumpai dan harus ditangani secara tepat dan cepat.
Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang disebabkan
karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi kapan saja dan
pada siapa saja. Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala
yang berlansung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses fikir daya ingat, dan bentuk-
bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2012).
Cerebro Vaskuler Accident (CVA) atau biasa dikenal oleh masyarakat
dengan stroke. Kelainan ini terjadi pada organ otak, lebih tepatnya adalah
gangguan pembuluh darah otak yang berupa penurunan kualitas pembuluh darah
otak. Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab
pertama kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi
pada Stroke hemoragic dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien
yang dapat melaklukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan
pertama pada Stroke hemoragic mencapai 40-80% dan 50% kematian terjadi
dalam 48 jam pertama (Sarif, 2013).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragik sirkulasi saraf otak.
Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark
serebrum (Nurarif dan Kusuma, 2015).
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi stroke terdiri dari beberapa menurut Sarif, (2013).
a. Berdasarkan kelainan patologis
1. Stroke hemoragic
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin subaraknoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktifitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi menjadi dua menurut Sarif, (2013)
a). Perdarahan intraserebral, pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak. Peningkatan Tekanan Intrakranial
(TIK) yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah
putamen, talamus, pons dan serebelum.
b). Perdarahan subaraknoid, perdarahan ini berasal dari pecahnya
aneurisma berry atau Arteriovenous Malformation (AVM).
Aneurisma yang pecah berasal dari pembuluh darah sirkulasi
Willisi dan cabang-cabang yang terdapat diluar parenkin
otak. Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabklan TIK meningkat mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, dan vasosvasme pembuluh darah serebral
yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi
sensorik, afasia, dan lain-lain).
2. Non Hemoragic Stroke
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
skunder, kesadaran umumnya biasanya baik.
Stroke iskemik atau non hemoragic yaitu tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian
atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik
(Nurarif dan Kusuma, 2015).
Stroke iskemik di bagi menjadi 3 jenis menurut Sarif, (2013)
a). Stroke trombotik yaitu proses terbentuknya trombus yang
membuat penggumpalan.
b). Stroke embolik yaitu terbentuknya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
c). Hipoperfusion sistemik yaitu bekurangnya aliran darah
keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Berdasarkan waktu terjadinya
1. Transiennt ischemik attacty (TIA)
Serangan isckemik transient sering disebut TIA atau stroke
mini kadang-kadang. Gejala tersebut sangat mirip dengam stroke
tetapi tidak bertahan lama. Pada gejala TIA bergantung pada
tersumbatnya pembuluh darah otak dan bagian mana dari otak
yang kekurangan darah. Gejala umumnya yang sering terjadi
contohnhya serangan singkat, seperti mati pada wajah, tangan
atau kaki pada satu sisi tubuh, slurring atau pembicaraan atau
kesulitan menemukan kata-kata atau, jika pembuluh darah di mata
terpengaruh, kehilangan singkat dalam salah satu atau kedua
mata. TIA biasanya tidak menyebabkan pingsan atau kehilangan
kesadaran.
2. Reversible ischemic neurologic deficit (RIND)
Reversible ischemic neurologic deficit terjadi selama lebih
dari 24 jam, tetapi dapat sembuh setelah 2 minggu tanpa ada
gejala stroke yang tertinggal.
3. Stroke in evalution (SIE)/progressing stroke
Stroke bisa menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam
sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati
(stroke in evaluation). SIE merupakan perjalanan stroke
berlansung perlahan meskipun akut. Stroke dimana defisit
neurologisnya terus bertambah berat.
4. Completed stroke
Merupakan kelainan neurologis yang sudah menetap dan
tidak berkembang lagi.
2.1.3 Etiologi
a. Faktor yang tidak dapat diubah (non reversible) menurut Nurarif dan
Kusuma, (2015) yaitu:
1. Jenis kelamin: pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibandingkan wanita
2. Usia: makin tinggi usia semakin tinggi pula resiko terkena stroke
3. Keturunan: adanya riwayat keluarga yang yang terkena stroke
4. Pernah terserang stroke sebelumnya (Padila, 2012).
b. Faktor yang dapat dirubah menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) yaitu:
1. Hipertensi, faktor resiko utama.
2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebral berasal dari jantung
3. Kolestrol tinggi
4. Obesitas
5. Peningkatan hematokrit meningkatkan resiko infark serebra
6. Diabetes melitus, terkait dengan aterogenesis terakselesi
7. Polisetemia : peningkatan jumlah sel darah merah
8. Stress emosional
c. Kebiasaan hidup menurut Nurarif dan Kusuma, (2015):
1. Merokok
2. Peminum alkohol dan obat-obatan terlarang
3. Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan
berkolestrol.
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) tanda dan gejala yang muncul pada
penderita stroke yaitu:
a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan badan sebagian atau
seluruhnya
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara cadel atau pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Eliminasi urin terganggu
l. Gangguan fungsi otak
m. Kerusakan nervus kranialis (Padila, 2012)
2.1.5 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi koleteral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Arterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat
bersasal dari plak arteroklerosis, atau darah dapat bekuh pada area yang stenosis,
tempat aliran darah mengalami perlambatan atau tertjadi turbelensi (Muttaqin,
2012).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dangan edema dan kongesti disekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari, dengan berkurangnya edema menunjukkan mulai
perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
persarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2012).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan heniasi
otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2012).
Kematian dapat disebabkan kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak.
Perembesan darah keventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
dinukleus, kaudatus, talamus dan pons (Muttaqin, 2013).
Jika sirkulasi serebral terhambat dapat berkembang anoksia serebral.
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-
6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak
yang akan mengakibatkan peningklatan tekanan intra kranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemi akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan sraf yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin,
2012).
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 %
pada perdarahan lobar. jika terjadi perdarahan sebesar dengan volume antara 30-
60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5
cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin,
2013). 2.1.6 Komplikasi
Menurut padila, (2012) komplikasi yang muncul pada pesien stroke yaitu:
a. Aspirasi
b. Paralitic illeus
c. Atrial fibrilasi
d. Aspirasi
e. Diabetes insipidus
f. Peningkatan TIK
g. Hidrochepalus
2.1.6 Pemeriksaan diagnostik
Muttaqin, (2012) membagi beberapa jenis pemeriksaan diagnostik pada
penderita stroke yaitu:
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk sumber
perdarahan seperti aneuriovena atau malformasi vaskular
b. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragik pada subaraknoid atau perdarahan
pada intrakranial.
c. Computerized Axial Tomography (CT) scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti.
d. Magnetic Imaging Resonance (MRI)
MRI menggunakan gelombang magnetik unruk menentukan posisi
dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
e. Ultrasonography (USG) Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena.
f. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan ini bertujuan dan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan.
g. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
2. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia.
3. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah
itu.

Padila, (2012) membagi beberapa penatalaksanaan pada pasien stroke


yakni:
a. Konservatif
1. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus
2. Mencegah peningkatan TIK
a). Antihipertensi dan antikoagulan
b). Deuritika
c). Vasodilator perifer d).
Diasepam bila kejang
e). Anti tukak misalnya cimetidine
f). Kortikosteroid: pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena klien
akan mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress
ulcer/perdarahan lambung.
g). Manitol: mengurangi edema otak
b. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial
yang menetap akan membahayakan kehidupan klien.
c. Pada fase sub akut/pemulihan (>10 hari) perluh
1. Terapi wicara
2. Terapi fisik
3. Stoking anti embolis
Pathway Stroke sampai masalah keperawatan

Penimbunan Lemak yg sudah Menjadi kapur/mengandung


Faktor
lemak/kolestrol yang nekrotik dan kolestrol dg infiltrasi limfosit
pencetus/etiologi meningkat dalam darah berdegenerasi (trombus)

Ateriosklerosis Pembuluh darah Penyempitan


menjadi kaku & pembuluh darah
pecah (oklusi vaskuler)
Trombus/emboli
diserebral
Aliran darah
Stroke hemoragik Kompresi
Tersumbat
jaringan otak
Stroke non
hemoragik
Heriasi Eritrosit bergumpal,
endotel rusak
Suplai darah dan O2 Proses metabolisme dlm
keotak menurun
otak terganggu Cairan plasma
Hilang

Peningkatan
Resiko ketidak
TIK
efektifan perfusi Adema cerebral
jaringan otak

Arteri carotis interna Arteri vertebra basilaris Gangguan rasa


Arteri serebri nyaman nyeri
media
Disfungsi N. II
(optikus )

Kerusakan N.I (olfaktorius), N.II Kerusakan neuro- Disfungsi N.XI


Penurunan aliran
(optikus), N.IV (troklearis), cerebraspinal N.VII (fasialis), (assesoris )
darah keretina
N.XII (hipoglosus) N.IX (glasofaringeus)

Penurunan fungsi
Penurunan kema- Perubahan keta- jaman Control otot facial/oral motorik &
mpuan retina u/ sensori penghidu,
menjadi lemah muskuloskeletal
menangkap obyek penglihatan, dan pengecap

kebutaan Ketidakmampuan Ketidak mampuan Kelemahan pada


menghidu, melihat dan bicara satu/keempat
mengecap anggota gerak

Gangguan perubahan Kerusakan artikular,


tidak dapat bicara
persepsi sensori (disatria) Hemiparese/ plegi
kanan & kiri

Resiko jatuh Penurunan fungsi N.C (vangus),


N.IX (glosofaringeus)

Penurunan fungsi N.C (vangus),


N.IX (glosofaringeus)

Proses menelan tidakl aktif Hambatan Tirah baring lama


mobilitas fisik

Refluks
Kerusakan Luka dekubitus
integritas kulit
Ketidakseibangan Disfagia
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Anoreksia Gangguan menelan
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
Menurut Setiadi, (2012) proses keperawatan adalah tindakan yang
berkesinambungan dan dilakukan secara sistemik untuk mengidentifikasi
masalah-masalah yang diahadapi klien yang diawali dengan proses pengkajian,
perumusan diagnosa, menyusun perencanaan kemudian melaksanakan, dan
mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap masalah yang diatasinya
tersebut.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan penderita stroke menurut
Brunner dan Suddarth, 2001 dalam Padila, (2012) adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
1. Biodata
a). Identitas klien
Pengkajian biodata difokuskan pada: na ma, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosis medis.
b). Keluhan utama
Biasanya klien datang di rumah sakit dalam kondisi penurunan
kesadaran atau koma disertai kelumpuhan dan keluhan sakit kepala
hebat bila masih sadar.
c). Upaya yang telah dilakukan upaya yang telah dilakukan
Jenis CVA Bleeding memberikan gejala yang cepat memburuk, oleh
karena itu klien biasanya langsung dibawah ke RS.
d). Riwayat penyakit terdahulu
Perluh dikaji adanya riwayat diabetes melitus, hipertensi, kelainan
jantung, pernah TIA, policetemia karena hal ini berhubungan dengan
penurunan kualitas pembuluh darah otak menjadi menurun.
e). Riwayat penyakit sekarang
Kronologis peristiwa CVA Bleeding sering setelah melakukan
aktivitas tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala
hebat, penurunan kesadaran sampai koma, selain gejala kelumpuhan
separu badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
f). Riwayat penyakit keluarga
Perlu dikaji mungkin ada anggota keluarga yang pernah mengalami
stroke.
2. Activities of Daily Living (ADL)
Apabila telah mengalami kelumpuhan sampai terjadinya koma maka
perluh klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari dari bantuan sebagaian sampai total. Meliputi: mandi,
makan/minum, BAB/BAK, berpakaian, berhias, aktivitas mobilisasi
(Padila, 2012).
3. Pengkajian primer persarafan
a). Fungsi serebral: Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi
intelektual, kesadaran, kemampuan bahasa, dan bicara.
b). Fungsi saraf kranial.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial 1-XII, saraf I.
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemipelgia kiri.klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh. Saraf
III,IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu
sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan
konjugat unilateral di sisi yang sakit. Saraf V. Pada beberapa keadaan
stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus, penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus
internus dan eksternus. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat. Saraf VIII.Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan sulit
membuka mulut. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius. Saraf XII. Lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
c). Fungsi motorik.
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan control volunteer terhadap gerakan motorik. Oleh karena
UMN bersilangan, gangguan control motor volunteer pada salah satu
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang
berlawanan dari otak. Inspeksi umum : didapatkan hemiplegia karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Tonus otot: didapatkan
meningkat. Kekuatan otot: pada penilaian dengan menggunakan
tingkat kekuatan otot pada sisi sakit didatkan tingkat 0.
Keseimbangan dan koordinasi: didatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia. Pengkajian reflek: Pemeriksaan reflek
terdiri atas reflek profunda dan pemeriksaan reflek patologis, gerakan
involunter, tidak ditemukan adanya tremordan distonia. Pada keadaan
tertentu, klien biasanya mengalami kejaaang umum, terutama pada
anak dengan stroke disertai peningkatan tekanan suhu tubuh yang
tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka (Muttaqin, 2012).
d). Fungsi sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
untuk mengintepretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiosepsi
(kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan
auditorius (Muttaqin, 2012).
4. Pengkajian skunder yang biasa didapatkan dengan stroke menurut
Muttaqin, (2012) yaitu:
a). Aktivitas dan istirahat
Data subyektif: Kesulitan dalam beraktivitas : kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralysis dan mudah lelah,
kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).
Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot
(flaksid atau spastik), paralisis (hemiplegia),
kelemahan umum dan gangguan penglihatan.
b). Sirkulasi
Data subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung, endokarditis bakterial),
polisitem.
Data obyektif: Hipertensi arterial, disritmia, perubahan EKG,
pulsasi kemungkinan bervariasi, denyut karotis,
femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c). Integritas ego
Data subyektif: Perasaan tidak berdaya dan hilang harapan.
Data obyektif: Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat,
kesediahan, kegembiraan dan kesulitan berekspresi diri.

d). Eliminasi
Data subyektif: Inkontinensia dan anuria dan distensi abdomen
(kandung kemih sangat penuh), tidak adanya suara usus (ileus
paralitik).
e). Makan/minum

Data subyektif: Nafsu makan hilang, nausea/vomitus menandakan


adanya PTIK, kehilangan sensasi lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia dan riwayat DM,
Peningkatan, lemak dalam darah.
Data objektif: Problem dalam mengunyah (menurunnya refleks
palatum dan faring) dan obesitas (faktor resiko).
f). Sensori Neural
Data subyektif: Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama
TIA), nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral
atau perdarahan sub arachnoid, sering
terdapat kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang
terkena terlihat seperti lumpuh/mati. Penglihatan
berkurang, sentuhan: kehilangan sensor pada sisi
kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral
(sisi yang sama), gangguan rasa pengecapan dan
penciuman, pada status mental: koma biasanya
menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif.
Data obyektif : Ekstremitas: kelemahan/paralisis (kontralateral) pada
semua jenis stroke, genggaman tangan tidak
imbang, pada wajah terdapat paralisis/parese
(ipsilateral), afasia (kerusakan atau kehilangan
fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan
berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya,
kehilangan kemampuan mengenal atau
melihat, pendengaran, stimuli taktil, apraksia:
kehilangan kemampuan menggunakan motorik,
reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak
bereaksi pada sisi ipsi lateral.
g). Nyeri/kenyamanan
Data subyektif: Sakit kepala, bervariasi intensitasnya .
Data obyektif: Tingkah laku tidak stabil, gelisah, ketegangan otot.
h). Respirasi
Data Subyektif: Perokok (faktor resiko)
i). Keamanan
Data obyektif: Pada motorik/sensorik: masalah dengan penglihatan,

perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk


melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian
tubuh yang sakit, tidak mampu mengenali objek,
warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali,
gangguan berespon terhadap panas, dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan
dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri.

j). Interaksi sosial


Data obyektif: Problem bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
5. Pemeriksaan penunjang (Muttaqin, 2012)
a). Pemeriksaan radiologi
1). CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2). MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3). Angiografi serebral: untuk mencarisumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.

4). EEG: Pemeriksaan ini bertujuan dan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan.
b). Pemeriksaan laboratorium: lumbal fungsi, pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia dan pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari
kelainan pada darah itu sendiri.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan biasanya terdiri dari 3 komponen yaitu respon
manusia (masalah), faktor yang berhubungan, tanda dan gejala (Setiadi,
2012).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan stroke
menurut Nurarif dan Kusuma, (2015) adalah:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan
dengan pendarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema,
LED
b. Nyeri berhubungan dengan adanya thrombus atau emboli
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ektremitas.
e. Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan fungsi nervus
vagus atau hilangnya refluks batuk
f. Kerusakan komunikasi verbal berhubungandengan
penurunan/kehilangan kontrol tonus otot fisial atau oral.
g. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
h. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan luas lapang pandang,
penurunan sensasi rasa (panas dan dingin).
2.2.3 Intervensi
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan
dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah atau untuk
memenuhi kebutuhan klien (Setiadi, 2012).
Intervensi pada klien dengan stroke berdasarkan diagnosa
keperawatan menurut Muttaqin, (2013) adalah sebagai berikut:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan
dengan pendarahan intraserebri, oklusi otak, vasospasme, dan edema,
LED .
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam jaringan otak dapat tercapai secara
optimal
Kriteria hasil: Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang, GCS : 4,5,6 pupil isokor, refleks cahaya
( tanda-tanda vital normal.
1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS
Rasional: Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
2. Monitor tanda-tanda vital, seperti, tekanan darah, nadi, dan hati-
hati pada hipertensi sistolik.
Rasional: Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara
fluktuasi. Kegagalan otot reguler akan menyebabkan
suhu, dan frekuensi pernapasan
3. Monitor asupan dan keluaran.
Rasional: Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan
meningkatkan risiko dehidrasi terutama pada klien
yang tidak sadar, mual yang menurunkan asupan
peroral.
4. Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
peningkatan TIK dan akibatnya.
Rasional: Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses
penyernbuhan.
5. Baringkan klien (tirah baring) total dengan posisi tidur terlentang
tanpa bantal.
Rasional: Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat
menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
6. Anjurkan klien menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional: Batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan
potensial terjadi perdarahan
7. Kolaborasi pemberian O2 dan medicine sesuai indikasi
Rasainal: Untuk membantu memperbaik kondisi pasien

b. Nyeri berhubungan dengan adanya thrombus atau emboli


Tujuan: Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
klien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan
Kriteria hasil: klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang, pasien
tampak tenang dan rileks, tanda-tanda vital normal
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk intensitas/skala nyeri,
lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk atau meredakan
Rasional: Mengenal dan memudahkandalam melakukan tindakan
keperawatan berikutnya

2. Obsevasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan


Rasional: Dengan melihat reaksi nonverbal dapat menentukan
keaadaan pasien
3. Obsevasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan
pernafasan)
Rasional: Untuk mengetahui keadan umum
4. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional: Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat
perasaan lebih nyaman
5. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik Rasional:
untuk mengurangi dan menghilangkan nyeri
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan, penurunan fungsi
nervus hipoglosus.
Tujua: Dalam waktu 3x24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil: Asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat
kumampuan menelan, sonde dilepas, B5
meningkat 1 kg. Hb dan albumin dalam batas
normal.
1. Observasi tekstur turgor kulit.
Rasional: Mengetahui status nutrisi klien.
2. Lakukan oral hygiene.
Rasional: Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.

3. Ohservasi intake output nutrisi.


Rasional: Mengetahui keseimbangan nutrisi kilen.
4. Observasi posisi dan keberhasilan sonde.
Rasional: Untuk menghindari risiko infeksi/iritasi.
5. Kaji kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan refleks
batuk.
Rasional: Untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan
pada klien
6. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan di atas bibir/dibawah dagu jika
dibutuhkan.
Rasional: Membantu dalam melatih kembali sensorik dan
meningkatkan kontrol muskular.
7. Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
Rasional: Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar.
8. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan
lunak ketika klien dapat menelan air.
Rasional:Makan lunak/cairan kental mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia, kelemahan neuromuskular pada ektremitas.
Tujuan: Dalam waktu 2x24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas
fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak
terjadi kontraktur sendi meningkatnya kegiatan otot,
klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional:Mengetahui tingkat kemampuan klien dalarn melakukan
aktivitas.
2. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membran
mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet.
Rasional: Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit
kemungkinan komplikasi imobilisasi.
3. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
4. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
5. Lakukan gerak pasif pada ekstrenitas yang sakit.
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak di latih untuk digerakkan.
6. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai
toleransi.
Rasional:Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
7. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

Rasional: Peningkatan kemampuan dalam rnobilisasi


ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik
dari tim fisioterapis.
e. Kurusakan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: Dalam waktu 3x24 klien mampu mempertahankan keutuhan
kulit
Kriteria hasil: Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka,
mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka,
tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
1. Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan pelunak
jaringan tiap dan palpasi daerah sekitar terhadap kehangatan
Rasional: Memghindari kerusakan kapiler.

2. Anjurkan untuk melakukan Range Of Motion (ROM) dan


mobilisasi jika mungkin.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
3. Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional: Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
4. Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,
panas terhadap kulit.
Rasional: Mempertahankan keutuhan kulit
5. Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
Rasional: Menghindari kerusakan kapiler.
2.2.4 Implementasi
Menurut Setiadi, (2012) implementasi adalah pengelolaan dan
mewujudkan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan. Faktor dari implementasi keperawatan antara lain adalah:
a. Mempertahankan daya tahan tubuh
b. Mencegah komplikasi
c. Menemukan perubahan sistem tubuh
d. Memantapka hubungan klien dengan lingkungan
e. Implementasikan pesan dokter
2.2.5 Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara bersambung dengan melibatkan klien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainya.Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada
tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

3.1.1 Pengumpulan data


a. Identitas
Klien Tn. R. berusia 48 tahun, jenis kelamin laki-laki, suku Bugis,
pendidikan terakhir klien yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP),
bekerja sebagai wiraswasta, klien sudah menikah dengan Ny. S. yang
bekerja sebagai ibu rumah tangga (IRT) dan Ny. S. usia 31 tahun sebagai
penanggung jawab, alamat Kelurahan Anewoi, Kecamatan Tanggetada,
masuk rumah sakit pada tanggal 15 Juli 2018, pukul 08.50 WITA
dengan diagnosa medis Non Hemoragic Stroke (NHS). Nomor medical
record klien adalah 01 72 25 , peneliti melakukan pengkajian pada
tanggal 16 Juli 2018, jam: 14.30 WITA
b. Riwayat kesehatan
1. Alasan masuk rumah sakit: klien mengatakan masuk rumah sakit
karena badan sebelah kanan klien tiba-tiba tidak bisa digerakkan
sejak kemarin jam 07.00 pagi dan langsung dilarikan ke rumah sakit
oleh keluarga.
2. Keluhan utama
Klien mengeluh sakit kepala
3. Riwayat keluhan utama
Klien mengeluh sakit kepala yang dirasakan seperti berdenyut-
denyut di bagian kepala depan, skala sakit kepala yang dirasakan
skala berat 7 dari (0-10), sakit kepala dirasakan terus menerus dan
berkurang setelah diberi obat. Keluhan penyerta yang dirasakan,
klien mengeluh badan sebelah kanan lemah dan perut terasa penuh
karena belum pernah kencing (BAK) selama dua hari perawatan
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mengatakan tidak pernah sakit dengan penyakit yang sama
dan klien baru pertama kali dirawat di rumah sakit dan klien
mengatakan sering merokok dan minum alkohol
5. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan ada keluarga yang pernah sakit dan meninggal
karena penyakit stroke
6. Riwayat psikososial
Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya dan
cemas dengan kondisi penyakitnya yang tiba-tiba menyerang
sampai harus dirawat di rumah sakit. Klien juga mengatakan cemas
dengan biaya rumah sakitnya karena pasien dirawat di rumah sakit
sebagai pasien umum, klien tampak bingung saat ditanya mengenai
kondisinya dan klien sering bertanya mengenai penyakitnya
7. Riwayat spiritual
Keyakinan yang dianut klien adalah Islam, klien sering melalukan
sholat pada saat klien sehat namun pada saat klien sakit, klien hanya
berdoa agar cepat diberi kesembuhan dan klien mendapatkan
dukungan dan doa dari keluarga agar segera disembuhkan
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum klien saat penulis melakukan pengkajian tingkat
kesadaran baik (composmentis), klien tampak lemah, gelisah, pucat
dan bedrest. Status nutrisi Tn. R. baik dibuktikan dengan tinggi
2
badan: 172 cm, Berat badan 70 kg dan nilai IMT: 23,66 kg/m .
Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 160/100 mmHg, nadi: 112
x/menit, Suhu: 36, 8°C dan pernafasan: 20 x/menit.
9. Sistem pernafasan
Pada saat pengkajian tidak didapatkan gangguan pada sistem
pernafasan hidung tampak bersih, tidak terdapat penafasan cuping
hidung, bentuk dada simetris kiri dan kanan.
10. Sistem kardiovaskuler
Pada saat pengkajian tidak didaptkan pada gangguan pada
kardiovaskuler, tidak terdapat nyeri dada, didapatkan data, capillary
refill time kembali dalam 2 detik. 11. Persarafan

Status neurologis Tn. R. pada pengkajian fungsi serebral,


status mental klien baik dibuktikan dengan klien mampu
mengorientasi waktu, tempat dan orang-orang sekitarnya, glasgow
Coma Scale (GCS): composmentis E4 V5 M6 15.
Pada pemeriksaan saraf kranial nervus 1-12, pada nervus
(N. I) olfaktorius dan (N.II) optikus tidak dilakukan, pada
pemeriksaan (N.III) okulomotorius, (N.IV) troklearis dan (N.VI)
abdusen terdapat refleks pupil terhadap cahaya, klien dapat
menggerakkan bola mata kekiri, kanan, atas dan bawah. (N.V)
trigeminus, klien dapat menggerakkan rahang kesemua sisi, refleks
kedip dan sensasi pada wajah baik. Pada pemeriksaan (N. VII)
fasialis, klien dapat senyum simetris kiri dan kanan, mengangkat
alis, menutup mata dan menjulurkan lidah. Pada pemeriksaan pada
(N.VIII) vestibulocochlearis. Pada pemeriksaan (N.IX)
glasofaringeus dan (N.X) vagus, klien dapat mengunyah dan
menelan. Pada pemeriksaan (N.XI) asesoris klien dapat
memalingkan wajah dari kanan kekiri tanpa rasa sakit dan pada
pemeriksaan (N.XII) hipoglosus, klien dapat menjulurkan lidahnya
dan menggerakkan dari sisi kesisi.
Pemeriksaan fungsi motorik pada Tn. R. terdapat
kelemahan/hemiparase pada tubuh sebelah kanan terutama pada
ekstremitas bawah, koordinasi gerak pada tubuh sebelah kanan klien
lemah, terutama pada bagian tubuh eksteremitas bawah, kekuatan
otot lemah dan kaku pada bagian tubuh sebelah kanan
3333 5555
1111 5555
Fungsi sensorik pada klien Tn. R. tidak terdapat sensasi nyeri
pada ektremitas dekstra inferior dan klien tidak bisa mengontrol
pergerakan tangan kanan. Tidak dilakukan pengkajian pada fungsi.
Serebral. Pemeriksaan refleks, refleks bisep kiri dan kanan positif
(fleksi), refleks trisep kanan dan kiri positif (ekstensi), refleks patella
kiri dan kanan positif, refleks achilles positif kiri dan kanan dan
refleks babinski negatif kaki dan kanan
12. Sistem Perkemihan
Pada saat pengkajian sistem perkemihan klien kesulitan untuk
berkemih, terdapat distensi abdomen (kandung kemih penuh) dan
tidak memakai selang kateter
13. Sistem pencernaan
Pada saat pengkajian pencernaan terdapat mukosa bibir kering,
tidak terdapat mual dan bn muntah tetapi tampak terjadi penunuran
nafsu makan, klien hanya makan ¼ dari porsi yang disediakan.
14. Sistem muskuloskeletal
Pergerakan pada tubuh sebelah kiri normal, klien mampu
melakukan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi pada tangan dan kaki
dan dapat menahan beban/gaya yang diberikan. Pada ektremitas
kanan, klien tidak mampu menggerakkan kaki tanpa bantuan, klien
bisa melakuan fleksi dan ekstensi pada tangan kanan tapi tidak bisa
menahan beban yang diberikan.
15. Sistem endokrin
Pada saat pengkajian sistem endokrin tidak didapatkan adanya
pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada riwayat penyakit diabetes
mellitus.
16. Aktivitas sehari-hari
Aktivitas sehari-hari Tn. R.
No Pola aktivitas Sebelum sakit Saat sakit
1 Nutrisi
a. Makan
Frekuensi 3 x/hari 3 x/hari
Jenis/menu Nasi, lauk dan sayur Bubur, lauk dan
Porsi makan 1 piring sayur
Pola makan Teratur 1/4 porsi (± 5
sendok)
b. Minum Teratur
Jumlah 1.500-2.500 cc/hari ± 800 cc/hari
Jenis Air putih Air putih

2 Eliminasi
a. BAK
Frekuensi 3 x/hari Tidak pernah
Warna Kuning -
b. BAB
Frekuensi 1 x/hari Tidak pernah
Konsistensi lunak -
Warna kuning kecoklatan -
3 Istirahat dan tidur
a. Tidur siang
Frekuensi Tidak teratur Tidak pernah
Waktu 13.00 -
Kebiasaan Nonton TV -
sebelum tidur
b. Tidur malam ± 5 jam
Frekuensi 7-8 jam Tidak teratur
Waktu 22.00 Terganggu saat
Kebiasaan Nonton TV sakit kepala
sebelum tidur

4 Personal hygiene
Mandi 2 x/hari Lap basah
Keramas 3 x/minggu Tidak pernah
Sikat gigi 2 x/hari
Gunting kuku Tidak teratur Tidak pernah
5 Aktifitas Klien menjalankan Semua aktivitas
aktivitas sebagai dibantu oleh
seorang wirausaha keluarga
dan semua kegiatan
dilakukan secara
mandiri
c. Pemeriksaan Penunjang Tanggal
17 Juli 2018 Jam: 09.07
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
WBC 12,08 4,00-10,00 10³/UL
RBC 4,42 4.00-6,50 10⁶/UL
HGB 14,7 13,0-16,0 g/dL
HCT 36,6 36,0-46,0 %
MCV 82,8 80,0-97,0 fL
MCH 33.3 27,0-34,0 Pg
MCHC 40,2 32,0-37,0 g/dL
PLT 242 150-450 10³/UL

Sumber: Laboratorium BLUD Rumah Sakit Benyamin Guluh


d. Terapi/obat-obatan
a) Piracetam 3 gr/IV/8 jam
b) Neurosanbe 1 ampul/drips/24 jam
c) Santagesik 1 ampul/IV/8 jam
d) Simvastatin 2 mg/oral/24 jam
e) Aspilet 2 mg/oral/24 jam
f) Cairan Ringer Laktat (RL) 7 tetes permenit
3.1.2 Klasifikasi data
a. Data subjektif yang terdapat pada kasus Tn. R. yaitu: klien mengeluh
sakit kepala, sakit kepala yang dirasakan seperti berdenyut-denyut,
badan pada sebelah kanan lemah, perutnya terasa penuh karena tidak
pernah kencing selama dua kali perawatan selain itu klien juga
mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya dan cemas dengan
kondisi penyakitnya, klien mengatakan sering merokok dan minum
alkohol
b. Data objektif yang ditemukan pada kasus Tn. R. yaitu: skala sakit
kepala yang dirasakan skala berat 7 dari (0-10), klien tampak gelisah,
tampak memegang kepalanya, tampak meringis, tampak pucat, lemah,
bedrest dan didapatkan tekanan darah: 160/100 mmHg, nadi: 112
x/menit, suhu: 36, 8°C dan frekuensi pernafasan: 20 x/menit. Klien
kesulitan untuk berkemih, terdapat distensi kandung kemih (kandung
kemih penuh), tidak terdapat sensasi nyeri pada ektremitas dekstra
inferior, pada saat pengkajian klien tampak bingung dan tidak mengerti
dengan kondisi penyakitnya saat ditanya dan klien tampak sering
bertanya mengenai penyakitnya selain itu klien juga tidak bisa
mengontrol pergerakan tangannya, terdapat kelemahan/hemiparase
pada tubuh sebelah kanan terutama pada ekstremitas bawah dengan
kekuatan otot lemah dan kaku pada bagian tubuh sebelah kanan
3333 5555
1111 5555

3.1.3 Analisa data


analisa data
Data Etiologi Masalah
1 2 3
Data subjektif: Hipertensi, merokok Nyeri akut
a. Klien mengeluh sakit kepala dan alkohol
b. Sakit kepala yang dirasakan seperti
berdenyut-denyut Arteroklerosis
c. Klien mengatakan sering merokok
dan minum alkohol Trombus/emboli pada
serebral
Data objektif:
a. Skala sakit kepala yang dirasakan Metabolisme dalam
skala berat 7 dari (0-10) otak terganggu
b. terdapat kelemahan/hemiparase
pada tubuh sebelah kanan terutama Iskemia
pada ekstremitas bawah
c. Klien tampak gelisah Proses metabolisme
d. Klien tampak memegang kepalanya anaerob
e. Klien tampak meringis
f. Tekanan darah: 160/100 mmHg Peningkatan asam
g. Nadi: 112 x/menit laktat
h. Suhu: 36, 8°C
i. Pernafasan: 20 x/menit Meransang
pengeluaran histamine,
bradikin, prostaglandin

Impuls disampaikan
thalamus korteks
serebri

Impuls dipersepsikan
nyeri
1 2 3
Data subjektif: Klien mengeluh badan Sumbatan aliran darah Hambatan
pada sebelah kanan lemah dan O2 serbral mobilitas fisik
Data objektif:
a. Klien tampak lemah Infark jaringan serebral
b. Klien tampak bedrest
c. Klien tidak bisa mengontrol Penurunan fungsi
pergerakan tangannya motorik
d. Tidak terdapat sensasi nyeri pada
ektremitas dekstra inferior Terkena area hemisfer
e. Terdapat kelemahan pada tubuh kiri
sebelah kanan terutama pada
ekstremitas bawah Hemiplagia kanan
f. Kekuatan otot lemah dan kaku pada
bagian tubuh sebelah kanan
Kelemahan/hemiparase
3333 5555
1111 5555

Data subjektif: Disfungsi neurologis Retensi urin


Klien mengeluh perutnya terasa
penuh karena tidak pernah kencing Fungsi saraf menurun
Data objektif:
a. Klien tampak gelisah Hilangnya tonus
b. Klien kesulitan untuk berkemih jaringan
c. Terdapat distensi kandung kemih
(kandung kemih penuh) Kelemahan otot
detrusol

Ketidakmampuan
kandung kemih
berkontraksi adekuat
Data subjektif: NHS Kesiapan
Klien mengatakan kurang mengetahui keluarga
tentang penyakitnya dan cemas Defisit neurologis meningkatkan
dengan kondisi penyakitnya manajemen
Data objektif: Perubahan status kesehatan
a. Klien tampak bingung dan tidak kesehatan
mengerti dengan kondisi
penyakitnya cemas
b. Klien tampak sering bertanya
mengenai penyakitnya Kurang informasi
kesehatan

3.2 Diagnosa keperawatan

3.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan adanya trombus/emboli pada serebral


ditandai dengan:
Data subjektif: Klien mengeluh sakit kepala, sakit kepala yang dirasakan
seperti berdenyut-denyut dan klien mengatakan sering
merokok dan minum alkohol
Data objektif: Skala sakit kepala yang dirasakan skala berat 7 dari (0-10),
terdapat kelemahan/hemiparase pada tubuh sebelah kanan
terutama pada ekstremitas bawah, klien tampak gelisah,
tampak memegang kepalanya dan tampak meringis dengan
tekanan darah: 160/100 mmHg, nadi: 112 x/menit, suhu: 36,
8°C dan Pernafasan: 20 x/menit
3.2.2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya
kelemahan/hemiparase
Data subjektif: Klien mengeluh badan pada sebelah kanan lemah
Data objektif: Klien tampak lemah, tampak bedrest, tidak terdapat
sensasi nyeri pada ektremitas dekstra inferior, klien tidak
bisa mengontrol pergerakan tangannya selain itu terdapat
juga kelemahan pada tubuh sebelah kanan terutama pada
ekstremitas bawah dengan kekuatan otot lemah dan kaku
pada bagian tubuh sebelah kanan
3333 5555
1111 5555

3.2.3 Retensi urin berhubungan dengan Ketidakmampuan kandung kemih


berkontraksi dengan adekuat
Data subjektif: Klien mengeluh perutnya terasa penuh karena tidak pernah
kencing
Data objektif: Klien tampak gelisah, klien kesulitan untuk berkemih dan
terdapat distensi kandung kemih (kandung kemih penuh)
3.2.4 Kesiapan keluarga meningkatkan manajemen kesehatan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan
Data subjektif: Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya
dan cemas dengan kondisi penyakitnya
Data objektif: Klien tampak bingung dan tidak mengerti dengan kondisi
penyakitnya dan klien tampak sering bertanya mengenai
penyakitnya.
3.3 Intervensi
3.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan adanya trombus/emboli pada serebral
ditandai dengan:
Data subjektif: Klien mengeluh sakit kepala dan sakit kepala yang
dirasakan seperti berdenyut-denyut
Data objektif: Skala sakit kepala yang dirasakan skala berat 7 dari (0-10),
terdapat kelemahan/hemiparase pada tubuh sebelah kanan
terutama pada ekstremitas bawah, klien tampak gelisah,
tampak memegang kepalanya dan tampak meringis dengan
tekanan darah: 160/100 mmHg, nadi: 112 x/menit, suhu: 36,
8°C dan Pernafasan: 20 x/menit
Tujuan: Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien
mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil:
Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang, Tanda-tanda vital
normal, pasien tampak tenang dan rileks.
a. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk intensitas/skala nyeri,
lokasinya, lamanya, faktor yang memperburuk/ meredakan
Rasional: Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan berikutnya
b. Obsevasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan)
Rasional: Untuk mengetahui keadaan umum dan untuk menentukan
intervensi berikutnya
c. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional: Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat
perasaan lebih nyaman
d. Mengatur posisi/tempat tidur klien sampai klien merasa nyaman
Rasional: Posisi tepat mengurangi penekanan dan mencegah
ketegangan otot serta mengurangi nyeri.
e. Penatalaksanaan dengan dokter pemberian obat analgetik
Rasional: Untuk mengurangi dan menghilang nyeri.
3.3.2 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya
kelemahan/hemiparase ditandai dengan
Data subjektif: Klien mengeluh badan pada sebelah kanan lemah
Data objektif: Klien tampak lemah, tampak bedrest, tidak terdapat sensasi
nyeri pada ektremitas dekstra inferior, klien tidak bisa
mengontrol pergerakan tangannya selain itu terdapat juga
kelemahan pada tubuh sebelah kanan terutama pada
ekstremitas bawah dengan kekuatan otot lemah dan kaku

3333 5555
1111 5555

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam klien


mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya dengan keriteria hasil: mempertahankan posisi
yang optimal, tidak adanya tanda kontraktur, mempertahankan
kekuatan otot, mampu melakukan ROM aktif dan pasif secara
bertahap.
a. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan
kerusakan. Kaji secara teratur fungsi motorik.
Rasional: Mengetahui tingkat kemampuan klien dalarn melakukan
aktivitas.
b. Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Pantau kulit dan membran
mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet,
Rasional: Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit kemungkinan
komplikasi imobilisasi.
c. Ubah posisi klien tiap 2 jam.
Rasional: Menurunkan risiko terjadinya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
d. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit.
Rasional: Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot,
serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
e. Lakukan gerak pasif pada ekstrenitas yang sakit.
Rasional: Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak di latih untuk digerakkan.
f. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.
Rasional: Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan
g. Kolaborasi dengan ahli fisicterapi untuk latihan fisik klien.
Rasional: Peningkatan kemampuan dalam rnobilisasi ekstremitas
dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapis.
3.3.3 Retensi urin berhubungan dengan Ketidakmampuan kandung kemih
berkontraksi dengan adekuat ditandai dengan
Data subjektif: Klien mengeluh perutnya terasa penuh karena tidak pernah
kencing
Data objektif: Klien tampak gelisah, klien kesulitan untuk berkemih dan
terdapat distensi kandung kemih (kandung kemih penuh)
a. Dorong pasien untuk berkemih 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan
Rasional: Meminimalkan retensi urine distensi berlebihan pada
kandung kemih
b. Anjurkan untuk kompres air hangat pada perut bagian bawah

Rasional: Kompres air hangat dapat merilekskan saraf

d. Anjurkan klien banyak minum air


Rasional: Penigkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan
membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan
bakteri
e. Palpasi pada area suprapubik
Rasional: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan kateter
Rasional: Kateterilisasi dapat membantu mengosongkan kandung
kemih
3.3.4 Kesiapan keluarga meningkatkan manajemen kesehatan berhubungan
dengan perubahan status kesehatan
Data subjektif: Klien mengatakan kurang mengetahui tentang penyakitnya
dan cemas dengan kondisi penyakitnya
Data objektif: Klien tampak bingung dan tidak mengerti dengan kondisi
penyakitnya dan klien tampak sering bertanya mengenai
penyakitnya
Tujuan: Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapakan klien dapat memahami tentang penyakitnya dengan
kriteria hasil: klien berpartisipasi dalam proses penyuluhan dan
klien dapat mengetahui dan menjelaskan kembli tentang
penyakitnya
a. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga
Rasional: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien mengenai
penyakitnya
b. Minta persetujuan klien dan keluarga untuk melakukan
penyuluhan Rasional: Untuk memastikan pasien setuju atau tidak
c. Berikan informasi tentang pencegahan, faktor penyebab, serta
perawatan
Rasional: Untuk mendorong kepatuhan dan meningkatkan
pengetahuan keluarga dan klien
d. Berikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk menanyakan
hal-hal yang belum jelas.
Rasional: Memastikan apakah pasien atau keluarga sudah paham
mengenai isi penyuluhan
e. Beri umpan balik terhadap pertanyaan yang diajukan oleh keluarga
atau klien
Rasional: Mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman klien dan
keluarga
DAFTAR PUSTAKA

Budiono. (2016). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan


Republik Indonesia

CNN Indonesia. (2017). Menangani stroke akibat sumbatan pembuluh darah di


otak. https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170706174236-307-
226169/menangani-stroke-akibat-sumbatan-pembuluh-darah-di-otak/,
diakses pada Juni, 2018

Davis, B. C. (2016). Update:, (February), 24-33. Theofanidis, D., & Gibbon, B.


(2016). Nursing interventions in stroke care delivery: An evidence-based
clical review. Journal Of Vascular Nursing, 34 (4), 144-151.
http://doi.org./101016/j.jvn2016.07.001

Dinanti, Elisa Ling. (2015). Pengaruh Latihan Range Of Mantion (ROM) Pasif
Dan Aktif Terhadap Peningkatan Sudut Rentang Gerak Pasien Stroke
2015. Akses 23 Juli 2018

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2014). Profil Kesehatan


Sulawesi Tenggara Tahun 2013. Kendari Dinas Kesehatan Provinsi
Sultra 2014

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. (2016). Profil Kesehatan


Sulawesi Tenggara Tahun 2016. Kendari Dinas Kesehatan Provinsi
Sultra 2017

Iqbal dan Elka. (2017). Perbedaan penegetahuan, sikap dan prilaku sebelum
dan sesudah pendidikan kesehatan tentang stroke pada penderita
hipertensi. Januari 2017 akses 24 Juli 2018

Kemkes RI. (2017). Germas Cegah Stroke. Jakarta: P2PTM Kementrian


Kesehatan RI 2017.http://www.p2ptm.kemkes.go.id diakses 21 Juni 2018

kemkes RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, http://www.kemkes.go.id diakses 6 Juni
2018.

Luluk cahyati. (2017) Penatalaksanaan Tehnik Relaksasi Nafas Dalam Pada


Pasien Hipertens. Jurnal Profesi Keperawatan vol. 4 no. 2 Juli 2017
akses tanggal 21 Juli 2018.

Marlina. (2013). Efektifitas Relaksasi Nafas Dalam Pada Pasien Hipertensi


Dengan Gejala Nyeri Kepalas. Student Of Program Study Nursing At
Muhammadiah Surakarta University Akses 25 Juli 2018
Murtaqib. (2013). Perbedaan Latihan Range Of Montion (Rom) Pasif Dan Aktif
Selama 1-2 Minggu Terhadap Peningkatan Rentang Gerak Sendi Pada
Penderita Stroke. Jurnal Keperawatan Soedirman Vol. 8 No. 1, Maret
2013 Akses 21 Juli 2018

Muttaqin, Arif. (2013). Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Narayanaswany, venketasubramanian at all. (2017). Stroke epidemiology in


south, east and south-east asia: a review.” Journal of stroke 19.3 (2017):
286-294.pmc. web. 7 juni 2018

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3.
Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Sarif, La Ode. (2013). Asuhan Keperawatan Gerontik Berdasarkan Nanda Nic,


dan Noc Dilengkapi Teori dan Contoh Askep. Jakarta: Medikal Book.
Setiadi. (2012). Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sikawin, C. A., Mulyadi., & Palandeng, H. (2013). Pengaruh Latihan Range
OfMotion (Rom) Terhadapkekuatan Otot Pada Pasien Strokedi Irina F
Neurologi Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandoumanado. ejurnal
Keperawatan(E-Kp) diakses 20 Juni 2018.
Polyclinic, N., Abidin, Z., dan Aceh, B. (2017). Hubungan Derajat Stroke
Terhadap Status Kognitif Pada Pasien Stroke Iskemik Di Poliklinik Sraf
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abiding Banda Aceh
Relationship Degree Stroke On The Cognitive Status Patient Ischemic
Stroke, 2, 61-67.
Wiyadi, at all. (2017). Factor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Penyakit Stroke. Mahakam Nursing Journal Vol 2, No. 2 Nov 2017: 80-
87. http://ejournal.upi,edu/index.php/JPKT/article/download/474/3300
akses 10 Juni 2018

World Health Organization. 2011.The Top 10 Causes of Death in The World,


2000 and 2011, http://who.int/ mediacentre/factsheets/fs310/en/World
Health Organization. (2014). Stroke, Cere- brovascular Accident. diakses
8 Juni 2018

También podría gustarte