Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
18
YOGYAKARTA
DISUSUN OLEH :
2013
YOGYAKARTA
No. RM : 611685
Umur : 20 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : -
Agama :ISLAM
Bangsal : Bougenvile
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Alasan masuk RS :
Pasien mengatakan tidak pernah sakit parah. Baru kali ini sakit parah sampai opname.
Biasanya pasien cuma sakit seperti batuk dan pilek saja.
Sebelumnya anggota keluarga tidak ada yang mengalami masalah kesehatan yang sama
dengan pasien dan keluraga tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.
¨ DM
¨ Asma
¨ Hipertensi
¨ Jantung
C. PEMERIKSAAN FISIK
Penglihatan : Pupil kanan dan kiri isokor, reflek cahaya positive, Pasien
dapat melihat dengan jelas, pasien tidak menggunakan alat
bantu lihat (kaca mata).
Pendengaran : Pasienmampu mendengarkan dengan jelas, telinga kanan
dan kiri tidak menggunkan alat bantu dengar.
Pengecapan/Penciuman : Pasien masih dapat merasakan rasa asin, manis, pedas atau
pahit dan pasien masih mampu mencium bau-bauan seperti
bau minyak kayu putih dll.
Peraba : Kulit pasien sensitive terhadap sentuhan dan pasien masih
bisa merasakan rasa panas dan dingin.
2. Sistem Pernafasan
Respirasi : 20x/menit.
Kualitas : Reguler
Pemeriksaan Thorax :
Inspeksi : Tidak ada hematom, tidak ada luka atau jejas, pengembangan dada
sama
Palpasi : Tidak ada hematom, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada krepitasi
Perkusi : Terdengar sonor
Auskultasi : Terdengar vesikuler
3. Sistem Kardiovaskular
TD : 110/70 mmHg
Suhu : 37,0 oC
CRT : 2 detik.
Pemeriksaan Kardiovaskuler:
GCS : E : 4 M : 6 V : 5
1) Antropometri
BB : 50 kg TB : 160 cm IMT:19,53LLA : 22 cm
2) Clinical sign :
Pasien tampak lemah, rambut pasien hitam, anggota tubuh pasien lengkap, mukosa bibir
pucat, kunjungtiva pucat, kulit lembab.
3) Diet :
Alasan: Klien mengatakan tidak ada nafsu makan, karena tidak suka dengan menunya.
6. Pemeriksaan Abdomen
7. Sistem Muskuloskeletal
5 5
5 5
Kekuatan otot :
Kemampuan ADL’s:
Kegiatan 1 2 3
Mandi V
Berpakaian V
Makan V
Berdandan V
Toileting V
8. Sistem Integumen
Personal hygiene : Kurang, karena pasien tampak kusam, kulit berminyak,kuku panjang, baju
bau.
9. Sistem Reproduksi
a. Fecal
¨ Konstipasi
¨ Diare
b) Karakteristik feses
¨ Konsistensi : Keras
b. Bladder
a. Frekuensi BAK : -
R: Pasien mengatakan nyeri saat pada perut kanan tepatnya luka habis operasi.
c. Istirahat/ Tidur
1. Nilai / Kepercayaan
Kegiatan keagamaan yang di jalani : Pasien mengatakan selalu menjalankan kegiatan ibadah
yang dijalaninya sesuai keyakinan yang dianut oleh pasien seperti berdoa kepada Tuhannya.
2. Koping / stress
Mempunyai tekanan dalam hidup : Tidak ada tekanan dalam hidup baik dengan
Cara mengatasi permasalahan : Pasien mengatakan biasanya dengan beribadah yang rutin
Status emosional : Pasien mengatakan ingin cepat pulang karena sudah tidak betah dan bosen.
3. Hubungan
Penyakit mempengaruhi hubungan keluarga/ orang lain: Tidak, penyakit pasien tidak
mempengaruhi hubungan keluarga maupun dengan orang lain akan tetapi semakin
mempererat persaudaraan karena pasien lebih mendapatkan banyak perhatian dari saudara,
teman dan keluarga untuk kesembuhan pasien.
Kegiatan di masyarakat : Selalu aktif dalam kegiatan di lingkungan rumah seperti pemuda
pemudi.
Teman serumah : -
4. Persepsi Diri
Yang dirasakan terkait hospitalisasi : Pasien mengatakan cemas akan sakitnya dan Pasien
mengatakan tidak tahu soal sakitnya dan tidak tahu harus berbuat apa.
Perilaku klien sesuai dengan situasi : Gelisah, lebih mendekatkan diri pada Allah .
Daftar kebutuhan pendidikan selama di rawat : Proses penyakit yang dialami oleh pasien dan
bagaimana cara perawatannya.
e. Discharge Planning
a) Menganjurkan pasien dan keluarga untuk mengontrol aktivitas agar tidak berlebihan untuk
menghindari kelelahan
b) Menganjurkan pada pasien dan keluarga untuk selalu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
TERAPI:
1. Injeksi
Ø Ranitidin
Ø Ketorolac
Ø Ambacyn
DATA PENUNJANG:
2. Hasil labpatohematologi
Nama : Sdr. D
Umur : 20tahun
Tanggal Pengambilan : Agustus 2013
Mahasiswa,
(Erlina Yuniawati)
ANALISIS DATA
INTERVENSI KEPERAWATAN
· Pasien melaporkan Nyeri berkurang · Observasi respon verbal dan non verbal
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tanggal /
Implementasi Evaluasi Paraf
Jam
Senin, 19 · Melakukan operan jaga S :Pasien mengatakan karakteristik nyeri: A&
Agustus 2013
· Membina hubungan P: Pasien mengatakan nyeri karena L
14.00 saling percaya dengan penyakitnya
pasien dan keluarga
14.30 Q: Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-
· Memonitor keadaan tusuk
14.35 umum pasien
R: Pasien mengatakan nyeri saat pada perut
15.00 · Melakukan pengkajian kanan tepatnya luka habis operasi.
karakteristik nyeri dengan
15.30 (P,Q,R,S,T) S: Pasien mengatakan nyeri skala 5 (rentang
1-10)
15.45 · Melakukan observasi
respon verbal dan non T: Pasien mengatakan nyeri jika untuk
16.00 verbal pasien bergerak.
P : Lanjutkan intervensi:
P : Lanjutkan intervensi:
Tanggal /
Implementasi Evaluasi Paraf
Jam
Senin, 19 · Melakukan operan jaga S :Pasien mengatakan mobilisasi di bantu A &
Agustus dan kadang-kadang sendiri tapi pelan-
2013 · Membina hubungan saling pelan. L
percaya dengan pasien dan
14.00 keluarga O :Terlihat kebutuhan ADL’snya di bantu
oleh keluarganya, skor ADL’s :10 dengan
14.30 Mengkaji kemampuan di bantu, TD: 120/80 mmHg, Nadi:
pasien dalam 82x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,0oC
14.35 mobilisasi
A:Maslah teratasi sebagian
16.00 · Melakukan pengukuran vital
sign P : Lanjutkan intervensi:
21.00
· Melakukan operan jaga · Memonitor mobilisasi pasien
· Monitor ttv
Selasa,20 · Melakukan operan jaga S :Pasien mengatakan sedikitmemahami A&
Agustus gerakan ROM dan teknik mobilisasi
· Memonitor keadaan umum L
2013 pasien O :Terlihat kebutuhan ADL’snya masih di
bantu oleh keluarganya, skor ADL’s :8
07.30 Mengkaji kemampuan dengan di bantu, TD: 120/80 mmHg, Nadi:
pasien dalam 78x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: 36,0oC
08.20 mobilisasi
A:Maslah teratasi sebagian
09.30 · Memonitor vital sign pasien
P : Lanjutkan intervensi:
09.40 Mengajarkan pasien
atau tenaga kesehatan · Memonitor mobilisasi pasien
10.15 lain tentang teknik
ambulasi (ROM) · Monitor ttv
13.00 Mengelola obat pasien
Add a comment
artikel kesehatan
contoh askep dan tugas kampus nama creater sengaja tidak dihapus karena
itu merupakan kreasi penulisnya, 'saya berharap artikel ini dapat membantu
sobat semua'
Home
Privacy Policy for artikel kesehatan
Disclaimer for artikel kesehatan
contact me
CHILDREN’S ONLINE PRIVACY PROTECTION
TOS/T&C HTML
Home
1.
2.
Nov
27
SECTIO CAESAREA
ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L DENGAN
SEKUNDI GRAVIDA HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO
CAESAREA 2 TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE SECTIO CAESAREA
DI OK 4 LANTAI IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA
Oleh :
2013
LEMBAR PENGESAHAN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan
berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA NY. L
DENGAN SEKUNDI GRAVIDA HAMIL ATERM DENGAN RIWAYAT SECTIO
CAESAREA 2 TAHUN LALU YANG DILAKUKAN RE SECTIO CAESAREA DI
OK 4 LANTAI IV INSTALASI BEDAH SENTRAL RSUP DR. SARDJITO
YOGYAKARTA”. Penyusunan Laporan Kasus ini merupakan syarat untuk
menyelesaikan pelatihan dasar-dasar bedah umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
yang berupa materiil maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
3. Keluarga besar Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah
membantu pelaksanaan perawatan terhadap klien.
4. dr. Trisulo Utomo., Sp.U selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta serta penanggung jawab Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi
Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
5. Tri Subekti., S.Kep., Ns. selaku ketua pelaksana Pelatihan Dasar-Dasar Bedah
Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material,
doa dan moral; serta
Penulis menyadari, dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari
pembaca. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sectio caesarea berarti bahwa bayi dikeluarkan dari uterus yang utuh melalui operasi
abdomen. Di negara-negara maju, angka sectio caesarea meningkat dari 5 % pada 25
tahun yang lalu menjadi 15 %. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh “mode”,
sebagian karena ketakutan timbul perkara jika tidak dilahirkan bayi yang sempurna,
sebagian lagi karena pola kehamilan, wanita menunda kehamilan anak pertama dan
membatasi jumlah anak (Jones, 2002).
Menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesarea yang disusun oleh Peel dan
Chamberlain. Indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin panggul 21%,
gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak
janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7% dengan angka kematian ibu sebelum
dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin
14,5%(Winkjosastro, 2005).
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan
dan kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan
dengan persalinan pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah
5,8 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen
dibandingkan dengan persalinan normal hanya sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO
(World Health Organization) menganjurkan operasi sesar hanya sekitar 10-15 % dari
jumlah total kelahiran.
Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis resiko-resiko yang muncul
akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Nakita, 2008). Pada tahun 2007-2008
jumlah persalinan dengan tindakan sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Meuraxa
Banda Aceh berjumlah 145 kasus dari 745 persalinan keseluruhannya atau 19,46 %.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa angka tersebut sudah melebihi batas yang
ditetapkan oleh WHO yaitu 10-15 % (Iqbal, 2002). Pada IBS OK 4 lantai IV RSUP
Sardjito itu sendiri di dapat data dari bulan Agustus sampai dengan Oktober didapat
data pasien yang Sectio Caesaria di IBS tersebut berjumlah 7 Orang.
Post partum dengan sectio caesaria dapat menyebabkan perubahan atau adaptasi
fisiologis yang terdiri dari perubahan involusio, lochea, bentuk tubuh, perubahan pada
periode post partum terdiri dari immiediate post partum, early post partum, dan late
post partum, proses menjadi orang tua dan adaptasi psikologis yang meliputi fase
taking in, taking hold dan letting go.
Selain itu juga terdapat luka post op sectio caesarea yang menimbulkan gangguan
ketidaknyamanan : nyeri dan resiko infeksi yang dikarenakan terputusnya jaringan
yang mengakibatkan jaringan terbuka sehingga memudahkan kuman untuk masuk
yang berakibat menjadi infeksi. Dengan demikian klien dan keluarga dapat menerima
info untuk menghadapi masalah yang ada, perawat juga diharapkan dapat
menjelaskan prosedur sebelum operasi sectio caesarea dilakukan dan perlu
diinformasikan pada ibu yang akan dirasakan selanjutnya setelah operasi sectio
caesarea.
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk untuk melaksanakan dan
menyusun laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Pada Ny.
L (37 Tahun) dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil
Aterm dengan Riwayat Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu di Ruang Instalasi Bedah
Sentral (IBS) 4.04 Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta”.
B. RUMUSAN MASALAH
Ruang lingkup laporan kasus ini adalah ilmu keperawatan perioperatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan
Riwayat Sectio Caesarea 2 Tahun Lalu di Ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) 4.04
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta. Laporan kasus ini dilakukan pada
tanggal 11 Oktober 2013.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
c. Peserta mampu menyusun rencana tindakan keperawatan peri operatif pada pasien
dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm dengan
Riwayat Sectio Caesarea.
e. Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada
pasien dengan Re-Sectio Caesarea Atas Indikasi Sekundi Gravida Hamil Aterm
dengan Riwayat Sectio Caesarea.
E. MANFAAT
1. Bagi Keluarga
Memberi gambaran secara lebih luas tentang area kerja perawat yang bersifat holistik
dan komprehensif, dimana perawat mempunyai peran yang luas dalam mendukung
kesembuhan dan peningkatan derajat kesehatan klien melalui asuhan keperawatan
perioperatif.
5. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
· Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas
500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin,
2006).
· Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah
suatu histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006).
· Yusmiati (2007) menyatakan bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak
dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu
dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan
ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasikomplikasi, kendati
cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal.
SC Klasik atau Corporal ( dengan insisi memanjang pada corpus Uteri) di lakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
Kekurangan
- Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang
baik.
- SC ismika atau profundal ( low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim).
b. SC Ekstra Peritonealis
Kelebihan :
- Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus
ke rongga peritoneum.
Kekurangan :
- Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri
pecah sehingga dapat menyebabkan perdarahan banyak.
Menurut sayatan pada rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
ü Komplikasi Pre-Eklamsi
ü Plasenta previa
ü His lemah
ü Janin Besar
ü Gawat janin
ü Fetal distress
ü Kelainan letak
ü Hidrocephalus
Pada umumnya section caesaria tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat
sebelum diatasi, kelainan congenital berat. ( Sarwono, 1991)
a. Mons Pubis
Bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simfisis pubis. Mons pubis
berfungsi sebagai bantalan pada waktu melakukan hubungan seks.
Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang
panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah
klitoris dan menyatu dengan fourchette.
d. Klitoris
Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat
dibawah arkus pubis.
e. Vulva
Bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari
klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil, sampai ke belakang dibatasi perineum.
f. Vestibulum
Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di
antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra,
kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina
(vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholini).
g. Fourchette
Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium
vagina.
h. Perineum
Perineum terletak diantara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang
menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenital.
a. Ovarium
Ovarium merupakan organ yang berfungsi untuk perkembangan dan pelepasan ovum,
serta sintesis dari sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar
1,5 – 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas
rongga panggul dan menempel pada lakukan dinding lateral pelvis di antara muka
eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik Fossa ovarica waldeyer.
Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Dua fungsi ovarium
ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon seks steroid (estrogen,
progesteron, dan androgen).
b. Vagina
c. Uterus
Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8
cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang
pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah
melahirkan beratnya 80 gram / lebih. Uterus terdiri dari:
1) Fundus uteri, merupakan bagian uterus proksimal, kedua tuba fallopi berinsensi ke
uterus.
2) Korpus uteri, merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada
korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa,
muskula dan mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.
3) Serviks, merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus.
Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen,
ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah.
4) Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian
lapisan luar peritoneum parietalis.
d. Tuba Falopii
Tuba falopii merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga
suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus.
Panjang tuba fallopi antara 8-14 cm yang dilapisi oleh membran mukosa. Tuba fallopi
terdiri atas: pars interstialis: bagian tuba yang terdapat di dinding uterus, pars ismika:
bagian medial tuba yang sempit seluruhnya, pars ampularis: bagian yang terbentuk
agak lebar tempat konsepsi terjadi, pars infudibulum: bagian ujung tuba yang terbuka
ke arah abdomen mempunyai rumbai/umbul disebut fimbria.
e. Serviks
Bagian paling bawah uterus adalah serviks atau leher. Tempat perlekatan serviks uteri
dengan vagina, membagi serviks menjadi bagian supravagina yang panjang dan
bagian vagina yang lebih pendek. Panjang serviks sekitar 2,5 sampai 3 cm, 1 cm
menonjol ke dalam vagina pada wanita tidak hamil. Serviks terutama disusun oleh
jaringan ikat fibrosa serta sejumlah kecil serabut otot dan jaringan elastic (Evelyn,
2002).
3. Anatomi Kulit Abdomen (Winkjosastro, 2005)
a. Lapisan epidermis, merupakan lapisan luar, terdiri dari epitel skuamosa bertingkat.
Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.
b. Lapisan dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen, jaringan fibrosa dan
elastin. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Lapisan subkutan mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah
dan ujung saraf. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut
peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar
(epidermis) sampai dinding uterus.
a. Fasia
Di bawah kulit, fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal,
Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa. Fasia profunda terletak pada
otot-otot perut menyatu dengan fasia profunda paha. Di bawah lapisan terdalam otot
abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan
dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.
b. Otot Perut
Otot perut terdiri dari: otot dinding perut anterior dan lateral, serta otot dinding perut
posterior. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung.
Obliquus externus, obliquus internus, dan transverses adalah otot pipih yang
membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan (Gibson, J. 2002).
B. ETIOLOGI
2. Panggul Sempit
9. Malpresentasi janin
14. Hydrocephalus
C. PATOFISIOLOGI
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya plasenta previa sentralis
dan lateralis, panggul sempit, disproporsi chepalo pelpic, rupture uteri mengancam,
partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut perlu adanya tindakan pembedahan yaitu section caesarea ( SC ).
Dalam proses operasi dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien
mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah deficit perawatan diri.
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim
(low servikal transversal) kira-kira 10 cm. Kelebihan dari sectio caesarea ismika,
antara lain: penjahitan luka lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi
yang baik, tumpang tindih dari peritoneal flop baik untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum, dan kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau
lebih kecil. Sedangkan kekurangannya adalah luka melebar sehingga menyebabkan
uteri pecah dan menyebabkan perdarahan banyak, keluhan pada kandung kemih post
operasi tinggi.
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan tidak membuka
cavum abdominal.
E. KOMPLIKASI
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini menurut Bobak, 2002 antara
lain:
b. Sedang : Dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut
sedikit kembung.
b. Atonia uteri
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7. Tes stres kontraksi atau tes nonstres : mengkaji respon janin terhadap gerakan/stres
dari pola kontraksi uterus atau pola abnormal.
a. Diagnosa Perioperatif
b. Diagnosa Intraoperatif
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau luka bekas
operasi ( SC )
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas Pasien
a) Nama : Ny. L
b) Umur : 37 tahun
c) Agama : Islam
e) Status : ASKES
f) Pekerjaan : Dokter
m) Diagnosa Medis : Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2
tahun lalu
a) Nama : Tn. S
c) Pekerjaan : PNS
b. Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien hamil aterm dengan status kehamilan G2P1A0 dengan riwayat SC 2 tahun lalu,
dimana direncanakan tindakan re-SC tanggal 11 Oktober 2013.
b) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Klien hamil aterm dengan riwayat ANC rutin di dr. Shinta Sp.OG (K). Klien
membawa surat rujukan untuk dilakukan operasi re-SC di RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. His klien baik dengan DJJ 114 x/m. Klien tidak tampak anemis. Janin
teraba prosentasi kepala dan teraba 4/5 bagian. TFU klien 34 cm.
b) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada riwayat SC terdahulu.
Riwayat obstretik klien adalah kelahiran melalui SC pada kehamilan aterm tahun
2011 berjenis kelamin laki-laki dengan berat 3400 gram tanpa penyulit dan sehat
hidup hingga sekarang.
c) Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak suami maupun klien tidak memiliki
riwayat pen yakit apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan asma.
Sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu. Klien
direncanakan tindakan re-SC dan pemasangan IUD. Klien mendapat etrapi profilaksis
Vicilin 2 gr.
Klien berprofesi sebagi dokter. Sehingga pola majemen kesehatan dan persepsi klien
terhadap kesehatan adalah baik.
2) Pola Nutrisi-Metabolik
Klien mengatakan bahwa frekuensi BAK klien meningkat akibat penekanan kandung
kemih. Tetapi klien mengalami konstipasi.
Indeks KATZ klien adalah A dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting,
feeding, dressing, dan continence) klien dapat dilakukan secara mandiri tanpa
bantuan.
Klien tidak mengalami disorientasi waktu, tempat, maupun orang. Klien komunikatif
dan tidak tampak mengalami gangguan persepsi ketika menjawab pertanyaan.
Klien mengatakan ketika tidur di malam hari, klien sering terbangun karena merasa
sesak dan tidak nyaman. Klien juga terkadang terbangun karena merasa ingin BAK.
7) Pola Seksual-Reproduksi
Klien memiliki peran sebagai seorang istri dan ibu dari seorang anak laki-laki. Klien
juga berprofesi sebagi dokter. Setelah menjalni prosedur operasi SC klien akan
mengalami perubahan peran dimana ia akan menjadi ibu dari dua orang anak.
Klien memeluk agama islam. Klien mengatakan bahwa ia menjalankan ibadah sesuai
dengan tuntutan agama islam.
f. Pengkajian Fisik
3) Tanda-tanda Vital : RR: 18 x/m; N: 86 x/m; T: 36,4 0C; HR: 100/70 mmHg; DJJ:
112 x/m.
4) Keadaan fisik
Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area
kepala. Mata simetris kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak
cekung. Mata klien tidak terlihat adanya perdarahan. Konjungtiva tidak anemis.
Terdapat 2 lubang hidung, tidak ada keluaran sekret, dan tidak ada pernafasan cuping
hidung.
Mukosa bibir klien tampak kering dan mulut klien tidak sianosis. Telinga klien
tampak simetris antar kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada keluaran
cairan dari telinga klien. Tidak teraba pembesaran tiroid dan massa pada leher klien.
b) Jantung
c) Paru – paru
Inspeksi : dada simetris, kembang kempis dada teratur, terkadang klien menggunakan
retraksi dada ketika merasa tidak kuat menahan kontraksi (his).
d) Payudara
Bentuk simetris, bentuk puting susu normal, hiperpigmentasi areola, ASI belum
keluar.
e) Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung, ada pembesaran dalam bentuk normal, terdapat luka
bekas operasi SC, bentuk bulat memanjang, dan terdapat striae gravidarum.
Palpasi :
Leopold I : teraba bagian fundus uteri dengan TFU 34 cm dan teraba bulat lunak
besar.
Leopold IV : teraba kepala janin belum masuk PAP (4/5), DJJ 12-12-12.
Perkusi : Pekak.
f) Genetalia
g) Integumen
h) Ekstremitas
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
Nilai
Parameter Hasil Satuan Kategori
Normal
Hemoglobin 9,6 g/dl 11,7-15,5 Menurun
Eritrosit 4,29 106/ mL 3,8-5,2 Normal
Hematokrit 30,1 % 32-47 Menurun
Leukosit 10,05 103/mL 3,6-11,0 Normal
Trombosit 267 103/mL 150-440 Normal
MCV 68,5 fL 80-100 Menurun
MCH 29,1 pg 26-34 Normal
MCHC 32,7 g/dL 32-36 Normal
RDW 10,9 % 11,5-14,5 Menurun
MPV 9,3 fL 7,2-11,1 Normal
Gula darah 93 mg/dl 60-100 Normal
sesaat
HbsAg Negatif
PRT 10,1 Detik 11,4-16,3 Menurun
INR 0,25 - - -
Kontrol 13,4 Detik - -
APTT 35,6 Detik 22,5-37,0 Normal
Kontrol 35 Detik - -
Eosinofil 0,7 % 1-3 Menurun
Basofil 0,2 % 0-1 Normal
Netrofil 73,2 % 50-70 Meningkat
Limfosit 18,1 % 20-40 Menurun
Monosit 7,5 % 2-8 Normal
Eosinofil 0,07 103/mL 0-0,8 Normal
Basofil 0,05 103/mL 0-0,2 Meningkat
Netrofil 7,37 103/mL 1,9-8 Normal
Limfosit 1,85 103/mL 0,9-5,2 Normal
Monosit 0,75 103/mL 0,16-1 Normal
Gol. darah B
Natrium 100 mmol/L 136 – 145 Menurun
Kalium 1,00 mmol/L 3,5 – 5,1 Menurun
Klorida 100 mmol/L 98-107 Normal
h. Persiapan Operasi
1) Fisik
· Nadi : 86x/menit
· Respirasi : 18x/menit
· Djj : 112x/menit
2) Psikis
4) Administrasi
Persetujuan tindakan operasi telah ditanda tangani oleh keluarga, saksi, dan dokter.
i. Persiapan Operasi
c) Serah terima pasien dengan petugas ruangan di ruang terima kamar operasi lantai 4
e) Status pasien, data penunjang ( hasil Laboratorium ), blanko bahan medis dan alat
medis habis pakai dan blanko rekam askep.
g) Melakukan sigh in
j. Analisa data
Do:
a. Klien tampak
tegang dan khawatir
b. Tingkat kecemasan
klien pada cemas
sedang
2. Diagnosa Keperawatan
waktu Data fokus Diagnosa Keperawatan
11 oktober DS: Ansietas berhubungan dengan
2013 status kesehatan dan tindakan
Klien mengatakan bahwa pembedahan.
Jam : meskipun ia pernah menjalani SC
sebelumnya, tetapi ia masih
11.00 wib merasa cemas.
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Ansietas a. Mengkaji perasaan S: S:
berhubungan dan kecemasan klien.
dengan status Klien mengatakan Klien mengatakan
kesehatan dan bahwa ia merasa bahwa ia masih
tindakan cemas walaupun merasa cemas tetapi
pembedahan. pernah menjalani sudah berkurang.
operasi SC
sebelumnya. O:
A:
P:
Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi
yang dibutuhkan untuk
menurunkan
kecemasan klien.
b. Mengkaji S:
tingkat
kecemasan klien. Klien mengatakan
bahwa ia merasa
cemas dan takut.
O:
Klien mengalami
kecemasan sedang
c. Menganjurkan S:
klien teknik
relaksasi nafas Klien mengatakan
dalam bahwa ia merasa
sedikit rileks.
O:
Klien tampak
mengikuti teknik
relaksasi nafas dalam
d. Memvalidasi S:
perasaan klien.
Klien mengatakan
bahwa ia masih
merasa cemas tetapi
sudah berkurang.
O:
1. Pengkajian
a. Persiapan perawat
4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.
1) Alat steril:
o) Kassa : secukupnya
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Boks bayi
f) Tempat plasenta
g) Mesin couter
k) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Alkohol 70 % : 100 cc
c) Betadine 10 % : 100 cc
e) Aqua : 25 cc
i) Spuit 3 cc : 1 buah
j) Spuit 10 cc : 1 buah
k) Jelly : 10 cc
r) Underpad : 1 buah
s) Pampers : 1 buah
t) IUD : 1buah
c. Persiapan pasien
2) Klien diberikan terapi intravena NaCl dengan dosis 20 tpm dan terapi vilicin 2 g
untuk profilaksis.
5) Klien diberikan tindakan regional anestesi (spinal) dengan pemberian terapi koloid
sebelumnya.
d. Prosedur operasi
2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada
daerah abdomen.
4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi
kanan dan kiri klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse,
circular nurse, dokter anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan
prosedur time out yang dipimpin oleh circular nurse.
10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.
11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi.
12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu
operator.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk
memperdalam insisi hingga peritonium.
15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi uterus.
16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan
pada abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah
aspirasi air ketuban oleh bayi.
18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk
memegang tali pusar janin.
19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan
pemotongan tali pusat.
21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus
dalam persalinan plasenta
22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.
23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.
24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk
membersihkan uterus dari sisa plasenta.
25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.
26) Scrub nurse memberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil
deeper kering dan stiil deeper betadine.
27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).
30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2
kepada operator untuk menjahit uterus.
31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting
benang pada asisten 2.
32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0
kepada operator untuk menjahit peritonium.
33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering
asisten 1.
34) Scrub nurse melakukan sigh out sebelum peritoneum pariental di lakukan
penjahitan.
35) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang chromic 0
kepada operator untuk menjahit peritoneum pariental.
36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1
kepada operator untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.
38) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang monosyl 3/0
kepada operator untuk menjahit kulit dengan jahitan subcuticular.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl
kemudian dikeringkan.
40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang
dibantu oleh circular nurse.
41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.
42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah
digunakan kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
e. Evaluasi
2) Perdarahan selama operasi sebanyak ± 1.500cc (darah, air ketuban, dan NaCl).
5) Turgor kulit elastis, CPR: <3 detik, dan konjungtiva tidak anemis.
8) Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 92 x/m; TD: 110/70 mmHg; T: 36,3 0C, dan
SaO2: 98 %.
2. Diagnosa Keperawatan
b. Lama pembedahan: ± 95
menit
c. Jumlah perdarahan: ± 1.500
cc
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
Resiko syok Setelah dilakukan tindakan Hypovolemia Management: 4180
berhubungan keperawatan selama 2x60
dengan menit, syok tidak terjadi pada 1. Monitor KU dan TTV.
hipovolemi klien, dengan kriteria hasil:
akibat 2. Monitor kehilangan cairan baik
perdarahan pada 1. Tanda vital dalam batas urin maupun perdarahan.
tindakan normal, TD: sistol 110-130
pembedahan. mmHg diastole 70-90 mmHg, 3. Kaji tanda dan gejala terjadinya
HR 60-100 x/mnt, RR 16-24 syok.
x/mnt
4. Kaji kepatenan pemberian terapi
2. Kulit klien kemerahan dan parenteral.
teraba hangat.
5. Monitor kadar Hb dan Ht klien.
3. Turgor klien elastis dan
CPR: <3 detik. 6. Kolaborasi dalam pemberian
tranfusi darah jika diperlukan.
4. Konjungtiva tidak anemis.
4. Pelaksanaan
O:
1. Kesadaran: CM
2. TTV : RR: 16
x/m; N: 92 x/m;
TD: 110/70 mmHg;
T: 36,3 0C, SaO2:
98 %
b. Mengukur jumlah perdarahan dan urin S:-
klien.
O:
a. Jumlah
perdarahan: ± 1.500
cc.
Klien mengatakan
bahwa ia merasa
pusing.
O:
b. Klien tampak
pucat.
d. Konjungtiva tidak
anemis.
Evaluasi:
S:
O:
Kesadaran: composmentis.
A:
P:
1. Pengkajian
c. Kesadaran klien belum pulih benar karena klien belum merasakan kedua kakinya.
e. Tanda vital klien : RR: 16 x/m; N: 86 x/m; TD: 110/60 mmHg; T: 36,5 0C.
f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat,
konjungtiva tidak anemis.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No. Data Fokus
Keperawatan
1 DS: Nyeri akut:
berhubungan dengan
a. Klien mengatakan bahwa ia sudah merasa agen cidera fisik
perih seperti di sayat di perut bagian bawah. (tindakan pembedahan
sectio caesaria).
b. Klien mengatakan bahwa nyerinya terasa
hingga skala 3 dari 10.
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Rencana Tindakan
Keperawatan Hasil
1 Nyeri akut: Setelah dilakukan Pain Management:1400
berhubungan tindakan keperawatan
dengan agen selama 1x15 menit nyeri 1. Kaji karakteristik nyeri: lokasi,
cidera fisik yang dirasakan klien durasi, frekuensi, kualitas,
(tindakan berkurang, dengan intensitas dan faktor pemicu
pembedahan kriteria hasil : terjadinya nyeri
sectio caesaria)..
1. Klien tampak rileks 2. Observasi respon non verbal
klien terhadap nyeri
2. Klien tampak
mempraktikan napas 3. Sediakan informasi tentang nyeri
dalam untuk mengontrol yang dialami, penyebabnya, lama
nyeri. dan cara mengatasinya.
Kolaborasikan pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
4. Pelaksanaan
Diagnosa
No. Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
1 Nyeri akut: a. Mengkaji S: S:
berhubungan kualitas,
dengan agen cidera kuantiatas dan a. Klien 1. Klien
fisik (tindakan skala nyeri mengatakan mengatakan
pembedahan sectio klien. bahwa ia mulai bahwa ia mulai
caesaria). merasa perih di merasa perih di
perut bagian perut bagian
bawah. bawah.
b. Klien 2. Klien
mengatakan mengatakan
bahwa nyerinya bahwa nyerinya
terasa hingga terasa hingga
skala 3 dari 10. skala 3 dari 10.
O: 3. Klien
mengatakan
Klien tampak bahwa ia sudah
tegang. melakukan nafas
dalam.
O:
1. TTV : RR: 16
x/m; N: 86 x/m;
TD: 110/60
mmHg; T: 36,5
0
C.
2. Klien tampak
lebih rileks.
A:
Masalah nyeri
akut tertasi
sebagian
ditandai dengan
TTV klien
dalam rentang
normal dan klien
tampak lebih
rileks.
P:
1. Pertahankan
mengkaji nyeri
klien dan
monitoring TTV
klien.
2. Berkolaborasi
dalam
pemberian
analgetik jika
efek anestesi
sudha hilang.
b. Mengukur S: -
tanda-tanda
vital klien.
O:
O:
Klien tampak
melakukan nafas
dalam beberapa
kali dan tertidur
lagi.
2 Hambatan a. Membantu S: - S:
mobilitas fisik di klien berpindah
atas tempat tidur dari brankat ke O: Klien
berhubungan tempat tidur. mengatakan
dengan gangguan Klien belum bisa
muskoloskeletal; dipindahkan ke bergerak bebas.
obat yang tempat tidur.
menimbulkan O:
sedasi.
a. Klien
dianjurkan untuk
segera ambulasi
dini.
b. Bromage
score klien
adalah: 3.
c. Klien tampak
berbaring di atas
tempat tidur
dalam posisi
supinasi.
A:
Masalah
hambatan
mobilitas fisik di
atas tempat tidur
teratasi sebagian
dengan
peningkatan
Bromage score
klien.
P:
a. Pertahankan
memotifasi klien
untuk
bersegeras
ambulasi dini.
b. Persiapkan
klien kembali ke
ruang rawat
inap.
b. Membantu S: -
memposisikan
klien dalam O:
posisi supinasi
Klien berbaring
dalam posisi
supinasi.
c. S:
Menganjurkan
klien untuk bed Klien mengatakan
rest total bahwa kakinya
hingga efek belum terasa.
anestesi hilang.
O:
Tingkat kesadaran
klien
komposmentis.
d. Mengukur S: -
Bromage score
klien. O:
Bromage score
klien adalah: 0.
3 Resiko infeksi Menyampaikan S: S:
berhubungan informasi
dengan post op kepada perawat 1. Perawat 1. Perawat
postero sagital ano ruangan dan ruangan ruangan
recto plasty atas keluarga terkait mengatakan mengatakan
indikasi atresia ani perawatan klien akan mengikuti akan mengikuti
letak rendah post operasi. instruksi dokter. instruksi dokter.
dengan fistel
vestibular post 2. Keluarga 2. Keluarga
sigmoidostomy. klien klien
mengatakan mengatakan
akan berhati- akan berhati-hati
hati dalam dalam merawat
merawat klien. klien.
O: - O: -
A:
Masalah resiko
infeksi tidak
terjadi/ belum
teratasi.
P:
Perhatikan
instruksi dokter
dalam perawatan
klien.
BAB IV
· KESIMPULAN
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio sesarea adalah
suatu histeretomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2006). Asuhan
keperawatan perioperatif pada Ny. L (37 tahun) dengan re-sectio caesarea atas
indikasi sekundi gravida hamil aterm dengan riwayat sectio caesarea 2 tahun lalu
meliputi asuhan pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan tersebut dilakukan
secara komprehensif meliputi pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini,
ansietas yang muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
dengan memberikan informasi terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan
pada intra operatif adalah resiko syok akibat perdarahan yang terjadi selama operasi
berlangsung. Penatalaksanaanya berfokus pada memonitor KU, TTV klien terhadap
tanda-tanda terjaidnya syok.
Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah nyeri akut akibat prosedur
pembedahan, hambatan mobilitas fisik akibat efek anestesi, dan resiko infeksi akibat
tindakan operasi yang dilakukan. Penatalaksanaan yang bisa dilakukan di recovery
room terbatas pada mempertahankan keefektifan jalan nafas klien, memodifikasi
lingkungan, dan perawatan klien post operasi di ruangan.
SARAN
1. Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia
kesehatan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari
perawat-perawat yang berkualitas pula. Salah satu tugas perawat kamar bedah adalah
memberikan asuhan keperawatan perioperatif untuk mencapai kesembuhan maksimal
klien.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya
memberikan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh
tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam
penerapan asuhan keperawatan peri operatif. Kemudian dapat dihimbau bagi seluruh
tim operasi untuk mengikuti prosedur yang ada terkait kamar operasi dan tindakan
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2004. Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan
Maternitas, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Saifuddin, 2002, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
0
Add a comment
3.
Nov
27
Oleh :
ANGKATAN XX
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang selalu melimpahkan
berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Postero Sagital Ano Recto
Plasty (PSARP) Pada By. Ny. M Indikasi Atresia Ani Dengan Fistel Festibuler Post
Sigmoidostomy Di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta”. Penyusunan
Laporan Kasus ini merupakan syarat untuk menyelesaikan pelatihan dasar-dasar
bedah umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
Dalam proses penyusunan laporan ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
yang berupa materiil maupun spiritual. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
3. Keluarga besar Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang telah
membantu pelaksanaan perawatan terhadap klien.
4. Klien dan anggota keluarga klien yang telah memberikan kepercayaan kepada kami
untuk merawat klien.
5. dr. Trisula Utomo., Sp.U selaku Kepala Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta serta penanggung jawab Pelatihan Dasar-Dasar Bedah Umum Instalasi
Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6. Tri Subekti., S.Kep., Ns. selaku ketua pelaksana Pelatihan Dasar-Dasar Bedah
Umum Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
8. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material,
doa dan moral; serta
Penulis menyadari, dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dari
pembaca. Harapan penulis, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
C. Ruang Lingkup.............................................................................. 3
D. Tujuan ........................................................................................... 3
C. Etiologi ........................................................................................ 8
D. Patofisiologi................................................................................... 8
E. Klasifikasi....................................................................................... 10
G. Pemeriksaan Penunjang.................................................................. 12
H. Penatalaksanaan.............................................................................. 13
I. Diagnosa Keperawatan................................................................... 16
J. Prosedur Operasi............................................................................. 17
1. Pengkajian................................................................................ 22
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 29
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 29
1. Pengkajian................................................................................ 30
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 37
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 37
1. Pengkajian................................................................................ 38
2. Diagnosa Keperawatan............................................................ 39
3. Perencanaan Keperawatan....................................................... 40
A. Kesimpulan .................................................................................... 44
B. Saran............................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi seluruh kelainan
kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5.000-10.000 kelahiran (Grosfeld J, et all,
2006). Sedangkan atresia ani didapatkan 1% dari seluruh kelainan kongenital pada
neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering. Angka kejadian atresia ani di
Indonesia mencapai 90% (Grosfeld J, et all, 2006).
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit
lebih banyak terjadi pada laki-laki (Oldham, K, et all, 2005). Sebanyak 20 % -75 %
bayi yang menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada
laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal
uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan (Aziz, 2008).
Kasus atresia ani masih dalam perdebatan hingga sekarang, baik mengenai klasifikasi
maupun penatalaksanaannya. Beberapa ahli mencoba mengklasifikasikan atresia ani
serta memperkenalkan teknik operasi terbaik. Wingspread mengklasifikasikan atresia
ani menjadi atresia ani letak tinggi, intermediet, dan rendah (Boocock, et all, 2013).
Sedangkan Pena mengklasifikasikan atresia ani menjadi letak tinggi dan rendah
(Levvit M dan Pena A, 2013). Klasifikasi menurut Pena tersebut dewasa ini lebih
banyak dipakai karena mempunyai aspek terapi.
Tahun 1982, Pena dan de Vries memperkenalkan metode pembedahan baru dengan
pendekatan postero sagittal ano recto plasty (PSARP) yaitu dengan cara membelah
muscle complex dan parasagittal fibre untuk memudahkan mobilisasi kantong rektum
dan pemotongan fistula (Levvit M dan Pena A, 2013). Prosedur PSARP memberikan
outcome yang baik dan hampir semua bentuk kelainan anorektal dapat dikerjakan
dengan prosedur tersebut. Sehingga, dewasa ini prosedur PSARP menjadi metode
operasi pilihan para dokter bedah di seluruh dunia (Bedah UGM, 2013).
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk untuk melaksanakan dan
menyusun laporan kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan Perioperatif Postero
Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) pada By. Ny. M dengan Atresia Ani dengan Fistel
Festibuler Post Sigmoidostomy di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta”.
B. RUMUSAN MASALAH
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup lappran kasus ini adalah ilmu keperawatan perioperatif pada pasien
dengan Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani dengan
Fistel Festibuler Post Sigmoidostomy di OK 3 Lantai 4 IBS RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta. Laporan kasus ini dilakukan pada tanggal 25 September 2013.
D. TUJUAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
e. Peserta mampu mengetahui dan memberikan asuhan keperawatan peri operatif pada
pasien dengan Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP) atas Indikasi Atresia Ani
dengan Fistel Festibuler Post Sigmoidostomy.
E. MANFAAT
1. Bagi Keluarga
Memberi gambaran secara lebih luas tentang area kerja perawat yang bersifat holistik
dan komprehensif, dimana perawat mempunyai peran yang luas dalam mendukung
kesembuhan dan peningkatan derajat kesehatan klien melalui asuhan keperawatan
perioperatif.
5. Bagi Penulis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang
keluar (Potter dan Perry, 2005). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan
embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2006).
Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan
pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan (Aden, 2010).
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa
terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum.
Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya.
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Jadi tidak ada mukosa anus. Daerah batas
antara rektum dan kanalis ani disebut Anorectal Junction ditandai oleh linea pectinea
/ linea dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum ada
kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus rectalis yang
berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi linea dentata ini ada crypta analis
dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentingan
klinis yang dimulai dari anal verge sampai cincin anorektal yang merupakan batas
paling bawah dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu rectal touch.
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
mekanisme kontinensia adalah :
Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang
menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam
mengatur mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal
tersebut terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang oleh
fascia pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri yang
ditembus oleh a/v hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan
mesorektum memfiksasi rectum ke permukaan anterior sacrum.
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal,
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan
sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior diafragma urogenital
(ligamentum triangulare) sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis
dan bagian paling bawah dari dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh
otot puborektalis yang merupakan bagian serabut otot levator ani mengelilingi bagian
bawah anus bersama otot spincter ani ekternus.
Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani langsung
ke vena cava inferior.
Mengalirkan darah dari vena pudenda interna, vena iliaca interna, dan vena cava.
Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.
Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis
kemudian lnn illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada keganasan
dan infeksi dapat menyebar sampai inguinal.
Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit.
Rektum diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan
n.presakralis (hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari
S2,3,4.
Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa bentuk. Rektum dapat berakhir pada
kantong buntu yang tidak terhubung dengan kolon. Ataupun dapat memiliki lubang
yang terhubung ke uretra, kandung kemih, atau skrotum pada anak laki-laki atau
vagina pada anak perempuan. Kondisi stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat
muncul.
Masalah ini disebabkan perkembangan abnormal pada janin, dan kebanyakan bentuk
anus imperforata berhubungan dengan kelainan bawaan lahir lainnya. Merupakan
kondisi umum relatif yang terjadi pada 1 dari 5000 bayi baru lahir.
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir
seperti :
1. Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung,
trachea, esofagus, ginjal dan kelenjar limfe).
Anus dan rectum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan
kedalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang
memisahkan rectum disebelah dorsal dari saluran kencing disebelah ventral, kedua
sistem (rectum dan saluran kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan
minggu ke – 7. Pada saat yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah
mempunyai lubang eksternal, sedangkan bagian anus tertutup oleh membrane pada
kehamilan minggu ke – 8. Kelainan dalam proses – proses ini pada berbagai stase
menimbulkan suatu spectrum anomaly, kebanyakan mengenai saluran usus bawah dan
bangunan genitourinaria sehingga bagian rectum kloaka menimbulkan fistula.
Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Pada umur kehamilan
7 minggu, ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinary dan struktur anorektal. Pada kehamilan 8 minggu,
apabila terjadi kelainan dalam tahap pembentukan rektum dapat menimbulkan suatu
spectrum anomaly pada saluran usus bawah/genitourinaria. Bagian rectum kloaka
menimbulkan fistula dan terjadi stenosis anal karena penyempitan pada kanal
anorektal. Jika tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus maka fecal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi dan terjadi malformasi
anorectal.
E. KLASIFIKASI
Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
(Ngastiyah, 2005):
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau
rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi,
maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat sementara waktu.
2. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar tinja.
Tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon,
memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan
lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:
a. Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter
internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat
hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter
eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya
berhungan dengan fistuls genitourinarius– retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm.
1. Golongan I
Pada laki–laki dibagi menjadi 4 kelainan, yaitu: kelainan fistel urin, atresia rectum,
perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari
orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika
urinaria. Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan, yaitu:
kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum, dan fistel tidak
ada.
2. Golongan II
Pada laki–laki dibagi 4 kelainan, yaitu: kelainan fistel perineum, membran anal,
stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya
terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak
bayangan mekonium di bawah selaput. Pada perempuan dibagi 3 kelainan, yaitu:
kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum
biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah
anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di
tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit.
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium
setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan
fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2006). Gejala lain yang nampak diketahui
adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat
menonjol (Ngastiyah, 2005).
Bayi muntah – muntah pada usia 24 – 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu
manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena
cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium
(Ngastiyah, 2005).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan
dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4. CT Scan
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan
traktus urinarius.
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dapat berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung
usus berada pada letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga prosedur,
pertama adalah pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan kolostomi
(Mansjoer, 2000). Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus
untuk mengumpulkan feses.
Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun rektum ke posisi anus dimana
akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau penghubung yang abnormal antara
kandung kemih atau vagina, maka fistula ini harus ditutup. Beberapa bulan kemudian
setelah anus baru telah sembuh, maka dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan
stoma.
Jika ujung usus berada pada letak rendah di pelvis, pembuatan lubang anus dapat
dilakukan dengan operasi tunggal. Rektum ditarik turun ke posisi anus dan lubang
anus yang baru dibuat, dengan teknik minimal invasif yang dikenal dengan
laparoskopi. Pada kasus ini, stoma tidak diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi
yang salah, maka anus tersebut akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang benar.
Penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada
tidaknya fistula.
2) Atresia letak rendah dilakukan postero sagital anorecto plasty (PSARP), dimana
sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas
otot sfingter ani ekternus.
3) Bila terdapat fistula maka dilakukan cut back incicion untuk menutup fistula.
4) Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan Pena dimana
dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.
b. Pena secara tegas menjelaskan bahwa atresia ani letak tinggi dan intermediet
dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive
postero sagital anorecto plasty (PSARP) setelah 4–8 minggu baik minimal, limited
atau full. Kemudian beberapa bulan selanjutnya baru dilakukan penutupan kolostomi
(Levvit M dan Pena A, 2013).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani
post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan
munta dampak dari anestesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa
keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu (Herdman, 2010):
Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. PSARP terdiri
dari tiga macam, yaitu: minimal, limited dan full PSARP. Posisi penderita adalah
prone dengan elevasi pada pelvis. Dengan bantuan stimulator dilakukan identifikasi
anal dimple. Insisi dimulai dari tengah sacrum ke bawah melewati pusat sfingter
eksterna sampai ke depan kurang lebih 2 cm. Insisi diperdalam dengan membuka
subkutis, lemak, parasagital fibre dan muscle complex. Tulang coccygeus dibelah
sehingga tampak otot levator, otot levator dibelah sehingga tampak dinding belakang
rektum. Rektum dibebaskan dari dinding belakang dan jika ada fistula dibebaskan
juga, rektum dipisahkan dengan vagina. Dengan jahitan rektum ditarik melewati otot
levator, muscle complex dan parasagittal fibre kemudian dilakukan anoplasty dan
dijaga agar tidak tegang.
Minimal PSARP tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang
penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina
dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. Pada limited PSARP yang dibelah
adalah otot sfingter eksternus, muscle fibre, muscle complex serta tidak membelah
tulang cocccygeus. Deseksi rektum agar tidak merusak vaginaadalah prioritasnya.
2. Swenson
Prosedur ini adalah prosedur pertama untuk operasi penyakit Hirschsprung dengan
metode “pull-through”. Tehnik ini diperkenalkan pertama kali oleh Swenson dan Bill
pada tahun 1948. Segmen yang aganglionik direseksi dan puntung rektum
ditinggalkan 2-4 cm dari garis mukokutan kemudian dilakukan anastomosis langsung
diluar rongga peritoneal. Pada prosedur ini enterokolitis masih dapat terjadi sebagai
akibat spasme puntung rektum yang ditinggalkan. Sehingga, untuk mengatasi hal ini
Swenson melakukan sfingterektomi parsial posterior dimana prosedur ini disebut
prosedur Swenson I.
Prosedur ini diperkenalkan pada tahun 1956 sebagai modifikasi prosedur Swenson
oleh karena pada metode Swenson dapat terjadi kerusakan nervi erigentes yang
memberi persarafan pada viscera daerah pelvis. Duhamel melakukan diseksi
retrorektal untuk menghindari kerusakan tersebut dengan cara melakukan penarikan
kolon proksimal yang ganglionik melalui bagian posterior rektum. Penderita
ditidurkan dalam posisi litotomi, dipasang kateter sehingga vesika urinaria kosong
dengan maksud agar visualisasi rongga abdomen lebih jelas. Irisan kulit abdomen
dilakukan secara paramedian atau transversal. Arteria hemorrhoidalis superior
dipotong diikuti pemotongan mesorektum dan rektum.
Kolon proksimal dimobilisir sehingga panjang kolon akan mencapai anus. Perhatian
khusus ditujukan pada viabilitas pembuluh darah dan kolon proksimal dengan cara
menghindari regangan yang berlebihan. Setelah segmen kolon yang aganglionik
direseksi, puntung rektum dipotong sekitar 2-3 cm diatas dasar refleksi peritonium
dan ditutup dengan jahitan dua lapis. Rongga retrorektal dibuka sehingga seluruh
permukaan dinding belakang rektum dibebaskan. Pada dinding belakang rektum 0,5
cm dari linea dentata dibuat sayatan endoanal setengah lingkaran dan dari lobang
sayatan ini segmen kolon proksimal yang berganglion ditarik ke distal keluar
melewati lubang anus dan dibiarkan bebas menggelantung kemudian dilakukan
anastomosis “end to side” setinggi sfingter ani internus. Anastomosis dilakukan
dengan pemasangan 2 buah klem Kocher, dimana dalam jangka waktu 6-8 hari
anastomosis telah terjadi.
Pada prinsipnya tehnik ini adalah merupakan diseksi ekstramukosa rektosigmoid yang
mula-mula dipergunakan untuk operasi atresia ani letak tinggi. Persiapan preoperasi
yang harus dilakukan adalah irigasi rektum, dilatasi anorektal manual serta pemberian
antibiotik.
5. Boley
Prosedur Boley mirip dengan Soave akan tetapi anastomosis dilakukan secara
langsung tanpa memprolapskan kolon terlebih dulu.
6. Rehbein
Setelah dilakukan reseksi segmen yang aganglionik kemudian dilakukan anastomosis
“end to end” antara kolon yang berganglion dengan sisa rektum, yang dikerjakan
intraabdominal ekstraperitoneal. Tehnik ini sering menimbulkan obstipasi akibat sisa
rektum aganglionik yang panjang.
7. Miomektomi anorektal.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah dilakukan dilatasi anus
dan pembersihan rongga anorektal dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi
melingkar 1 sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul rongga
submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7 cm kearah proksimal. Mukosa
yang telah terlepas dari muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa. Keuntungan prosedur ini antara lain
lama pemondokan dan operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan
minimal, feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih rendah, skar abdomen tidak
ada. Akan tetapi masih didapatkan komplikasi enterokolitis, konsipasi dan striktur
anastomosis.
Teknik ini diperkenalkan dr. Rochadi, Sp. BA pada tahun 2005 dengan posisi pasien
tertelungkup dan dilakukan satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.
Posisi tersebut dilakukan dengan pertimbangan bahwa secara topografi, rektum
berada pada rongga pelvis, sehingga tindakan bedah PSNRHD akan dapat langsung
menuju target operasi, sedangkan pada tehnik ERPT target operasi hanya dapat
dicapai dengan membuat sayatan pada dinding depan perut, membuka peritonium
posterior, memotong arteri dan vena hemorrhoidalis superior, memotong arteri dan
vena sigmoidea dan bahkan kadang-kadang harus memotong arteri dan vena kolika
sinistra. Posisi telungkup pada PSRHD memberikan lapang pandang operasi yang
lebih jelas oleh karena masuknya persarafan menuju dinding rektum adalah lewat
bagian posterior sehingga tindakan neurektomi akan lebih mudah dikerjakan.
Setelah dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah operasi ditutup
doek steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan kulit intergluteal dilanjutkan
membuka lapisan-lapisan otot yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan
tajam sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum dibuka
memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul dari irisan operasi.
Identifikasi daerah setinggi linea dentata dilakukan dengan cara memasukkan jari
telunjuk tangan kiri ke anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata
sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan diameter dinding
rektum. Agar tidak melukai mukosa rektum maka setelah mukosa menyembul,
muskularis dinding rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara tumpul sehingga
lapisan muskularis benar-benar telah terpisah dari mukosa. Strip muskularis dinding
rektum dengan lebar 0,5 cm dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai
zone transisi. Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk pemeriksaan
pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Dipasang pipa rektum untuk mencegah terjadinya infeksi pada irisan operasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Tanggal dan jam pengkajian : Rabu, 25 September 2013 pukul: 09.10 WIB
a. Identitas
1) Identitas Pasien
b) Umur : 4 bulan
c) Agama : Islam
e) Status : Jamkesmas
b) Umur : 37 tahun
d) Pekerjaan : Wiraswasta
b. Status Kesehatan
a) Keluhan Utama
Ibu klien mengatakan bahwa ia dan suami menginginkan operasi lanjutan untuk
kesembuhan klien.
Klien terdiagnosa atresia ani dengan fistel vestibular tipe low segmental. Klien sudah
menjalani operasi pertama berupa sigmoidostomy pada tanggal 21 Mei 2013 di RSUP
Dr. Sardjito Yogyakarta. Pengeluaran BAB melalui stoma lancar dan tidak ada tanda-
tanda infeksi, sehingga keluarga menginginkan operasi lanjutan untuk mengatasi
masalah klien.
Klien merupakan anak kembar dari kehamilan kedua pasangan Ny. M dan Tn. D.
Klien lahir setelah kembaran laki-lakinya dilahirkan dengan berat 2300 gram,
sedangkan klien 1800 gram. Kembaran klien tidak mempunyai kelainan fisik dan
sehat hingga sekarang. Hanya saja klien mengalami atresia ani. Klien tidak pernah
mengalami masalah kesehatan selain terkait dengan atresia ani yang diderita.
b) Pernah dirawat
Klien pernah dirawat di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sehari setelah lahir untuk
menjalankan prosedur sigmoidostomy.
c) Alergi
Klien tidak memiliki riwayat alergi apapun baik, udara maupun obat-obatan.
Berdasarkan data yang diperoleh, baik dari pihak ayah maupun ibu klien tidak
memiliki riwayat penyakit apapun, baik hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dan
asma. Hanya saja sejak beberapa tahun yang lalu, ayah klien menderita hipertensi dan
tahun lalu serta satu bulan yang lalu, ayah klien menderita serangan stroke ringan.
Atresia Ani dengan Fistel Vestibular Post Sigmoidostomy. Klien mendapat terapi
intravena KA-EN 3B dengan dosis 350 cc/24 jam dan terapi cefotaxime 200 mg untuk
terapi profilaksis.
1) Pola Nutrisi-Metabolik
Klien masih berusia 4 bulan sehingga klien hanya mengkonsumsi ASI eksklusif dari
ibu.
2) Poli Eliminasi
Klien BAB melalui stoma. Ibu klien tidak dapat mengemukakan berapa kali klien
BAB dalam sehari, tetapi, ibu klien mengganti kantung stoma 3-5 kali dalam sehari
tergantung jumlah kotoran di kantung colostomy. Ibu klien tidak mengeluhkan
masalah BAK klien karena dirasa wajar seperti bayi-bayi pada umumnya.
Indeks KATZ klien adalah F dimana semua aktifitas (bathing, transfering, toileting,
feeding, dressing, dan continence) klien dibantu oleh orangtua klien.
Ibu klien mengatakan layaknya bayi-bayi pada umumnya, klien dan kembarannya
lebih sering tertidur di spagi dan siang hari dan sering terjaga pada malaam hari.
5) Pola Seksual-Reproduksi
Pengkajian ini dilakukan kepada ibu klien yang tampak tegang, khawatir dan gelisah.
Ibu klien mengatakan bahwa ia merasa cemas dan takut terkait operasi yang akan
dijalani klien. Tingkat kecemasan klien pada cemas sedang.
f. Pengkajian Fisik
2) Kesadaran : Composmentis
5) Keadaan fisik
Kepala mesochepal; kulit kepala bersih. Tidak nampak adanya benjolan di area
kepala. Mata simetris kanan dan kiri, mampu membuka mata dengan spontan, tidak
cekung. Mata klien tampak sedkit bengkak karena klien banyak mengis akibat
dipuasakan. Mata klien tidak terlihat adanya perdarahan. Terdapat 2 lubang hidung,
tidak ada keluaran sekret, dan tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mukosa bibir klien tampak kering, mulut klien tidak sianosis, dan gigi belum tumbuh.
Telinga klien tampak simetris antar kanan dan kiri, terdapat lubang telinga, tidak ada
keluaran cairan dari telinga klien. Tidak teraba pembesaran tiroid dan massa pada
leher klien.
b) Dada
Paru-paru dan jantung klien dalam batas normal. Pada inspeksi dada klien tampak
pengembangan dada kanan dan kiri simetris, tidak ada retraksi intercostalis. napas
dalam, tidak tampak adanya gerakan otot bantu pernapasan yaitu otot
sternokleidomastoideus, tidak ada napas cuping hidung.
c) Abdomen
Pada inspeksi perut klien tidak tmapak distensi abdomen, tampak adanya stoma. Kulit
disekitar stoma tidak tampak kemerahan dan tidak tampak tanda-tanda infeksi.
Tampak feses pada kantung colostomy klien. Perut klien tampak cembung dan pada
perkusi terdengar bunyi timpani.
d) Genetalia
e) Integumen
Warna merah jambu saat bayi menangis, turgor kulit elastis. Kulit bayi terlihat tipis,
tampak adanya lanugo. Badan bayi teraba hangat, akral teraba hangat.
f) Ekstremitas
Jari tangan dan kaki lengkap dan tidak ada kelainan. Pergerakan klien aktif.
g) Neurologis
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboraturium
Nilai
Parameter Hasil Satuan Kategori
Normal
Hemoglobin 11,6 g/dl 11,7-15,5 Menurun
Eritrosit 4,09 106/ mL 3,8-5,2 Normal
Hematokrit 32,7 % 32-47 Normal
Leukosit 10,01 103/mL 3,6-11,0 Normal
Trombosit 789 103/mL 150-440 Meningkat
MCV 79,8 fL 80-100 Menurun
MCH 28,4 pg 26-34 Normal
MCHC 35,6 g/dL 32-36 Normal
CH 26,5 pg - Normal
RDW 12,8 % 11,5-14,5 Normal
HDW 2,88 g/dL 2,2-3,2 Normal
MPV 9,3 fL 7,2-11,1 Normal
PRT 12,0 Detik 11,4-16,3 Normal
INR 0,84 - - -
Kontrol 14,3 Detik - -
APTT 31,3 Detik 22,5-37,0 Normal
Kontrol 34,5 Detik - -
Eosinofil 1,9 % 1-3 Normal
Basofil 0,4 % 0-1 Normal
Netrofil 18,9 % 50-70 Menurun
Limfosit 71,3 % 20-40 Meningkat
Monosit 4,4 % 2-8 Normal
Luc 3,1 % 0-4
Eosinofil 0,19 103/mL 0-0,8 Normal
Basofil 0,04 103/mL 0-0,2 Normal
Netrofil 1,90 103/mL 1,9-8 Menurun
Limfosit 7,14 103/mL 0,9-5,2 Meningkat
Monosit 0,44 103/mL 0,16-1 Normal
Luc 0,31 103/mL 0-0,4
Gol. darah O
BUN 3,0 mg/dl 3,97 – 4,94 Menurun
Albumin 4,85 g/dl Serum: 6-20 Menurun
Creatinine 0,23 Mg/dl 0,60 – 1,30 Menurun
Natrium 134 mmol/L 136 – 145 Menurun
Kalium 5,1 mmol/L 3,5 – 5,1 Normal
Klorida 102 mmol/L 98-107 Normal
2) Pemeriksaan radiologi
Hasil:
3) Hasil konsultasi
Klien mendapat persetujuan tindakan operasi (Postero Sagital Ano Recto Plasty)
PSARP dari dokter bedah anak dan dokter anestesi dengan rencana general anestesi.
2. Diagnosa Keperawatan
DO:
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Ansietas a. Mengkaji perasaan S: S:
berhubungan ibu klien.
dengan status Ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan
kesehatan dan bahwa ia merasa bahwa ia masih mersa
tindakan cemas dan takut akan cemas tetapi sudah
pembedahan. operasi yang akan berkurang.
dijalani klien.
O:
O:
Ibu klien tampak lebih
Ibu klien tampak rileks dan tenang.
gelisah dan khawatir.
Kecemasan ibu klien
dalam skala ringan.
A:
Masalah kecemasan
ibu klien teratasi
ditandai dengan
kecemasan berkurang
dari sedang menjadi
ringan serta ibu klien
tampak lebih tenang
serta rileks.
P:
Pertahankan
memberikan support
mental dan informasi
yang dibutuhkan untuk
menurunkan
kecemasan ibu klien.
b. Mengkaji S:
tingkat
kecemasan ibu Ibu klien mengatakan
klien. bahwa ia merasa
cemas dan takut.
O:
O:
1. Pengkajian
a. Persiapan perawat
1) Alat steril:
l) Kassa : 20 lembar
m) Sprider : 1 buah
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Warmer blanket
f) Mesin couter
j) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Betadine 10 % : 100 cc
g) Spuit 5 cc : 2 buah
h) Jelly : 10 cc
i) Aqua : 5 cc
p) Underpad : 1 buah
c. Persiapan pasien
2) Klien diberikan terapi intravena KA-EN 3B dengan dosis 350 cc/24 jam dan terapi
cefotaxime 200 mg untuk profilaksis.
3) Klien dibaringkan diatas meja operasi yang beralaskan warmer blanket dan
underpad.
4) Klien diberikan tindakan general anestesi dan dilakukan intubasi pada pukul 09.30
WIB.
5) Stoma klien dicuci menggunakan desinfektan dan colostomy bag klien diganti
dengan yang baru.
1) Pasien diterima di ruang terima pasien dengan dilakukan prosedur sign in.
3) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
4) Klien yang telah diposisikan dalam posisi litotomi dilakukan skin preparation pada
daerah perianal.
5) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian bawah pantat klien,
sisi kanan dan kiri klien, atas, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
6) Scrub nurse menyiapkan couter dengan jarum kecil kemudian dipasangkan ke area
operasi bersama dengan selang suction.
7) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
10) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse,
circular nurse, dokter anestesi, dan perawat anestesi) melakukan prosedur time out
yang dipimpin oleh circular nurse.
11) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 09.45 WIB.
12) Scrub nurse memberikan NGT no.8 kepada operator intuk dilakukan insersi
melalui lubang fistel klien.
13) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang silkam 3/0
kepada operator untuk fiksasi/marker pada 6 titik di sisi kanan dan kiri anal klien.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting benang kepada asisten untuk
membantu operator dalam memberikan marker.
15) Scrub nurse memberikan scaple mess dengan mess no. 15 dengan pinset cirugis
kepada operator, sedangkan stiil deeper pada asisten.
16) Insisi dilakukan operator pada sagital melewati bakal anus kemudian diperdalam
lapis demi lapis dengan mengidentifikasi kontraksi maksimal.
17) Insisi melingkari fistel diperdalam menggunakan couter jarum hingga ditemukan
muscle complex rectum.
18) Scrub nurse memberikan spuit tanpa jarum kepada operator untuk mengaspirasi
rektum klien.
19) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryl 3/0
kepada operator untuk merekonstruksi perinium agar dapat memisahkan common
wall.
20) Scrub nurse memberikan still deeper dan pinset berisi cairan betadine dan NaCL
dengan perbandingan 1:4.
21) Scrub nurse menghitung jumlah kassa sebelum luka ditutup dalam prosedur sign
out.
22) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryl 3/0
kepada operator untuk menjahit kulit dengan neoreduk lapis demi lapis.
24) Scrub nurse memberikan busi rectal no. 10 yang telah diberi jelly dengan hasil
longgar.
25) Scrub nurse memberikan tampon betadine yang diberikan salep ikamecitin kepada
operator.
26) Asisten membersiahkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl
kemudian dikeringkan.
27) Luka ditutup menggunakan kassa kering kemudian hepavix yang dibantu oleh
circular nurse.
28) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
29) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah
digunakan kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
Keperawatan
Hipotermi Setelah dilakukan tindakan Vital Sign Monitoring: 6680
berhubungan keperawatan selama 1x2 jam
dengan klien dapat beradaptasi 1. Monitor tanda-tanda vital (HR, T
pemajanan terhadap perubahan suhu dan RR) secara periodik per 15 menit.
lingkungan lingkungan di kamar operasi
dingin dan usia. dengan kriteria hasil: Temperature Regulation: 3900
Diagnosa
Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
Hipotermi a. Mengatur suhu S: - S: -
berhubungan warmer blanket
dengan O: O:
pemajanan
lingkungan Suhu warmer 1. Suhu warmer blanket
dingin dan blanket diatur diatur menjadi 370C.
penuaan. menjadi 370C.
2. TTV : RR: 28 x/m; N:
116 x/m; T: 36,5 0C.
3. Suhu AC dinaikkan
menjadi 240C.
A:
P:
Pertahankan memberikan
kehangatan pada klien
dalam memodifikasi
lingkungan.
b. Mengkaji S: -
TTV klien
O:
Suhu AC dinaikkan
menjadi 240C.
1. Pengkajian
f. Kulit klien teraba hangat, tidak tampak sianosis, dan tidak tampak pucat.
h. Steward Scale:
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
No. Data Fokus
Keperawatan
1 DS: - Ketidakefektifan jalan
nafas berhubungan
DO: dengan disfungsi
neuromuscular post
a. TTV : RR: 28 x/m; N: 116 x/m; T: 36,5 general anestesi.
0
C.
f. Sianotik (-)
3. Perencanaan Keperawatan
Kolaborasikan pemberian
antibiotik sesuai indikasi.
4. Pelaksanaan
Diagnosa
No Implementasi Respon Evaluasi
Keperawatan
1 Ketidakefektifan a. Mengkaji S: - S: -
jalan nafas TTV klien
berhubungan O: O:
dengan disfungsi
neuromuscular TTV : RR: 32 1. TTV : RR: 32
post general x/m; N: 124 x/m; N: 124 x/m;
anestesi. x/m; T: 36,7 T: 36,7 0C.
0
C.
2. Steward scale
klien adalah 6.
A:
Masalah
ketidakefektifan
jalan nafas teratasi
ditandai dengan RR
dalam rentang
normal, tidak ada
nafas cuping
hidung, tidak
tampak sianosis,
dan steward scale
klien adalah 6.
P:
Pertahankan
memberikan
monitoring Ku dan
tanda vital klien.
b. Mengukur S: -
steward scale
klien O:
Steward scale
klien adalah 6.
2 Ketidakefektifan a. Mengkaji S: - S: -
termoregulasi TTV klien
berhubungan O: O:
dengan fluktuasi
suhu lingkungan. TTV : RR: 32 3. TTV : RR: 32
x/m; N: 124 x/m; N: 124 x/m;
x/m; T: 36,7 T: 36,7 0C.
0
C.
4. Kulit klien teraba
hangat dan tampak
kemerahan.
5. Klien tampak
diselimuti dan
diberikan pakaian
hangat.
A:
Masalah hipotermi
teratasi ditandai
dengan suhu tubuh
klien dalam batas
normal dan kulit
klien tidak tampak
pucat maupun
sianosis serta teraba
hangat.
P:
Pertahankan
memberikan
kehangatan pada
klien dalam
memodifikasi
lingkungan.
b. Memonitor S: -
terhadap tanda-
tanda O:
hipotermi
Kulit klien teraba
hangat dan
tampak
kemerahan.
c. S: -
Memodifikasi
lingkungan O:
Klien tampak
diselimuti dan
diberikan pakaian
hangat.
3 Resiko infeksi Menyampaikan S: S:
berhubungan informasi
dengan post op kepada perawat 1. Perawat 1. Perawat ruangan
postero sagital ruangan dan ruangan mengatakan akan
ano recto plasty keluarga terkait mengatakan mengikuti instruksi
atas indikasi perawatan klien akan dokter.
atresia ani letak post operasi. mengikuti
rendah dengan instruksi 2. Keluarga klien
fistel vestibular dokter. mengatakan akan
post berhati-hati dalam
sigmoidostomy. 2. Keluarga merawat klien.
klien
mengatakan O: -
akan berhati-
hati dalam A:
merawat
klien. Masalah resiko
infeksi tidak
O: - terjadi/ belum
teratasi.
P:
Perhatikan instruksi
dokter dalam
perawatan klien.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Asuhan keperawatan perioperatif pada By. Ny. M (4 bulan) dengan postero sagital
ano recto plasty (PSARP) atas indikasi atresia ani dengan fistel festibuler post
sigmoidostomy meliputi asuhan pre, intra, dan post operatif. Asuhan keperawatan
tersebut dilakukan secara komprehensif meliputi pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Diagnosa keperawatan pada pre operasi, umumnya adalah ansietas. Pada kasus ini,
ansietas yang muncul dialami oleh ibu klien. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
dengan memberikan informasi terkait kecemasan ibu klien. Diagnosa keperawatan
pada intra operatif adalah hipotermi akibat paparan suhu lingkungan dimana klien
juga masih berusia 4 bulan. Penatalaksanaanya berfokus pada memodifikasi
lingkungan untuk menjaga kestabilan suhu tubuh klien.
Diagnosa keperawatan pada post operatif adalah ketidakefektifan jalan nafas akibat
efek general anestesi, ketidakefetifan termoregulasi akibat fluktuasi suhu lingkungan
dan usia klien, serta resiko infeksi akibat tindakan operasi yang dilakukan.
penatalaksanaan yang bisa dilakukan di recovery room terbatas pada mempertahankan
keefektifan jalan nafas klien, memodifikasi lingkungan, dan perawatan klien post
operasi di ruangan.
B. SARAN
1. Profesi Keperawatan
Profesi keperawatan merupakan profesi yang memiliki peran penting dalam dunia
kesehatan. Pelayanan keperawatan di rumah sakit yang berkualitas didapatkan dari
perawat-perawat yang berkualitas pula. Salah satu tugas perawat adalah memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif dan holistik untuk mencapai kesembuhan
maksimal klien.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan dimana salah satunya
memberikan pelayanan keperawatan. Pelayanan tersebut tentunya didukung oleh
tenaga kesehatan yang bekerja di dalamnya. Diharapkan dapat mendukung dalam
penerapan asuhan keperawatan peri operatif yang bersifat komprehensif dan holistik.
Kemudian dapat dihimbau bagi seluruh tim operasi untuk mengikuti prosedur yang
ada terkait kamar operasi dan tindakan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Aden, R. 2010. Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak. Yogyakarta:
Hanggar Kreator.
Bedah UGM. Atresia Ani. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 melalui:
http://www.bedahugm.net.
Kedoktean UGM. 25 April 2012. Anatomi Anorektum atau Anorektal. Diakses pada
tanggal 1 Oktober 2013 melalui: dokterugm.wordpress.com.
Potter PA, Perry AG. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Volume 1. Ed 4. Jakarta: EGC; 2005.
Ramdhoni Wahid, Odih. 3 Desember 2013. Evaluasi Postero Sagital Ano Recto
Plasty. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2013 melalui: repository.unri.ac.id.
Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner&Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 2. Jakarta: EGC.
Add a comment
4.
Nov
27
LAPORAN RESUME RUANG IBS
COMBUSTIO
LAPORAN RESUME RUANG IBS
1. Identitas :
- Nama : An. P
- No RM : 474525
- Umur : 7 tahun
- Dx Medis : combustio
3. Intra Operasi
4. Post Operasi
Menjaga kepatenan jalan napas saat masih efek pasca pembiusan, menjaga terhindar
dari resiko jatuh
- Membersihan area yang akan di ambil sebagai donor skin graf, dengan sabun
terlebih dahulu, dan daerah yang akan di jadikan donor skin graf dengan jarak 15 cm
dengan alkohol, dilanjutkan betadine
- Memasang duk sekitar area yang luka dan area yang di jadikan donor
- Mengukur area yang combustio dan memberi tanda pada area yang akan diambil
kulit nya dengan lebar sama dengan area luka
- Operator mengatur posisi klien agar mudah dalam pengambilan kulit pada paha
klien
- Operator mengambil lapisan kulit epidermis klien dengan alat khusus dan asisten
operator menerima kulit tersebut
- Intrumen membersihan kulit tersebut air nacl dan memberi rongga (drainase) dengan
mess
- Kulit yang sudah dibersihkan dan di beri rongga ditempelkan di daerah luka secara
merata (thin split)
- Ditutup dengan kasa basah nacl dan selanjutnya bagian atas dengan kering (graf
ditutup dengan kasa absorben)
- Pada jahitan-jahitan panjang di simpulkan diatas area graf (tehnik tie over) sisi nya
dan membuat fixsasi terhadap kasa tadi selanjutnya di tutup dengan elastis verban
- humby knife
- Gunting benang
- Klem Desinfeksi
- nedle holder
- kom, bengkok
- Doek klem
- Jarum hidrasi
- Jarum tumpul
- Kasa deppers
- Pean
- Klem arteri
- Benang
· Kassa
· Alkohol
IDENTITAS KLIEN
Umur : 52 Tahun
No RM : 456783
Alamat : sentolo
1. Riwayat Kesehatan
Dx Medis : Appendicitis
Kondisi pasien secara umum baik; penampilan fisik pasien bersih dan rapi,pasien
hanya terlihat tegang karena akan dilakukan tindakan operasi.
Pasien terlihat gelisah sehingga berusaha untuk menenangkan dirinya dengan berdoa,
tingkat kesadaran composmentis , pasien merasa takut karena belum tahu prosedur
operasi yang akan dilakukan,
4. Rentang gerak
5. Pernapasan
Pernapasan normal
RR: 21 x/menit , irama pernapasannya teratur, tidak ada suara napas tambahan atau
penggunaan otot bantu pernapasan.
6. Sirkulasi
Tidak ada alergi terhadap makanan, obat, atau pun lingkungan (suhu)
Bufikain 0,5% 15 mg
1. Analisa Data
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
20 09.00 · Menggunakan S : Klien mengatakan masih edy
februari pendekatan yang agak takut.
2014 09.15 menenangkan
O:
· Menjelaskan prosedur
selama tindakan operasi - Wajah tampak masih agak
gelisah
· Mengidentifikasi tingkat
kecemasan - N : 80 x/menit
Tampak terlihat
pembedahan app
N : 90 x/menit
RR : 21 x/menit
S : 36,5 ºC
2 Ds :- Resiko deficit volume Faktor resiko perdarahan
cairan aktif.
Do :
- Tampak terlihat
pembedahan app
- Membran mukosa :
kering
- Jumlah perdarahan :
±400 mL dikasa dan
suction
N : 81 x/menit, TD:
110/78 mmhg
1. Analisa Data
2. Diagnosa Keperawatan
Ø Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan faktor resiko perdarahan aktif.
3. Intervensi Keperawatan
N : 90 x/menit
RR : 28 x/menit
S : 36,2 ºC
P : Lanjutkan intervensi :
N : 82 x/menit
RR : 19 x/menit
P : Lanjutkan intervensi :
BROMAGE SCORE
1. Analisa Data
- N : 80 x/menit
- RR : 21 x/menit
- S : 36,2 ºC
- Bromage Scorere : 2
Bromage
Grade Criteria
3 Unable to move feet as knees (tidak bisa menggerakkan sama sekali
pergelangan dan tungkai kaki)
2 Able to move feet only (hanya pergelangan kaki yang bisa digerakkan) √
1 Just able to move knees (hanya tungkai kaki yang bisa digerakkan)
0 Full flexion of knees and feet (bisa digerakkan pergelangan da tungkai
kaik)
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
· Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
· Berikan penjelasan pada
klien atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
4. catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
20 09.45 · Memobilisasi klien dari S : Klien mengatakan Edy
februari bed tindakan ke bed kepalanya pusing, badannya
2014 10.00 mobilisasi lemas dan masih kaku untuk
digerakan
· Mengidentifikasi
keamanan klien dan O:
kemampuan fisik klien
Kesadaran CM
· Memasang side rail tempat
tidur Ekstremitas bawah baru bisa
digerakan sedikit
· Mengantarkan klien ke
ruang RR Klien baring ditempat tidur
dengan dipasang side rail
· Meletakan tempat tidur
kedaerah yang aman dan Klien tampak lemah
terhidar dari barang-barang
berbahaya TD : 120/80 mmHg
S : 36,2 ºC
A : Masalah kepewatan
teratasi penuh : klien terbebas
dari jatuh
P : Lanjutkan intervensi :
1. Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu mengenakan jas
operasi dan sarung tangan.
2. Pelaksanaan Operasi
c. Alasi dengan duk steril, duk steril di klem agar tidak lepas ketika dilakukan
tindakan operasi
d. Sebelum penyayatan dimulai, Uji efek anestesi dengan pinset chirurgi, jika rasa
nyeri telah hilang, penyayatan siap dilakukan.
f. Kendalikan perdarahan dengan deep kassa dan jepit ujung pembuluh darah yang
terputus dengan clamp bengkok, kemudian bisa digunakan elektrik cauter untuk
koagulasi atau ikat ujung pembuluh darah dengan benang silk 2/0 atau plain 2/0.
g. Angkat, dan potong appendik, setelah itu jahit dengan plain 2/0, jika ada darah
dilakukan suction dan di deep.
i. Jahit cutis / kulit dengan teknik subkutikuler menggunakan benang plain 4/0 atau
vicril 4/0 atau dengan premilene 4/0 cutting non atraumatik.
j. Setelah luka terjahit dengan rapi sampai ke kulit, maka bekas luka ditutup dengan
supratul dan kassalalu di fiksasi dengan hepafik.
Peralatan Operasi
a. meja instrumen
b. lampu operasi
c. monitor
d. mesin suction
e. O2
g. cairan anastesi
2. Persiapan tenun
a. Pinset Anatomis 1
b. Pinset Sirugis 2
c. Nald Voder 2
d. Gunting benang 1
e. Ginting jaringan 2
f. Gagang mes 1
g. Mes 1
i. Kocher kecil 6
l. Jarum otot 2
m. Jarum kulit 1
n. Kom betadine 1
o. O hak 2
p. Allis klem 1
s. Kanul suction 1
t. Ovarium klem 2
Labels: ibs
Add a comment
5.
6.
Nov
27
ibs catarak
Tempat Praktek : Ruang IBS RSUD Wates
IDENTITAS KLIEN
no RM : 473665
Alamat : SENTOLO
1. Pengkajian Kesehatan
Riwayat merokok : ya
b. Kesadaran : Composmentis
d. Nadi : 80 x/menit
f. Respirasi : 20 x/menit
g. Suhu : 36,5 °C
3. Status emosional dan tingkat kesadaran
a. Kekuatan otot : 5
5. Pernafasan
a. RR : 20x/menit
6. Sirkulasi
a. Nadi : 80 x/menit
7. Abdomen
d. Perkusi : Timpani
8. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Obat : -
DS :
- Pasien mengatakan cemas karena akan dioperasi walau sebelumnya sudah pernah
dioperasi akan tetapi tetap cemas jika akan dioperasi.
DO :
1. Kassa streril
2. Katun bad
3. Benang
4. IOL
5. Betadin
3. Persiapan operasi : cukur bulu mata, aplikasi midriati dan efrisel 1 tetes
8. Ektraksi nucleus lentis dan jahit korneosklera dengan stik 10/0 jam (10.11.12)
Labels: ibs
Add a comment
7.
Nov
27
ibs bph
IDENTITAS KLIEN
Umur : 72 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 576731
Alamat : Pengasih, Kulon Progo
Diagnosa : BPH
1. Pengkajian Kesehatan
Dx Medis : BPH
Riwayat merokok : ya
b. Kesadaran : Composmentis
d. Nadi : 88 x/menit
f. Respirasi : 22 x/menit
g. Suhu : 36,5 °C
5. Pernafasan
a. RR : 22x/menit
6. Sirkulasi
a. Nadi : 88 x/menit
7. Abdomen
c. Palpasi : Teraba ada masa di bawah pusat, terasa sedikit nyeri saat ditekan, skala 5
serasa ditusuk,dan semakin nyeri bila pasien BAK nyeri dirasakan terus-menerus.
d. Perkusi : Timpani
8. Genitourinary
c. Lainnya : sudah selama satu minggu pasien saat BAK terasa nyeri, keluar hanya
sedikit-sedikit
9. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
1. Persiapan Perawat
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
2. Prosedur anastesi
- Jenis anastesi : Regional Anestesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
- Duk tanggung 2
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 4
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- ovarium klem 1
- arteri klem 4
- Hak langen 1
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Kasa deppers 10
- Bengkok 1
- Kom 2
- Spuit 10 cc 1
- Canul suction 1
- Tang disinfektan 1
- Jarum ( round, tajam )
- benang jahit : -cat gut plain no 2, cat gut chromic no 2 dan chromic 0, seide 2/0
4. Prosedur Operasi
e. Operator melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi dengan kasa betadine
dari prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan mnemasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drepping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem,
kemudian ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai buli ),
buli ditest dengan aspirasi menggunakan spuit 10cc,tusuk balon kateter, lepas kateter
terpasang
j. Buli diinsisi sambil disuction air yang keluar dari buli, pasang hak prostat 3 (atas 2,
bawah 1). Insisi bledder neck hak dilepas, enuklease prostat, setelah prostat terangkat
smua sambil disuction siapkan jahitan cromic 1.0, sambil assist suction perdarahan
yang keluar, pasang hak, jahit bledder neck yang tadi diinsisi
k. Pasang three way cateter, spulling dari kateter sampai lancar, isi balon 30-50
cc.cuci buli untuk mengevaluasi perdarahan, traksi three way cateter.
l. Tutup buli dengan jahitan cromic no1,klem atas bawah, setelah dijahit cek buli
dengan cara spulling dari Three way cateter untuk mengevaluasi perdarahan
m. Basahi buli yang sudah dijahit dengan kasa betadin, pasang drain fiksasi dengan
side 2/0
n. Menutup luka op lapis demi lapis dengan urutan menutup luka otot dengan plain no
2.0 , setelah otot dijahit pasang drain, menutup luka fasia dg cromik 1.0 dari atas
kebawah, sub kutis dg plain no 2/0, kulit dengan side no 2/0
r. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan
transfer bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan
Betadine
Bromage score
Labels: ibs
Add a comment
8.
Nov
27
LAPORAN RESUME RUANG IBS
1. Identitas :
- Nama : Tn. B
- No RM : 462721
3. Intra Operasi
- Posisi anastesi : Duduk sedikit membungkuk (sela tulang vertebrata) yaitu kanalis
basalis region yaitu antara lumbal 2-3, menggunakan jarum spinal no 27 dan
memasukan obat anastesinya
- Obat anastesi : Bupivicaine Spinal 20 mg
4. Post Operasi
- Bromage score
Bromage score : 2
- Asiten operasi melakukan desinfeksi dengan sabun telebih dahulu didearah bagian
kaki bagian kanan mulai dari paha hingga lutut , sampai sela-sela jari kaki, dan
sekitarnya, dan dilanjutkan dengan alkohol 70%, selanjutnya betadine,
- Memasang duk steril disekitar tempat yang akan dipembedahan dan pada ujung kaki
sampai telapk kaki menggunakan duck yang membungkus menyerupai kaos kaki
sehingga tersisa pada bagian yg akan di operasi, selanjutnya memasang duck bolong ,
dan menyisakan daerah yang akan dibedah untuk tetap terbuka
- Melakukan insisi pada bagian tibia kanan dengan luas 15 cm, vertical dari lapisan
kulit menggunakan mess.
- Setelah plate lepas dari tulang, dilakukan perataan pada permukaan tulang dengan
menggunakan knabel tang.
- Dilakukan dan penjahitan lapisan – lapisan kulit dari yang dalam hingga keluar
mulai otot ( safil 2/0), lemak ( safil 2-0 ), kulit ( monosyn 4/0 ), dan menutup luka
dengan sufratul, kassa, hipafik.
- Operasi selesai, melepaskan klien dari alat-alat yang terpasang dan membereskan
alat-alat yang digunakan dalam operasi kemudian Klien dipindahkan keruang
recovery.
- Palu 1 - Pahat 1
- Kom 2 - Bengkok 1
- Suction 1 -Benang : otot ( safil 2/0), lemak ( safil 2/0 ), kulit ( monosyn 4/0 )
7. Bahan Medis Habis Pakai
- Kassa 20 buah
- Betadine
- Alkohol 70%
- Mess ukuran 10
- Sufratulle
- Gentamicyn injeksi
- Plester
- Verban elastic 1
Identitas :
- Nama : Ny. J
- No RM : 573421
Intra Operasi
- Posisi anastesi : Duduk sedikit membungkuk (sela tulang vertebrata) yaitu kanalis
basalis region yaitu antara lumbal 2-3, menggunakan jarum spinal no 27 dan
memasukan obat anastesinya
7. Post Operasi
- Bromage score
Bromage score : 2
Prosedur singkat :
Persiapan perawat
1) Menyiapkan instrument steril dan ruangan.
4) Mengkorfimasi tim dari ruang perinatologi agar segera menyiapkan boks bayi.
1) Alat steril:
o) Kassa : secukupnya
· Korentang : 1 buah
· Linen operasi:
a) Meja operasi
b) Lampu operasi
c) Meja mayo
d) Meja besar
e) Boks bayi
f) Tempat plasenta
g) Mesin couter
k) Kursi
m) Gunting plester
n) Label
a) Handscoon : 4 buah
b) Alkohol 70 % : 100 cc
c) Betadine 10 % : 100 cc
e) Aqua : 25 cc
i) Spuit 3 cc : 1 buah
j) Spuit 10 cc : 1 buah
k) Jelly : 10 cc
r) Underpad : 1 buah
s) Pampers : 1 buah
t) IUD : 1buah
Persiapan pasien
a. Prosedur operasi
2) Scrub nurse menyusun instrumen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan di atas
meja mayo serta menyiapkan alat (kom betadine, klem preparasi, dan kassa) untuk
keperluan skin preparation.
3) Klien yang telah diposisikan dalam posisi supinasi dilakukan skin preparation pada
daerah abdomen.
4) Operator dan asisten melakukan drapping, mulai dari bagian kaki klien, atas, sisi
kanan dan kiri klien, dan terakhir penggunaan duk berlubang.
6) Scrub nurse mendekatkan meja mayo dan meja linen ke meja operasi.
9) Sebelum insisi dilakukan, seluruh tim operasi (operator, asisten, scrub nurse,
circular nurse, dokter anestesi, perawat anestesi, bidan, dan dokter anak) melakukan
prosedur time out yang dipimpin oleh circular nurse.
10) Operator memastikan operasi akan dimulai pada pukul 11.30 WIB.
11) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi.
12) Scrub nurse memberikan klem dan kassa kepada asisten 1 untuk membantu
operator.
14) Scrub nurse memberikan klem dan gunting jaringan kepada opertor untuk
memperdalam insisi hingga peritonium.
15) Scrub nurse memberikan pinset anatomis dan scaple mess kepada operator untuk
melakukan insisi uterus.
16) Operator melakukan evakuasi bayi dengan menarik kepala janin dibantu dorongan
pada abdomen klien dari asisten.
17) Scrub nurse melakukan suctioning untuk membantu evakuasi bayi dan mencegah
aspirasi air ketuban oleh bayi.
18) Bayi berhasil dikeluarkan kemudian scrub nurse memberikan klem lurus untuk
memegang tali pusar janin.
19) Scrub nurse memberikan gunting jaringan kepada operator untuk melakukan
pemotongan tali pusat.
21) Scrub nurse memberikan spuit berisi metergin untuk memacu kontraksi uterus
dalam persalinan plasenta
22) Operator memutar tali pusar searah jarum jam dalam kelahiran plasenta.
23) Plasenta dilahirkan secara urtuh 5 menit kemudian, scrub nurse dibantu circular
nurse menempatkan plasenta pada tempatnya dan diberikan label.
24) Scrub nurse memberikan stiil deeper kepada operator dan asisten untuk
membersihkanuterus dari sisa plasenta.
25) Scrub nurse memberikan duk bersih untuk menutup duk lama.
26) Scrub nursememberikan klem ovarium kepada operator dan asisten beserta stiil
deeper kering dan stiil deeper betadine.
27) Tim perinatologi memfasilitasi bayi dan klien dalam inisiasi menyusu dini (IMD).
30) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang chromic 2
kepada operator untuk menjahit uterus.
31) Scrub nurse memberikan still deeper dan klem kepada asisten1 dan gunting
benang pada asisten 2.
32) Scrub nurse memberikan pinset anatomis, needle holder, dan benang plain 0
kepada operator untuk menjahit peritonium.
33) Scrub nurse memberikan still deeper betadine kemudian still deeper kering
asisten 1.
36) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang vicryil 1
kepada operator untuk menjahit otot, facia dan sub cutis.
38) Scrub nurse memberikan pinset cirurgis, needle holder, dan benang monosyl 3/0
kepada operator untuk menjahit kulit dengan jahitan subcuticular.
39) Asisten membersihkan area operasi dengan kassa yang telah dibasahi NaCl
kemudian dikeringkan.
40) Luka ditutup menggunakan steri strip kemudian kassa kering dan hepavix yang
dibantu oleh circular nurse.
41) Scrub nurse dan circular nurse memsangkan pampers kepada klien.
42) Scrub nurse melakukan dekontaminasi instrument dalam bak berisi saflon 2%.
43) Circular nurse memberikan label dan membereskan alat-alat yang telah
digunakan kemudian diberikan pelabelan dan dikirimakan ke CSSD.
Labels: ibs
Add a comment
9.
10.
Nov
27
A. Identitas
Umur : 47 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
B. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan
Dx Medis : Hemoroid
Klien dalam keadaan sadar (Composmentis) dan keadaan umum baik. Klien tampak
bersih, klien sudah memakai baju operasi dan topi operasi, serta memakai gelang
identitas klien, sudah terpasang infus pada tangan kanan klien, klien tidak memakai
gigi palsu. Klien mengeluhkan nyeri pada duburnya, sudah lama sejak 1 tahun yang
lalu sampai sekarang, terutama pada saat buang air besar, sekarang nyeri tidak hanya
pada saat buang air besar, tetapi duduk, berjalan atau terkena gesekan dan tekanan
terasa nyeri.
Tn. JS mengatakan takut dan cemas karena sebelumnya belum pernah dioperasi baru
kali ini akan di operasi.
Tingkat kesadaran Tn.JS composmentis, Klien tampak cemas dan pucat.
4) Rentang Gerak
Rentang gerak klien tidak terbatas (normal), klien masih mampu untuk jalan sendiri,
karena nyeri kadang-kadang jika duduk terlalu lama, berjalan atau terkena gesekan
dan tekanan.
Kekuatan otot :
5) Pernapasan
RR : 20 x / menit
Pada torak saat inspeksi tidak terdapat jejas, hematom, perkembangan dada simetris,
tidak alat bantu nafas dan otot bantu nafas.
6) Sirkulasi
Capillary repil : < 2 detik, TD: 120/80mmHg. N: 88x/mnt, Tidak ada sianosis.
ð Alat tidak steril : Hepavik, 1 set bed tindakan operasi, troli alat, tempat sampah
medis, tiang infus, bantal.
ð Alat steril :
1. Pinset Anatomis = 2
2. Duk klem = 4
3. Gunting Jaringan, = 1
4. Gunting benang, = 1
5. Needle holder, = 2
7. Bengkok, = 1
8. Kom, = 2
9. Klem reparasi, = 1
10.Jarum, 1 kotak
11.Duk, = 2
12.Klem Pean, = 4
13.Duk kaki, = 2
1. Betadin,
2. Kassa,
3. NaCl 0,9%,
5. Saleb antibiotik
6. Jeli
7. Alkohol
8. DC/ kateter No.18
9. Urine bag
a. Prosedur operasi
ü Klien dilakukan pembiusan spinal anastesi menggunakan obat Decain Spinal 0,5%
Heavy, spuit 5cc dan jarum spinal, klien diposisi fowler dengan bagian kepala dan
leher menunduk. Anastesi spinal dilakukan dilumbal ke 4.
ü Anestesi sudah bekerja klien kembali ke posisi supinasi, dan dilakukan posisi
litotomi, kaki diletakan pada tempat kaki yang dipasang pada bed operasi dan di
lakukan resrain pada kaki.
ü Pemasangan duk pada klien dan membiarkan terbuka bagian yang akan dioperasi
ü Memasukan kassa (tampon) yang telah diberi betadin dan jeli. Diikat menggunakan
benang kedalam anus
ü Insisi dilakukan sampai jaringan hemoroid tidak tampak dan rapi dengan tidak
memotong spinter
ü Jahit luka operasi dengan benang cromic akromatik 2.0 dan jarum jenis taper ½
lingkaran
ü Memasukan tampon yang telah diberi betadin, salep, dan jeli kedalam anus,
menutup luka dengan kassa steril dan kemudian di plester silang
ð IV line
Jenis cairan : RL
a. Bromage score
Labels: ibs
Add a comment
11.
Nov
27
ASUHAN KEPERAWATAN
PERIOPERATIF
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF
IDENTITAS KLIEN
Umur : 74 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 475473
Diagnosa : BPH
1. Pengkajian Kesehatan
Dx Medis : BPH
Riwayat merokok : ya
Keadaan umum : Baik, wajah tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, Kesadaran :
Composmentis, Tekanan darah : 110/80 mmHg, Nadi :88 x/menit Warna kulit : Sawo
matang, Respirasi : 26 x/menit
a. Kekuatan otot : 5
5. Pernafasan
a. RR : 26 x/menit
6. Sirkulasi
a. Nadi : 88 x/menit
7. Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
No Item Observasi Observasi
Ya Tidak
1 Pencukuran area yang akan √
dioperasi
2 Baju operasi √
3 Cat kuku √
4 Make up √
5 Infom consent √
6 Assesoris, jam, gelang, jepit √
rambut, cincin
7 Gigi palsu √
8 Pemeriksaan penunjang √
Darah √
Urin √
Radiologi √
USG √
9 Personal hygine √
10 Premedikasi preoperative √
11 Pemasangan kateter √
S :Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi BPH yang akan dilakukan, klien
mengatakan bahwa ini pengalaman pertamanya operasi
1. Analisa Data
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/2014 08.44 · Menggunakan 09.20 edy
pendekatan yang
09.15 menenangkan S : Klien mengatakan masih
· Menjelaskan prosedur agak takut.
selama tindakan operasi
O:
· Mengidentifikasi tingkat
kecemasan - Wajah tampak masih agak
gelisah
· Mendengarkan dengan
penuh perhatian - N : 84 x/menit
· Menganjurkankepada - R : 24 x/menit
pasien menggunakan
teknik relaksasi (nafas A : Masalahkepewatan teratasi
dalam) sebagian : vital sign dalam batas
normal dan ekspresi wajah
· Menganjurkan kepada menunjukkan berkurangnya
pasien untuk selalu cemas.
berdoa sesuai agamanya.
P : Lanjutkan intervensi :
1. Persiapan Perawat
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
Tim Operasi
b. Anestesi : dr.eko
e. Instrumen : Susilo
f. On loop : nana
g. Recovery : Irawan
1. Prosedur anastesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
- Duk tanggung 2
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 4
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- ovarium klem 1
- arteri klem 4
- Hak langen 1
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Kasa deppers 10
- Bengkok 1
- Kom 2
- Spuit 10 cc 1
- Canul suction 1
- Tang disinfektan 1
- benang jahit : -cat gut plain no 2, cat gut chromic no 2 dan chromic 0, seide 2/0
3. Prosedur Operasi
e. Operator melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi dengan kasa betadine
dari prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan memasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drapping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem,
kemudian ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai buli ),
buli ditest dengan aspirasi menggunakan spuit 10cc,tusuk balon kateter, lepas kateter
terpasang
j. Buli diinsisi sambil disuction air yang keluar dari buli, pasang hak prostat 3 (atas 2,
bawah 1). Insisi bledder neck hak dilepas, enuklease prostat, setelah prostat terangkat
smua sambil disuction siapkan jahitan cromic 1.0, sambil assist suction perdarahan
yang keluar, pasang hak, jahit bledder neck yang tadi diinsisi
k. Pasang three way cateter, spulling dari kateter sampai lancar, isi balon 30-50 cc.
cuci buli untuk mengevaluasi perdarahan, traksi three way cateter.
l. Tutup buli dengan jahitan cromic no1,klem atas bawah, setelah dijahit cek buli
dengan cara spulling dari Three way cateter untuk mengevaluasi perdarahan
m. Basahi buli yang sudah dijahit dengan kasa betadin, pasang drain fiksasi dengan
side 2/0
n. Menutup luka op lapis demi lapis dengan urutan menutup luka otot dengan plain no
2.0 , setelah otot dijahit pasang drain, menutup luka fasia dg cromik 1.0 dari atas
kebawah, sub kutis dg plain no 2/0, kulit dengan side no 2/0
r. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan
transfer bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan
Betadine
f. Monitor TTV :
ANALISA DATA
KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
1. DS : -- Resiko defisit Perdarahan aktif
volume cairan (berlangsungnya
DO : proses pembedahan)
N : 86 x/menit
RR : 22 x/menit
3 Ds :-- Resiko cedera faktor resiko:
Gangguan persepsi
Do: sensori karena
anestesi
penggunaan jarum, benang, kasa,
intrument dalam prosedur operasi BPH
Diagnosa :
3. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi
INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko defisit v Fluid balance Fluid management
volume cairan
b.d perdarahan v Hydration v Monitor status hidrasi (kelembaban
aktif membran mukosa, nadi adekuat,
(berlangsungnya v Nutritional Status : tekanan darah ortostatik)
proses Food and Fluid Intake
pembedahan) v Monitor vital sign
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan v Monitor masukan makanan / cairan
selama 1 jam selama proses pembedahan
diharapkan defisit
volume cairan tidak v Monitor status perdarahan
terjadi dengan
v Kolaborasi dokter jika tanda cairan
Kriteria Hasil : berlebih muncul meburuk
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/14 09.22 1. Memonitor vital sign 12/03/14 10.15 edy
P:
1. Lanjutkan intervensi
2. Pantau perdarahan
09.22 1. Mempertahankan 10.15 edy
lingkungan aseptik selama
09.55 proses pembedahan. S:-
N : 86 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99%
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien
terbebas dari resiko cedera
P : Lanjutkan intervensi :
4. Tanda-tanda vital
6. Balance cairan
Aldredte Score
0 : sianosis
Aktivitas 2 : kemampuan untuk menggerakkan semua
ekstremitas
Bromage score
DATA PENUNJANG
Hmt 39,8 %
Leukosit 9,36x 10 3/ ul
Gol darah B
1. Analisa Data
- TD : 124/80 mmHg
- N : 86 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Bromage Score : 2
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
· Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
4. catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
12/03/2014 10.16 · Memobilisasi klien dari 10.36 Edy
bed tindakan ke bed
10.36 mobilisasi S : Klien mengatakan
kepalanya pusing, badannya
· Mengidentifikasi lemas dan masih kaku untuk
keamanan klien dan digerakan
kemampuan fisik klien
O:
· Memasang side rail
tempat tidur Kesadaran CM
RR : 21 x/menit
A : Masalah kepewatan
teratasi penuh : klien
terbebas dari jatuh
P : Lanjutkan intervensi :
LAPORAN UJIAN
ASUHAN KEPERAWATAN
Disusun oleh:
EDY PRATOMO
3213012
YOGYAKARTA
2014
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTITAS KLIEN
Nama pasien : Ny.W
Umur : 25 Tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 475473
Diagnosa :
Pengkajian Kesehatan
Keadaan umum : Baik, wajah tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, Kesadaran :
Composmentis, Tekanan darah : 100/70 mmHg, Nadi :83 x/menit Warna kulit : Sawo
matang, Respirasi : 25 x/menit
5
5
Rentang Gerak (ekstremitas)
Kekuatan otot : 5
5
5
Pernafasan
RR : 25 x/menit
Sirkulasi
Nadi : 83 x/menit
Reaksi alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai alergi pada obat, makanan, minuman, ataupun
lingkungan
Persiapan Operasi
Masalah yg ditemukan
S : Klien mengatakan takut dengan tindakan operasi usus buntu yang akan dilakukan
1. Analisa Data
Do :
2. Diagnosa Keperawatan
4. Catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
3/04/2014 09.23 · Menggunakan 09.30 edy
pendekatan yang
09.30 menenangkan S : Klien mengatakan masih
agak takut.
· Menjelaskan prosedur
selama tindakan operasi O:
7. Persiapan Perawat
Cek :
- APD : menggunakan
- Cek tindakan OP : ya
- Time out :
Tim Operasi
i. Anestesi : dr.susilo
l. Instrumen : edy
m. On loop : ary
n. Recovery : Irawan
5. Prosedur anastesi
- Teknik : Spinal Anestesi diantara lumbal 3 dan 4, iv vena dan mesin anastesi
- meja instrumen
- lampu operasi
- monitor
- mesin suction
- O2
- cairan anastesi
- tromol depper 1
- korentang steril 1
- selang suction
- standart infus
- tempat sampah
b. Persiapan tenun
- Duk besar buntu 2
- Duk tanggung 2
c. Instrumen
- Kocher 2
- Pean bengkok 8
- Nidle holder 2
- Pinset anatomis 2
- Pinset chirurgis 2
- Gunting jaringan 1
- Gunting benang 1
- bab cock 1
- couter. 1
- Alis 1
- Tang depper 1
- Scapel mess 1
- Klem dsenfektan 1
- arteri lurus 2
- langen back 2
- O hack 2
- Duk klem 6
- bisturi no 20 1
- Bengkok 1
- Kom 2
- Canul suction 1
- benang jahit : -cat gut plain no 2/0, cat gut chromic no 2/0, seide 2/0
7. Prosedur Operasi
e. Intrument dan asisten bedah melakukan disinfeksi pada daerah yang dioperasi
dengan kasa alkohol dan betadine dari prosesus xipoidus sampai paha.
f. Mempersempit daerah operasi dengan memasang duck steril (lubang dan buntu)
g. Drapping/ pemasangan duk, duk besar atas bawah, duk kecil kanan kiri difiksasi
dengan duk klem. Pasang slang suction dan couter difiksasi dengan duk klem,
kemudian ditutup dengan duk lobang
h. Time Out
i. Insisi area op buka perlapis ( dari lapisan kulit, sub kutis, facia, otot sampai
peritonium,
j. Setelah terbuka Berikan bab cock untuk untuk menjepit appendik kemudian
pisahkan dari meso appendik dengan couter.
k. Berikan crushing klem untuk menjepit pangkal appendik kemudian berikan benang
non absorbable 2/0 untuk mengikat pangkal appendik 2 x.
l. Berikan crusing klem lagi untuk menjepit diatas ikatan dan berikan pisau bedah no
20 yang telah dibasahi dengan desinfektan untuk memotong appendik
m. Berikan pinset panjang untuk mengkoter ujung potongan appendik dan untuk
merawat perdarahan
n. Inventaris alat dan kasa
o. Jahit lapis demi lapis dengan benang absorbtabel seide 2/0 , cromic 2/0. Bersihkan
luka dengan Nacl 0,9% keringkan, tutup dengan sufratul, kasa & plester.
p. Setelah selesai pasien dirapikan dan dipindahkan ke tempat tidur pasien dengan
transfer bed kemudian pakaian operasi pasien diganti dengan pakaian dari ruangan.
c. Restrain : tidak
d. Posisi ground : -
e. Persiapan area operasi : ya. Daerah perut, dengan menggunakan Alkohol dan
Betadine
f. Monitor TTV :
ANALISA DATA
KEMUNGKINAN
NO DATA MASALAH
PENYEBAB
1 Ds :- Resiko infeksi Tindakan invasive :
operasi app.
Do :
Luka terbuka
N : 84 x/menit
RR : 22 x/menit
TD : 110 / 69 mmhg
T : 36,9 0C
2 Ds :-- Resiko cedera faktor resiko:
Gangguan persepsi
Do: sensori karena
anestesi
penggunaan jarum, benang, kasa,
intrument dalam prosedur operasi app
Diagnosa :
2. Resiko cedera dengan faktor resiko: Gangguan persepsi sensori karena anestesi
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Hari
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
09.30 1. Mempertahankan 10.30 edy
lingkungan aseptik
10.30 selama proses S:-
pembedahan.
O:
2. Memonitor tanda dan
gejala infeksi - Tampak terlihat pembedahan
app
3. Menginspeksi kondisi
luka / insisi bedah - Terdapat luka sayatan ± 5 cm
N : 84 x/menit
RR : 24 x/menit
SPO2 : 99%
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien tidak
terdapat tanda-tanda infeksi.
P : Lanjutkan intervensi :
- Jarum lengkap
A : Masalah keperawatan
teratasi penuh : klien terbebas
dari resiko cedera
P : Lanjutkan intervensi :
1. Tanda-tanda vital
3. Balance cairan
Aldredte Score
0 : sianosis
Aktivitas 2 : kemampuan untuk menggerakkan semua 1
ekstremitas
1 : kemampuan untuk menggerakkan 2 ekstremitas
Nilai 8
Bromage score
DATA PENUNJANG
Hmt 42,5 %
Leukosit 6,18 x 10 3/ ul
Gol darah A
GDS 99 mg/dl
Operasi
hampir
selesai
4. Analisa Data
- TD : 113/70 mmHg
- N : 85 x/menit
- RR : 22 x/menit
- Bromage Score : 2
- Alderate scrore : 7
5. Diagnosa Keperawatan
6. Intervensi Keperawatan
· Identifikasi kebutuhan
· Klien terbebas dari jatuh keamanan klien, sesuai
dengan kondisi fisik dan
· Menggunakan fasilitas fungsi kognitif klien dan
kesehatan yang ada riwayat penyakit terdahulu
klien
· Mampu mengenali perubahan
status kesehatan · Pasang side rail tempat tidur
· Pindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
7. catatan Perkembangan
Hari/
Jam Implementasi Evaluasi Paraf
Tanggal
03/04/2014 10.30 · Memobilisasi klien dari 10.40 Edy
bed tindakan ke bed
10.40 mobilisasi S : Klien mengatakan
kepalanya pusing, badannya
· Mengidentifikasi lemas dan masih kaku untuk
keamanan klien dan digerakan
kemampuan fisik klien
O:
· Memasang side rail
tempat tidur Kesadaran CM
RR : 22 x/menit
A : Masalah kepewatan
teratasi penuh : klien
terbebas dari jatuh
P : Lanjutkan intervensi :
Labels: ibs
Add a comment
12.
Nov
25
KECAMATAN NANGGULAN
KULON PROGO
YOGYAKARTA
2013
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman judul ii
Abstrak iii
Daftar isi iv
BAB I PENDAHULUAN 1
0. LATAR BELAKANG 1
1. TUJUAN 7
2. STRATEGI 8
3. WAKTU PELAKSANAAN 9
BAB IV PEMBAHASAN 44
11. KEKUATAN 44
12. KELEMAHAN 45
13. KESEMPATAN 45
14. ANCAMAN 45
15. KESIMPULAN 47
16. SARAN 48
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
a. Puskesmas
2) Sebagai acuan dalam meningkatkan peran serta masyarakat untuk perbaikan mutu
kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat serta mencegah penyakit di wilayah
Dusun Sambiroto.
c. Mahasiswa
C. STRATEGI
1. Penjajakan umum
a. Perkenalan awal kepada pihak Puskesmas, RT, Kader Kesehatan dan tokoh
masyarakat Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah
Mayarakat Desa I (MMD I)
b. Pendekatan dan penjelasan program kepada pihak Puskesmas, RT, kader kesehatan
dan tokoh masyarakat Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah
Masyarakat Desa II (MMD II)
c. Orientasi wilayah
d. Evaluasi hasil program kepada pihak Puskesmas, RT, kader kesehatan dan tokoh
masyarakat Dusun Sambiroto. Kegiatan ini dilakukan melalui Musyawarah
Masyarakat Desa III (MMD III)
2. Pengumpulan data
a. Angket dan observasi terhadap warga Dusun Sambiroto
b. Wawancara dengan kepala Dukuh, kader kesehatan dan tokoh masyrakat Dusun
Sambiroto
c. Survei lingkungan
4. Perencanaan MMD II
5. Pelaksanaan
D. WAKTU PELAKSANAAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PARADIGMA SEHAT
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan
yang bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak
faktor yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit
atau pemulihan kesehatan. Secara makro, paradigma sehat berarti bahwa
pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan,
paling tidak harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan
lingkungan sehat. Secara mikro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan
kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan
upaya kuratif dan rehabilitatif.
Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia, di samping juga merupakan
karunia Tuhan yang perlu disyukuri. Oleh karena itu, kesehatan perlu dipelihara dan
ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang merugikannya.
Upaya-upaya dalam bidang lingkungan dan perilaku tersebut pada waktu yang lalu
belum dilaksanakan optimal. Padahal meskipun upaya kesehatan sudah dilakukan
maksimal, tetapi apabila lingkungan dan perilaku belum berkembang baik, tidak akan
menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena, itu pada waktu
yang akan datang pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif tidak menunggu orang
sakit, melainkan aktif memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan
masyarakat, dalam rangka peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia produktivitas
masyarakat.
Sifat praktek ini umum dan komprehensif dan tidak terbatas pada umur atau
kelompok diagnostik tertentu serta berkelanjutan dan tidak terputus-putus. Tanggung
jawab yang dominan adalah terhadap masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu,
perawatan diarahkan ke individu, keluarga, atau kelompok yang mengarah ke
kesehatan keseluruh populasi. Pendekatan holistic akan menggunakan peningkatan
kesehatan, pencegahan kesehatan, pendidikan kesehatan, koordinasi dan kontinyuitas
perawatan. Tindakan keperawatan membutuhkan pemahaman dan perencanaan
kesehatan, pengenalan pengaruh social dan masalah ekologis, pemberian perhatian
pada populasi, dan penggunaan kekuatan dinamis yang dapat memunculkan
perubahan.
Sedangkan definisi dari Asosiasi Kesehatan Masyarakat bagian yang juga merupakan
bagian dari Keperawatan adalah dimana kebutuhan keperawatan kesehatan dan
kesehatan itu sendiri diperiksa oleh perawat profesional atau bersama dengan disiplin
ilmu lain. Bidang keperawatan kesehatan masyarakat adalah keperawatan
professional yang diarahkan keseluruh Komunitas atau populasi dimana prakteknya
mencakup identifikasi subgroup dan keluarga serta individu didalamnya. Penekanan
praktek ini adalah pada perencanaan perawatan komunitas secara menyeluruh dan
bukanlah secara individu. Tujuan praktek ini adalah untuk meningkatkan kesehatan
Komunitas melalui intervensi perawat. Tujuan itu dicapai bekerja sama dengan
pemimpin-pemimpin Komunitas, kelompok yang memiliki hubungan denga kesehatan,
kelompok yang berada dalam bahaya, keluarga dan individu, serta dengan terlibat
dalam tindakan sosial yang relevan. Satu komponen yang membedakan praktek
kesehatan masyarakat dengan praktek lainnya adalah pemeran analisis Komunitas.
1. Komunitas
Untuk memahami pengertian Komunitas sebagai klien, kita terlebih dahulu harus
mendefinisikan arti “Komunitas”. Terdapat berbagai macam pengertian pada istilah
Komunitas sebagaimana juga pada individu dan keluarga. Definisi global yang tepat,
akurat, dan komprehensif sulit untuk dibentuk. Meskipun demikian terdapat beberapa
kunci elemen yang dapat membedakan dan mengidentifikasi Komunitas sebagai
united (kesatuan) yang terpisah dengan lingkungan sekitar.
Diskusi elemen berikut ini berdasarkan pada daftar komponennya Connor. Seluruh
komunitas termasuk berbagai macam individu dapat dipahami sebagai kelompok
(dengan ukuran apapun) atau kelompok sosial (yang mengidentifikasikan beberapa
tipe interaksi). Dalam hubungannya dengan aspek kemanusiaan di Komunitas, dapat
dengan mudah dimengerti bahwa seluruh Komunitas terdiri dari manusia. Secara
harfiah Manusia sebagai anggota masyarakat saling berinteraksi baik secara formal
atau tidak dalam beberapa tipe struktur dalam organisasional. Orang yang tinggal
dihotel residen tertentu dan bekerja yang memanen tanaman merupakan contoh dari
komunitas dengan batasan struktural yang terdefinisi dengan jelas dan terbuka.
Agregat populasi seperti anak-anak remaja, atau kelompok manapun yang memiliki
karakteristik sama kadang dapat digunakan sebagai alternative lain guna tujuan
pengevaluasian. Agregat populasi juga dapat digunakan untuk menandai wilayah
tertentu akan kebutuhan kesehatan.Jika agregat populasi tidak berfungsi sebagai
kesatuan dengan identitas kelompok dan mode interaksi,maka impementasi rencana
untuk memperbaiki kesehatan akan lebih mencakup kerja secara terpisah pada setiap
individu dalam agregat,dari pada keseluruhan kelompok.
Karakteristik sama lainnya pada identitas kelompok adalah hukum, pekerjaan, atau
wilayah tempat tinggal. Oleh karena itu, sebagai seorang perawat profesional perlu
mengembangkan pendekatan dari berbagai aspek dan berbagai perbedaan yang
membentuk suatu komuinitas untuk dapat memberikan proses asuhan keperawatan
yang komprehensif. Pekerjaan sebagai perawat komunitas juga memiliki identifikasi
dan karakteristik yang dapat menyatukan orang-orang kedalam komunitas yang terdiri
atas berbagai perbedaan.
Konsep “unit layanan” atau “unit perawatan” mengarah kepoint pusat praktek perawat
dan memunculkan definisi klien yang dirawat. Fokus yang ada ini mungkin bersifat
individu seperti dalam perawatan klinik atau pengobatan klinik atau kelompok
ataupun komunitas yang terdefinisi secara spesifik, seperti dalam perawatan kesehatan
masyarakat dan praktek kesehatan masyarakat. Setiap unit layanan (pasien/klien)
dipandang sebagai satu kesatuan individu yang berinteraksi dengan lingkungan
internal dan eksternalnya.
Dengan menggunakan pendekatan holistik yang terpusat pada klien dengan fokus
pengoptimallan kesehatan, perawat memiliki perspektif yang lebih bagus. Perspektif
ini penting dalam penting dalam perencanaan pengoptimalan kesehatan pada seluruh
level dari local keinternasional. Oleh karena itu, dalam proses pencapaian kebutuhan
kesehatan dan perencanaan perawatan kesehatan, perawat harus terlihat juga dengan
profesi dan konsumen kesehatan lainnya.
Pada tahun 1958, standar akreditasi Persatuan Perawat Nasional Amerika yang telah
terevisi memutuskan bahwa persatuan tersebut tidak lagi mengakreditasi program
pendidikan yang memberikan spesialisasi pada level Bachelor. Pada waktu itu, bidang
kesehatan komunitas dan pendidikan keperawatan terdapat pada program post-basic
pada level Bachelor. Setelah lima tahun, hanya program Bachelor yang mencakup
keperawatan kesehatan masyarakat saja yang terakreditasi. Hal ini memberikan
tanggung jawab kepada pendidikan keperawatan Bachelor untuk mempersiapkan
keperawatan kesehatan komunitas. Oleh karena itu, pendidikan keperawatan Bachelor
memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan lulusan yang dapat : 1) Betugas pada
setting yang terstruktur dan yang tidak, 2) Bertugas pada posisi level staf dalam
agensi komunitas, 3) Mengidentifikasikan masalah kelompok atau populasi klien.
BAB III
APLIKASI ASUHAN
PENGKAJIAN KOMUNITAS
a. Lingkungan fisik
f. Pendidikan
g. Rekreasi
A. ANALISIS
1. Kategori data
Kelompok : II
Detail Temuan
Tipe perkampungan/pedesaan v Dusun Sambiroto berada dalam tahap perkembangan
§ Perumahan § 53% lingkungan perumahan yang tidak terawat dan t
§ Semi usaha § 64% keadaan toilet yang tidak pernah di kuras denga
§ Lingkungan usaha/bisnis § 49% masih ada warga yang membuang sampah di su
§ 37% jarak septitank dengan sumur kurang dari 10 m
v Tempat bisnis di Dusun Sambiroto, yaitu terdapat 4
v Usaha yang ada di Dusun Sambiroto antara lain, usa
Lingkungan tempat tinggal v Jarak rumah antara warga satu dengan warga yang la
§ Rumah tunggal (terpisah antara rumah satu v Tidak ada apartemen di Dusun Sambiroto
dengan lainnya)
§ Apartemen
Umur Area Perumahan v Tidak ada bangunan baru yang lagi dikerjakan warga
§ Bangunan baru v Tidak ada bangun lama yang terpelihara
§ Bangunan lama tetapi terpelihara bagus v Tidak ada bangunan yang rusak akibat bencana alam
§ Bangunan banyak yang rusak
Karakteristik social-kultural § Dusun Sambiroto, RT 42-49
§ Variasi umur penduduk 1. Balita : 16 orang (5,23%)
§ Ras dan etnik grup 2. Usia sekolah : 24 orang (7,84%)
§ Siswa sekolah 3. Remaja : 20 orang (6,53%)
§ Pekerjaan 4. Dewasa Muda : 27 orang (8,82%)
5. Dewasa Tua : 69 orang (22,55%)
6. Pra Lansia : 62 orang (20,26%)
7. Lansia : 40 orang (13,07%)
§ 100% warga Sambiroto adalah orang Jawa asli yang
§ Dusun Sambiroto RT 42 s/d RT 49
1. Tidak sekolah : 27 orang (8,82%)
2. TK / PAUD : 4 orang (1,31%)
3. SD : 83 orang (27,12%)
4. SMP : 48 orang (15,69%)
5. SMA : 60 orang (19,61%)
6. PT : 10 orang (3,27%)
§ Dusun Sambiroto RT 42 s/d RT 49
1. Pelajar : 47 orang (15,36%)
2. Tani : 119 orang (22,55%)
3. Buruh : 36 orang (11,76%)
4. Swasta : 41 orang (13,40%)
5. PNS : 2 orang (0,65%)
6. Tidak bekerja : 11 orang (3,59%)
Lingkungan v Sebagian besar halaman rumah warga cukup terawat
1. Tampakan umum pekarangan yang di manfaatkan sebagai perkarangan t
§ Halaman, jalan, pekarangan v Tanaman yang ada di pekarangan rumah, seperti bua
§ Tanaman v Di Dusun Sambiroto tidak memiliki tanda-tanda kese
§ Patung, tanda-tanda seni
2. Bahaya lingkungan v Polusi udara di Dusun Sambiroto tidak ada karena ko
§ Polusi udara wilayah Sambiroto.
§ Sampah v Pengolahan sampah di Dusun Sambiroto, yaitu:
§ Area bermain yang berbahaya a) Dibakar : 170 orang (55,55%)
§ Penerangan jalan b) Disungai : 49 orang (16,01%)
§ Alat pemadam kebakaran c) Di TPU : - (0%)
§ Lalu lintas d) Disembarang tempat : - (0%)
§ Polisi/anggotapengaman/penyebrangan jalan e) Ditimbun : 87 orang (28,43%)
untuk anak sekolah § Dusun Sambiroto berada dekat dengan sungai dan sa
3. Stessor lingkungan § Penerangan jalan di Dusun Sambiroto sangat kurang
§ Kegaduhan/ ramai/ kemacetan § Tidak terdapat alat pemadam kebakaran di Dusun Sa
§ Tanda-tanda yang menyebabkan banyak § Lalu lintas di Dusun Sambiroto tidak begitu padat ka
angka kriminal § Di Dusun Sambiroto tidak ada pengamanan untuk pe
§ Tanda-tanda adanya penyalahgunaan bahan- raya
bahan terlarang (NAPZA) § Tidak ada kegaduhan, kemacetan maupun keramaian
§ Tanda-tanda adanya kemiskinan § Tidak terdapat tindakan kriminal di Dusun Sambirot
§ Tidak terdapat penyalahgunaan NAPZA di Dusun Sa
§ Untuk tanda-tanda kemiskinan tidak begitu terlihat k
sawah yang dapat dimanfaatkan sebagai usaha, tetapi s
Sumber-sumber v Di Dusun Sambiroto tidak memiliki pasar tetapi mem
§ Tempat belanja/ daerah belanja v Sebagian besar warga Dusun Sambiroto menggunak
§ Transportasi v Warga Dusun Sambiroto jarang melakukan rekreasi
§ Rekreasi v Rata-rata pendidikan di Dusun Sambiroto masih dala
§ Pendidikan v Di Dusun Sambiroto terdapat 2 masjid, yaitu di RT 4
§ Pusat agama/ kepercayaan (masjid, gereja, v Di Dusun Sambiroto terdapat 8 pos ronda disetiap R
dan lain-lain) v Untuk pelayanan farmasi atau apotik cukup jauh dar
§ Pelayanan keamanan v Beberapa tahun terakhir ini tidak terjadi kegawatdaru
§ Farmasi v Untuk pelayanan umum seperti Bank cukup jauh den
§ Kegawatdaruratan (kebakaran, dll) v Untuk pengambilan sampah tidak ditemukan secara
§ Pelayanan umum (kantor pos, bank, dll) v Untuk surat kabar atau koran dinding tidak ada
§ Pengambil sampah
§ Surat kabar
Pelayanan kesehatan v Di dusun Sambiroto tidak terdapat klinik dokter atau
1. Fasilitas kesehatan (Ada/ tidak ada) yang sakit langsung di bawa ke Puskesmas atau sekeda
§ Rumah sakit v Sumber pelayanan kesehatan pertama yang digunaka
§ Klinik, lainnya
2. Sumber pelayanan kesehatan pertama
§ Puskesmas
§ Nursing center
§ Praktek dokter swasta, lainnya
Etiologi
Masalah (Aktual/
Berhubungan Tanda dan Gejala Dimanifestasikan oleh
Potensial)
dengan
1. Kurangnya perilaku Kurangnya Data bulan Desember 2012 mengenai masalah kebe
masyarakat dalam pengetahuan § 53% lingkungan perumahan yang tidak terawat da
menerapkan perilaku hidup masyarakat dalam § 64% keadaan toilet yang tidak pernah di kuras den
bersih dan sehat di Dusun mengenal perilaku § 49% masih ada warga yang membuang sampah di
Sambiroto hidup bersih dan § 37% jarak septitank dengan sumur kurang dari 10
sehat di Dusun § 58% banyaknya jumlah jumantik di Dusun Sambi
Sambiroto
2. Kurangnya pengetahuan Kurangnya paparan § 18,62% penduduk Dusun Sambiroto merupakan p
pasangan usia subur dan informasi § Hasil wawancara dengan sampel 30 orang wanita
pra-lansia tentang KB, tidak memahami tentang KB dan alat kontasepsi, m
Menopause dan Sadari di § 10,45% pasangan memiliki jumlah anak yang jara
Dusun Sambiroto
3. Tingginya angka Kurangnya § Hasil data dari Puskesmas berdasarkan Top Penya
kesakitan karena penyakit pengetahuan warga 1) Hipertensi : 225 orang
Hipertensi pada kelompok tentang penyakit 2) Diabetes Mlitus : 78 orang
lansia di Dusun Sambiroto Hipertensi § Masalah kesehatan di Dusun Kadisono pada RT 0
1. Hipertensi : 22 orang (7,19%)
2. Diabetes Melitus : 17 orang (5,55%)
§ Berdasarkan wawancara terhadap 10 sampel warg
penyebabnya.
§ Untuk kematian dalam 2 tahun terdapat 5 orang w
4. Potensial peningkatan Kurang pengetahuan § Banyaknya anak-anak TK yang giginya berlubang
PHBS sejak dini di Dusun keluarga didalam § Kurangnya pengetahuan cuci tangan menggunaka
Sambiroto menjaga kesehatan § Kurangnya perhatian orang tua terhadap kebersiha
anak
5. Potensial peningkatan Kurangnya § Kurangnya informasi remaja tentang masalah pen
kesehatan reproduksi pengetahuan remaja § Kurangnya informasi remaja tentang masalah kes
remaja di Dusun tentang reproduksi
Sambiroto remaja
6. Kesiapan peningkatan Peningkatan derajat § Jumlah Pra Lansia : 62 orang (20,26%)
kesehatan bagi lansia dan kesehatan masyarakat § Lansia : 40 orang (13,07%)
tahap perkembangan anak § Angka kejadian hipertensi pada lansia sebanyak 2
di Dusun Sambiroto
7. Kurang optimalnya Kurangnya § Kurang optimalnya pemantauan jentik berkala ole
pelaksanaan Dusun siaga kemampuan § Masih Banyak warga yang tidak tau golongan dar
di Dusun Sambiroto masyarakat mengenal
masalah kesehatan
8. Kurangnya keterampilan Kurangnya pelatihan § Hasil wawancara dengan kader kesehatan yang ad
kader dalam pemeriksaaan kader oleh petugas Sambiroto yang dapat melakukan pengukuran tekan
status kesehatan secara kesehatan
umum (penggunaan alat-
alat kesehatan)
Keterangan pembobotan:
Strateg Rencan
Dx Tujuan Tujuan i a Sumbe Temp
No Evaluasi PJ
Kep Umum Khusus Interve Kegiat r at
nsi an
Krit Standa
eria r
1. Kurang Tercapai 1. 1. 1. Bersihnya 1. 1. Dusu Nita
nya nya Masyara Pendidi Penyulu Lingkung Melaku Masy n Yose
perilak kebersih kat kan han an Dusun kan arakat Samb
u an paham kesehat tentang Sambirot kerja Sambi iroto
masyar lingkung akan an penting o bakti roto
akat an di penting 2. nya secara 2.
dalam Dusun nya Kerjasa kesehat berkala. Kelo
menera Sambirot menjaga ma an 2. mpok
pkan o setelah kebersih 3. lingkun Memah K3M
perilak dilakuka an pember gan dan ami
u hidup n asuhan pekaran dayaan pengelo pemilih
bersih keperaw gan masyar laan an
dan atan rumah akat limbah sampah
sehat di komunit 2. 2. yang
dusun as Masyara Kegiata benar
Sambir selama 2 kat n kerja
oto minggu paham bakti
akan bersam
penting a
nya masyar
menjaga akat
kebersih Dusun
an Sambir
kandang oto
ternak 3.
3. Geraka
Masyara n
kat mau serenta
berparti k
sipasi pember
dalam antasan
upaya sarang
mening nyamuk
katkan
kebersih
an
lingkun
gan
4.
Masyara
kat
paham
tentang
pembua
ngan
limbah
yang
tepat
2 Kurang Meningk 1. PUS 1. 1. Memaha Pemilih Kelo Dusu Amel
nya at-nya paham Kerjasa Penyulu mi an alat- mpok n Chris
pengeta pengetah akan ma han pentingny alat K3M Samb t
huan uan PUS penting masyar tentang a kontras iroto Iwan
pasanga dan nya KB akat KB dan mengatur epsi
n usia pralansia 2. PUS 2. Kontras jarak yang
subur terhadap mengen Pendidi epsi kelahiran tepat
dan pra pentingn al alat- kan 2. dan dapat bagi
lansia ya alat kesehat Penyulu memilih PUS
tentang pengetah kontrase an han kontrasep dan
KB uan psi tentang si yang teknik
menopa tentang (jenis, Menopa tepat, sadari
use dan KB, cara use tanda dan serta
sadari menopau menggu 3. gejala menget
se dan nakan, Penyulu menopaus ahui
sadari kelebiha han e, seta tentang
setelah n dan tentang memprakt manopa
dilakuka kekuran Sadari ekankan use
n asuhan gan) teknik pada
keperaw 3. PUS sadari pralansi
atan mampu a
komunit menentu
as kan alat
selama 2 kontrase
minggu psi yang
tepat
untuk
mereka
4. PUS
dan
pralansi
a
mengeta
hui
tentang
menopa
use
5. PUS
dan
pralansi
a dapat
mengeta
hui
manfaat
dan cara
menerap
kan
teknik
Sadari
3 Tinggin Meningk 1. 1. Membe Pemaham Cara Kelo Dusu Ade
ya atnya Masyara Kerjasa rikan an merawa mpok n Tria
angka pengetah kat ma penyulu tentang t lansia K3M Samb
kesakit uan paham masyar han penyakit dan iroto
an masyara tentang akat tentang Hipertens keluarg
karena kat penyakit 2. Hiperte i a yang
penyaki tentang Hiperte Pendidi nsi memili
t penyakit nsi kan antara ki
Hiperte Hiperten (Definis kesehat lain Hiperte
nsi si setelah i, an Definisi nsi
pada dilakuka penyeba ,
kelomp n asuhan b, tanda penyeb
ok keperaw dan ab,
Lansia atan gejala, tanda
di komunit komplik gejala,
Dusun as asi) kompli
Sambir selama 2 2. kasi,
oto minggu Masyara cara
kat perawat
mampu an dan
mengam pencega
bil han
keputus dengan
an yang diet
tepat hiperten
dalam si dan
menang terapi
ani otot
Hiperte progresi
nsi f
4 Potensi Meningk 1. 1. 1. Penerapa 1. Kelo SD Yoss
al atkan Mening Kerjasa Mengaj n PHBS Anak- mpok dan e
peningk PHBS katkan ma arkan sejak dini anak K3M TK Nita
atan sejak PHBS masyar cara Usia di
PHBS dini di pada akat menggo Sekolah Dusu
sejak Dusun anak 2. sok gigi dan n
dini di Sambirot prasekol Pendidi yang Praseko Samb
Dusun o, ah dan kan benar lah iroto
Sambir Banyurot sekolah kesehat 2. menget
oto, o, Dusun an Mengaj ahui
Banyur Nanggul Sambiro arkan Cara
oto, an, to cara meng-
Nanggu Kulon 2. Anak cuci gosok
lan, Progo prasekol tangan gigi
Kulon ah dan yang yang
Progo sekolah baik baik
Dusun dan dan
Sambiro benar benar.
to dapat 2. Cara
melakuk mencuc
an cuci i tangan
tangan yang
dan baik
gosok dan
gigi benar
dengan
benar
5. Potensi Meningk 1. 1. Penyulu Remaja Remaja Kelo Dusu Aji
al atkan Menam Kerjasa han Terhindar paham mpok n Alan
peningk pengetah bah ma tentang dari tentang K3M Samb
atan uan pengeta masyar kesehat masalah- PMS iroto
kesehat remaja huan akat an masalah dan
an akan remaja 2. reprodu kesehatan Kesehat
reprodu pentingn tentang Pendidi ksi reproduks an
ksi ya kesehata kan remaja i Reprod
remaja kesehata n kesehat uksi
di n reprodu an mening
Dusun reproduk ksi kat
Sambir si remaja 2.
oto Member
ikan
gambara
n
kepada
remaja
tentang
perilaku
yang
tepat
dalam
menjaga
kesehata
n
reprodu
ksi
remaja
6. Kesiapa Kesiapan 1. 1. 1. Meningka 1. Kelo Dusu Aji
n lansia Lansia Pendidi Penyulu tnya Memah mpok n Alan
peningk dan paham kan han derajat ami dan K3M Samb Chris
atan anakdala akan kesehat kesehat kesehatan menceg iroto tTria
kesehat m upaya penting an an dan lansia ah
an bagi peningka nya 2. penyaki Dusun terjadin
lansia tan kesehata Kerjasa t pada Sambirot ya
dan kesehata n di usia ma lansia o penyaki
tahap n lanjut masyar misalny t lansia.
perkem 2. akat a DM 2.
bangan Lansia 3. dan Senam
anak di dapat Pember Hiperte secara
dusun mengop daya-an nsi, teratur.
Sambir timal- masyar terapi 3.
oto kan akat otot Memen
kemamp progresi uhi
uannya f dan ADL
untuk senam mandiri
memenu kaki 4.
hi DM Memah
kebutuh 2. ami
an Pemeri cara
secara ksaan pengec
mandiri fisik ekan
3. dan perkem
Lansia mental bangan
paham lansia pada
akan 3. anak
cara Penyulu 5.
menjaga han Mengta
kebugar P3K hui cara
an pada mengat
tubuhny anak asi
a yang penyaki
4. sakit t biasa
Lansia biasa yang
mengeta terjadi terjadi
hui pada pada
tentang anak- anak
penyakit anak secara
- 4. mandiri
penyakit Penyulu
yang han
sering tahapan
terjadi perkem
pada bangan
lansia anak
dan 5.
cara Penyulu
penatala han gizi
ksana- pada
annya. bayi
5. dan
Orangtu Balita
a dari
anak
mengeta
hui
penting
nya
kesehata
n anak
6.
Orangtu
a anak
mengeta
hui
tahapan
perkem
bangan
anak,
gizi
yang
dibutuh
kan dan
cara
penenga
nan
penyakit
yang
diderita
anak-
anak
secara
umum.
7 Kurang Mengopt 1. 1. 1. Pelaksana 1. Kelo Dusu TIM
optimal imalkan Terlaksa Proses Penyulu an Dusun Masyar mpok n
nya pelaksan nanya kelomp han Siaga akat K3M Samb
pelaksa aan salah ok tentang terlaksana memah iroto
naan Dusun satu 2. manfaat lebih ami
Dusun Siaga di program Pendidi cek optimal manfaat
siaga di Dusun dusun kan golonga dan
Dusun Sambirot siaga kesehat n darah penting
Sambir o, 2. an 2. nya cek
oto, Banyurot Member 3. Pendata golonga
Banyur o, i Kerjasa an n darah
oto, Nanggul gambara ma peserta dan
Nanggu an, n masyar cek mau
lan, Kulon tentang akat golonga bepartis
Kulon Progo manfaat 4. n darah ipasi
Progo cek Pember 3. didalam
golonga daya-an Pelaksa nya
n darah masyar naan 2.
3. akat kegiata Masyar
Member n cek akat
ikan golonga sadar
pemaha n darah akan
man 4. penting
tentang Jumanti nya
pencega k dan upaya
han Penyulu penceg
DBD han ahan
4. GERT DBD
Member AK 3.
ikan PSN Masyar
pemaha (Geraka akat
man n memah
tentang Serenta ami arti
penting k penting
nya Pember dari
menjaga antasn menjag
kesehata Sarang a
n Nyamu kesehat
k) an
5.
Pelayan
an
Kesehat
an &
penyulu
han
kesehat
an
secara
umum
8 Kurang Peningka 1. Kader 1. 1. Kader 1. Para Kelo Dusu TIM
nya tan memaha Pendidi Pelatiha dan kader mpok n
keteram keteramp mi kan n kader pelaksana dapat K3M Samb
pilan ilan tentang kesehat dalam an memah iroto
kader kader posyand an penggu posyandu ami
dalam dalam u dan 2. naan dapat tugas
pemeri menggun sistem 5 Kerjasa alat-alat berfungsi dan
ksaan akan meja ma kesehat secara fungsin
status alat-alat dalam masyar an, optimal ya.
kesehat kesehata posyand akat tugas 2. Para
an n dan u 3. dan Kader
secara peningka 2. Kader Pember fungsi dapat
umum tan memaha daya-an kader, melaku
(pengg pemaha mi masyar serta kan
unaan man tentang akat Posyan pemeri
alat-alat tentang tugas du ksaan
kesehat posyand kader 2. tekanan
an) u posyand Observ darah,
u asi suhu,
3. Kader fungsi nadi,
mampu Kader dan
mengen dan respiras
al dan keteram i.
menggu pilan 3. Para
nakaan penggu Kader
alat-alat naan dapat
kesehata alat-alat menera
n untuk kesehat pkan
pemerik an serta sistem
saan penerap 5 meja
status an dalam
kesehata sistem posyan
n secara 5 meja du
umum
4. Kader
mengeta
hui
batas
normal
tanda-
tanda
vital
N Rencana
Masalah Tujuan Sasaran Waktu Tempat Dana PJ
o Kegiatan
1. Kurangnya Tujuan 1. Seluruh Minggu, Dusun Kelompo Nita
perilaku umum : Penyuluhan masyarak 23 Sambirot k K3M Yos
masyaraka Tercapainya tentang at Dusun Desemb o Kelompo e
t dalam kebersihan pentingnya Sambiroto er 2012 Dusun k K3M TIM
menerapka lingkungan kesehatan Seluruh Minggu, Sambirot Kelompo TIM
n perilaku di Dusun lingkungan masyarak 16 o k K3M
hidup Sambiroto dan at Dusun Desemb Dusun
bersih dan setelah pengelolaan Sambiroto er 2012 Sambirot
sehat di dilakukan limbah Seluruh Jumat, o
dusun asuhan 2. Kegiatan masyarak 21
Sambiroto keperawatan kerja bakti ar Dusun Desemb
komunitas bersama Sambiroto er 2012
selama 2 masyarakat –4
minggu. Dusun Januari
Tujuan Sambiroto 2013
Khusus : 3. Gerakan
1. serentak
Masyarakat pemberantas
paham akan an sarang
pentingnya nyamuk
menjaga
kebersihan
pekarangan
rumah
2.
Masyarakat
paham akan
pentingnya
menjaga
kebersihan
kandang
ternak
3.
Masyarakat
mau
berpartisipas
i dalam
upaya
meningkatk
an
kebersihan
lingkungan
4.
Masyarakat
paham
tentang
pembuangan
limbah yang
tepat
N Rencana
Masalah Tujuan Sasaran Tempat PJ
o Kegiatan Waktu Dana
2. Kurangnya Tujuan 1. Seluruh Sabtu, 22 Dusun Kelompo Amel
pengetahua umum : Penyuluha PUS Desembe Sambirot k K3M Chris
n pasangan Meningkat- n tentang dan r 2012 o t
usia subur nya KB dan Pralansi Sabtu, 29 Dusun Amel
dan pra pengetahuan Kontraseps a Desembe Sambirot Crist
lansia PUS dan i Seluruh r 2012 o Tria
tentang KB pralansia 2. PUS
menopause terhadap Penyuluha dan
dan sadari pentingnya n tentang Pralansi
pengetahuan Menopaus a
tentang KB, e
menopause 3.
dan sadari Penyuluha
setelah n tentang
dilakukan Sadari
asuhan
keperawatan
komunitas
selama 2
minggu
Tujuan
Khusus :
1. PUS
paham akan
pentingnya
KB
2. PUS
mengenal
alat-alat
kontrasepsi
(jenis, cara
menggunaka
n, kelebihan
dan
kekurangan)
3. PUS
mampu
menentukan
alat
kontrasepsi
yang tepat
untuk mereka
4. PUS dan
pralansia
mengetahui
tentang
menopause
5. PUS dan
pralansia
dapat
mengetahui
manfaat dan
cara
menerapkan
teknik Sadari
BAB IV
PEMBAHASAN
A. KEKUATAN
C. KESEMPATAN
Warga Dusun Sambiroto cukup antusias dan berperan aktif dalam proses
keperawatan komunitas, mereka mau meluangkan waktu istirahat mereka di
malam hari untuk ikut dalam beberapa program yang kami lakukan di malam
hari seperti : MMD I, MMD II, MMD III. Seringnya jadwal kegiatan-kegiatan
masyarakat menjadi peluang emas bagi kami untuk dapat ikut serta dalam
kegiatan mereka, dan kami selalu diberikan kesempatan untuk memberikan
penyuluhan-penyuluhan serta menyampaikan informasi dalam setiap kegiatan
tersebut, hal ini sangat bermanfaat sehingga kami menjadi lebih cepat dalam
saling mengenal, akrab, dan dapat membaur dengan masyarakat. Hal tersebut
membuat mereka sangat respect dan mendukung program-program yang kami
laksanakan seperti senam lansia, donor darah, pelayanan kesehatan, pelatihan
kader, dan penyuluhan-penyuluhan kesehatan.
D. ANCAMAN
BAB V
A. KESIMPULAN
Keperawatan kesehatan komunitas bekerja memerlukan waktu yang lama
dengan lebih mengutamakan promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan
proteksi kesehatan sebagai fungsi utamanya dari pada mengobati penyakit.
Keterampilan dan pengalaman yang didasari dengan ilmu pengetahuan tentang
kesehatan diperlukan dalam mengkaji aset dan kebutuhan komunitas dalam
merencanakan dan mengimplementasikan strategi pembangunan komunitas
karena akan menentukan derajat kesehatan bagi komunitas.
3. Masih ada warga yang tidak dapat terlibat dalam beberapa kegiatan
keperawatan komunitas yang dominannya adalah bapak-bapak yang ada di
Dusun Sambiroto.
B. SARAN
Labels: KOMUNITAS
Add a comment
13.
14.
Nov
20
A. Pengertian
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth,
2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic kidney disease ( CKD
),pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi
kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan
harapan klien datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara
konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage ) menggunakan terminology CCT (
clearance creatinin test ) dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (
cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan
derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
B. Etiologi
C. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron
yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini
memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban
bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi
berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana
timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas
kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini
fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau
lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
D. Klasifikasi
o Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
o Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
o Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
o Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
o Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
E. Manifestasi Klinis
a) Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b) Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak
nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis
mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat
retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisytem renin - angiotensin – aldosteron),
gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan
perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia,
mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak
mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam
usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet
syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati (
kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
F. Pemeriksaan Penunjang
- hematologi
- Elektrolit
- koagulasi studi
- PTT, PTTK
- BGA
2. Urine
- urine rutin
3. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
4. Radiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
G. Penatalaksanaan Keperawatan
2. Dialysis
- peritoneal dialysis
- Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah
CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan
mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk
mempermudah maka dilakukan :
3. Operasi
- Pengambilan batu
- transplantasi ginjal
H. Pengkajian
1. Aktivitas / istirahat
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi lama, atau berat, palpitasi, nyeri dada (angina)
Tanda : Hipertensi, nadi kuat,edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak,tangan, disritmia jantung.
Nadi lemah halus,hipotensi ortostatik menunjukan hipovolemia, pucat, kecenderungan
perdarahan.
3. Integritas ego
Gejala : Factor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya, perasaan tak
berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, abdomen kembung, diare, atau
konstipasi.
5. Makanan/ cairan
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penuruna berat badan (malnutrisi),
anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap di mulut (pernapasan
amonia), penggunaan diuretic
6. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “ kaki gelisah”,
7. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala ; kram otot/nyeri kaki (memburuk saat malam
hari)
8. Pernapasan
Gejala : napas pendek ; dispnea nocturnal paroksimal ; batuk dengan / tanpa sputum
kental dan banyak.
10. Seksualitas
Gejala : riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,
nefritis herediter,kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan oleh toksin, contoh,
obat, racun lingkungan
I. Diagnosa Keperawatan
J. Perencanaan
Tujuan:
R: pembatasan cairan akan menentuka berat tubuh ideal, haluaran urin,dan respon
terhadap terapi.
c. Identifikasi sumber potensial cairan ; medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan oral dan intravena, makanan.
Intervensi:
b. Kaji pola diet nutrisi pasien ; riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.
R: pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
c. Kaji factor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi ; anoreksia, mual atau
muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, depresi,kurang memahami
pembatasn diet,stomatitis.
R: menyediakan informasi mengenai faktro lain yang dapat dirubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan oral.
e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi telur, produk
susu, daging.
f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium diantara waktu
makan.
g. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin.
h. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makan
i. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjuran untuk
memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.
R:Daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan
merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.
Intervensi:
a. Kaji factor yang menimbulkan keletihan ; anemia,ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit,retensi produk sampah,depresi.
R: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan
istirahat yang adekuat.
R: Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialysis, yang bagi banyak paisen sangat
melelahkan.
Intervensi:
a. Kaji respons dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.
R: Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam menghadapi
perubahan perubahan dalam hidup.
R: Pola koping yang telah efektif dimasa lalu mungkin potensial destrukstif ketika
memandang pembatasan yan ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.
d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan
penanganan ; perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan,
perubahan sekual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan
e. Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual.
R: Bentuk alternative ekspresi seksual dapat diterima.
R: Seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu, tergantung pada tahap
maturitansnya.
Intervensi:
b. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat
pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar
R: Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penaganan setelah mereka siap untuk
memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.
R: Pasien dapa melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.
d. Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang ; fungsi
dan kegagalan renal, pembatasan cairan dan diet, medikasi, melaporkan masalah,
tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut, sumber di komunitas, pilihan terapi.
K. Implementasi
L. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang
(US. Midar H, dkk, 1989).
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI
Labels: HEMODIALISA
Add a comment
Loading
e'ed. Dynamic Views theme. Powered by Blogger.