Está en la página 1de 2

Salah Obat, Janin Napsiya Tewas

Jakarta - Gara-gara salah diberi obat, janin yang dikandung Siti Napsiya (27) tewas.
Dokter memberikan obat penggugur kandungan kepada Napsiya yang seharusnya diberikan
untuk pasien lain.

"Bayi saya meninggal karena dokter salah memberikan obat," kata Napsiya seusai
membuat laporan di Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (15\/8\/2008).

Napsiya menceritakan kejadian naas itu berawal saat usia kandungannya berusia 30
minggu, 24 Juli 2008. Saat itu ia merasa sesak di bagian dada. "Saya diantar adik ke RS
untuk diperiksa," katanya.

Sesampainya di sebuah rumah sakit di Jalan Jeruk Raya, Jagakarsa, Napsiya diperiksa
oleh bidan L, bidan I dan bidan D. "Kemudian saya dirawat inap di RS itu," katanya.
Kemudian bidan D mengantar Napsiya ke ruang rawat inap dan memberikan obat warna
merah kecil, obat ini diberikan atas suruhan bidan I dan dr A. "Saya meminum obat itu
keesokan harinya," katanya. "Setelah meminum obat, bidan D meminta saya untuk tenang
karena siangnya saya hendak dikuret. Saya kaget kok dikuret padahal kondisi janin saya
sehat-sehat saja," katanya.

Beberapa hari kemudian perut Napsiya mengeras dan sakit, badan gemetar, nafas
sesak dan kaki saya lemas dan kaku. Kemudian dirinya ditangani oleh beberapa dokter dan
bidan. "Kondisi janin saya memburuk dan akhirnya dirujuk ke RSCM ," katanya. Kemudian
pada 27 Juli 2008 Napsiya melahirkan di RSCM dan janinnya tak bisa diselamatkan. "Waktu
saya diberi obat CYTOTEX yang ternyata obat maag yang biasa digunakan untuk mengkuret
kandungan," katanya. Dalam laporannya Napsiya melaporkan bidan D, bidan I dan dr A.

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-989383/salah-obat-janin-napsiya-tewas
ANALISA KASUS

Menganalisa dari kasus diatas, terjadi kesalahan pemberian obat terhadap janin yang
dikandung Siti Napsiya karena dokter salah memberikan obat terhadap ibu tersebut.
Kesalahan pemberian obat (medication error) pada kasus ini termasuk Dispensing yaitu
kesalahan dalam peracikan atau pengambilan obat. Berhubungan dengan kasus diatas terlihat
dokter salah dalam pengambilan obat, karena ketidak hatian dokter atau kurang teliti dalam
memberikan obat sehingga menyebabkan hal yang sangat fatal yaitu kematian pada janin.
Dampak pemberian obat tersebut ibu perut Napsiya mengeras dan sakit, badan gemetar, nafas
sesak dan kaki saya lemas, kaku dan janinnya tidak bisa terselamatkan. Padahal ibu Siti
Napsiya hanya ingin memeriksakan diri karena sesak di bagian dada dan kandungannya
sebelumnya dalam kondisi sehat. Tentu kejadian ini sangat tidak diharapkan oleh ibu Napsiya
karena niat awal hanya ingin berperiksa tetapi malah menyebabkan kematian pada janinnya.

Pasien memiliki hak untuk bertanya mengenai obat yang diberikan terhadap dirinya.
Baik itu tentang dampak negatif obat, waktu untuk mengkonsumsi, cara megkonsumsi obat,
dan lain-lain. Itu bertujuan untuk menghindari kejadian seperti kasus diatas, yaitu
mengklarifikasi tentang obat yang diberikan. Dengan mengkomunikasikan hal tersebut adalah
salahsatu cara agar terhindar dengan kesalahan pengobatan (medication error).

Kesalahan pengobatan seharusnya tidak boleh terjadi, karena berhubungan erat


dengan nyawa pasien. Kesalahan pengambilan obat adalah kesalahan yang sangat berbahaya
karena bisa menyebabkan nyawa pasien tak terselamatkan. Sebenarnya kesalahan pengobatan
tidak akan terjadi apabila dokter tersebut teliti dalam melayani pasien, mendiagnosa pasien,
dan memberi obat kepada pasien.

Cukup kasus diatas menjadikan evaluasi kedepan untuk para dokter, apoteker, dan
perawat dalam menghindari kesalahan pengobatan (medication error). Rumah sakit juga
perlu meningkatkan sistem yang tepat agar keselamatan pasien terhadap medication error
bisa terhindar dan tidak terulang kembali kejadian yang tidak diharapkan, yang bisa
menyebabkan nyawa pasien meninggal karena hal yang sebenarnya mudah untuk dihindari.

También podría gustarte