Está en la página 1de 11

Pajak dalam Usaha Asuransi

Mata Kuliah : Pajak Dalam Entitas Usaha Tertentu

Dosen Pengampu :

Drs. A. Dahlan, MSA, Ak, BKP, CA


Yeni Tata Rini., SEM.Acc.,Ak

Disusun oleh :

Nindi Dwi Ristanti (15110016)

Desti Lolita A (16110020)

Quril Lolitasari (16110025)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PRODI AKUNTANSI

UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kekuatan dan kemampuan, sehingga makalah yang berjudul
“Pajak dalam usaha asuransi” ini dapat diselesaikan. Dengan segala kemampuan
kami yang terbatas, makalah ini mencoba menguraikan tentang pengertian, jenis,
proses, ketentuan-ketentuan dan kewajiban dalam perpajakan. Dan dengan adanya
makalah ini kami berharap dapat membantu para pembaca dan kami sendiri dalam
memahami pengertian, jenis, proses, ketentuan-ketentuan dan kewajiban dalam
perpajakan yang baik dan benar.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami mohon saran dan kritiknya yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan makalah ini dengan harapan untuk
memperbaiki kualitas makalah.

Kami berharap makalah ini dapat berguna khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi semua yang membacanya.

Malang, 15 Oktober 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri asuransi di Indonesia dari tahun ke tahun makin berkembang baik


dalam jumlah maupun jenisnya. Hal ini salah satunya karena makin
dikenalnya dunia perasuransian oleh masyarakat dan kemanfaatannya. Bahkan
untuk menyikapi perkembangan industri perasurasian di Indonesia,
pemerintah bersama DPR mengundangkan UU No.40 Tahun 2014 Tentang
Perasurasian sebagai pengganti dari UU No. 2 Tahun 1992.

Berdasarkan UU No 40 Tahun 2014 yang dimaksudkan dengan asuransi


adalah adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan
pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk: (a) memberikan penggantian kepada
tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang
timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau (b) memberikan pembayaran
yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang
didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah
ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.

UU No 40 Tahun 2014 menyebutkan bahwa yang dimasud dengan usaha


perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau
pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi
produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan
asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian
kerugian asuransi atau asuransi syariah. Dari pengertian tersebut, maka ruang
lingkup usaha peransuransian itu cukup luas dan tidak semata-mata dalam
artian produk asuransi belaka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian dan karakteristik usaha Asuransi!
2. Apa saja jenis dan bentuk usaha Asuransi?
3. Jelaskan proses bisnis usaha Asuransi!
4. Jelaskan ketentuan PPh untuk usaha Asuransi i!
5. Jelaskan ketentuan pot-put untuk usaha Asuransi i!
6. Jelaskan ketentuan PPN untuk usaha Asuransi!
7. Jelaskan Kewajiban Perpajakan dalam usaha Asuransi!
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang pengertian dan karakteristik usaha Asuransi.
2. Memahami jenis dan bentuk usaha Asuransi.
3. Memahami proses bisnis usaha Asuransi.
4. Memahami ketentuan PPh untuk usaha Asuransi.
5. Memahami ketentuan pot-put untuk usaha Asuransi.
6. Memahami ketentuan PPN untuk usaha Asuransi.
7. Memahami Kewajiban Perpajakan dalam usaha Asuransi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Karakteristik Usaha Asuransi

Usaha asuransi merupakan suatu mekanisme yang memberikan


perlindungan pada tertanggung apabila terjadi risiko dimasa mendatang.
Apabila risiko itu benar-benar terjadi, pihak tertanggung akan mendapatkan
ganti rugi sebesar nilai yang diperjanjikan antara penangggung dan
tertanggung. Mekanisme perlindungan ini sangat dibutuhkan dalam dunia
bisnis yang penuh risiko. Secara rasional para pelaku bisnis akan
mempertimbangkan usaha untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada
tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan
untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada
salah satu anggota keluarga menghadapi risiko cacat atau meninggal.

Karakteristik usaha asuransi kerugian (menurut PSAK:28) :

1. Usaha asuransi kerugian merupakan suatu sistem proteksi menghadapi


risiko kerugian keuangan dan sekaligus merupakan upaya penghimpunan
dana masyarakat .
2. Pertanggungjawaban keuangan kepada para tertanggung mempengaruhi
penyajian laporan keuangan.
3. Laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya
estimasi jumlah premi yang belum merupakan pendapatan (unearned
premium), estimasi jumlah klaim, termasuk jumlah klaim yang terjadi
namun belum dilaporkan (incurred but not reported claims). Dalam
menghitung tingkat premi, usaha asuransi kerugian menggunakan
asumsi tingkat risiko dan beban.
4. Pihak tertanggung (pembeli asuransi) membayar premi asuransi terlebih
dulu kepada perusahaan asuransi sebelum peristiwa yang menimbulkan
kerugian yang diperjanjikan terjadi. Pembayaran premi tersebut
merupakan pendapatan (revenue) bagi perusahaan asuransi.
5. Jumlah premi yang belum merupakan pendapatan, dan jumlah klaim,
termasuk jumlah klaim yang terjadi namun belum dilaporkan, diestimasi
dengan menggunakan metode tertentu.
6. Peraturan perundangan di bidang perasuransian mewajibkan perusahaan
asuransi kerugian memenuhi ketentuan kesehatan keuangan misalnya
tingkat solvabilitas.

Beberapa karakteristik usaha asuransi jiwa antara lain :

1. Usaha asuransi jiwa merupakan suatu system proteksi menghadapi risiko


keuangan atas hidup atau meninggalnya seseorang dan sekaligus
merupakan upaya penghimpunan dana masyarakat.
2. Premi merupakan pendapatan perusahaan asuransi, disamping hasil
investasi yang menjadi kegiatan tidak terpisahkan dari usaha asuransi
jiwa.
3. Investasi berfungsi utama untuk memenuhi seluruh kewajiban manfaat
yang akan diberikan kepada tertanggung.
4. Kewajiban keuangan bagi usaha asuransi jiwa terkait dengan
ketidakpastian terjadinga suatu peristiwa, hal ini memengaruhi penyajian
laporan keuangan.
5. Laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh unsure estimasi, misalnya
estimasi jumlah kewajiban manfaat polis masa depan (liability for future
policy benefits) yang dihitung berdasar perhitungan aktuaria, estimasi
jumlah kewajiban klaim, serta estimasi jumlah klaim terjadi namun
belum dilaporkan (incurred but not reported claims).
6. Pihak tetanggung (pembeli kontrak asuransi) membayar terlebih dahulu
premi asuransi atau titipan premi kepada perusahaan asuransi sebelum
sesuatu atau peristiwa yang diasuransikan terjadi. Pembayaran ini
merupakan pendapatan (revenue) bagi perusahaan asuransi. Pada saat
kontrak asuransi disetujui, perusahaan asuransi biasanya belum
mengetahui apakah ia akan membayar manfaat asuransi,berapa besar
pembayaran itu, dan kalau terjadi , kapan terjadinya. Hal ini akan
berpengaruh pada masalah pengakuan pendapatan dan pengukuran
beban.
7. Perusahaan asuransi jiwa harus memenuhi kesehatan keuangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian, misalnya batas tingkat solvabilitas (solvency margin).

2.2 Jenis dan Bentuk Usaha Asuransi

1. Menurut Sifat Pelaksanaannya:


o Asuransi sukarela Pada prinsipnya pertanggungan dilakukan dengan
cara sukarela, dan semata-mata dilakukan atas kesadaran akan
kemungkinan terjadinya risiko kerugian atas sesuatu yag
dipertanggungan tersebut, missal: asurans kecelakaan, asuransi tenaga
kerja dan sebagainya.
o Asuransi wajib Merupakan asuransi yang sifatnya wajib dilakukan
pihak-pihak terkait yang pelaksanaannya dilakukan berdasarkan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Menurut Jenis Usaha Perasuransian
o Usaha asuransi 1).Asuransi Kerugian (nonlife insurance) Asuransi
kerugian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 yaitu usaha
yang memberikan jasa-jasa dalam penanggulangan risiko atas
kerugian, kehilangan manfaat dan tanggung jawab hukum pihak
ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Usaha asuransi
kerugian dapat dibagi sebagai berikut:
1. Asuransi kebakaran adalah asuransi yang menutup risiko kebakaran.
2. Asuransi pengangkutan adalah asuransi pengangkutan (marine
insurance) penanggung atau perusahaan asuransi akan menjamin
kerugian yang dialami tertanggung akibat terjadinya kehilangan atau
kerusakan pada saat pelayaran.
3. Asuransi aneka adalah jenis asuransi kerugian yang tidak dapat
digolongkan ke dalam asuransi kebakaran dan asuransi pengangkutan.
Misalnya asuransi kendaraan bermotor, asuransi kecelakaan diri dan
sebagainya.
o Asuransi Jiwa (life insurance) Asuransi jiwa adalah suatu jasa yang
diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan risiko yang
dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang
dipertanggungkan. Asuransi jiwa memberikan:
1. Dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan.
Santunan bagi tertanggung yang meninggal
2. Bantuan untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh
meninggalnya orang kunci
3. Penghimpunan dana untuk persiapan pension
Ruang lingkup usaha asuransi jiwa dapat diolongkan menjadi:
1. Asuransi jiwa biasa (ordinary life insurance)
2. Asuransi jiwa kelompok (group life insurance)
3. Asuransi jiwa industrial (indusrial life insurance)

Reasuransi Dalam menjalankan ada kemungkinan perusahaan asuransi


menanggung risiko yang lebih besar dari kemampuan finansialnya. Untuk
mengatasi hal itu perusahaan dapat membagi risiko dengan pihak lain.
Penyebaran risiko tersebut dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu
koasuransi dan reasuransi. Koasuransi adalah pertanggungan yang dilakukan
secara bersama atas suatu objek asuransi. Sedangkan reasuransi adalah proses
mengasuransikan kembali pertanggungjawaban pada pihak tertanggung.
Pihak tertanggung biasa disebut sebagai ceding ompany dan pihak
penanggung disebut reasuradur. Fungsi reasuransi adalah:

1. Meningkatkan kapasitas akseptasi


2. Alat penyebaran risiko
3. Meningkatkan stabilitas usaha
4. Meningkatkan kepercayaan

2.4 Ketentuan PPh dalam Usaha Asuransi


Wajib Pungut PPh Pasal 21
Untuk karyawan biasa, penghitungan PPh pasal 21 mengikuti aturan
perpajakan yang berlaku umum (sesuai PER –
57/PJ/2009 jo PER – 31/PJ/2009)
Petugas Dinas Luar Asuransi
Petugas Dinas Luar Asuransi adalah, yang bukan merupakan
pegawai/karyawan perusahaan asuransi, ini
menggunakan norma penghitungan penghasilan (SE -100/PJ/2009) dengan
ketentuan sebagai berikut: Petugas dinas luar asuransi boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto, dengan syarat :
1. Peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah)
2. Memberitahukan kepada Direktur Jendral Pajak dalam jangka waktu tiga
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.

Persentase Norma Penghitungan Penghasilan neto bagi petugas dinas luar


asuransi diatur dalam KEP-536/PJ?2000)
dimana petugas dinas luar asuransi diklasifikasikan dalam jenis usaha
“pekerjaan bebas bidang profesi”.
Prosentasenya adalah sebagai berikut:
1. 50%untuk 10 ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makasar, dan
Pontianak
2. 47,5% untuk ibukota propinsi lainnya
3. 45% untuk daerah lainnya.
2.5 Ketentuan Potongan dan pungutan usaha asuransi
Pemotongan PPh pasal 21 dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan
kepada WP orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau
kegiatan yang dilakukan. Perpajakan sebagai pemotong PPh pasal 21 atas
penghasilanyang dibayarkan kepada karyawannya maupun yang bukan
karyawannya.
2.7 Kewajiban perpajakan pada usaha asuransi

Untuk memudahkan pemahaman mengenai pajak penghasilan yang diatur


dalam SE-32/PJ/2014, berikut ini akan diuraikan penjelasannya. Dengan
begitu, Wajib Pajak diharapkan tak lagi dibuat bingung:

1. Penghasilan Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan


PP No. 46 Tahun 2013 ini adalah penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak
dari kegiatan usahanya. Jadi, Wajib Pajak yang menjadi karyawan tidak
dikenakan pajak penghasilan PP No. 46 Tahun 2013
2. Penentuan waktu beroperasi secara komersial bagi Wajib Pajak Badan
adalah ketika wajib pajak tersebut melakukan kegiatan operasi secara
komersial untuk pertama kali.
3. Penentuan peredaran bruto yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan
PP No. 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak Badan yang baru beroperasi
secara komersial untuk pertama kali ditentukan berdasarkan peredaran
bruto usaha dalam satu tahun pajak setelah tahun pajak beroperasi secara
komersial.
4. Wajib Pajak Badan yang baru beroperasi secara komersial dikenai pajak
penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang Pajak Penghasilan
sampai dengan jangka waktu satu tahun sejak beroperasi secara komersial.
5. Dalam jangka waktu satu tahun sejak beroperasi secara komersial
melewati tahun pajak saat beroperasi secara komersial, ketentuan
pengenaan pajak penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang
Pajak Penghasilan berlaku sampai dengan akhir tahun pajak berikutnya
setelah tahun pajak saat beroperasi secara komersial.
6. Pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan PP No. 46
Tahun 2013 bagi Wajib Pajak Badan pada nomor 2 untuk tahun pajak
selanjutnya ditentukan berdasarkan peredaran bruto tahun pajak
sebelumnya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 menegaskan


bahwa penghasilan yang dikenai pajak penghasilan berdasarkan PP No. 46
Tahun 2013 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usaha, kecuali:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa sehubungan pekerjaan
bebas sebagaimana dimaksud dalam PP No. 46 Tahun 2013.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri.
3. Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri.
4. Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

Penentuan peredaran bruto yang dikenakan Pajak Penghasilan yang


bersifat final berdasarkan PP No. 46 Tahun 2013 bagi Wajib Pajak Badan
yang baru beroperasi secara komersial untuk pertama kali ditentukan
berdasarkan peredaran bruto dari usaha dalam satu tahun Pajak setelah Tahun
Pajak beroperasi secara komersial. Bila dalam jangka waktu satu tahun sejak
beroperasi secara komersial di atas melewati Tahun Pajak saat beroperasi
secara komersial, ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif
umum Undang-Undang Pajak Penghasilan dimaksud berlaku sampai dengan
akhir Tahun Pajak berikutnya setelah Tahun Pajak saat beroperasi secara
komersial.

https://hepiprayudi.wordpress.com/2010/06/12/akuntansi-asuransi-kerugian-28-
dan-asuransi-jiwa-36/

http://staffnew.uny.ac.id/upload/132318570/pendidikan/asuransi.pdf

https://www.cermati.com/artikel/penting-ini-aturan-pajak-untuk-anda-yang-baru-
mendirikan-usaha

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://bppk.kemenkeu.go.i
d/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/21228-pajak-atas-usaha-asuransi,-sebuah-
anomali&ved=2ahUKEwi5zqCMvtbeAhWHqI8KHYPMD-
kQFjABegQIARAB&usg=AOvVaw2KpBib-2QvP3PzVFUKWDzg

También podría gustarte