Está en la página 1de 24

Makalah Kimia Lingkungan

“PENCEMARAN TANAH”

Disusun Oleh:

Riski Anggriani G2J117027

Candra Adhi Pranata G2J117039

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA
KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat dan limpahan rahmatNya-lah maka saya bisa menyelesaikan sebuah
makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul "
Pencemaran Tanah” yang semoga dapat memberikan manfaat bagi kita.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan
yang saya buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Kendari, Oktober 2018

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kita semua tahu Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber
daya alamnya. Salah satu kekayaan tersebut, Indonesia memiliki tanah yang
sangat subur karena berada di kawasan yang umurnya masih muda, sehingga di
dalamnya banyak terdapat gunung-gunung berapi yang mampu mengembalikan
permukaan menjadi muda kembali dan kaya akan unsur hara.
Namun seiring berjalannya waktu, kesuburan yang dimiliki oleh
tanah Indonesia banyak yang digunakan sesuai aturan yang berlaku tanpa
memperhatikan dampak jangka panjang yang dihasilkan dari pengolahan tanah
tersebut. Salah satu diantaranya, penyelenggaraan pembangunan di Tanah Air
tidak bisa disangkal lagi telah menimbulkan berbagai dampak positif bagi
masyarakat luas, seperti pembangunan industri dan pertambangan telah
menciptakan lapangan kerja baru bagi penduduk di sekitarnya. Namun
keberhasilan itu seringkali diikuti oleh dampak negatif yang merugikan
masyarakat dan lingkungan.
Pembangunan kawasan industri di daerah-daerah pertanian dan sekitarnya
menyebabkan berkurangnya luas areal pertanian, pencemaran tanah dan badan air
yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil/produk pertanian,
terganggunya kenyamanan dan kesehatan manusia atau makhluk hidup lain.
Sedangkan kegiatan pertambangan menyebabkan kerusakan tanah, erosi dan
sedimentasi, serta kekeringan.
Dampak negatif yang menimpa lahan pertanian dan lingkungannya perlu
mendapatkan perhatian yang serius, karena limbah industri yang mencemari lahan
pertanian tersebut mengandung sejumlah unsur-unsur kimia berbahaya yang bisa
mencemari badan air dan merusak tanah dan tanaman serta berakibat lebih jauh
terhadap kesehatan makhluk hidup. Berdasarkan fakta tersebut, sangat diperlukan
pengkajian khusus yang membahas mengenai pencemaran tanah beserta
dampaknya terhadap lingkungan di sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran tanah?
2. Apa saja komponen bahan pencemar tanah?
3. Sebutkan peraturan pemerintah mengenai pencemaran tanah?
4. Bagaimana cara pendugaan tingkat pencemaran/kerusakan tanah?
5. Bagaimana baku mutu/kriteria kerusakan tanah?
6. Bagaimana kasus pencemaran tanah?
7. Bagaimana dampak pencemaran tanah terhadap lingkungan sekitar?
8. Bagaimana pengendalian kerusakan tanah?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisa dari makalah ini yaitu:


1. Untuk mengetahui pencemaran tanah.
2. Untuk mengetahui komponen bahan pencemar tanah.
3. Untuk mengetahui peraturan pemerintah mengenai pencemaran tanah.
4. Untuk mengetahui pendugaan tingkat pencemaran/kerusakan tanah.
5. Untuk mengetahui baku mutu/kriteria kerusakan tanah.
6. Untuk mengetahui kasus pencemaran tanah.
7. Untuk mengetahui dampak pencemaran tanah terhadap lingkungan sekitar.
8. Untuk mengetahui pengendalian kerusakan tanah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pencemaran Tanah
Susilo menyatakan (Nurhayati, 2017) Pencemaran lingkungan adalah
suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah,
udara, dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan
manusia, binatang, dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda
asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya dan
sebagainya). Hal ini salah satunya sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga
mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula
Kontaminasi pada tanah dan perairan diakibatkan oleh banyak penyebab
termasuk limbah industri, limbah pertambangan, residu pupuk dan pestisida
hingga bekas instalasi senjata kimia. Bentuk kontaminasi berupa berbagai unsur
dan substansi kimia berbahaya (Squires, 2001; Matsumoto, 2001; Wise , dkk.,
2000) yang mengganggu keseimbangan fisik, kimia, dan biologi tanah.
Ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah mencemari permukaan
tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Kontaminasi oleh logam berat seperti kadmium (Cd), seng (Zn), plumbum (Pb),
kuprum (Cu), kobalt (Co), selenium (Se) dan nikel (Ni) menjadi perhatian serius
karena dapat menjadi potensi polusi pada permukaan tanah maupun air tanah dan
dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air, angin, penyerapan oleh
tumbuhan, dan bioakumulasi pada rantai makanan (Chaney dkk., 1998).
Pada dasarnya kontaminasi logam dalam tanah pertanian bergantung pada:
1) Jumlah logam yang ada pada batuan tempat tanah terbentuk, 2) Jumlah mineral
yang ditambahkan pada tanah sebagai pupuk, 3) Jumlah deposit logam dari
atmosfer yang jatuh ke dalam tanah, dan 4) Jumlah yang terambil pada proses
panen ataupun merembes ke dalam tanah yang lebih dalam (Darmono, 2001).
Kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh terhadap kandungan logam
pada tanaman yang tumbuh di atasnya, kecuali terjadi interaksi diantara logam itu
sehingga terjadi hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi
logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam
tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah, dan
spesies tanaman (Darmono, 2001).
Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah,
maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
a. Tanah yang Tercemar
Tanah Indonesia terkenal dengan kesuburanya. Fenomena sekarang lain
lagi. Sebagian tanah Indonesia tercemar oleh polusi yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia. Kalau sudah begitu maka tanah akan sulit untuk dimanfaatkan,
adapun ciri-ciri tanah tercemar adalah :
1) Tanah tidak subur
2) pH dibawah 6 (tanah asam) atau pH diatas 8 (tanah basa)
3) Berbau busuk
4) Kering
5) Mengandung logam berat
6) Mengandung sampah anorganik
b. Tanah tidak tercemar
Tanah yang tidak tercemar adalah tanah yang masih memenuhi unsur
dasarnya sebagai tanah. Tanah tersebut tidak mengandung zat-zat yang merusak
keharaannya. Ciri-ciri tanah yang tidak tercemar adalah :
1) Tanahnya subur
2) Trayek pH minimal 6, maksimal 8
3) Tidak berbau busuk
4) Tidak kering, memiliki tingkat kegemburan yang normal
5) Tidak Mengandung logam berat
6) Tidak mengandung sampah anorganik
Tanah yang tidak tercemar besar potensinya untuk alat kemaslahatan umat
manusia. Pertanian dengan tanah yang baik bisa mendatangkan keuntungan
berlipat ganda.
B. Komponen Bahan Pencemar Tanah

Komponen-komponen bahan pencemar yang diperoleh dari sumber-


sumber bahan pencemar tersebut di atas antara lain berupa :
a. Senyawa organik yang dapat membusuk karena diuraikan oleh
mikroorganisme, seperti sisa-sisa makanan, daun, tumbuh-tumbuhan dan
hewan yang mati.
b. Senyawa organik dan senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan/
diuraikan oleh mikroorganisme seperti plastik, serat, keramik, kaleng-
kaleng dan bekas bahan bangunan, menyebabkan tanah menjadi kurang
subur.
c. Pencemar Udara berupa gas yang larut dalam air hujan seperti nitrogen
oksida (NO dan NO2), sulfur oksida (SO2 dan SO3), karbon oksida (CO
dan CO2), menghasilkan hujan asam yang akan menyebabkan tanah
bersifat asam dan merusak kesuburan tanah/ tanaman.
d. Pencemar berupa logam-logam berat yang dihasilkan dari limbah industri
seperti Hg, Zn, Pb, Cd dapat mencemari tanah.
e. Zat radioaktif yang dihasilkan dari PLTN, reaktor atom atau dari
percobaan lain yang menggunakan atau menghasikan zat radioaktif.
C. Peraturan Pemerintah Mengenai Pencemaran Tanah

UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup


menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain. Lingkungan hidup terdiri dari komponen biotik dan abiotik.
Salah satu komponen abiotik yang mempengaruhi kelestarian lingkungan hidup
adalah tanah.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang
Pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa, menyatakan bahwa
“Tanah adalah salah atu komponen lahan berupa lapisan teratas kerak bumi
yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik serta mempunyai sifat fisik,
kimia, biologi, dan mempunyai kemampuan menunjang kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya”. Tanah mempunyai struktur tanah dimana dalam tinjauan
morfologi, struktur tanah diartikan sebagai susunan partikel-partikel primer
menjadi satu kelompok partikel (cluster) yang disebut agregat, yang dapat
dipisah-pisahkan kembali serta mempunyai sifat yang berbeda dari sekumpulan
partikel primer yang tidak teragregasi.
D. Pendugaan Tingkat Pencemaran/Kerusakan Tanah
Gejala pencemaran tanah dapat diketahui dari tanah yang tidak dapat
digunakan untuk keperluan fisik manusia. Tingkat pencemaran tanah diukur dari
banyak tidaknya bahan pencemar yang terkandung di dalamnya. Bahan
pencemarnya antara lain, sampah organik, sampah senyawa organik atau sampah
anorganik, sampah dari pengelolaan limbah industri, sampah zat radioaktif,
penggunaan pupuk yang menggunakan senyawa kimia atau pestisida, dan
sampah-sampah dari limbah rumah tangga.
Tingkat pencemaran/kerusakan tanah dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Pencemaran Ringan
Pencemaran ringan yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan gangguan
pada ekosistem lain. Contohnya tanah yang tidak dapat lagi ditumbuhi tanaman
tertentu. Biasanya tanah ini banyak terdapat sampah-sampah anorganik yang tidak
dapat terurai oleh tanah dengan sempurna, sehingga menyebabkan sebagian
tanaman lain tidak dapat hidup karena kesulitan mendapatkan makanan didalam
tanah.
2. Pencemaran Kronis
Pencemaran kronis yaitu pencemaran yang mengakibatkan penyakit
kronis. Biasanya tanah ini tercemar oleh limbah pabrik yang dapat mengkibatkan
penyakit.
3. Pencemaran Akut
Pencemaran akut yaitu pencemaran yang mengakibatkan tanah tidak dapat
lagi dimamfaatkan seperti sediakala. Biasanya tanah ini terlalu banyak
menngunakan pupuk yang mengandung bahan kimia dan tidak mematuhi aturan.
Ciri-ciri tanah ini biasanya tanahnya kering dan tandus.
E. Baku Mutu/Kriteria Kerusakan Tanah
Untuk mengukur tingkat pencemaran diasuatu tempat digunakan kriteria
pencemaran. Kriteria pencemaran digunakan sebagai indikator (petunjuk)
terjadinya pencemaran dan tingkat pencemaran yang telah terjadi. Kriteria
pencemaran tanah meliputi kriteria fisik, kriteria kimia, dan kriteria biologi.
1. Kriteria Fisik
Kriteria fisik meliputi pengukuran tentang warna, bau, suhu, dan
radioaktivitas.
2. Kriteria Kimia
Kriteria kimia dilakukan untuk mengetahui kadar CO2, pH, keasaman,
kadar logam, dan logam berat. Sebagai contoh berikut disajikan pengukuran pH
air yang terkandung dalam tanah, kadar CO2, dan oksigen terlarut.
a. Pengukuran pH air dalam tanah
Air dalam tanah kondisi alami yang belum tercemar memiliki
rentangan pH 6,5 – 8,5. Karena pencemaran, pH air dalam tanah dapat
menjadi lebih rendah dari 6,5 atau lebih tinggi dari 8,5. Bahan-bahan organik
biasanya menyebabkan kondisi air tersebut menjadi lebih asam. Kapur
menyebabkan kondisi air dalam tanah menjadi alkali (basa). Jadi, perubahan
pH air tersebut tergantung kepada macam bahan pencemarnya. Perubahan
nilai pH mempunyai arti penting bagi kehidupan air. Nilai pH yang rendah
(sangat asam) atau tinggi (sangat basa) tidak cocok untuk kehidupan
kebanyakan organisme. Untuk setiap perubahan satu unit skala pH (dari 7 ke
6 atau dari 5 ke 4) dikatakan keasaman naik 10 kali. Jika terjadi sebaliknya,
keasaman turun 10 kali. Keasaman air dapat diukur dengan sederhana yaitu
dengan mencelupkan kertas lakmus ke dalam air untuk melihat perubahan
warnanya.
b. Pengukuran Kadar CO2
Gas CO2 juga dapat larut ke dalam tanah. Sesuai dengan penjelasan
sebelumnya, bahan pencemar tanah juga terkandung dari udara. Kadar gas
CO2 terlarut sangat dipengaruhi oleh suhu, pH, dan banyaknya organisme
yang hidup di dalam tanah. Semakin banyak organisme di dalam tanah,
semakin tinggi kadar karbon dioksida terlarut. Kadar gas CO dapat diukur
dengan cara titrimetri.
c. Pengukuran Kadar Oksigen Terlarut
Kadar oksigen terlarut dalam tanah yang alami berkisar 5 – 7 ppm
(part per million atau satu per sejita; 1ml oksigen yang larut dalam 1 liter air
dikatakan memiliki kadar oksigen 1 ppm). Penurunan kadar oksigen terlarut
dapat disebabkan oleh tiga hal :
1. Proses oksidasi (pembongkaran) bahan-bahan organik.
2. Proses reduksi oleh zat-zat yang dihasilkan baktri anaerob.
3. Proses pernapasan orgaisme.
Pencemaran tanah dapat mengurangi persediaan oksigen terlarut. Hal ini
akan mengancam kehidupan organisme yang hidup di dalam tanah. Semakin
tercemar, kadar oksigen terlarut semakin mengecil. Untuk dapat mengukur kadar
oksigen terlarut, dilakukan dengan metode Winkler. Parameter kimia yang
dilakukan melalui kegiatan pernapasan jasad renik dikenal sebagai parameter
biokimia. contohnya adalah pengukuran BOD dan COD.
3. Parameter Biologi
Di tanah terdapat hewan-hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang
peka dan ada pula yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu. Organisme
yang peka akan mati karena pencemaran dan organisme yang tahan akan tetap
hidup. Planaria merupakan contoh hewan yang peka pencemaran. Tanah yang
mengandung planaria menunjukkan tanah tersebut belum mengalami pencemaran.
Sebaliknya, cacing Tubifex (cacing merah) merupakan cacing yang tahan hidup
dan bahkan berkembang baik di lingkungan yang kaya bahan organik, meskipun
spesies hewan yang lain telah mati. Ini berarti keberadaan cacing tersebut dapat
dijadikan indikator adanya pemcemaran zat organik. Organisme yang dapat
dijadikan petunjuk pencemaran dikenal sebagai indikator biologis.
Indikator biologis terkadang lebih dapat dipercaya daripada indikator
kimia. Pabrik yang membuang limbah ke sungai dan mengenai tanah dapat
mengatur pembuangan limbahnya ketika akan dikontrol oleh pihak yang
berwenang. Pengukuran secara kimia pada limbah pabrik tersebut selalu
menunjukkan tidak adanya pencemaran. Tetapi tidak demikian dengan makluk
hidup yang menghuni ekosistem air dalam tanah secara terus menerus. Disitu
terdapat hewan-hewan, mikroorganisme, bentos, mikroinvertebrata, ganggang,
yang dapat dijadikan indikator biologis.
F. Kasus Pencemaran Tanah
1. Kasus Pencemaran Tanah Oleh Pestisida
Pestisida merupakan produk sebuah revolusi yang tidak hanya menarik
tetapi juga mengerikan. Apabila tidak dipakai hama dan penyakit menjadi momok
bagi manusia. Apabila pestisida dipakai dalam batas-batas kewajaran sesuai
dengan petunjuk penggunaan kiranya merupakan tindakan yang bisa memperkecil
lingkup risiko yang harus ditanggung manusia dan alam khususnya Tanah.
Pemakaian pestisida secara membabi buta bisa mengundang bencana. Oleh
karena itu masalah pestisida menuntut perhatian semua pihak, tidak hanya para
pejabat, tidak hanya si pemakai jasa. Kita semua memikul tanggung jawab
bersama atas lingkungan hidup kita sendiri. Pestisida bukan hanya menjadi
tanggung jawab pabrik penghasil, dan tanggung jawab pemerintah yang memberi
izin produksi, tapi menjadi tanggung jawab semua pihak, sehingga Kualitas
kesuburan tanah tidak mengalami degradasi.
Pestisida di udara terjadi melalui proses penguapan oleh foto-dekomposisi
sinar matahari terhadap badan air dan tumbuhan. Selain pada itu masuknya
pestisda diudara disebabkan oleh driff yaitu proses penyebaran pestisida ke udara
melalui penyemprotan oleh petani yang terbawa angin. Akumulasi pestisida yang
terlalu berat di udara pada akhirnya akan menambah parah pencemaran udara.
Gangguan pestisda oleh residunya terhadap tanah biasanya terlihat pada tingkat
kejenuhan karena tingginya kandungan pestisida persatuan volume tanah. Unsur-
unsur hara alami pada tanah makin terdesak dan sulit melakukan regenerasi
hingga mengakibatkan tanah-tanah masam dan tidak produktif.
Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema. Di satu
sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari
mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba
maupun lingkungan. Pemakaian pestisida haruslah sesuai dengan persyaratan dan
peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaannya haruslah diperuntukkan
membasmi organisme pengganggu tanaman secara selektif dan seminimal
mungkin merugikan organisme dan target.
2. Pencemaran Tanah Oleh Limbah Padat

Pencemaran tanah adalah adanya polutan di suatu lahan. Pencemaran tanah


adalah merupakan kualitas kimia, fisika, mikroorganisme,dan tingkat radiasi
sesuai dengan penggunaan lahannya (land use).

Gambar 2.1. Limbah pabrik

Limbah padat hasil buangan industri berupa padatan, lumpur, bubur yang
berasal dari proses pengolahan. Penimbunan limbah padat mengakibatkan
pembusukan yang menimbulkan bau di sekitarnya karena adanya reaksi kimia
yang menghasilkan gas tertentu.
Gambar 2.2. Mesin pengolah limbah

Dengan tertimbunnya limbah ini dalam jangka waktu lama, permukaan tanah
menjadi rusak dan air yang meresap ke dalam tanah terkontaminasi dengan bakteri
tertentu yang mengakibatkan turunnya kualitas air tanah pada musim kemarau.
Selain itu timbunan akan mengering dan mengundang bahaya kebakaran.Untuk
mengatasi permasalahan di atas, pihak industri harus mengolah limbah industri
dalam pengolahan limbah, sebelum dibuang ke sungai atau ke laut.
3. Pencemaran Logam Berat

Salah satu bahan pencemar yang menjadi indikator untuk mendeteksi


terjadinya pencemarantanah adalah cemaran logam berat di dalamnya. Faktor
yang menyebabkan logam berat termasukdalam kelompok zat pencemar adalah
karena adanya sifat-sifat logam berat yang tidak dapat terurai(non degradable)
dan mudah diabsorbsi. Salah satu logam berat yang dapat berpotensi menjadiracun
jika berada dalam tanah dengan konsentrasi berlebih adalah Pb (Timbal). Unsur
Pb merupakankelompok logam berat yang tidak esensial bagi tumbuhan, bahkan
dapat mengganggu siklus haradalam tanah. Unsur Pb sampai saat ini masih
dipandang sebagai bahan pencemar yang dapatmenimbulkan pencemaran tanah
dan lingkungan (Juhaeti dkk, 2004).
Logam timbal (Pb) yang mencemari tanah dapat berasal dari kegiatan
industri pembuatanlempengan baterai, aki, bahan peledak, pateri, pembungkus
kabel, pigmen, cat anti karat, pelapisanlogam, serta penggunaan pupuk fosfat
dalam bidang pertanian. Selain itu penggunaan bahan bakaryang mengandung
timbal menyebabkan udara tercemar oleh timbal, sehingga secara tidak
langsungdapat mencemari tanah, baik melalui proses sedimentasi maupun
presipitasi. Adanya polutan berupalogam Pb dalam jumlah yang berlebihan dapat
menyebabkan lingkungan tidak dapat mengadakanpembersihan sendiri (self
purification) (Juhaeti dkk, 2004).
4. Pencemaran tanah di area pertambangan

Secara umum kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan


antara lain:
a. Perubahan vegetasi penutup
Proses land clearing pada saat operasi pertambangan dimulai menghasilkan
dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami.
Apalagi kegiatan pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan
lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim mikro,
keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang.
Tanpa vegetasi lahan menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi dan
sedimentasi pada saat musim hujan.

Gambar 2.3. Proses land clearing yang mengakibatkan hilangnya vegetasi


alami
b. Perubahan topografi

Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada daerah


tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang
karena digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan overburden)
dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah pada perusahaan
tambang kecil karena keterbatasan lahan. Seperti halnya dampak hilangnya
vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng yang
curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi
bentang alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam
sekejap dapat berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan
dalam keadaan yang semula.
c. Perubahan pola hidrologi

Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan


akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus
hidrologi. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat beroperasi, air
dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang dieksploitasi
untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak
beroperasi, aktivitas sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah
(ground water table) berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air
tanah untuk keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air akibat
tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun
d. Kerusakan tubuh tanah

Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan penimbunan
kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan
tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur sehingga
akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah. Hal ini tentunya
membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi
tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan
terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin. Terkikisnya lapisan topsoil dan
serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba
tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan
aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur
hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu
dengan mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya
pemadatan tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan
buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara
(aerasi) yang secara langsung dapat membawa dampak negatif terhadap fungsi
dan perkembangan akar.
Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga
akan berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya.
Membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida (overburden)
menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. Pada kondisi
terekspos pada udara bebas mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan dalam
air membentuk Air Asam Tambang (AAT). AAT berpotensi melarutkan logam
yang terlewati sehingga membentuk aliran mengandung bahan beracun berbahaya
yang akan menurunkan kualitas lingkungan.Sementara itu proses pengolahan bijih
mineral dari hasil tambang yang menghasilkan limbah tailing juga berpotensi
mengandung bahan pembentuk asam, sehingga akan merusak lingkungan karena
keberadaannya yang bisa jauh ke luar arel tambang.

Gambar 2.4. (a) Pencemaran AAT dan pengendapan tailing ke sungai yang
mempengaruhi daerah di luar areal tambang, (b)
Pengendapan tailing Grasberg

G. Dampak Pencemaran Tanah Terhadap Lingkungan Sekitar


a. Pada Kesehatan
Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe
polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena.
Kromium, berbagai macam pestisida dan herbisida merupakan bahan karsinogenik
untuk semua populasi. Timbal sangat berbahaya pada anak-anak, karena dapat
menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.
Paparan kronis (terus-menerus) terhadap benzena pada konsentrasi tertentu
dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia. Merkuri (air raksa) dan
siklodiena dikenal dapat menyebabkan kerusakan ginjal, beberapa bahkan tidak
dapat diobati. PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati. Organofosfat dan
karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot. Berbagai pelarut yang
mengandung klorin merangsang perubahan pada hati dan ginjal serta penurunan
sistem saraf pusat. Terdapat beberapa macam dampak kesehatan yang tampak
seperti sakit kepala, pusing, letih, iritasi mata dan ruam kulit untuk paparan bahan
kimia yang disebut di atas. Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah
dapat menyebabkan kematian.
b. Pada Ekosistem
Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem.
Perubahan kimiawi tanah yang radikal dapat timbul dari adanya bahan kimia
beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat
menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan
antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat
memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi
akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan
tersebut. Bahkan jika efek kimia pada bentuk kehidupan terbawah tersebut rendah,
bagian bawah piramida makanan dapat menelan bahan kimia asing yang lama-
kelamaan akan terkonsentrasi pada makhluk-makhluk penghuni piramida atas.
Banyak dari efek-efek ini terlihat pada saat ini, seperti konsentrasi DDT pada
burung menyebabkan rapuhnya cangkang telur, meningkatnya tingkat Kematian
anakan dan kemungkinan hilangnya spesies tersebut.
Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang
pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat
menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak
mampu menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki
waktu paruh yang panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan
terbentuk dari bahan pencemar tanah utama.
H. Pengendalian Kerusakan Tanah
Cara pencegahan dan penanggulangan Bahan Pencemar Tanah
Pencegahan dan penanggulangan merupakan dua tindakan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dalam arti biasanya kedua tindakan ini dilakukan untuk saling
menunjang, apabila tindakan pencegahan sudah tidak dapat dilakukan, maka
dilakukan langkah tindakan.
Namun demikian pada dasarnya kita semua sependapat bahwa tindakan
pencegahan lebih baik dan lebih diutamakan dilakukan sebelum pencemaran
terjadi, apabila pencemaran sudah terjadi baik secara alami maupun akibat
aktivisas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baru kita lakukan
tindakan penanggulangan.
Tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangan terhadap terjadinya
pencemaran dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai dengan macam bahan
pencemar yang perlu ditanggulangi. Langkah-langkah pencegahan dan
penanggulangan terhadap terjadinya pencemaran antara lain dapat dilakukan
sebagai berikut :
a. Langkah Pencegahan
Pada umumnya pencegahan ini pada prinsipnya adalah berusaha untuk
tidak menyebabkan terjadinya pencemaran, misalnya mencegah/mengurangi
terjadinya bahan pencemar, antara lain :
1. Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme
antara lain dapat dilakukan dengan mengukur sampah-sampah dalam tanah
secara tertutup dan terbuka, kemudian dapat diolah sebagai
kompos/pupuk. Untuk mengurangi terciumnya bau busuk dari gas-gas
yang timbul pada proses pembusukan, maka penguburan sampah
dilakukan secara berlapis-lapis dengan tanah.
2. Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat
dimusnahkan oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara
membakar sampah-sampah yang dapat terbakar seperti plastik dan serat
baik secara individual maupun dikumpulkan pada suatu tempat yang jauh
dari pemukiman, sehingga tidak mencemari udara daerah pemukiman.
Sampah yang tidak dapat dibakar dapat digiling/dipotong-potong menjadi
partikel-partikel kecil, kemudian dikubur.
3. Pengolahan terhadap limbah industri yang mengandung logam berat yang
akan mencemari tanah, sebelum dibuang ke sungai atau ke tempat
pembuangan agar dilakukan proses pemurnian.
4. Sampah zat radioaktif sebelum dibuang, disimpan dahulu pada sumur-
sumur atau tangki dalam jangka waktu yang cukup lama sampai tidak
berbahaya, baru dibuang ke tempat yang jauh dari pemukiman, misal
pulau karang, yang tidak berpenghuni atau ke dasar lautan yang sangat
dalam.
5. Penggunaan pupuk, pestisida tidak digunakan secara sembarangan namun
sesuai dengan aturan dan
6. Usahakan membuang dan memakai detergen berupa senyawa organik
yang dapat dimusnahkan/diuraikan oleh mikroorganisme.

b. Langkah Penangulangan
Apabila pencemaran telah terjadi, maka perlu dilakukan penanggulangan
terhadap pencemaran tersebut. Tindakan penanggulangan pada prinsipnya
mengurangi bahan pencemar tanah atau mengolah bahan pencemar atau mendaur
ulang menjadi bahan yang bermanfaat. Tanah dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, tanah subur adalah tanah yang dapat ditanami dan terdapat
mikroorganisme yang bermanfaat serta tidak punahnya hewan tanah. Ada
beberapa langkah penangan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran tanah. Diantaranya adalah :
1. Remidiasi
Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah
yangtercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-
situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi.
Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting
(injeksi), dan bioremediasi.Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang
tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman,
tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut
disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke
bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang
kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini
jauh lebih mahal dan rumit.
2. Bioremediasi
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan
menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk
memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang
beracunatau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
3. Pengolahan Sampah Organik
Sampah-sampah organik yang tidak dapat dimusnahkan (berada dalam
jumlah cukup banyak) dan mengganggu kesejahteraan hidup serta mencemari
tanah, agar diolah atau dilakukan daur ulang menjadi barangbarang lain yang
bermanfaat, misal dijadikan mainan anak-anak, dijadikan bahan bangunan, plastik
dan serat dijadikan kesed atau kertas karton didaur ulang menjadi tissu, kaca-kaca
di daur ulang menjadi vas kembang, plastik di daur ulang menjadi ember dan
masih banyak lagi cara-cara pendaur ulang sampah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini yaitu:


1. Pencemaran tanah terjadi ketika suatu zat berbahaya atau beracun telah
mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan
atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah
kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah
tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau
dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya
2. Komponen-komponen bahan pencemar yang diperoleh dari sumber-sumber
bahan pencemar tersebut di atas antara lain berupa : Senyawa
organik,senyawa anorganik, pencemar udara,pencemar berupa logam-logam
berat dan zat radioaktif.
3. Peraturan pemerintah mengenai pencemaran tanah tercantum dalam UU No.
23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan menurut
Peraturan Pemerintah RI No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian kerusakan
tanah untuk produksi biomassa.
4. Tingkat pencemaran/kerusakan tanah dapat dibedakan menjadi sebagai
berikut : pencemaran ringan, pencemaran kronis danpencemaran akut
5. Baku mutu/kriteria kerusakan tanah berdasarkan krieria fisik dan krieria
kimia
6. Kasus pencemaran tanah berupa pencemaran pestisida, pencemaran limbah
padat, pencemaran logam berat, penceraman lahan pertambangan.
7. Pencemaran tanah dapat berdampak pada kesehatan dan ekosistem
8. Pengendalian kerusakan tanah berupa langkah pencegahan seperti
membuang sampah pada tempatnya dan langkah penanggulangan yaitu
remediasi dan bioremediasi
DAFTAR PUSTAKA

Arwan. 2011. Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Pertambangan.


http://arwansoil.blogspot.com/2011/03/kerusakan-lahan-akibat-
aktivitas.html

Chaney RL, Brown SL, Angle JS. 1998. Soil-root interface: Food chain
contamination and ecosystem health. Di dalam: Huang M, et al (ed).
Madison WI: Soil Sci Soc Am 3:9-11.

Darmono, T.W. 2001. Development ofmolecular and serological technique forthe


detection of fungal pathogens inwoody plants. In Training Course
onEarly Detection of Woody Plant Diseaseswith Latent Infection. Bogor,
20 February- 2 March 2001. Bogor: SEAMEOBIOTROP.

Ekha Isuasta.1988. Dilema Pestisida. Kanisius. Yogyakarta

Juhaeti T, Sharif F, Hidayati N. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Potensial Untuk


Fitoremediasi. Jurnal Biodiversitas. Vol. 6 N0. 1 hal 31-33.

Luluk Sulistiyono. 2004. Dilema Penggunaan Pestisida. IPB Bogor

Matsumoto S. 2001. Soil degradation and desertification in the world, and the
challenge for vegetative rehabilitation. Di dalam: Prosiding Workshop
Vegetation Recovery in Degraded land Areas. Kalgoorlie, Australia, 27
Okt-3 Nov 2001. hlm 1-10.

Nurhayati. 2017. Pengendalian Pencemaran Dalam Rangka Pengembangan


Kawasan Strategis Emas Garongkong. Thesis pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Hasanuddin; Makassar

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang


Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa

Squires VR. 2001. Soil pollution and remediation: issues, progress andprospects.
Di dalam: Prosiding Workshop Vegetation Recovery inDegraded land
Areas. Kalgoorlie, Australia, 27 Okt-3 Nov 2001.hlm 11-20.

Wise DL, Trantolo DJ, Cichon EJ, Inyang HI, Stottmeister U.


2000.Bioremediation of Cotaminated Soils. New York: Marcek
DekkerInc.

También podría gustarte