Está en la página 1de 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal (renal replacement
circulation) bagi penderita penyakit gagal ginjal. Hemodialisis dikenal secara awam
oleh masyarakat dengan istilah cuci darah. Hemodialisis sendiri berasal dari bahasa
Yunani, yaitu hemo artinya darah, dan “dialisis” artinya pemisahan zat-zat terlarut
atau limbah hasil metabolisme tubuh, jadi hemodialisis berarti proses pembersihan
darah dari zat-zat terlarut atau limbah hasil metabolisme tubuh, melalui proses
penyaringan dengan membran semipermeable diluar tubuh (Thomas, 2002).
Pasien gagal ginjal yang harus menjalani terapi hemodialisis akan melakukan
pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin sebelum dan sesudah hemodialisis sebagai
indikator kapan harus dilakukan hemodialisis serta dapat pula menjadi indikator
keberhasilan hemodialisis itu sendiri (Thomas, 2002).
Teknik atau cara pengambilan sampel darah untuk post hemodialisis yang
sering dilakukan dibanyak rumah sakit, diambil begitu proses hemodialisis selesai.
Pengambilan sampel darah yang dilakukan segera setelah proses hemodialisis
biasanya akan didapatkan hasil kadar ureum dan kreatinin yang dibawah nilai normal.
Diperlukan penundaan pengambilan sampel darah untuk memperoleh nilai kadar
ureum dan kreatinin yang sebenarnya karena darah yang telah melalui proses
hemodialisis memerlukan waktu penyesuaian didalam tubuh selama 30 – 60 menit
setelah proses hemodialisis (Daugirdas, dkk., 2007).

1
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian hemodialisis?
2. Apa etiologi hemodialisis?
3. Bagaimana patofisiologi hemodialisis ?
4. Apa tujuan hemodialsis?
5. Apa Saja komponen hemodialisis?
6. Apa saja indikasi dan kontra indikasi hemodialisis?
7. Bagaimana proses hemodialisis ?
8. Bagaimana penatalaksanaan hemodialisis ?
9. Apa saja komplikasi hemodialisis ?
10. Apa saja prinsip-prinsip hemodialisis ?
11. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis?

C. Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui apa itu hemodialisis
2. Untuk mengetahui etiologi hemodialisis
3. Untuk mengetahui patofisiologi hemodialisis
4. Untuk mengetahui tujuan hemodialisis
5. Untuk mengetahui komponen hemodialisis
6. Untuk mengetahui indikasi dan kontra indikasi hemodialisis
7. Untuk mengetahui proses hemodialisis
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien hemodialisis
9. Untuk mengetahui kompilikasi hemodialisis
10. Untuk mengetahui prinsip-prinsip hemodialisis
11. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien hemodialisis

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Hemodialisa berasal dari kata hemo = darah, dan dialisis = pemisahan atau
filtrasi. Hemodialisis adalah suatu metode terapi dialis yang digunakan untuk
mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika secara akut ataupun
secara progresif ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tetapi ini
dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran
penyaring semipermeabel (ginjal buatan). Hemodialisis dapat dilakukan pada saar
toksin atau zat beracun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan
permanen atau menyebabkan kematian (Mutaqin & Sari, 2011).
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran
darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan
zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan
dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi
(Kusuma & Nurarif, 2012).

B. Etiologi
Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat
dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia
berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa
diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.

C. Patofisiologi
Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi
utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi
karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal
dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam
menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi
gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas
pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal
memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal

3
akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal
seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui
hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta
dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan
gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah
10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL
namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya
gejala-gejala uremia.

D. Tujuan Hemodialisa
Tujuan dari hemodilisis adalah untuk memindahkan produk-produk limbah
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialisis. Pada
klien gagal ginjal kronik, tindakan hemodialisis dapat menurunkan risiko kerusakan
organ-organ vital lainnya akibat akumulasi zat toksik dalam sirkulasi, tetapi tindakan
hemodialisis tidak menyembuhkan atau mengembalikan fungsi ginjal secara
permanen. Klien GGK biasanya harus menjalani terapi dialiss sepanjang hidupnya
(biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam perkali terapi) atau
sampai mendapat ginjal baru melalui transplantasi ginjal (Mutaqin & Sari, 2011).

E. Indikasi dan kontra indikasi


1. Indikasi :
Indikasi HD dibedakan menjadi HD emergency atau HD segera dan HD
kronik. Hemodialis segera adalah HD yang harus segera dilakukan, Indikasi
hemodialisis segera antara lain :
a. Kegawatan ginjal
1) Klinis: keadaan uremik berat, overhidrasi
2) Oligouria (produksi urine <200 ml/12 jam)
3) Anuria (produksi urine <50 ml/12 jam)
4) Hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan ECG, biasanya K >6,5
mmol/l )
5) Asidosis berat ( pH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/l)
6) Uremia ( BUN >150 mg/dL)
7) Ensefalopati uremikum
8) Neuropati/miopati uremikum

4
9) Perikarditis uremikum
10) Disnatremia berat (Na >160 atau <115 mmol/L
11) Hipertermia
(Daurgirdas, 2007)
b. Keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.
c. Indikasi Hemodialisis Kronik
Hemodialisis kronik adalah hemodialisis yang dikerjakan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt. Keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15ml/menit tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari hal tersebut di bawah ini
(Daurgirdas, 2007):
1) GFR <15 ml/menit, tergantung gejala klinis
2) Gejala uremia meliputi; lethargy, anoreksia, nausea, mual dan muntah.
3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot.
4) Hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan.
5) Komplikasi metabolik yang refrakter.

2. Kontraindikasi :
a. Gangguan pembekuan darah
b. Anemia berat
c. Trombosis/emboli pembuluh darah yang berat
d. Suhu tubuh yang tinggi
(Daurgirdas, 2007)

5
F. Proses Hemodialisis
Sebuah ginjal buatan disambung dengan mesin hemodialisa. Sebuah selang infus
akan bertugas mengalirkan darah dari tubuh anda untuk dibersihkan di ginjal buatan,
selang infus lainnya akan mengalirkan kembali darah ke tubuh anda. Proses ini yang
akan membuang sampah dan air yang berlebih dari tubuh anda.
Diperlukan suatu cara agar darah bisa masuk ke mesin, hal ini disebut dengan
“akses”. Akses yang paling umum adalah fistula di lengan . Dokter bedah anda akan
membuat sayatan kecil di lengan dan menyambung 2 pembuluh darah, arteri dan vena.
Hal ini akan membuat pembuluh vena menjadi besar dan memudahkan perawat
dialisa untuk memasang 2 jarum, satu untuk mengalirkan darah menuju mesin, yang
lainnya mengalirkan darah menuju tubuh.
Rata – rata tiap orang memerlukan 9 – 12 jam dalam seminggu untuk proses
hemodialisis, tetapi karena ini waktu yang cukup panjang, maka biasanya akan dibagi
menjadi 3 kali pertemuan dalam seminggu selama 3 – 5 jam setiap kali hemodialisis.
Tentu saja ini tidak sama untuk tiap orang, lamanya waktu yang dibutuhkan dan
berapa kali dalam seminggu harus dilakukan hemodialisis sangat tergantung pada
derajat kerusakan ginjal, diet sehari – hari, penyakit lain yang menyertai, ukuran tubuh
dan lain – lain. Karena itu penting untuk konsultasi secara teratur mengenai jadwal
hemodialisis yang diperlukan.

G. Penatalakasanaan pasien yang menjalani hemodialisis


Hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya
memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit
ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan
kehidupan pasien yang gagal ginjal (Anita, 2012).
Pasien hemodialisis harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang 20 penting untuk
terjadinya kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2
gr/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi.
Asupan kalium diberikan 40-70 meq/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan,
karena itu makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak
dianjurkan untuk dikonsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah
urin yang ada ditambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi 40-120
mEq.hari guna mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan

6
menimbulkan rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila
asupan cairan berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan terjadi kenaikan
berat badan yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,
2006). Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Resiko timbulnya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Hudak & Gallo, 2010).

H. Komplikasi
Komplikasi Hemodialisis menurut (Daurgirdas et al., 2007) dapat dibedakan
menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual
muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil.
Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah gangguan hemodinamik, baik
hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID. Komplikasi yang jarang terjadi
adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung,
perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi
komplemen, hipoksemia.
2. Komplikasi Kronik
Komplikasi Kronik adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan
hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi menurut (Bieber dan
Himmelfarb, 2013) :
a. Penyakit jantung
b. Malnutrisi
c. Hipertensi / volume excess
d. Anemia
e. Renal osteodystrophy
f. Neurophaty
g. Disfungsi reproduksi
h. Komplikasi pada akses

7
i. Gangguan perdarahan
j. Infeksi
k. Amiloidosis
l. Acquired cystic kidney disease

I. Prinsip Hemodialisis
Seperti pada ginjal, ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu: difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi.
1. Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
2. Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
3. Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik didalam darah dan dialisat.
Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi
jumlah zat dan air yang berpindah. Pada saat dialisis, pasien, dialiser dan
rendaman dialisat memerlukan pemantauan yang konstan untuk mendeteksi
berbagai komplikasi yang dapat terjadi, misalnya: emboli udara, ultrafiltrasi yang
tidak adekuat atau berlebihan (hipotensi, kram, muntah) perembesan darah,
kontaminasi, dan komplikasi terbentuknya pirau atau fistula (Mutaqin & Sari,
2011)

8
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah
a. Sindrom uremia
b. Mual, muntah, perdarahan GI.
c. Pusing, nafas kusmaul, koma.
d. Perikarditis, cardiar aritmia
e. Edema, gagal jantung, edema paru
f. Hipertensi
Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah,
anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner &
Suddarth, 2001)
3. Riwayat obat-obatan
Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi
dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan
terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan
evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan
minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum
pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat
terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang
berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001)
4. Psikospiritual
Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi
penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah
financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan
terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001)
Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang
pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011)

9
5. ADL (Activity Day Life)
Nutrisi : pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan
masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat
mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan
protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian
meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001)
Eliminasi : Oliguri dan anuria untuk gagal
Aktivitas : dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu
yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk
melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu
yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
6. Pemeriksaan Fisik
BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun.
TTV: Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan
darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur
selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011)
Head to toe
a. Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau
gatal-gatal
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh
c. Rambut : kering dan rapuh
d. Oral : halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e. Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f. Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa : asidosis metabolik
h. Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal
i. Hematologi : perdarahan
7. Pemeriksaan Penunjang
Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan
GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005)

10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre HD
a. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
Pneumonitis dan Perikarditis
b. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih,
retensi cairan & natrium
c. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual
& muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Pre HD

No Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


Kriteria Hasil
1 Pola nafas tidak Setelah diberikan 1. Observasi penyebab 1. Untuk menentukan
efektif b.d edema asuhan nafas tidak efektif tindakan yang
paru, asidosis keperawatan harus segera
metabolic, Hb ≤ 7 selama 3x24 jam dilakukan
gr/dl, Pneumonitis diharapkan
dan Perikarditis Pola nafas efektif 2. Observasi respirasi & 2. Menentukan
setelah dilakukan nadi tindakan
tindakan HD 4-5 3. Berikan posisi semi 3. Melapangkan dada
jam, dengan fowler klien sehingga
Kriteria hasil: nafas lebih longgar
a. Nafas 16-28
x/m 4. Ajarkan cara nafas 4. Hemat energi
b. edema paru yang efektif sehingga nafas
hilan tidak semakin
c. tidak sianosis berat
5. Berikan O2 5. Hb rendah, edema,
paru pneumonitis,
asidosis,
perikarditis

11
menyebabkan
suplai O2 ke
jaringan <

6. Lakukan SU pada 6. SU adalah


saat HD penarikan secara
cepat pada HD,
mempercepat
pengurangan
edema paru

7. Kolaborasi 7. Untuk ↑Hb,


pemberian tranfusi sehingga suplai O2
darah ke jaringan cukup

8. Kolaborasi 8. Untuk mengatasi


pemberian antibiotic infeksi paru &
perikard

9. Kolaborasi foto torak 9. Follou up


penyebab nafas
tidak efektif
10. Evaluasi kondisi 10. Mengukur
klien pada HD keberhasilan
berikutnya tindakan
11. Evaluasi kondisi 11. Untuk follou up
klien pada HD kondisi klien
berikutnya
2 Kelebihan volume Setelah diberikan 1. Observasi status 1. Pengkajian
cairan b.d asuhan cairan, timbang BB merupakan dasar
penurunan keperawatan pre dan post HD, untuk memperoleh

12
haluaran urine, selama 3x24 jam keseimbangan data, pemantauan 7
diet cairan diharapkan masukan dan evaluasi dari
berlebih, retensi Keseimbangan haluaran, turgor kulit intervens
cairan & natrium volume cairan dan edema, distensi
tercapai setelah vena leher dan
dilakukan HD 4-5 monitor vital sign
jam dengan
Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan 2. Pembatasan cairan
1.BB post HD cairan pada saat akan menetukan
sesuai dry priming & wash out dry weight,
weight HD haluaran urine &
2.Edema hilang respon terhadap
Retensi 16-28 terapi.
x/m
3. Kadar natrium 3. UF & TMP yang
darah 132-145 3. Lakukan HD dengan sesuai akan ↓
mEq/l UF & TMP sesuai dg kelebihan volume
kenaikan BB cairan sesuai dg
interdialisis target BB
edeal/dry weight

4. Sumber kelebihan
4. Identifikasi sumber
cairan dapat
masukan cairan masa
diketahui
interdialisis

5. Pemahaman
5. Jelaskan pada
↑kerjasama klien
keluarga & klien
& keluarga dalam
rasional pembatasan
pembatasan cairan
cairan

6. Kebersihan mulut
6. Motivasi klien untuk
mengurangi
↑ kebersihan mulut
kekeringan mulut,

13
sehingga ↓
keinginan klien
untuk minum

3 Ketidakseimbanga Setelah diberikan 1. Observasi status 1. Sebagai dasar


n nutrisi, kurang asuhan nutrisi: untuk memantau
dari kebutuhan keperawatan Perubahan BB perubahan &
tubuh b.d selama 3x24 jam Pengukuran intervensi yang
anoreksia, mual & diharapkan Antropometri sesuai
muntah, Keseimbangan Nilai lab. (elektrolit,
pembatasan diet nutrisi tercapai BUN, kreatinin,
dan perubahan setelah dilakukan kadar albumin,
membrane HD yang sdekuat protein
mukosa oral (10-12 jam/mg)
selama 3 bulan, 2. Observasi pola diet 2. Pola diet dahulu &
diet protein sekarang berguna
terpenuhi, dengan untuk menentukan
Kriteria Hasil: menu
1.Tidak terjadi 3. Observasi faktor 3. Memberikan
penambahan yang berperan dalam informasi, faktor
atau ↓ BB yang merubah masukan mana yang bisa
cepat. nutrisi dimodifikasi.
2.Turgor kulit 4. Kolaborasi 4. Tindakan HD yang
normal tanpa menentukan tindakan adekuat, ↓ kejadian
udema. HD 4-5 jam 2-3 mual-muntah &
3.Kadar albumin minggu anoreksia,
plasma 3,5-5,0 sehingga ↑ nafsu
gr/dl. makan
4.Konsumsi diet 5. Kolaborasi 5. Pemberian albumin
nilai protein pemberian infus lewat infus iv akan
tinggi albunin 1 jam ↑ albumin serum
terakhir HD
6. Tingkatkan masukan 6. Protein lengkap

14
protein dengan nilai akan ↑
biologi tinggi: telur, keseimbangan
daging, produk susu nitrogen

7. Anjurkan camilan 7. Kalori akan ↑


rendah protein, energi,
rendah natrium, memberikan
tinggi kalori diantara kesempatan protein
waktu makan untuk
pertumbuhan

8. Jelaskan rasional
8. ↑ pemahaman
pembatasan diet,
klien sehingga
hubungan dengan
mudah menerima
penyakit ginjal dan
masukan
↑urea dan kreatinin
9. Anjurkan timbang
9. Untuk menentukan
BB tiap hari
status cairan &
nutrisi

10. Observasi adanya


10. Penurunan protein
masukan protein
dapat ↓ albumin,
yang tidak adekuat,
pembentukan
edema, penyembuhan
udema &
yang lama, albumin
perlambatan
serum turun
penyembuhan

15
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi atau tindakan yang direncanakan.

E. EVALUASI
1. Pre HD
a. Nafas kembali normal, tidak terdapat edema paru dan sianosis
b. Volume cairan kembali dalam keadaan seimbang
c. Nutrisi pasien kembali dalam keadaan seimbang
d. Ansietas yang di alami menurun sampai tingkat dapat ditangani
e. Integritas kulit tidak mengalami kerusakan
2. Intra HD
a. Resiko cedera tidak terjadi
b. Tidak terjadi perdarahan
3. Post HD
a. Dapat beraktivitas seperti biasa
b. Harga diri rendah dapat teratasi karena pola koping klien efektif
c. Tidak terjadi infeksi

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan / prosedur tindakan untuk memisahkan
darah dari zat-zat sisa / racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui
membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan
dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai
dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan

B. Saran
Dalam pengambilan keputusan untuk mengadakan atau melakukan hemodialisis harus
benar-benar mempertimbangkan hal-hal yang mungkin terjadi baik efek dari terapi
maupun dari segi finansial. Oleh karena itu, hati- hatilah dalam mengmbil keputusan
mengingat terapi hemodialisis berlangsung lama sehingga membutuhakn banyak materi
dan kesiapan fisik yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anita, M. 2012. Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Mitra cendekia


Armstrong, Thomas. 2002. 7 Kind Of Smart (Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan
Anda berdasarkan Teori Multiple Intelegence. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Hudak & Gallo. 2010. Keperwatan Kritis Edisi 6. Jakarta : EGC
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. 2012. Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Ed. 6
Jakarta : EGC

https://id.scribd.com/document/369868850/Makalah-HD
http://blog-nyaners.blogspot.com/2015/12/laporan-pendahuluan-hemodialisa.html

18

También podría gustarte