Está en la página 1de 4

3.

PENDIDIKAN BERBASIS ADAB


Menurut A. Hassan
Oleh: Muhammad Suidat
(Guru Pesantren at-Taqwa Depok)
Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.1
Demikian makna pendidikan yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa
pendidikan itu bukan hanya diarahkan untuk
membangun dimensi lahiriyah, tapi juga untuk
membentuk dan meningkatkan kecerdasan
mental, menumbuhkan dimensi ruhani, dan
1. Undang-Undang No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan nasional,
Pasal 1
28
membina akhlak manusia.
Demikian juga tujuan pendidikan yang
diharapkan dalam sistem pendidikan nasional
adalah berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis
serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan
ini sangat penting untuk direnungkan dan memungkinkan untuk
diterapkan dalam sistem
pendidikan. Secara hirarkis, tiga tujuan pertama
itulah yang merupakan tujuan yang paling pokok dalam pendidikan.
Tiga tujuan pertama di atas sesuai dengan
yang dijelaskan oleh Mohammad Natsir, ketika
memberikan penjelasan atas satu pertanyaan:
Apakah tujuan yang akan dituju oleh didikan
kita!. Menurutnya: “Sebenarnya tidak pula
dapat dijawab sebelum menjawab pertanyaan
yang lebih tinggi, yaitu: apakah tujuan hidup
kita di dunia ini?” Kedua pertanyaan ini tidak
dapat dipisahkan, keduanya sama (identik).
Tujuan didikan adalah tujuan hidup.2 Di dalam
2. Mohammad Natsir, Capita Selecta, Jakarta: Bulan Bintang, cet. 3, 1973,
hlm. 82
29
al-Qur’an dijelaskan bahwa tujuan hidup itu
adalah mengabdi (beribadah) kepada Allah
S.W.T. “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku”. [QS. Adz-Dzariyat (51): 56].
Pengabdian kepada Allah adalah tingkatan
adab yang tinggi. Seseorang yang menyadari
kedudukannya sebagai hamba Allah, dia akan
tahu dalam menempatkan kewajiban dan
haknya. Termasuk dalam memuliakan ilmu, dan
adab dalam pengamalannya.
Bila ilmu kuasai oleh orang yang tidak
beradab, maka ilmu itu akan dirusak oleh hawa
nafsunya, bahkan ilmu itu akan dimanfaatkan
untuk kepentingan dirinya sendiri. Oleh karena
itu pendidikan dengan menitikberatkan pada
adab menjadi sangat penting dan tidak bisa
ditawar lagi.
Mengenal Sosok A. Hassan
Dalam catatan sejarah pendidikan Islam
di Indonesia, pernah hadir seorang tokoh pendidikan Islam yang
memiliki peran dan usahausaha besar dalam pendidikan. Orientasi
hidupnya difokuskan untuk memberikan layanan
30
pendidikan kepada siapa saja yang ingin belajar
kepadanya. Bahkan secara kelembagaan, dia
pun pernah mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang secara
estafeta masih berjalan
sampai saat ini. Dia adalah Ahmad Hassan, atau
dikenal dengan sebutan A. Hassan, seorang ulama yang memiliki ilmu
yang luas, dan mempunyai kepribadian yang khas. Tamar Djaja,
dalam bukunya yang berjudul Riwayat Hidup A.
Hassan menjelaskan bahwa “Ia dikenal sebagai
seorang ulama yang militan, berpendirian kuat
dan kecakapan yang luar biasa. Di bidang ilmu
pengetahuan agama ia dikenal lautan ilmu dan
menghayatinya secara serius. Ahli tafsir, ahli
hadits dan ahli dalam berbagai ilmu yang lain.
Pendiriannya tegas sebagai pemegang teguh
dasar Qur’an dan Hadits. Di samping itu, ia seorang ulama ahli debat
yang tak ada taranya”.3
Mohammad Natsir yang merupakan salah seorang muridnya
memberikan kesaksian tentang
diri A. Hassan.
Beliau adalah seorang ulama besar, gudang
ilmu pengetahuan, dan sumber kekuatan
batin dalam menegakkan pendirian dan ke-
3. Tamar Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, Jakarta: Mutiara, tt, hlm. 13
31
imanan. Beliau memiliki sifat-sifat utama
yang jarang dimiliki oleh ulama-ulama
rekan beliau yang lain. Seorang ulama
yang mengajarkan dan mendidik pemudapemuda sanggup hidup dan
berdiri di
atas kaki sendiri. Beliau tidak kaya, tak
pernah kekurangan. Hidup dalam agama,
dan senantiasa menegakkan agama, demikianlah filsafat kehidupan
beliau. Pendiriannya teguh, jiwanya kuat pantang mundur dalam
menegakkan kebenaran agama.4
Kiprah da’wah A. Hassan tidak hanya
lisan (mengajar), tapi juga melalui tulisan. Ia
adalah seorang penulis produktif. Banyak karya-karyanya yang sudah
dipublikasikan, dan
masih dapat dibaca sampai sekarang. Kegemarannya berdebat
menjadi ciri khasnya.
Tentu saja perdebatan yang dilakukannya untuk membela kemuliaan
Islam. Sebagaimana
disampaikan Natsir, bahwa “Beliau berda’wah
dengan segala jalan yang dapat ditempuhnya.
Dengan perkataan, pidato atau ceramah sebagai
4. Sambutan Mohammad Natsir dalam buku Tamar Djaja, Riwayat Hidup
A. Hassan, Jakarta: Mutiara, tt, hlm. 9 Sambutan Mohammad Natsir
dalam buku Tamar Djaja, Riwayat Hidup A. Hassan, Jakarta: Mutiara, tt,
hlm. 9

También podría gustarte