Está en la página 1de 20

ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN DAN KELAHIRAN BERESIKO

IFANA ANUGRAHENI

Ketika komplikasi terjadi selama persalinan dan kelahiran, risiko


morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat. Beberapa komplikasi dapat
diantisipasi, terutama jika ibu diidentifikasi berisiko tinggi selama periode
antepartum; yang lainnya tidak terduga. Tanggung jawab penting perawat adalah
memahami proses persalinan normal untuk mencegah serta mendeteksi
penyimpangan dari pesalinan dan kelahiran normal serta mengimplementasikan
usaha keperawatan ketika terjadi komplikasi. Perawatan optimal ibu bersalin,
janin dan keluarga yang mengalami komplikasi hanya dimungkinkan ketika
perawat dan anggota tim kebidanan lainnya menggunakan pengetahuan dan
kemampuan mereka secara bersama-sama untuk memberikan perawatan yang
kompeten dan berempati (Lowdermilk et al., n.d.).

1. PERSALINAN DAN KELAHIRAN PREMATUR


1.1 Definisi
Persalinan prematur didefinisikan sebagai perubahan serviks dan
kontraksi uterus yang terjadi antara 20 dan 37 minggu kehamilan. Kelahiran
prematur adalah kelahiran yang terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan.
Kelahiran ini terjadi sekitar 12,8% dari seluruh kelahiran hidup dan angkanya
telah meningkat selama beberapa tahun terakhir. Kelahiran prematur adalah
masalah utama yang belum terselesaikan dalam dunia kesehatan perinatal saat
ini (Lowdermilk et al., n.d.).
1.2 Klasifikasi
Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi beberapa, yaitu
(Krisnadi, 2009):
a. Usia kehamilan 32 – 36 minggu disebut persalinan prematur (preterm)
b. Usia kehamilan 28 – 32 minggu disebut persalinan sangat prematur (very
preterm)
c. Usia kehamilan 20 – 27 minggu disebut persalinan ekstrim prematur
(extremely preterm)
Menurut berat badan lahir, bayi prematur dibagi dalam kelompok (Krisnadi,
2009):
a. Berat badan bayi 1500 – 2500 gram disebut bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR)
b. Berat badan bayi 1000 – 1500 gram disebut bayi dengan Berat Badan
Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
c. Berat badan bayi < 1000 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir
Ekstrim Rendah (BBLER)
Selain itu, kelahiran prematur dibagi menjadi dua kategori, yaitu spontan dan
dengan indikasi. Kelahiran prematur spontan terjadi setelah inisiasi awal proses
persalinan. Kondisi seperti persalinan prematur dengan membran utuh,
persalinan prematur dengan ketuban pecah dini, insufisiensi servikal, atau
amnionitis sering kali menyebabkan kelahiran prematur. Sebaliknya, kelahiran
prematur atas indikasi dilakukan sebagai usaha untuk mengatasi risiko ibu dan
janin berhubungan dengan melanjutkan kehamilan (Lowdermilk et al., n.d.).
1.3 Faktor Resiko dan Penyebab
Faktor resiko dari kelahiran prematur spontan
a. Infeksi saluran genital
b. Ras non-Kaukasia
c. Gestasi janin multipel
d. Perdarahan trimester kedua
e. Berat badan sebelum kehamilan rendah
f. Riwayat kelahiran prematur spontan sebelumnya
Penyebab-penyebab umum dari kelahiran prematur atas indikasi
a. Preeklamsia
b. Gawat janin
c. Pertumbuhan janin terhambat
d. Abrupsio plasenta
e. Kematian janin dalam kandungan
f. Diabetes pregestasional atau gestasional
g. Penyakit ginjal
h. Sensitisasi Rh
i. Malformasi kongenital
1.4 Diagnosis
Diagnosis persalinan prematur didasarkan pada tiga kiteria diagnostik utama,
yaitu:
a. Usia kehamilan antara 20 hingga 37 minggu.
b. Aktivitas uterus (seperti kontraksi).
c. Perubahan serviks progresif (seperti, penipisan sebesar 80%, atau
pelebaran serviks 2 cm atau lebih).
1.5 Manajemen Keperawatan
1.5.1 Pencegahan
Program yang bertujuan untuk promosi kesehatan dan pencegahan
penyakit yang mendukung gaya hidup sehat bagi populasi umum dan terutama
ibu berusia produktif harus dibentuk. Konseling prekonsepsi pada ibu dengan
riwayat kelahiran prematur dapat mengidentifikasi faktor risiko yang dapat
dikoreksi.
1.5.2 Pengenalan dan Diagnosis Dini
Mengirim ibu sebelum melahirkan ke rumah sakit yang memiliki peralatan
untuk merawat bayi prematurnya, memberikan antibiotik pada persalinan untuk
mencegah infeksi streptokokus grup B pada neonatus dan memberikan
kortikosteroid antenatal pada ibu dengan persalinan prematur untuk mencegah
atau mengurangi morbiditas atau mortalitas neonatus dari kondisi-kondisi
meliputi sindrom distres pernapasan, perdarahan intraventrikular dan
enterokolitis nekrotikans.
Oleh karena lebih dari separuh kelahiran prematur terjadi pada ibu tanpa
faktor resiko yang jelas, maka semua ibu hamil harus diajarkan mengenai gejal-
gejala persalinan prematur. Tanda dan gejala persalinan prematur adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas uterus
Kontaksi uterus yang terjadi lebih sering dari setiap 10 menit yang menetap
selama 1 jam atau lebih. Kontraksi uterus dapat nyeri atau tidak nyeri.
2. Rasa tidak nyaman
Kram abdomen bagian bawah seperti kembung; dapat disertai dengan diare.
Nyeri tumpul pada pinggul bawah yang intermitten (di bawah pinggang).
Kram seperti menstruasi yang nyeri. Nyeri atau tekanan suprapubik. Tekanan
atau rasa penuh pada panggul. Sering berkemih.
3. Sekret vagina
Perubahan karakter dan jumlah sekret yang umum; lebih kental (mukoid)
atau lebih encer (berair); berdarah, coklat, atau tidak berwarna; peningkatan
jumlah; bau. Pecahnya selaput ketuban.
Ibu hamil juga harus diajarkan apa yang harus dilakukan jika gejala
persalinan prematur terjadi. Intervensi harus dimulai segera untuk memberikan
waktu untuk pemberian kortikosteroid dan mengirim ibu pada rumah sakit yang
mampu memberikan perawatan bagi bayi. Hal yang terutama diperlukan adalah
edukasi pasien mengenai gejala kontraksi uterus atau kram perut usia 20 sampai
37 minggu usia kehamilan diaman harus diberitahukan bahwa gejala ini bukan
merupakan rasa tidak nyaman yang normal pada kehamilan, namun lebih
mengindikasikan kemungkinan persalinan prematur.
1.5.3 Modifikasi Gaya Hidup
1. Pembatasan aktivitas
2. Pembatasan aktivitas seksual
3. Perawatan di rumah
Mengajarkan pasien perawatan mandiri jika persalinan prematur terjadi:
a. Kosongkan kandung kemih
b. Minum 2 – 3 gelas air atau jus
c. Berbaring menyamping selama 1 jam
d. Palpasi kontaksi
e. Jika gejala berlanjut, hubungi petugas kesehatan atau pergi ke RS
f. Jika gejala menghilang, lanjutkan aktivitas ringan tetapi hentikan aktivitas
ketika gejala muncul
g. Jika gejala muncul, segera pergi ke RS
h. Gejala-gejala yang perlu diwaspadai:
 Kontraksi uterus setiap 10 menit atau kurang selama 1 jam atau lebih
 Perdarahan vagina
 Sekret vagian berbau
 Keluarnya cairan vagina
1.5.4 Diagnosa Keperawatan
Risiko perlukaan ibu atau janin berhubungan dengan persalinan prematur
berulang
Hasil yang diharapkan: ibu mendemonstrasikan kemampuan untuk mengkaji diri
sendiri terhadap tanda-tanda pesalinan yang berulang; kesehatan ibu dan janin
terjaga.
Intervensi:
1. Ajarkan ibu dan pasangannya bagaimana cara memonitor aktivitas kontraksi
uterus setiap hari untuk mengidentifikasi tanda-tanda perburukan kondisi
segera.
2. Ajarkan ibu dan pasangannya untk melaporkan pecahnya selaput ketuban,
perdarahan pervaginam, kram, tekanan panggul, atau nyeri punggung bawah
kepada sumber pelayanan kesehatan yang tepat dengan segera karena
gejala-gejala ini merupakan tanda-tanda persalinan.
3. Ajarkan ibu untuk memonitor berat badannya, diet, asupan cairan, dan tanda-
tanda vital setiap hari untuk mengevaluasi masalah yang dapat terjadi.
4. Menekankan batasan-batasan pada tirah baring yang dimodifikasi
(beristirahat sebagian besar waktu di sofa, kursi malas, atau di temapt tidur,
diberikan kesempatan untuk ke kemar mandi setiap hari) untuk menurunkan
kecenderungan onset persalinan.
5. Menyarankan ibu untuk menggunakan posisi berbaring menyamping untuk
meningkatkan perfusi plasenta.
6. Mengingatkan pasangan untuk tidak melakukan hubungan seksual dan
stimulasi puting susu jika kativitas-aktivitas ini menyebabkan kontraksi uterus
untuk menurunkan kecenderungan terjadinya onset persalinan.
7. Mengajarkan teknik rileksasi untuk mengurangi tonus uterus dan
menggurangi kecemasan serta stres.
8. Mengajarkan ibu untuk menjalankan terapi tokolitik atau pengobatan lainnya
sesuai instruksi dokter untuk menginhibisi kontraksi uterus.
9. Mengajarkan ibu dan pasangannya serta meminta mereka melaporkan
adanya efek samping pengobatan segera untuk mencegah komplikasi yang
diinduksi obat.
10. Membantu keluarga menyusun strategi alternatif untuk membantu
pencapaian peran dan fungsi ibu seperti biasanya untuk mengurangi stres
dan membatasi dorongan untuk meningkatkan aktivitas.
11. Jika terdapat anak kecil dalam keluarga, sarankan keluarga untuk membuat
pengaturan alternatif untuk perawatan anak untuk meningkatkan kepatuhan
ibu dalam tirah baring yang dimodifikasi.
Kekurangan aktivitas yang beragam terkait dengan tirah baring yang
dimodifikasi.
Hasil yang diharapkan: ibu akan mengatakan hilangnya perasaan bosan
1. Membantu ibu secara kreatif mengeksplorasi aktivitas yang bermakna bagi
dirinya yang dapat dilakukan pada tirah baring yang dimodifikasi untuk
memastikan aktivitas yang memiliki makna, tujuan, dan nilai terhadap dirinya.
2. Mempertahankan penekanan pada pilihan pribadi ibu karena dapat
mempromosikan kontrol diri dan meminimalkan campur tangan rutinitas oleh
orang lainnya.
3. Mengevaluasi dukungan dan sistem sumber yang tersedia dalam lingkungan
untuk membantu terlaksananya aktivitas yang bervariasi.
4. Mengeksplorasi cara bagi ibu untuk tetap berpartisipasi aktif dalam
manajemen rumah dan dalam pembuatan keputusan untuk meningkatkan
kontrol diri.
5. Menggabungkan dukungan dari keluarga dan teman-teman dalam
melaksanakan aktivitas tepilih dan membuat perubahan yang diperlukan
dalam lingkungan untuk memastikan keberhasilan.
6. Mengajarkan ibu mengenai manajemen stres dan teknik rileksasi untuk
membantu menangani ketegangan terhadap pembatasan aktivitas.
Kecemasan berhubungan dengan persalinan prematur dan kemungkinan
neonatus prematur
Hasil yang diharapkan: perasaan dan gejala-gejala ketakutan atau kecemasan
berkurang.
1. Memberikan kenyamanan, lingkungan yang tenang, dan mengajarkan
keluarga untuk memberikan dukungan emosional untuk memfasilitasi
adaptasi.
2. Mendukung untuk mengatakan ketakutannya untuk mengurangi intensitas
respons emosional.
3. Melibatkan ibu dan keluarga dalam manajemen rumah terhadap kondisi
dirinya untuk mempromosi peningkatan rasa kontrol diri.
4. Membantu ibu untuk mengidentifikasi dan menggunakan strategi adaptasi
serta sistem pendukung yang tepat untuk mengurangi ketakutan dan
kecemasan.
5. Mengeksplorasi penggunaan strategi desensitisasi seperti rileksasi otot
progresif, gambaran visual atau menghentikan pemikiran untuk mengurangi
emosi yang berhubungan dengan ketakutan serta gejala fisik terkait.
6. Memberikan informasi mengenai kelompok pendukung online untuk
mengurangi ketakutan dan kecemasan.

2. KETUBAN PECAH DINI


2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya kantong amnion secara spontan dan
keluarnya cairan amnion yang dimulai sebelum onset persalinan pada berbagai
usia kehamilan. Ketuban pecah dini prematur (KPDP) merupakan pecahnya
ketuban sebelum usia kehamilan 37 minggu, berperan pada sepertiga dari
seluruh kelahiran prematur.
2.2 Etiologi
KPD prematur sebagian besar diakibatkan oleh kerentanan patologis
selaput ketuban akibat inflamasi, stres akibat kontraksi uterus, atau faktor-faktor
lainnya yang menyebabkan peningkatan tekanan uterus. Infeksi pada saluran
urogenital berhubungan dengan terjadinya KPD prematur.
2.3 Patofisiologi
Sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai
65%) yang menyebabkan berkurangnya kekuatan membran, high virulence;
Bacteroides, Low Virulence, Lactobacillus.
Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan
mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban. Selaput ketuban tidak kuat
sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vascularisasi atau penambahan
tekanan intra uteri, atau keduanya.
Prognosis sangat variatif bergantung maturitas paru dan ada atau
tidaknya infeksi, pada usia kehamilan < 32 minggu semakin muda kelahiran
semakin buruk prognosisnya.
2.4 Tanda dan Gejala
KPD prematur didiagnosis setelah ibu melaporkan keluarnya cairan tiba-tiba atau
meembesnya cairan secara pelan dari vagina.
2.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD ditentukan secara individual pada tiap ibu
berdasarkan pengkajian resiko komplikasi pada ibu, janin, serta neonatus nila
kehamilan dilanjutkan atau persalinan dan kelahiran dilakukan segera. KPD
prematur seringkali ditangani secara konservatif jika risiko janin terhadap janin
dan bayi baru lahir berhubungan dengan kelahiran prematur diduga lebih besar
dibandingkan risiko infeksi.
Manajemen konservatif meliputi pengkajian janin harian, monitoring
terjadinya persalinan, abrupsio plasenta dan terjadinya infeksi intrauterus pada
ibu. Konsumsi kortikosteroid antenatal oleh ibu dengan usia kehamilan kurang
dari 32 minggu, antibiotik spektrum luas selama 7 hari.
Memperhatikan tanda-tanda infeksi merupakan bagian penting asuhan
keperawatan dan edukasi pasien setelah KPD prematur. Edukasi kepada pasien
untuk perawatan mandiri dengan KPD yaitu:
1. Ukur suhu setiap 4 jam ketika bangun
2. Laporkan temperatur apabila lebih dari 38°C
3. Tidak memasukkan apapun ke dalam vagina
4. Dilarang melakukan hubungan seksual
5. Kaji kontraksi uterus
6. Hitung gerakan janin setiap hari
7. Dilarang berendam
8. Perhatikan adanya sekret vagina yang berbau menyengat atau jika uterus
terasa nyeri bila dipegang
9. Bersihkan dari depan ke belakang setelah berkemih/BAB
10. Minum antibiotik jika diberikan
11. Melakukan kunjungan ke petugas kesehatan sesuai waktu yang
dijadwalkan

3. DISTOSIA
3.1 Definisi
Persalinan memanjang dan sulit atau abnormal disebut sebagai pesalinan
disfungsional atau distosia. Hal ini disebabkan oleh berbagai kondisi yang
berhubungan dengan lima faktor yang mempengaruhi persalinan
3.2 Etiologi
Distosia dapat disebabkan oleh salah satu dari hal berikut:
1. Kontraksi uterus tidak efektif atau usaha ibu mengejan (kekuatan), penyebab
tersering distosia.
2. Perubahan pada struktur panggul (jalan lahir).
3. Sebab dari janin meliputi presentasi atau posisi abnormal , anomali, ukuran
berlebihan, dan jumlah janin (yang melewati jalan lahir).
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan.
5. Respons fisiologis ibu terhadap pesalinan berhubungan dengan pengalaman
terdahulu, persiapan, kebudayaan, dan sistem pendukung.
3.3 Persalinan Disfungsional
3.3.1 Definisi
Persalinan disfungsional dideskripsikan sebagai kontraksi uterus
abnormal yang mencegah pembukaan serviks, penipisan (kekuatan primer), atau
penurunan (kekuatan sekunder) normal.
3.3.2 Faktor risiko
1. Kelebihan berat badan
2. Perawakan pendek
3. Usia ibu lanjut
4. Masalah infertilitas
5. Abnormalitas uterus
6. Malpresentasi dan posisi janin
7. Disproporsi sefalopelvis
8. Stimulasi uterus berlebih dengan oksitosin
9. Kelelahan pada ibu, dehidrasi, dan ketidaksembangan elektrolit serta
ketakutan
10. Waktu pemberian analgesik atau anestesi yang tidak tepat
3.3.3 Jenis
1. Disfungsi Uterus Hipertonik
Ibu mengalami kontraksi yang sering dan menyakitkan, yang tidak efektif dalam
menyebabkan kemajuan penipisan dan pembukaan serviks.
2. Disfungsi Uterus Hipotonik
Awalnya ibu mengalami kemajuan normal hingga fase aktif persalinan, kemudian
kontraksi melemah dan tidak efisien atau berhenti sama sekali. Tekanan
intrauterus selama kontraksi tidak cukup untuk kemajuan penipisan dan
pembukaan serviks.
3. Kekuatan Sekunder
Kekuatan sekunder atau usaha mengejan melemah ketika diberikan analgesik
ataupun anastesi dalam jumlah besar sehingga dapat memblok reflek mengejan
dan akibatnya mempengaruhi efektivitas usaha volunter.
4. Pola Persalinan Abnormal
Enam pola persalinan abnormal diklasifikasikan berdasarkan pembukaan serviks
dan penurunan janin. Pola-pola ini meliputi, fase laten memanjang, pembukaan
pada fase aktif memanjang, berhenti sekunder; tidak ada perubahan, penurunan
janin memanjang, penurunan janin berhenti, kegagalan penurunan janin.
5. Persalinan Cepat
Persalinan yang berlangsung kurang dari 3 jam dari onset kontaksi hingga saat
melahirkan. Dapat disebabkan oleh kontraksi uterus yang hipertonik dengan
intensitas tetanik.
3.4 Perubahan pada Struktur Panggul
3.4.1 Distosia Panggul
Dapat terjadi kontraktur diameter panggul terjadi, dimana mengurangi kapasitas
tulang panggul, meliputi pintu atas panggul, panggul bagian tengah, pintu bawah
panggul atau kombinasi lainnya.
3.4.2 Distosia Jaingan Lunak
Distosia jaringan lunak disebabkan oleh obstruksi jalan lahir oleh abnormalitas
anatomis lainyya selain tulang panggul. Obstruksi dapat disebabkan oleh
plasenta previa yang mengobstruksi os serviks internal sebagian atau
seluruhnya.
3.5 Penyebab yang Berasal dari Janin
3.5.1 Anomali
Asites, tumor yang besar, defek tuba neuralis terbuka (seperti mielomeningokel)
dan hidrosefalus merupakan contoh anomali pada janin yang dapat
menyebabkan distosia. Anomali mempengaruhi hubungan anatomi janin
terhadap kapasitas panggul ibu, yang mengakibatkan janin tidak dapat turun
melalui jalan lahir.
3.5.2 Disproporsi Sefalopelvis
Disproporsi Sefalopelvis (Cephalopelvic Disproportion-CPD) merupakan
disproporsi antara ukuran janin dengan ukuran panggul ibu. Sehingga janin tidak
dapat melewati panggul ibu untuk dilahirkan melalui vagina.
3.5.3 Malposisi
Malposisi janin paling sering adalah posisi oksipitoposterior persisten. Persalinan
biasanya memanjang terutama pada kala II. Ibu umumnya mengeluh nyeri
punggung hebat akibat tekanan kepala janin menekan sakrumnya.
3.5.4 Malpresentasi
Presentasi bokong merupakan bentuk malpresentasi yang paling sering, terjadi
pada 3-4% dari semua persalinan. Tiga jenis presentasi bokong adalah fank
breech (paha fleksi, lutut ekstensi), presentasi bokong lengkap (paha dan lutut
fleksi), footling breech (ketika satu kaki atau dua kaki muncul sebelum bokong).
Presentasi bokong berhubungan dengan gestasi multiple, kelainan prematur,
anomali ibu dan janin, hidramnion, dan oligohidramnion.
3.5.5 Kehamilan Janin Multipel
Kehamilan janin multipel adalah kehamilan (gestasi) anak kembar dua, tiga,
empat, atau lebih. Kelainan multipel berhubungan dengan lebih banyak
komplikasi (seperti, persalinan disfungsional) dibandingkan kelahiran tunggal.
3.6 Posisi Ibu
Hubungan fungsional antara kontraksi uterus, janin dan panggul ibu dipengaruhi
oleh posisi ibu. Selain itu, posisi dapat memberikan baik keuntungan dan
kerugian mekanik pada mekanisme persalinan dengan mengubah efek gravitasi
dan hubungan bagian tubuh yang penting pada kemajuan persalinan.
3.7 Respons Fisiologis
Hormon dan neurotransmiter yang dilepas sebagai respons terhadap stres dapat
menyebabkan distosia.
3.8 Manajemen Perawatan
Pengkajian risiko merupakan proses berkelanjutan pada ibu bersalin. Dengan
melihat riwayat persalinan ibu dan mengobservasi respons fisik dan psikologis
pada persalinan saat ini, adanya berbagai faktor yang dapat berperan dalam
menyebabkan distosia harus diidentifikasi.
3.8.1 Pengkajian
a. Riwayat penyakit dahulu
Distosia pada kehamilan sebelumnya
b. Fisik
- Karakteristik kontraksi uterus
- Kemajuan penipisan dan pembukaan seviks
- Karakteristik denyut jantung janin
- Presentasi, posisi dan station janin
- Status selaput ketuban
- Kaakteristik panggul ibu
c. Psikologis
Kecemasan
3.8.2 Diagnosis Keperawatan
- Risiko terjadinya perlukaan pada ibu atau janin
- Tidak memiliki kekuatan berhubungan dengan kehilangan kontrol
- Risiko terjadinya infeksi berhubungan dengan selaput ketuban
pecah dini, prosedur operatif
- Adaptasi individu tidak efektif berhubungan dengan sistem
pendukung yang tidak adekuat, kelelahan, nyeri
3.8.3 Hasil yang Diharapkan
- Mengerti penyebab dan penanganan persalinan disfungsional
- Mengimplementasikan atau membantu intervensi yang
direkomendasikan oleh petugas kesehatan untuk meningkatkan
kemajuan persalinan dan kelahiran
- Menunjukkan hilangnya nyeri
- Mengalami persalinan dan kelahiran dengan komplikasi minimal
atau tidak ada
- Melahirkan bayi sehat yang tidak mengalami gawat janin atau
perlukaan lahir
3.8.4 Intervensi Keperawatan
- Mengomunikasikan hasil-hasil temuan kepada petugas kesehatan
primer segera
- Mengimplementasikan atau membantu intervensi sesuai instruksi
atau berdasarkan protokol unit
- Memastikan bahwa ibu dan beberapa orang keluarganya
menerima penjelasan mengenai alasan-alasan untuk melakukan
intervensi tertentu
- Memastikan bahwa semua pertanyaan dijawab hingga ibu merasa
puas
- Memberikan dukungan dan saran pada ibu dan pendukungnya
selama bersalin dan melahirkan
3.8.5 Evaluasi
Perawat dapat yakin bahwa perawatan efektif berdasarkan tercapainya
hasil yang diharapkan

4. KEHAMILAN, PERSALINAN DAN KELAHIRAN POSTTERM


1.1 Definisi
Kelahiran lebih bulan (kadang juga disebut kehamilan memanjang atau lewat
bulan) merupakan kehamilan yang memanjang melebihi akhir minggu 42 gestasi,
atau 294 hari dari hari pertama periode menstruasi terakhir.
1.2 Insiden
Kisaran 4 – 14%
1.3 Etiologi
Penyebab pasti dari kehamilan lebih bulan masih tidak diketahui. Namun, waktu
persalinan ditentukan oleh interaksi antara janin, plasenta dan selaput ketuban,
miometrium uterus, serta serviks.
1.4 Risiko pada Ibu dan Janin
Resiko pada ibu seringkali berhubungan dengan distosia persalinan, seperti
peningkatan risiko terjadinya perlukaan perineum berhubungan dengan
makrosomia. Ibu juga dapat mengalami kelelahan, ketidaknyamanan fisik, serta
reaksi fisiologis seperti depresi, frustasi.
Komplikasi lainnya berhubungan dengan kehamilan lebih bulan adalah
pertumbuhan janin abnormal.
1.5 Manajemen Perawatan
Selama periode kehamilan lebih bulan, ibu disarankan untuk mengkaji aktivitas
janin sehari-hai, mengkaji tanda-tanda persalinan, dan melakukan perjanjian
dengan petugas kesehatan primer.
Selama persalinan, janin dengan kehamilan lebih bulan harus dimonitor secara
elektronik dan berkelanjutan untuk pengkajian DJJ dan pola yang lebih akurat.
GAGAL NAPAS PADA NEONATUS
IFANA ANUGRAHENI

1.1 Definisi
Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat
serius, yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya
perawatan. Faktor resiko utama gagal nafas pada neonatus adalah prematuritas,
bayi berat badan lahir rendah, dan penelitian menunjukkan kejadiannya lebih
banyak terjadi pada golongan sosioekonomi rendah.
Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)
merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan
tidak mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan.
Terminologi respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien
masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan
pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan
klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam
mempertahankan pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen.
Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi
kebutuhan pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah,
sehingga terjadi gangguan dalam asupan oksigen dan ekskresi karbondioksida,
keadaan ini ditandai dengan abnormalitas nilai PO2 dan PCO2. Gagal nafas
dapat disebabkan oleh penyakit paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus,
sirkulasi paru atau kombinasi ketiganya. Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh
gangguan fungsi otot pernafasan, gangguan neuromuskular dan gangguan
sistem saraf pusat.
1.2 Etiologi
Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat:
1 Ukuran jalan nafas yang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran
udara
2 Compliance paru yang lebih besar
3 Otot pernafasan dan diafragma cenderung yang lebih mudah lelah, serta
4 Predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar
Gagal nafas pada neonatus dapat disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai
hernia diafragma kongenital), infeksi, aspirasi mekoneum, dan persistent
pulmonary hypertension. Secara umum, etiologi gagal nafas pada neonatus
ditunjukkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 1: Etiologi Gagal Napas pada Neonatus
Paru-paru Aspirasi, pneumonia, transient tachypnea of the newborn,
persistent pulmonary hypertension, pneumotoraks, perdarahan
paru, edema paru, displasia bronkopulmonal, hernia diafragma,
tumor, efusi pleura, emfisema lobaris kongenital
Jalan nafas Laringomalasia, trakeomalasia, atresia/stenosis choana, Pierre
Robin Syndrome, tumor dan kista
Otot-otot respirasi Paralisis nervus frenikus, trauma medulla spinalis, miasthenia
gravis
Sistem saraf pusat Apnea of prematurity, obat: sedatif, analgesik, magnesium;
(SSP) kejang, asfiksia, hipoksik ensefalopati, perdarahan SSP
Lain-lain Penyakit jantung bawaan tipe sianotik, gagal jantung kongestif,
anemia/polisitemia, tetanus neonatorum, immaturitas, syok,
sepsis

1.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Diagnosis gagal nafas dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
dan dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah. Gambaran klinis
yang dapat terjadi pada neonatus yang harus meningkatkan kewaspadaan klinisi
akan terjadinya gagal nafas antara lain:
1. Peningkatan respirasi
2. Peningkatan usaha nafas
3. Periodic breathing
4. Apnea
5. Sianosis yang tidak berkurang dengan pemberian oksigen
6. Turunnya tekanan darah disertai takikardi, pucat, kegagalan sirkulasi
yang diikuti bradikardi
7. Penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor
Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai
digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease
(HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih
komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian
dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai
progresivitasnya.
Tabel 2. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Skor > 6 : Ancaman gagal nafas

Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk
menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan
tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan
sampel darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO 2,
PaCO2, dan pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri.
Hipoksemia berat ditandai dengan PaO2 < 50-60 mmHg dengan FiO2 60% atau
PaO2 < 60 mmHg dengan FiO2 > 40% pada bayi < 1250 g, Hiperkapnik berat
dengan PaCO2 > 55-60 mmHg dengan pH <7,2-7,25.

Tabel 3. Nilai Analisis gas Darah


Nilai
0 1 2 3
PaO2 (mmHg) > 60 50-60 < 50 < 50
pH > 7,3 7,2-7,29 7,1-7,19 < 7,1
PaCO2 (mmHg) < 50 50-60 61-70 > 70
Skor > 3: memerlukan ventilator

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan sebagai pemeriksaan awal


pada pasien yang mengalami distress pernafasan antara lain: rontgen toraks
(dapat dilakukan setelah pemasangan ETT), pemeriksaan darah untuk skrining
sepsis, termasuk pemeriksaan darah rutin, hitung jenis, apus darah tepi, C-
reactive protein, kultur darah, glukosa darah, dan elektrolit.
Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress
Pernafasan
Pemeriksaan Kegunaan
Kultur darah Menunjukkan keadaan bakteriemia
Analisis gas darah Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan asam basa
Glukosa darah Menilai keadaan hipoglikemia, karena hipoglikemia dapat
menyebabkan atau memperberat takipnea
Rontgen toraks Mengetahui etiologi distress nafas
Darah rutin dan hitung Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
jenis Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis
Pulse oximetry Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan oksigen

Selain menilai beratnya distress nafas yang terjadi, diperlukan juga


penilaian untuk memperkirakan penyebab dasar gangguan nafas untuk
penatalaksanaan selanjutnya. Pada bayi yang baru lahir dan mengalami distress
nafas, penilaian keadaan antepartum dan peripartum penting untuk dilakukan.
Beberapa pertanyaan yang dapat membantu memperkirakan penyebab distress
nafas antara lain: apakah terdapat faktor resiko antepartum atau tanda-tanda
distress pada janin sebelum kelahiran, adanya riwayat ketuban pecah dini,
adanya mekoneum dalam cairan ketuban, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan
juga dapat membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur
dengan berat badan lahir < 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan
menderita HMD, bayi aterm yang lahir dengan mekoneum dalam caian ketuban
dan diameter antero-posterior rongga dada yang membesar beresiko mengalami
MAS, bayi yang letargis dan keadaan sirkulasinya buruk kemungkinan menderita
sepsis dengan atau tanpa pneumonia, bayi yang hampir aterm tanpa faktor
resiko tetapi mengalami distress nafas ringan kemungkinan mengalami transient
tachypnea of the newborn (TTN), dan hasil pemeriksaan fisik lainnya yang dapat
membantu memperikirakan etiologi distress nafas.
1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada
penyakit yang mendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan
untuk mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat
penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga
proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami
gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus
(NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas NICU. Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU, penatalaksanaan
yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai keberhasilan
perawatan.
Algoritma diagnosis dan Tatalaksana Gagal nafas pada Neonatus

Neonatus dengan distress nafas

Berat
(PCH, grunting, apneu, sianosis

Ringan
Resusitasi: (Takipneu ringan)
• Bersihkan jalan nafas, hisap lendir
(suction)
• Pemberian oksigen , pasang OGT
• Pasang akses intra vena : Disesuaikan
• D10% 60 ml/kgBB menurut usia
• Ca-Gukonas 10% 6-8
ml/kgBB
• Monitor temperatur
• Monitor saturasi
• Rontgen toraks (Bila memungkinkan)

Evaluasi menggunakan skor Downes

Perbaikan klinis YA
Observasi 30 menit

Membaik
TIDAK ( Ancaman gagal nafas/DS≥6)

TIDAK YA
• Intubasi
• Pemberian antibiotik spektrum luas:
Ampicillin & Gentamicin (inisial) • Pemberian O2
• Pemeriksaan penunjang: dilanjutkan
Darah rutin & hitung jenis, AGD, GDS, • Monitoring saturasi
elektrolit, rontgen toraks • Rontgen toraks
• Konsul NICU/rujuk ke RS yang
memiliki NICU
Perawatan
Evaluasi menggunakan
bayi rutin
skor Downes

Hasil AGD: Hipoglikemi  bolus


Asidosis D10% 2cc/kgBB,
metabolik/respiratorik dilanjutkan infus
Bila pH ≤ 7,25  Na- kontinyu kec 6-8
Bikarbonat 1-2 mg/kgBB/mnt
mEq/kgBB dlm 30 Hiperglikemi 
menit kuranngi konsentrasi
infus glukosa (D5%)

Perawatan di NICU
1.5 Manajemen Keperawatan
1.5.1 Pengkajian
Kaji tanda utama gawat napas (takipneu, sianosis sentral, retraksi, dan grunting).
1.5.2 Diagnosis Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan:
a. Defisiensi surfaktan
b. Kelemahan pada otot pernapasan dan diafragma
c. Gangguan pengembangan paru
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
a. Defisiensi surfaktan
b. Gangguan pembukaan alveoli
c. Hipoperfusi jaringan paru
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
a. Konstriksi vaskularisasi pulmonal
1.5.3 Hasil yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan bahwa bayi akan menunjukkan:
1. Fungsi pernapasan yang adekuat
2. Fungsi fisiologis adekuat
3. Pengembangan paru optimal
4. Perfusi ke paru dan jaringan adekuat
1.5.4 Intervensi Keperawatan
1. Jaga suhu tubuh dan lingkungan dalam kondisi hangat
2. Posisikan jalan napas bayi ekstensi untuk membuka jalan napas
3. Beri oksigen 40%
4. Beri cairan dan elektrolit sesuai indikasi
5. Beri antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder
6. Beri surfaktan

También podría gustarte