Está en la página 1de 11

ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA

TAMBANG BATUBARA DI
PT. KALTIM PRIMA COAL ( KPC )
KALIMANTAN TIMUR

Disusun Oleh :
WANDHY PANOA
C.08.11.31

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS VETERAN REPUBLIK INDONESIA
MAKASSAR
2015
Judul
ANALISIS KESTABILAN LERENG PADA TAMBANG BATUBARA DI PT.
KALTIM PRIMA COAL ( KPC ), KALIMANTAN TIMUR

B. Alasan Pemilihan Judul


Masalah kemantapan lereng pada batuan merupakan suatu hal yang menarik,
karena sifat-sifat dan perilakunya yang berbeda dengan kestabilan lerang pada tanah.
Kestabilan lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang-bidang lemah
yang disebut dengan bidang diskontinuitas, tidak demikian halnya dengan lereng-
lereng pada tanah.
Adanya kegiatan penambangan, seperti penggalian pada suatu lereng akan
menyebabkan terjadinya perubahan besarnya gaya-gaya pada lereng tersebut yang
mengakibatkan terganggunya kestabilan lereng dan pada akhirnya dapat
menyebabkan lereng tersebut longsor.
Dalam merancang suatu tambang terbuka dilakukan suatu analisis terhadap
kestabilan lereng yang terjadi karena proses penimbunan maupun penggalian
sehingga dapat memberikan kontribusi rancangan yang aman dan ekonomis.
Stabilitas dari lereng individual biasanya menjadi masalah yang membutuhkan
perhatian yang lebih bagi kelangsungan operasi penambangan setiap harinya.
Longsornya lereng pada suatu jenjang, dimana terdapat jalan angkut utama atau
berdekatan dengan batas properti atau instalasi penting, dapat menyebabkan
bermacam gangguan pada program penambangan.
Walaupun longsoran yang terjadi relatif kecil, dengan tanda-tanda yang tidak
begitu kentara, tetap saja dapat membahayakan jiwa dan merusak peralatan yang ada.

C. Dasar Teori
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi daerah
setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi air tanah setempat,
dan juga oleh teknik penggalian yang digunakan dalam pembuatan lereng. Faktor
pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang berbeda dan
sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk menentukan seberapa
tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan lereng itu akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan meragukan,
maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur geologi, kondisi air tanah
dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada suatu lereng. Kestabilan lereng pada
batuan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik
batuan serta gaya-gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng batuan adalah
dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya penahan
yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang menyebabkan
terjadinya longsor. Secara matematis faktor kestabilan lereng dinyatakan sebagai
berikut :
F = R / Fp
Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat lereng tetap stabil
Fp = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang menyebabkan lereng longsor
Pada keadaan :
F  1,0 = lereng dalam keadaan stabil
F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F  1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng.
Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa faktor,
antara lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kestabilannya.
Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kestabilan
semakin berkurang.
b. Struktur batuan
Strukutur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut
merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai
tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan
antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam
batuan.
1) Bobot isi batuan
Semakin besar bobot isi suatu batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor juga semakin besar. Dengan demikian
kestabilan lereng semakin berkurang.
2) Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air.
Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga
memperkecil kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan
menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil kuat geser batuan.
Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah longsor.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
 = C + ( - ) tan 
dimana :
 = kuat geser batuan (ton/m2)
C = kohesi (ton/m2)
 = tegangan normal (ton/m2)
 = sudut geser dalam (angle of internal friction)
3) Kandungan air dalam batuan
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori
menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat geser
batuannya menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya berkurang.
4) Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined and
unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat
geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan, kuat tarik
dan kuat geser besar akan lebih stabil (tidak mudah longsor).
5) Sudut geser dalam (angle of internal friction)
Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga akan
semakin besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih stabil.
d. Gaya dari luar
Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kestabilan
suatu lereng adalah :
1) Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alat-
alat mekanis yang berat didekat lereng.
2) Pemotongan dasar (toe) lereng.
3) Penebangan pohon-pohon pelindung lereng.

2. Klasifikasi longsoran batuan


Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu :
a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang
bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa sesar,
rekahan (hoint) maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya
longsoran bidang adalah :
1) Terdapatnya bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang
luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
2) Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng
(maksimum berbeda 20o).
3) Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
4) Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
b. Longsoran baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu
bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan. Sudut perpotongan antara
bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya.
Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang
perlapisan.
Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa bidang
lemahnya, ataupun melalui garis perpotongan kedua bidang lemahnya.
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa busur
disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah atau
material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak terikat satu
sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga dapat terjadi pada batuan
yang sangat lapuk serta banyak mengandung bidang lemah maupun tumpukan
(timbunan) batuan hancur.
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang diletakkan
diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan proses menggulingnya,
maka longsoran guling dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1) Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling).
2) Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok).
3) Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural).

D. Data Sebagai Dasar Analisa


Data utama sebagai dasar analisa kestabilan suatu lereng batuan adalah geometri
lereng, struktur batuan serta sifat fisik dan mekanik batuan.
1. Data yang diperlukan
a. Geometri Lereng
Geometeri lereng yang perlu diketahui adalah :
1) orientasi (jurus dan kemiringan) lereng.
2) tinggi dan kemiringan lereng baik jenjang maupun total.
3) lebar jenjang (berm).

b. Struktur batuan
Struktur batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah adanya bidang-
bidang lemah, yaitu bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik dan sifat mekanik batuan yang diperlukan sebagai dasar analisa
kestabilan lereng adalah :
1) bobot isi batuan.
2) porositas batuan.
3) kandungan air dalam batuan.
4) kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan.
5) sudut geser dalam.
d. Kondisi geologi
Data geologi yang perlu diketahui :
1) orientasi struktur bidang lemah. Dari orientasi ini yang terpenting
diketahui adalah arah dan besar kemiringan spasi, isian dalam rekahan.
2) Tinggi permukaan air tanah.
3) Litologi dan penyebaran batuan.
4) Tingkat pelapukan.
5) Morfologi.
2. Cara pengumpulan data
Data yang diperlukan diperoleh dari peyelidikan dilapangan dan percobaan di
laboratorium.
a. Penyelidikan di lapangan meliputi :
1) Pengukuran jurus dan kemirngan bidang lemah.
2) Pemboran inti dan pembuatan sumuran untuk memperoleh data geologi,
penyebaran batuan dan untuk mendapatkan contoh tanah.
3) Pengamatan dengan piezometer untuk mengetahui tinggi permukaan air
tanah.
Khusus untuk cara pengumpulan data pada poin 2 dan 3 dapat menggunakan
data yang telah ada pada perusahaan (kalau diperusahaan sudah tersedia).
b. Percobaan dilaboratorium
1) Penguian triaksial.
2) Pengujian geser langsung.
3) Pengujian kuat tekan uniaksial.
4) Percobaan untuk menentukan berat isi, kadar air dan berat jenis dari
contoh tanah yang didapat dilapangan.
Percobaan dilaboratorium dapat juga tidak dilaksanakan bila data untuk ini
sudah tersedia dilapangan.

E. Metode Analisa Kestabilan Lereng Yang Digunakan


Kestabilan suatu lereng dapat dianalisa dengan Metode Hoek dan Bray, analisa
vektor dan metode grafis. Tetapi yang mungkin akan digunakan adalah metode Hoek
dan Bray.
Metode Hoek dan Bray dapat digunakan untuk menganalisa keempat macam
longsoran pada lereng batuan.
1. Longsoran bidang
Dalam menganalisa, maka suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan
anggapan sebagai berikut :
a. semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi.
b. terdapat regangan tarik tegak yang terisi air sampai kedalaman tertentu (Zw),
regangan tarik ini dapat terjadi pada muka lereng maupun di atas lereng.
c. Tekanan air pori pada regangan tarik sepanjang bidang luncur tersebar secara
linier.
d. Semua gaya yang bekerja pada lereng melalui titik pusat massa batuan yang
akan longsor, sehingga tidak terjadi rotasi.

Faktor keamanan lereng dapat dihitung dengan persamaan :


Gaya  gayaPenahan
F = Gaya  gayaPenggerak

C. A  (W cosp  U  V sin p ) tan 


F=
W sin p  V cosp

Dimana :
F = faktor kestabilan lereng
C = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (A)
p = sudut kemiringan bidang luncur (o)
 = sudut geser dalam batuan (o)
W = berat massa batuan yang akan longsor (ton)
U = gaya angkat yang ditimbulkan oleh tekanan air disepanjang bidang luncur
(ton)
= (½) w. Zw. (H – Z) cosec p
V = gaya mendatar yang ditimbulkan oleh tekanan air pada regangan tarik (ton)
= (½) w. Zw2
w = bobot isi air (ton/m3)
Zw = tinggi kolom iar yang mengisi regangan tarik (m)
Z = kedalaman regangan tarik (m)
H = tinggi lereng (m)
Jika terjadi getaran yang diakibatkan oleh adanya gempa, peledakan maupun
aktifitas manusia laninnya, maka persamaan diatas menjadi :
C. A  W (cosp   sin p )  U  V sin p  tan 
F=
W (sin p   cosp)  V cosp
Dimana :
 = percepatan getaran pada arah mendatar
2. Longsoran baji
Dalam analisa menggunakan metode Hoek dan Bray, longsoran baji dapat
dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor
keamanan lereng dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
3 w w
F =  .H (Ca. X  Cb.Y )  ( A  ( 2 ).X ) tan a  ( B  ( 2 ).Y ) tan b

dimana :
Ca = kohesi bidang lemah I (ton/m3)
Cb = kohesi bidang lemah II (ton/m3)
a = sudut geser dalam, bidang lemah I (o)
b = sudut geser dalam, bidang lemah II (o)
 = bobot isi batuan (ton/m3)
w = bobot isi air (ton/m3)

Sin 24
X=
Sin 45.Cos 2na
Sin 13
Y=
Sin 35.Cos 1nb
Cosa  Cosb.Cosna.nb
A= Sin 5.Sin 2na.nb

Cosb  Cosa.Cosna.nb
B= Sin 5.Sin 2na.nb

Dimana a dan b adalah kemiringan (dip) dari bidang-bidang I dan II serta 5


adalah sudut penunjaman perpotongan bidang lemah I dan II.
Jika pada bidang I dan II tidak terdapat kohesi, serta kondisi lereng kering, maka
persamaan diatas menjadi :
F = A tan a + B tan b
Dimana A dan B adalah suatu faktor tanpa satuan yang besarnya tergantung pada
jurus (strike) dan kemiringan (dip) kedua bidang lemahnya. Bidang lemah yang
mempunyai kemiringan lebih kecil selalu dinamakan bidang lemah I sedangkan
bidang lemah yang satunya lagi dinamakan bidang lemah II.
3. Longsoran guling
Dengan metode Hoek dan Bray terjadinya longsoran guling dapat dianalisa
dengan menggunakan model yang sederhana. Dengan menggunakan model ini
digunakan untuk menganalisa kasus-kasus yang sederhana. Sedangkan untuk
menganalisa lereng yang sebenarnya dilakukan analogi dengan
mempertimbangkan variabel-variabel yang ada dilapangan.
4. Longsoran busur
Khusus untuk longsoran ini tidak ditampilkan disini, karena batuan yang akan
dianalisa diharapkan dalam keadaan segar.

F. Pembahasan Masalah
Dalam analisa ini masalah yang akan dibahas adalah mengarah pada design
lereng. Hal ini meliputi :
1. Penentuan metode analisis kestabilan lereng.
2. Alternatif sudut dan tinggi lereng
Ini dilakukan perhitungan faktor kestabilan lereng dengan metode Hoek dan Bray.
Perhitungan ini dilakukan untuk :
a. Lereng individual.
Dari hasil perhitungan, kemudian dibuat dalam grafik hubungan antara faktor
keamanan dengan sudut lereng atau antara tinggi lereng dengan sudut lereng.
b. Lereng total
Dari hasil perhitungan, kemudian dibuat grafik hubungan antara faktor
keamanan dengan sudut lereng atau antara tinggi lereng dengan sudut lereng.
c. Perhitungan dengan metode Hoek dan Bray.
Sebagai pembanding perhitungan dengan metode Bishop
3. Pemilihan Geometri lereng
4. Pemantauan lereng
5. Usaha untuk menstabilkan lereng

G. Rencana Kegiatan
Bulan JULI AGUSTUS
2002 2002
Minggu II III IV I II III IV
Studi Literatur
Observasi Lapangan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Penyusunan Draft
H. Rencana Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Bab.
I. PENDAHULUAN
II. TINJAUAN UMUM
A. Lokasi dan Kesampaian Daerah.
B. Keadaan Topografi dan Geologi.
C. Iklim.
D. Penambangan Batubara.
III. TEORI KESTABILAN LERENG PADA BATUAN.
A. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng Batuan
1. Struktur Geologi.
2. Air bawah permukaan tanah.
3. Sifat fisik batuan.
4. Sifat mekanik batuan.
5. Pengaruh gaya-gaya luar.
6. Geometri lereng.
B. Menghitung Faktor Kestabilan Lereng Batuan
1. Longsoran busur.
2. Longsoran bidang.
3. Longsoran baji.
4. Longsoran guling.
IV. ANALISA KESTABILAN LERENG.
A. Metode Analisa Yang Dipilih
B. Hasil Analisis Kestabilan Lereng
V. PEMBAHASAN
A. Kekuatan batuan.
B. Struktur Geologi.
C. Geometri Lereng.
D. Air tanah.
E. Pengaruh getaran.
F. Usaha untuk menstabilkan lereng.
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
I. Daftar Pustaka
1. Hoek, E. and Bray, J.W., “Rock Slope Engineering”’ 3rd Ed., The Institution Of
Mining and Metallurgy London, !981.

2. Made Astawa Rai, Dr. Ir .”Analisa Kemantapan Lereng : Proyeksi Stereografis


dan Metode Grafis”, Kursus Geoteknik dan Perencanaan Tambang
Terbuka, 1993.

3. Made Astawa Rai, Dr. Ir. dan Anung Dri Prasetya, Ir “ Kemantapan Lereng
Batuan”, Kursus Pengawas Tambang, 1993.

4. Gian Paolo Giani, “Rock Slope Stability Analysis”, A.A Balkema, Rotterdam,
Brookfield, 1992.

También podría gustarte