Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Kata Pengantar
PT. Wastuwidyawan i
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Daftar Isi
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………… I-1
1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran ……….……………………………….. I-2
1.3. Nama dan Organisasi Pengguna Jasa ……………………………….. I-3
1.4. Lingkup Pekerjaan ………………………………………….......... I-3
1.4.1. Lingkup Wilayah ……………………………………….. …… I-3
1.4.2. Lingkup Kegiatan …………………………………………….. I-3
1.5. Keluaran / Pelaporan ……………….………………………………. I-4
PT. Wastuwidyawan ii
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………. V-1
5.2 Saran-saran …………………………………………………………. V-2
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PT. Wastuwidyawan v
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 3.2.1. Kecepatan aliran air yang diijinkan berdasarkan jenis material ……. III-33
Tabel 3.2.2. Hubungan kemiringan saluran samping jalan (i)
dan jenis material ……………………………………………. III-33
Tabel 3.2.3. Hubungan kemiringan saluran samping jalan (i)
dan jarak pematah arus (L) …………………………………… III-34
Tabel 3.2.4. Variasi fungsi periode ulang (Yt) ........................................... III-36
Tabel 3.2.5. Nilai Yang Tergantung Pada n ( Yn ) ........................................... III-37
Tabel 3.2.6. Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n) …………. III-38
Tabel 3.2.7. Hubungan kondisi permukaan dengan koefisien hambatan ………. III-40
Tabel 3.2.8. Hubungan kondisi permukaan tanah dan koefisien pengaliran ( C ).. III-41
Tabel 3.2.9. Hubungan Kemiringan talud dan besarnya debit .............................. III-43
Tabel 3.4.1. Alternatif Pemakaian Bahan Bangunan Untuk Tangki Septik ..……. III-70
Tabel 3.4.2. Type Jamban ………………………………………………..……. III-71
Tabel 3.4.3. Ukuran Septik Tank Berdasarkan Jumlah Pemakai …………… III-72
Tabel 3.4.4. Bidang Resapan ………………………………………..…… III-73
PT. Wastuwidyawan vi
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Keterangan :
Halaman IV-# : Yang dimaksud # adalah lampiran pada sub bab tersebut
(tidak ada nomor halaman.
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 3.5.1. Bin atau Sampah yang Terbuat dari Plastik ………………….. III-89
Gambar 3.5.2. Perletakan Wadah Sampah Non-Permanen ………………….. III-90
Gambar 3.5.3. Armada Pengumpul Sampah Dengan Ukuran Kecil …………. III-92
Gambar 3.5.4. Truk Pengangkut Sampah ……………………………………. III-92
Gambar 3.5.5. Kontainer yang Terbuat dari Plastik/Fiber dan Logam .…………. III-93
Gambar 3.5.6. Perletakan Kontainer pada Tempat Tertutup ……………..……. III-94
Gambar 3.5.7. Skema Pengelolaan Sampah pada Kawasan Perumahan .…………. III-94
Bab I
Pendahuluan
1.1. LATAR BELAKANG
Wilayah bencana gempa dan tsunami Provinsi NAD dan Nias sepanjang garis
pantai menimbulkan kerusakan fisik dan non fisik (ekonomi, sosial dan budaya)
dengan tingkat keselamatan penduduk bervariasi antara 10%-60%. Besarnya
korban jiwa dan kerusakan wilayah terbangun menyebabkan hilangannya mata
pencaharian masyarakat sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat menurun
drastis.
Tingkat kerusakan yang terjadi bervariasi dan mencakup seluruh sektor, antara lain:
• Perumahan, fasilitas umum dan sosial hancur
• Desa satu dengan yang lainnya banyak yang terputus
• Infrastruktur desa mengalami kerusakan cukup parah
• Area pedesaan banyak mengalami penggerusan, tergenang atau tenggelam
• Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian karena
tidak dapat kembali bekerja ditempat tinggal asalnya.
Secara umum, besarnya korban jiwa dan kerusakan fisik/non-fisik pada desa-desa
wilayah bencana (pada area rural / kota) dikarenakan tidak adanya perencanaan
mitigasi bencana pada wilayah terbangun.
Strategi untuk masalah tersebut diatas, maka perencanaan desa yang akan
dilaksanakan harus dapat menyikapi permasalahan yang ada. Dimana paket
pekerjaan perencanaan desa akan menggabungkan pekerjaan spasial planning, dan
pekerjaan Detail Engineering Design sehingga dapat dijadikan pedoman
pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi desa-desa yang hancur karena bencana
gempa dan tsunami di Provinsi NAD.
1.2.1. Maksud
1.2.2. Tujuan
1.2.3. Sasaran
1. Acuan
Disain produk pekerjaan mengacu kepada:
• Peraturan Umum Bahan Bangunan Tahun 1970
• Peraturan Pembebanan Indonesia Tahun 1983
• Peraturan Beton Bertulang Tahun 1971
• Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI-5 PKKI Tahun 1971
• Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI) Tahun 1984
• Estándar lain yang relefan
• Bagian-bagian kelengkapan konstruksi, sebaik mungkin menggunakan
produk dalam negeri dan yang mudah diadakan.
2. Survei
Survei lapangan untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi kondisi
lapangan pada masing-masing komponen pekerjaan.
3. Pengukuran
Melakukan pengukuran lapangan , yang meliputi penampang memanjang (long
section) dan penampang melintang (cross section) jalan dan drainase tiap jarak
50 meter dan untuk tikungan/belokan dengan jarak 25 meter atau disesuaikan
dengan kondisi lapangan.
Seluruh pelaporan disusun dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam
periode setelah Laporan Interim, TOR dapat mengalami pengembangan seperlunya,
disesuaikan dengan dinamika lapangan dan perkembangan pemikiran dalam rangka
membangun NAD yang lebih baik (addendum).
Laporan Draft Final DED dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar hardcopy dan
album peta (ukuran A3), dan 22 (dua puluh dua) softcopy, diserahkan paling
lambat 16 (enam belas) minggu kalender setelah adanya Surat Perintah Kerja
(SPK).
Laporan meliputi:
• Album gambar dalam ukuran kertas A3
• Rencana Anggaran Biaya (RAB)
• Rencana Kerja dan Syarat-Syarat (RKS)
• Laporan Perencanaan dan Nota Perhitungan (Design Note)
Laporan Final DED dibuat sebanyak 5 (lima) eksemplar hardcopy dan album
peta (ukuran A3), dan 5 (lima) softcopy, sedangkan laporan final untuk
masyarakat diserahkan hardcopy dan softcopy masing-masing sebanyak 1
(satu). Laporan final DED diserahkan paling lambat 20 (dua puluh) minggu
kalender setelah adanya Surat Perintah Kerja (SPK).
Bab II
SURVEY PENDAHULUAN
Survey Pendahuluan untuk Pekerjaan Perencanaan Teknik (DED) baik Jalan, Drainase, Air
Bersih maupun lainnya adalah merupakan bagian dari kegiatan penanganan sebelum
dilakukan peningkatan maupun pemeliharan. Salah satu dari proses Perencanaan Teknik
tersebut adalah melakukan kegiatan Survey Topografi, DCP dan Survey Lalu lintas.
2.1.1. Umum
PT. Wastuwidyawan II - 1
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Jalur pengukuran sipat datar utama mengikuti jalur pengukuran poligon sehingga
dengan demikian juga merupakan jaringan tertutup (kring). Pengukuran sipat datar
dibuat perseksi dimana tiap seksi dilakukan pengukuran pergi pulang dalam kurun
waktu 1 (satu) hari.
Pembuatan potongan memanjang dan melintang jalan dan drainase dilakukan lebih
utama untuk keperluan perencanaan. Potongan melintang dilakukan tiap jarak 50 m
dan untuk tikungan/belokan tiap jarak 25 meter atau disesuaikan dengan kebutuhan.
Oleh karena itu data yang ditampilkan harus lengkap. Untuk potongan melintang
jalan, data yang ditampilkan adalah :
1. Elevasi as jalan
2. Elevasi tepi jalan
3. Elevasi dasar saluran tepi kiri
4. Elevasi dasar saluran tepi kanan
5. Jarak antar titik.
2.1.6. Penggambaran
PT. Wastuwidyawan II - 2
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Tanah dasar yang akan digunakan sebagai alas (dasar) perkerasan jalan harus
diketahui sifatnya terlebih dahulu. Dalam perencanaan ini dilakukan penyelidikan
tanah lapangan dengan sistem random. Sistem ini dilakukan karena untuk
mengadakan penyelidikan secara teliti sekali tidak memungkinkan, tetapi
diusahakan mendekati dengan asumsi bahwa tanah homogen.
a. Maksud
Maksud pekerjaan ini adalah untuk menetukan nilai CBR sub base atau base
course suatu perkerasan secara cepat dan praktis. Bisa dilakukan sebagai
pekerjaan quality control pekerjaan pembuatan jalan.
b. Tujuan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui nilai CBR lapisan tanah
dasar badan jalan yang dilakukan pada ruas-ruas jalan belum beraspal seperti
jalan tanah, jalan kerikil, jalan beraspal yang telah rusak hingga tampak
lapisan pondasinya atau pada daerah rencana pelebaran.
PT. Wastuwidyawan II - 3
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
4. Tenaga
Diperlukan 4 orang untuk mendukung kegiatan survey DCP.
Peralatan ini cukup dioperasikan oleh dua orang operator saja. Tanpa memerlukan
perhitungan khusus, sehingga pekerjaan quality control menjadi cepat dan efisien
tanpa mengabaikan keterangan hasil pengukuran.
Disamping itu alat ini didesain khusus agar mudah dibawa kemana-mana, dan alat
dapat dibongkar pasang dengan mudah dan cepat.
Letakkan penetrometer yang telah ditarik di atas permukaan tanah/ sirtu yang
akan diperiksa. Letakkan alat ini sedemikian rupa sehingga berada dalam posisi
vertikal, penyimpangan sedikit saja akan menyebabkan kesalahan pengukuran
yang relatif besar.
Baca posisi awal penunjukkan mistar ukur (Xo) dalam satuan mm yang
terdekat, Penunjukan Xo karena nilai Xo ini akan diperhitungkan pada nilai
penetrasi. Masukkan nilai Xo ini pada blangko kolom ke 2 (pembacan mistar
mm) untuk tumbukan n = 0 (baris ke 1)
Angkat palu penumbuk sampai menyentuh pemegang, lalu lepaskan sehingga
menumbuk landasan penumbuk. Tumbukan ini menyebabkan konus menembus
tanah/ lapisan sirtu di bawahnya.
PT. Wastuwidyawan II - 4
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Baca posisi penunjukan mistar ukur (X1) setelah terjadi penetrasi. Masukkan
nilai X1 ini pada blangko data kolom ke 2 (pembacaan mistar mm) untuk
tumbukan n = 1 (baris ke 2)
Ulangi prosedur 3 dan 4 berulang kali sampai batas kedalaman lapisan yang
akan diperiksa. Masukkan dat X2, X3, X4, ..., Xn pada kolom ke 2 blangko data
sesuai dengan baris n = 2, n = 3, n = 4, ... n = n
Isilah kolom ke 3 (penetrasi mm) pada blangko data yaitu selisih antara X1
dengan Xo (1, 2, 3, 4, .. n)
Isilah kolom ke 4 ( tumbukan per 25 mm) dengan rumus : (25/(Xn – Xo) x n
Dengan menggunakan grafik 1, tentukan nilai CBR yang bersangkutan dengan
cara sebagai berikut :
Angka pada kolom 4 dimasukkan pada skala mendatar
i. Tarik garis vertikal ke atas sampai memotong garfik
ii. Dari titik perpotongan tersebut, tarik garis horisontal ke kiri sampai
memotong skala vertikal
iii. Titik perpotongan tersebut menujukkan nilai CBRnya
iv. Masukkan nilai CBR ini pada kolom ke 5
Dengan menggunakan grafik 2, tentukan juga nilai CBR yang bersangkutan
dengan cara sebagai berikut :
i. Angka pada kolom ke 1 (tumbukan = n) dimasukkan / diplotkan pada skala
mendatar
ii. Tarik garis vertikal ke atas
iii. Angka pada kolom ke 3 (penetrasi mm) dimasukkan atau diplotkan pada
skala vertikal
iv. Tarik garis horisontal ke kanan yang melalui titik tersebut
v. Tentukan titik potong kedua garis tadi
vi. Tentukan nilai CBR pada titik perpotongan tersebut. (Bila titik potong
tersebut tidak tepat berada pada nilai CBR tertentu, lakukan interpolasi
perkiraan nilai antaranya).
vii. Masukkan nilai CBR ini pada kolom ke 6
Ambil harga CBR terkecil diantara yang tercantum pada kolom ke 5 dan kolom
ke 6. Masukkan nilainya pada kolom ke 7.
Dari rute sepanjang lokasi penyelidikan dilakukan beberapa titik penyelidikan yang
kemudian diambil nilai CBR yang mewakili (CBR rata-rata). Kemudian pada arah
horisontal sepanjang segmen diadakan perhitungan dengan sistem random yang
selanjutnya diambil CBR desain.
Untuk menentukan nilai CBR segmen digunakan rumus secara analitis sebagai
berikut :
PT. Wastuwidyawan II - 5
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Dimana :
CBR segmen = Nilai CBR pada bagian atau kelompok pengujian yang mewakili
satu lokasi.
CBR maks = Nilai CBR terbesar
CBR min = Nilai CBR terendah
R = Nilai yang didasarkan pada jumlah pengujian pada kelompok
tersebut sesuai tabel 2.1.
Salah satu dari proses Perencanaan Teknik Jalan adalah melakukan Survey
Perhitungan Lalu Lintas yang merupakan salah satu tahap proses perencanaan
teknik jalan. Untuk perencanaan jalan diperlukan suatu kemampuan
memperkirakan volume lalu lintas yang diharapkan pada jalan yang sedang
dievaluasi dan menghubungkan volume ini ke salah satu konsep kapasitas jalan.
2.3.1. Tujuan
Tujuan dari Survey Perhitungan Lalu Lintas adalah untuk mendapatkan informasi
selengkapnya mengenai keadaan lalu lintas, jenis dan jumlah kendaraan, yang mana
dari data tersebut dapat dianalisa untuk mendapatkan Lalu Lintas Harian Rata-rata
(LHR) untuk menentukan jumlah jalur, jumlah lajur, lebar perkerasan serta bahu
jalan pada ruas jalan yang akan direncanakan.
PT. Wastuwidyawan II - 6
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Pada tahap ini dilakukan analisa data yang telah diperoleh dari data lapangan.
Analisa data merupakan analisa masalah yang perlu dilakukan untuk mengetahui
pokok-pokok bahasan yang akan diolah sehingga akan dapat diketahui cara
pemecahannya.
Dari data lalu lintas yang didapat akan diperhitungkan perbedaan beban lalu
lintas yang dikenal sebagai factor ekivalen dalam satuan mobil penumpang
(SMP) sebagai berikut :
( Form untuk kegiatan survei LHR dapat dilihat pada halaman berikut ).
Lokasi Survey Perhitungan Lalu Lintas untuk ruas jalan rencana diambil dua titik,
yaitu pada pangkal ruas jalan dan pada ujung ruas jalan atau diambil sample
beberapa tempat jika volume lalu lintas yang ada kecil.
PT. Wastuwidyawan II - 7
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
1. Meteran
Digunakan untuk mengukur keadaan lapangan (lebar badan jalan dan bahu)
2. Stop watch
Digunakan untuk mencatat jumlah tiap jenis kendaraan yang disuvey dalam
durasi tertentu.
3. Blangko pencatat dan alat tulis
Digunakan untuk mencatat jumlah kendaraan selama periode survey.
4. Pencatat
Diperlukan 4 orang pada setiap titik survey untuk mencatat semua jenis
kendaraan yang lewat.
Data yang diperoleh dapat berupa data primer maupun data sekunder. Survei
dilakukan bila benar-benar perlu dan data tersebut tidak dapat diperoleh secara
sekunder.
Sedangkan survei volume lalu lintas dilakukan dengan mencatat setiap kendaraan
yang lewat di suatu titik yang mewakili ruas jalan yang bersangkutan sehingga
didapat :
a. Pola arus lalu lintas (jam, hari, bulan, tahun)
b. Volume lalu lintas tiap pergerakan
c. Komposisi kendaraan
d. Data untuk memprediksi arus lalu lintas yang akan datang
e. Tingkat okupansi kendaraan.
PT. Wastuwidyawan II - 8
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai
sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan
dalam beberapa kategori yaitu :
PT. Wastuwidyawan II - 9
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Volume Lalu – Lintas Harian Rata-rata (VLHR), adalah prakiraan volume lalu-
lintas harian pada akhir tahun rencana lalu-lintas dinyatakan dalam smp/hari.
a Satuan Mobil Penumpang (SMP)
Satuan arus lalu lintas, dimana arus dari berbagai tipe kendaraan telah diubah
menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan
smp.
b Ekivalen Mobil Penumpang (emp)
Faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil
penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya
pada perilaku lalu-lintas (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan
lainnya, emp = 1,0).
Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam smp / hari. Volume
Jam Rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas pada jam sibuk tahun
rencana lalu lintas, dinyatakan dalam smp / jam, dihitung dengan rumus :
K
VJR= VLHRx
F
dimana :
K : disebut faktor K adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk.
F : disebut faktor F adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempat jam
dalam satu jam
VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya
yang diperlukan. Faktor K dan F yang sesuai dengan VLHR dapat dilihat pada tabel
2.5.
PT. Wastuwidyawan II - 10
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Tipe jalan menentukan jumlah lajur dan arah pada suatu segmen jalan, untuk jalan-
jalan luar kota sebagai berikut :
a 2 lajur 1 arah (2 / 1)
b 2 lajur 2 arah tak terbagi (2 / 2 TB)
c 4 lajur 2 arah tak terbagi (4 / 2 TB)
d 4 lajur 2 arah terbagi (4 / 2 B)
e 6 lajur 2 arah terbagi (6 / 2 B)
Keterangan : TB = tidak terbagi, B = terbagi
Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas
kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan. Jalur lalu lintas dapat
terdiri dari beberapa lajur. Batas jalur lalu lintas dapat berupa :
a Median
b Bahu
c Trotoar
d Pulau jalan
e Separator
Lebar jalur minimum adalah 4,5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil
saling berpapasan. Papasan dua kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu
dapat menggunakan bahu jalan.
PT. Wastuwidyawan II - 11
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
2. Lajur
Lajur adalah bagian lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor
sesuai kendaraan rencana.
Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu lintas memerlukan
kemiringan normal sebagai berikut :
a 2 – 3 % untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton
b 4 – 5 % untuk perkerasan kerikil
Lebar lajur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal
ini dinyatakan dengan fungsi dan kelas jalan seperti ditetapkan dalam tabel 2.6.
3. Bahu Jalan
Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus
diperkeras. Kemiringan bahu jalan normal antara 3 – 5 %. Fungsi bahu jalan
adalah sebagai berikut :
a Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan tempat parkir
darurat.
b Ruang bebas samping bagi lalu lintas.
c Sebagai penyangga untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas.
PT. Wastuwidyawan II - 12
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Keterangan :
2 = 2 jalur,
n = jumlah-lajur per jalur,
n x 3.5 = lebar per jalur
4. Median
Median adalah bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur
lalu lintas yang berlawanan arah. Fungsi median adalah :
a Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah.
b Ruang lapak tunggu penyeberang jalan.
c Penempatan fasilitas jalan.
d Tempat prasarana kerja sementara.
e Penghijauan
f Tempat berhenti darurat (jika cukup luas).
g Cadangan lajur (jika cukup luas)
h Mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan dari arah yang berlawnan
Jalan 2 arah dengan 4 lajur atau lebih perlu dilengkapi median. Lebar minimum
median terdiri atas jalur tepian selebar 0,25 – 0,50 meter dan bangunan
pemisah jalur ditetapkan seperti dalam tabel 2.8.
Tabel 2.8. Lebar minimum median.
Apabila suatu ruas jalan akan ditingkatkan, maka diadakan perhitungan lalu lintas
pada ruas jalan tersebut. Kemudian nilai-nilai tersebut diproyeksikan untuk tahun
rencana. Daerah kawasan survey cukup bervariasi, dari daerah datar sampai
perbukitan.
Dari hasil perhitungan terhadap volume lalu lintas dalam Satuan Mobil Penumpang
(SMP) seperti dalam lampiran dan berdasarkan beberapa pemikiran di atas, maka
spesifikasi teknis untuk pekerjaan infrastruktur pembangunan jalan baru maupun
peningkatan desa antara lain :
• Jalan merupakan jalan kolektor (Klas IIIA-IIIB) atau lokal (klas IIIC)
• Kecepatan rencana adalah 40 km/jam
• Lebar penguasaan daerah minimum 20 m
PT. Wastuwidyawan II - 13
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
PT. Wastuwidyawan II - 14
Bekerjasama dengan :
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
Bab III
Kriteria Perencanaan
3.1. PERENCANAAN JALAN
Jalan yang dimaksudkan dalam perencanaan ini adalah Jalan Desa yaitu jalan yang
dapat dikategorikan sebagai jalan dengan fungsi lokal di daerah pedesaan. Artinya
sebagai penghubung antar desa atau ke lokasi pemasaran, sebagai penghubung
antar hunian/ perumahan, juga sebagai penghubung desa ke pusat kegiatan yang
lebih tinggi tingkatnya (kecamatan).
Untuk pembuatan jalan desa dilakukan dengan meningkatkan jalan lama yang
sudah ada. Hal ini untuk menghindari banyaknya volume pekerjaan dan kesulitan
pembebasan tanah. Akan tetapi kadang-kadang tidak dapat dihindarkan untuk
membuat jalan baru atau peningkatan jalan setapak.
Standar – standar di bawah ini disusun khusus untuk jalan desa, dengan keadaan
tanah, topografi, dan iklim yang sering menghambat pembuatan jalan yang baik.
Standar ini tidak dimaksud sebagai “peraturan mati”, tetapi diharapkan bermanfaat
bagi para perancang dan pengawas. Pengalaman dan penilaian mereka selalu harus
diterapkan pada setiap desain yang dibuatnya, karena setiap jalan mempunyai
keadaan yang unik.
Tujuan pengendalian erosi pada jalan adalah utuk mengamankan jalan dan
membangun jalan yang tidak menjadi sumber erosi. Pengendalian erosi dapat
dilakukan secara sipil teknis atau secara vegetatif, dan masing-masing mempunyai
kelebihan. Seorang perencana harus memilih perlakuan pengendalian erosi dengan
mempertimbangkan konservasi dan biaya yang tidak terbatas pada waktu
penyelesaian kontsruksi jalan, tetapi harus dipikirkan sampai masa pemeliharaan.
Kegiatan pengendalian erosi tidak dibatasi pada Daerah Milik Jalan (Damija).
Perencana wajib mempertimbangkan akibat konstruksi jalan di luar Daerah Milik
Jalan (misalnya pembuangan dari saluran merusak lahan produktif) dan boleh
merencanakan perlakuan walaupun perlakuan tersebut agak jauh dari badan jalan
(misalnya untuk mengamankan jalan dengan ditanam pohon-pohon pada mini -
catchment yang terletak di atas jalan).
Tingginya curah hujan, lereng-lereng curam dan tanah rapuh menimbulkan banyak
kesulitan dalam perencanaan dan pembangunan jalan berkualitas tinggi, terutama
bila dimaksudkan untuk membangun jalan dengan biaya rendah dan tidak
membahayakan lingkungan. Dalam konteks seperti ini kita harus menyadari bahwa
masalah erosi akan terus muncul walaupun dapat dikurangi dan diatasi ketika
terjadi.
Trase jalan harus dipilih untuk mengurangi masalah lingkungan misalnya dengan
mengurangi galian dan timbunan bilamana mungkin. Karena tidak mungkin di
kawasan perbukitan untuk menghilangkan masalah dengan pemilihan trase (dengan
pemindahan trase atau mengurangi tanjakan), maka perlu diusahakan teknik-teknik
pengendalian erosi termasuk pembangunan tembok Penahan Tanah dan bronjong
atau penanaman bahan-bahan vegetatif untuk menstabilkan lereng atau mengurangi
erosi percik atau erosi alur kecil.
3.1.2.1. Jalur rencana adalah salah satu jalur lalu lintas dari suatu system jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur rencana
adalah salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya
berjalur banyak.
3.1.2.2. Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau
dianggap perlu untuk di beri lapis permukaan yang baru.
3.1.2.3. Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk
menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan yang
bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.
3.1.2.4. Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalu lintas
kendaraan bermotor beroda 4 atau lebih yang dicatat selama 24 jam
sehari untuk kedua jurusan.
3.1.2.5. Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yamg ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat
kerusakaan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban standar sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb).
3.1.2.6. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) adalah jumlah lintasan ekivalen
harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada
jalur yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana.
3.1.2.7. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana
yamg diduga terjadi pada akhir umur rencana.
3.1.2.8. Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana
pada pertengahan umur rencana.
3.1.2.9. Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai
dalam penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas
ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lb) pada jalur rencana.
3.1.2.10. Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan galian
atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan dan merupakan
permukaan dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.
3.1.2.11. Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara
lapis pondasi dan tanah dasar.
3.1.2.12. Lapis Pondasi adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis
permukaan dengan lapis pondasi bawah (atau dengan tanah dasar bila
tidak menggunakan lapis pondasi bawah).
3.1.2.13. Lapis Permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas.
3.1.2.14. Daya Dukung Tanah (DDT) adalah suatu skala yang dipakai dalam
nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan kekuatan
tanah dasar.
3.1.2.15. Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut keadaan
lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan,
daya dukung tanah dasar dan perkerasan.
3.1.2.16. Indeks Tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang berhubungan
dengan penentuan tebal perkerasan.
3.1.2.17. Lapis Aspal Beton (LASTON) adalah merupakan suatu lapisan pada
konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan
aspal keras, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan
panas pada suhu tertentu.
3.1.2.18. Lapis Penetrasi Macadam (LAPEN) adalah merupakan lapis perkerasan
yang terdiri dari agregat pokok dengan agregat pengunci bergradasi
terbuka dan seragam yamg diikat oleh aspal keras dengan cara
disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis dan apabila
akan digunakan sebagai lapis permukaan perlu diberi laburan aspal
dengan batu penutup.
Penentuan tebal perkerasan dengan cara yang akan diuraikan hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular material, batu
pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi yang menggunakan batu-batu besar (cara
Telford atau Pak laag)
Cara-cara perhitungan jalan, selain yang diuraikan disini dapat juga digunakan, asal
saja dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan hasil test oleh seorang ahli.
3.1.4. Penggunaan
Bagian Perkerasan Jalan umumnya meliputi : Lapis Pondasi Bawah (Sub Base
Course), Lapis Pondasi (Base Course) dan Lapis Permukaan (Surface Course).
lapis permukaan D1
lapis pondasi D2
Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar
terhadap roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang
memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang
relative lebih baik dari tanah dasar digunakan sebagai bahan pondasi
bawah.
Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen Portland
dalam beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif
terhadap kestabilan konstruksi perkerasan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi harus cukup kuat dan awet sehingga
dapat menahan beban-beban roda melalui lapis penutup. Sebelum
menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan pondasi
hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik.
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%)
dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah,
kerikil pecah dan stabilitas tanah dengan semen atau kapur.
Bahan untuk lapis permukaan sama dengan bahan untuk lapis pondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan
agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri
memberikan bantuan tegangan tarik yang mempertinggi daya dukung
lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda
batas jalur maka jumlah jalur ditentukan dari lebar perkerasan menurut
daftar dibawah ini :
*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) berat total ≥ 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailler, trailler.
n
LEP = ∑j =1
LHR j x C j x E j
Daya dukung tanah dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi (gambar
3.1.2). Yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah harga CBR lapangan atau
CBR laboratorium.
Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah dasar dilakukan
dengan tabung (undisturb), kemudian direndam dan diperiksa harga CBR-nya.
Dapat juga diukur langsung di lapangan (musim hujan/direndam). CBR lapangan
biasanya digunakan untuk perencanaan lapis tambahan (overlay).
Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR yang dilaporkan, ditentukan
sebagai berikut :
a. Tentukan harga CBR terendah.
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari masing-
masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak ditentukan sebagai 100 %. Jumlah lainnya merupakan
persentase dari 100 %.
d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase 90 %.
Dengan demikian dalam penentuan tebal perkerasan ini, Faktor Regional hanya
dipengaruhi oleh bentuk alignemen (kelandaian dan tikungan), persentase
kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan) sebagai berikut :
Iklim I 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
< 900 mm/th
Iklim II 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
> 900 mm/th
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal.
Catatan : Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/Jalan Murah atau jalan
darurat maka IP dapat diambil 1,0
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana menurut daftar dibawah ini :
Roughness *)
Jenis Lapis Perkerasan IPo
(mm/km)
LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
2,9 – 2,5 > 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR 2,9 – 2,5
JALAN TANAH ≤ 2,4
KERIKIL ≤ 2,4
Jika alat Marshall Test tidak tersedia, maka kekuatan (stabilisasi) bahan beraspal
bias diukur dengan cara lain seperti Hveem Test, Hubbard Field dan Smith Triaxial.
0,35 - - 744 - -
0,31 - - 590 - - Lasbutag
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,15 - - 22 -
- 0,13 - - 18 - Stab. Tanah dgn
kapur
- 0,14 - - - 100
- 0,13 - - - 80
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas A)
Batu pecah (kelas B)
- - 0,13 - - 70 Batu pecah (kelas C)
- - 0,12 - - 50
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas A)
Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,10 - - 20 Sirtu/pitrun (kelas C)
Tanah/lempung
kepasiran
Catatan : Kuat tekan stabilisasi tanah dengan semen; diperiksa pada hari ke 7.
Kuat tekan stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21.
1. Lapis Permukaan :
2. Lapis Pondasi :
Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah, tebal minimum adalah
10 cm
1. Lapis Permukaan :
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda ………………………………………………………… 90 - 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
Namun masih tetap stabil……………………………………..…. 70 - 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,
Pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan……………..…… 50 - 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
Menunjukkan gejala ketidak stabilan…………………………... 30 - 50 %
2. Lapis Pondasi :
a. Pondasi Aspal beton atau Penetrasi Macadam
Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda …………………………………………….…… 90 - 100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda
Namun masih tetap stabil…………………………………. 70 - 90 %
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda,
Pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan…………… 50 - 70 %
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
Menunjukkan gejala ketidak stabilan……………………... 30 - 50 %
b. Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 …………….. 70 - 100 %
c. Pondasi Macadam atau Batu Pecah :
Indek Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 ……………… 80 – 100 %
Air adalah musuh jalan yang paling kuat. Jalan menjadi jelek jika badan jalan tidak
cepat kering sehabis hujan. Jalan menjadi terputus apabila air dibiarkan merintangi
permukaan jalan. Jalan menjadi rusak apabila air dibiarkan mengalir ditengah jalan.
Jalan menjadi bergelombang apabila pondasi jalan tidak kering.
Perbaikan masalah di atas cukup mahal dan sulit, tetapi masalah seperti ini dapat
dihindari apabila masalah drainase dipertimbangkan pada waktu pra survey. Di
tempat tertentu, tidak akan ada masalah drainase. Ditempat lain, jalan hamper pasti
mengalami masalah berat. Pertimbangan yang paling sederhana adalah sebagai
berikut :
BUKIT
10 Meter
Jari – jari tikungan minimal 10 meter. Tikungan tajam dibuat dengan pelebaran
perkerasan dan kemiringan melintang miring ke dalam.
Perkerasan yang hanya selebar tiga meter kurang lebar untuk dua kendaraan saling
melewati, maka harus disediakan tempat sebuah kendaraan dapat menunggu
kendaraan berjalan dari lain arah. Setiap tempat ini harus kelihatan dari tempat
yang sebelumnya.
BUKIT
Dapat dilihat
Tempat 2
Dapat dilihat
Tempat 1
3,00 m
JALAN
3 1,50
minimal
6
Tanjakan membatasi muatan yang dapat diangkut pada suatu jalan, serta membuat
jalan lebih berbahaya. Jalan yang sangat curam juga lebih sulit untuk dipadatkan
dengan mesin gilas, dan permukaan jalan dan saluran air lebih sering harus
dipelihara dan diperbaiki.
Pengukuran tanjakan adalah dengan rumus “jumlah meter naik per setiap seratus
meter horizontal” (10 meter naik per 100 meter horizontal sama dengan tanjakan
10 %).
7
100
Panjang tidak dibatasi
20
100
Di daerah perbukitan sering dijumpai jalan yang menanjak dengan kemiringan yang
cukup berat diatas 10%. Apabila terdapat tikungan tajam di daerah tersebut, jalan
harus dibuat seperti tercantum dalam gambar di bawah ini:
Pembuangan air dari saluran pinggir jalan dimaksudkan supaya air tidak melintangi
jalan dan mengganggu kendaraan :
• Saluran dari atas diteruskan lurus ke depan dan airnya dibuang jauh dari jalan.
• Saluran pada jalan bagian bawah dimulai di luar bagian datar (sesudah
tikungan).
Jalan harus dibuat dengan bentuk yang tepat. Pada keadaan biasa, bentuk jalan
dibuat seperti gambar yang ada di bawah ini. Pada daerah yang relative datar,
badan jalan dibuat dengan bentuk “punggung sapi”.
Perkerasan dengan lebar 3 meter adalah perkerasan standar pada proyek ini. Tetapi
dapat dibuat perkerasan yang lebih sempit (2,50 m) jika kebutuhan tersebut hanya
untuk melewatkan kendaraan-kendaraan kecil, sedangkan kebutuhan panjang
jalannya lebih diutamakan.
Jika situasi mengijinkan, jalan dibuat dengan ukuran lebih besar daripada ukuran
minimal. Perkerasan dipasang selebar 4,00 meter untuk memudahkan arus lalu
lintas dua arah. Bahu jalan dibuat selebar 1,00 meter kiri kanan jalan, maka lebar
badan jalan menjadi 6,00 meter.
Permukaan jalan dan bahu dibuat miring ke saluran pingir jalan. Di daerah yang
relatif datar, dibentuk seperti punggung sapi (lebih tinggi ± 6-8 cm di tengah; jika
punggung sapi kelihatan dengan mata telanjang berarti sudah cukup miring untuk
drainase). Pada tikungan, jalan dibuat miring ke dalam demi kenyamanan dan
keselamatan. Pada jurang, permukaan dibuat miring ke arah bukit dan saluran, demi
keselamatan dan drainase.
Ukuran saluran dan perlindungan saluran akan dibahas pada Sub bab 3.2. Ukuran
minimal adalah 50 (dalam) x 30 (lebar dasar) dengan bentuk trapezium atau persegi
panjang. Saluran tidak diperlukan apabila terdapat kemiringan asli lebih dari 1%
yang membawa air ke arah luar dari jalan.
Disarankan kemiringan tebing 1:1 karena semakin landai tanah semakin stabil dan
tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik pada tebing yang hampir vertikal. Tebing
gundul perlu dilindungi dengan salah satu cara efektif dan efesien, antara lain :
pembuatan teras, saluran diversi, penanaman rumput atau perdu, lapisan batu
kosong, pemasangan batu dan bronjong kawat.
Kemiringan tebing maksimal 2:1, dan dilindungi dengan cara yang efektif. Galian
atau keprasan maksimal disarankan 4,00 meter. Tanah yang digali harus dibuang
secara aman untuk mencegah erosi dan longsor.
Karena timbunan sulit dipadatkan secara padat karya, disarankan perkerasan tidak
dibuat di atas timbunan baru. Karena masalah stabilitas, timbunan maksimal
dibatasi 1,50 meter. Timbunan tinggi sering mangalami longsor dan erosi berat.
Lereng asli dengan kemiringan lebih dari 1:1,5 (33,7°, atau 67%) tidak dapat dibuat
sesuai dua standar yang terakhir (seperti yang digambar di atas: lebar badan jalan 3
meter, dua bahu, satu saluran, galian maksimal 4 meter dengan tebing 1: 1 dan
timbunan 1,5 meter dengan tebing 2 : 1).
Lapisan batu dapat diganti dengan lapisan sirtu (pasir campur batu, tebal 20 cm),
terutama di daerah yang kesulitan batu dan mempunyai tanah dasar yang tidak
stabil.
Lapis pondasi dibuat dari batu belah/pecah hitam atau batu belah/pecah putih yang
bersifat keras serta mempunyai minimal tiga bidang pecah.
0,50 1,50
Tanah+pasir
Batu kunci
Rumput
0,015 minimal
Kemiringan 4-5%
0,05
Batu pinggir ditanam Pasir minimal
Tanah asli dipadatkan belah
As Jalan
Batu belah
Tanah asli di bawah permukaan (pondasi) dipadatkan oleh mesin gilas, stemper,
atau timbres dengan kemiringan yang direncanakan untuk permukaan.
Lapisan paling bawah adalah lapisan pasir yang menjadi alas batu, untuk
memudahkan pemasangan batu permukaan dengan rata dan rapi.
Batu harus dipasang dan ditanam dengan teliti supaya permukaan rata dan rapi.
Batu harus berdiri tegak lurus dengan as jalan (melintang), ujung yang lebih
runcing ke atas (kalau runcing kebawah, batu yang dibebani akan tembus lapisan
pasir dasar ).Disisipkan batu kecil sebagai pengunci pada permukaan.
Lapisan paling atas terdiri dari campuran pasir dengan tanah yang terpilih. Tanah
liat tidak boleh dipergunakan. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai pasir urug.
Sebagai alternatif, lapisan atas dapat dibuat dari sirtu atau krosok dengan tebalnya 2
cm.
Sebagai langkah terakhir, dipadatkan dengan mesin gilas roda besi sambil
permukaan disempurnakan.
Bahu jalan berfungsi sebagai pelindung permukaan jalan dan sebagai perantara
aliran air hujan yang ada dipermukaan jalan menuju saluran pinggir dengan lancar.
Bahu jalan juga berfungsi sebagai tempat pemberhentian sementara bagian
kendaraan. Bahu jalan tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan jalan desa.
Tanah pada bagian galian tidak perlu dipadatkan lagi kecuali pernah mengalami
gangguan yang mengakibatkan tanah menjadi kurang padat. Sebelum kegiatan
pemasangan perkerasan jalan, semua daerah timbunan harus dipadatkan dengan
mesin gilas, stemper, atau timbrisan.
Pemadatan ini sangat membantu menjaga stabilitas dan daya tahan badan jalan.
Jalan yang tidak dipadatkan juga lebih mudah terkikis oleh pengaliran air, dan
mudah terkena air dan longsor.
Kadar air harus optimal sebelum dipadatkan. Kadar optimal adalah sedikit basah,
tetapi kalau digenggam tidak ada air mengalir ke luar. Tanah biasa yang terlalu
basah tidak dapat dipadatkan. Tanah yang terlalu kering memerlukan tenaga jauh
lebih banyak untuk dipadatkan. Pemadatan harus secara lapis demi lapis, dengan
setiap lapis maksimal 20 cm. Bila dipadatkan dengan lapisan yang lebih tebal,
bagian dalam kurang padat.
Pemadatan secara mesin dapat dilaksanakan dengan stemper atau dengan mesin
gilas yang berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 2 ton bergetaran dianggap sama dengan
mesin biasa berukuran 4-6 ton. Mesin gilas 6-8 ton dapat digunakan apabila dapat
masuk lokasi. Pemadatan secara padat karya dilaksanakan dengan timbris.
Untuk daerah dimana tempat tanah dasarnya jelek, maka badan jalan harus
diadakan perkuatan, misalnya cerucuk atau stabilizer.
Tebing jalan merupakan bagian jalan yang sering menjadi masalah karena
longsoran atau erosi tanah. Ada beberapa jalan yang sering menjadi masalah karena
longsoran atau erosi tanah.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan demi stabilitas tebing. Cara tersebut dapat
digunakan secara tunggal atau misalnya dibuat saluran diversi, diteras dan ditanami
rumput.
Dibawah ini dibahas jenis-jenis perlindungan yang dapat diterapkan pada tebing
jalan.
1. Saluran diversi digunakan untuk menangkap air yang mengalir dari lereng di
atas menuju tebing, supaya air tidak terbuang melalui tebing. Isi saluran diversi
harus dibuang ke tempat yang lebih aman. Apabila air mengalir dengan cepat,
saluran diversi harus dilindungi dengan pasangan batu, batu kosong, rumput
atau terjunan seperti saluran-saluran yang lain. Saluran diversi digunakan
terutama untuk tebing tempat puncak lereng masih jauh di atas tebing jalan.
2. Teras bangku sangat layak untuk tebing, asal lahan dapat dikorbankan untuk
membentuk teras dan jenis tanah dapat dibentuk dengan stabil. Teras dibuat
sejajar dengan kontur ( hampir datar, dengan kemiringan maksimal 2 % ).
Setiap 10 meter lari, air diterjunkan dari saluran teras ke bawah, dan penerjunan
harus diperkuat seperti bangunan terjun yamg lain. Teras dibuat dengan lebar
minimal 50 cm dan tinggi maksimal 1,00 meter.
3. Talud pasangan batu relative kuat, tetapi relatif mahal. Pasangan batu harus
diberikan suling untuk membuang air tanah dari belakang tembok. Ujung suling
haruis diberi saringan kecil dari ijuk. Pasangan batu harus dibuat dengan
pondasi yang tidak akan bergerak, karena pasangan batu tidak fleksibel sama
sekali. Ukuran bawah pasangan batu harus disesuaikan dengan Standar Bina
Marga, maka perlu nasehat teknis.
SALURAN DRAINASE
IJUK
SULING
JA LAN
4. Bronjong adalah cara yang kuat dan cukup fleksibel, tetapi relative mahal.
Supaya posisi bronjong stabil dan tidak lari, pancangan diberikan pada tingkat
bronjong yang paling bawah, dengan jarak setiap 1-1,5 m dan ukuran
pancangan 12-15 cm. Dipancang sampai lapisan tanah atau batu yang keras.
Bronjong dibuat lapis demi lapis dan disambung, tetapi setiap lapis (baris)
harus dibuat datar ( sama tingginya ).
Bronjong digunakan untuk menahan timbunan baru atau melindungi tebing dari
arus air. Ukuran bronjong harus sesuai dengan Standar Bina Marga, jika
terdapat perbedaan, maka perlu nasehat teknis.
5. Saluran air yang ada di kaki perlakuan batu kosong, pemasangan batu, atau
bronjong sebaiknya dilindungi talud pasangan batu, terutama pada tanah yang
peka erosi.
6. Cara perlindungan yang relative efektif dan murah adalah cara vegetatif.
Dengan cara vegetatif, berbagai jenis tanaman digunakan untuk menambah
stabilisasi tebing dan untuk mencegah erosi.
Saluran pinggir jalan yang berdekatan dengan bahu jalan diperlukan di sebelah kiri
dan kanan jalan, kecuali :
a. Jalan yang dibuat di punggung bukit, tidak perlu saluran sama sekali.
b. Jalan yang dibuat di lereng bukit, tidak perlu saluran di sebelah luarnya.
c. Badan jalan diurug lebih dari 50 cm
Saluran yang peka erosi perlu dilindungi. Perlindungan terdiri dari penguatan talud
dan dasar saluran serta pemberian bangunan drop struktur. Tujuan perlindungan
saluran adalah untuk mengurangi erosi tanah pada saluran supaya saluran tetap
berfungsi dan jalan tidak terkikis. Jenis perlindungan terdiri dari rumput (gebalan),
turab, batu kosong, atau pasangan. Bronjong dapat digunakan terutama pada
tikungan di tanah yang sangat peka erosi.
3.1.26. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah jenis bangunan yang berfungsi untuk mengalirkan air yang
harus melewati di bawah permukaan jalan.
JALAN
Garis Aliran
Gorong gorong
J AL A N
Gorong-gorong buis beton, boog duiker, atau kayu harus ditanam supaya ada
lapisan tanah diatasnya minimal 30 cm atau setengah ukuran garis tengahnya,
seperti gambar di bawah ini :
ARUS LALU LINTAS
Keterangan gambar :
- Lapisan batu permukaan jalan
- Lapisan pasir di bawah batu
- Jarak antara buis beton dan batu
minimal setengah ukuran buis beton
- Lapisan tanah yang dipadatkan lapis
demi lapis. Tanah ini tidak boleh
mengandung batu.
BUIS BETON - Lapisan pasir di bawah buis beton.
- Lapisan batu sebagai pondasi
gorong-gorong buis beton.
a. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong buis beton dan plat beton
diperkirakan sebagai berikut :
b. Luas lahan yang dapat dikeringkan gorong-gorong boog duiker dan kayu
diperkirakan sebagai berikut :
Saluran pembuangan dimulai dari gorong-gorong, saluran pinggir jalan yang sudah
melebihi kapasitasnya, atau saluran pinggir jalan yang tidak dapat diteruskan.
Saluran tersebut berhenti pada sungai atau saluran besar yang sudah ada. Tidak
dibatasi panjang saluran pembuangan; panjangnya menurut kebutuhan setempat.
Ukuran saluran pembuangan disesuaikan dengan debit air yang terbesar, dengan
ukuran minimal sama dengan ukuran saluran pinggir jalan yang standar (50 x 30
cm). Saluran pembuangan harus dilindungi seperti saluran-saluran yang lain,
dengan diberi pasangan batu, rumput, terjunan, dan sebagainya untuk mencegah
erosi dasar dan talud saluran.
3.1.28. Stabilization
Dalam hal penggunaan tanah asli di lapangan, konsultan menghadapi tiga pilihan,
yaitu:
1. Manfaatkan tanah yang ada di tempat.
2. Membuang tanah asli dan menggantinya dengan tanah daru dari luar.
3. Memperbaiki tanah yang ada, barangkali dengan perlakuan mekanis
(pemadatan) atau perlakuan stabilisasi.
Ternyata dengan menambah sedikit bahan tertentu pada tanah asli, sifat tanah
tersebut dapat diperbaiki. Perlakuan tersebut sudah lama dipakai, dengan nama
stabilisasi.
Teknik stabilisasi dengan semen atau kapur (hidrasi) dapat digunakan bila dinilai
alternative tersebut merupakan yang terbaik. Hal ini dapat dipertimbangkan
terutama untuk lokasi yang tidak mempunyai bahan yang layak untuk subgrade.
Tiap jenis tanah dapat diperbaiki dengan bahan tambahan seperti semen, kapur,
bahan kimia (polymer) atau bitumen, dan masing-masing mempunyai zona
efesiensi yang berbeda :
KAPUR
SEMEN
BITUMEN
POLYMER
Stabilisasi tidak berlaku untuk tanah dengan kadar organik tinggi. Untuk
menentukan jumlah semen atau kapur yang dibutuhkan untuk memperbaiki struktur
tanah, perlu diadakan ujian tanah di laboratorium. Kadar air di lapangan juga harus
dikendalikan dengan ketat, berdasarkan kadar air optimal menurut hasil
loboratorium. Hasil stabilisasi ditutup plastik untuk menjaga tingkat kelembaban
dan ditutup untuk lalu lintas selama satu minggu.
Untuk mendapatkan peningkatan struktur yang baik, hasil stabilisasi harus segera
dipadatkan dengan mesin. Batas waktu adalah 2 jam untuk semen, 1 hari untuk
kapur (tetapi lebih baik 6 jam). Tebal lapisan stabilisasi adalah antara 15 s.d. 25 cm.
Jalan sulit dibangun secara padat karya di daerah rawa, tetapi terdapat beberapa
teknologi yang dapat diterapkan untuk jalan setapak dan jalan lokal. Terdapat pula
tempat yang memerlukan teknologi pembangunan jalan di daerah tanah lembek
untuk bagian pendek, misalnya hanya 100 meter dari jalan 2.500 meter.
Standar teknis untuk pembangunan jalan dan jembatan di daerah rawa dari dua
buku manual, yaitu manual pembangunan jalan dari “Integrated Swamp
Development Project” dan buku Teknologi Tepat Guna untuk Pembukaan Lahan
Rawa di Kalimantan Tengah, hasil produksi Badan Penelitian dan Pengembangan
Departemen Pekerjaan Umum.
Untuk rawa harus dibatasi pilihan teknologi, karena sebagian dari teknologi yang
diusulkan terlalu mahal untuk diterapkan dengan biaya porsi padat karya sangat
minimal. Misalnya, penggunaan Geotextile yang sangat baik untuk daerah rawa
ternyata terlalu mahal dan relative sulit dicari.
Teknologi yang dianjurkan termasuk penggantian dari lapisan atas agar tanah yang
sangat lembek diganti dengan yang lebih baik sebagai subbase. Kemudian dipasang
matras galar kayu, terucuk kayu, terucuk dengan papan atas (jamur kayu), atau
yang lain, dengan memperhatikan ketinggian air minimum agar kayu selalu dalam
keadaan terendam. Kemudian untuk lapisan atas dan perkerasan dibuat seperti
biasa, dengan memperhatikan ketinggian air maksimum agar base tidak terkena air
tanah.
Timbunan di daerah rawa boleh terdiri atas timbunan tanah biasa atau timbunan
terpilih. Timbunan biasa tidak termasuk tanah lempung dengan plastisasi tinggi,
tidak termasuk bahan organic, dan mempunyai CBR di atas 6%. Tanah terpilih
CBR di atas 10% dan PI di atas 6%, dan dapat dipadatkan dengan baik.
Pekerjaan jalan di daerah rawa ini juga termasuk kegiatan drainase sementara di
tempat kerja, serta pembuatan saluran diversi. Teknologi lain yang dapat
dimanfaatkan yaitu Tiang Turap Kayu, atau Stabilisasi dengan terucuk.
3.2..1. Maksud
Tata cara perhitungan ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan
dalam merencanakan struktur drainase permukaan jalan. Adapun yang
dimaksud dengan saluran drainase disini adalah :
a. Saluran samping jalan
Yaitu saluran drainase yang terletak di sebelah kiri dan kanan jalan,
karena saluran juga difungsikan sebagai penampung limbah rumah
tangga yang biasanya menghadap ke arah jalan.
b. Saluran drainase yang berdiri sendiri.
Kedua jenis saluran tersebut merupakan satu sistim pembuangan
yang saling terkait.
3.2..2. Tujuan
Tujuan tata cara ini adalah untuk mendapatkan keseragaman dalam cara
merencanakan drainase permukaan jalan yang sesuai dengan
persyaratan teknis.
3.2.3. Pengertian
3.2.4. Pesyaratan-persyaratan
Hal yang disyaratkan dalam perencanaan sistem drainase adalah sebagai berikut :
1) Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas
drainase sebagai penampung, pembagi dan pembuang air dapat sepenuhnya
berdaya guna;
2) Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan faktor
ekonomi dan faktor keamanan;
3) Perencanaan drainase harus mempertimbangkan pula segi kemudahan dan
nilai ekonomis terhadap pemeliharaan sistem drainase tersebut;
4) Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai-sungai
pengumpul drainase;
5) Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal, tetapi
harus diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk air keluar.
3.2.5. Ketentuan-Ketentuan
3.2.5.1. Umum
Saluran Penangkap
i%
ib% i% ib%
Gorong - gorong
i = Kemiringan Perkerasan Jalan
ib = Kemiringan Bahu Jalan
Kecepatan AliranAir
Jenis Bahan Yang diizinkan
(m/detik)
Pasir Halus 0.45
Lempung kepasiran 0.50
Lanau aluvial 0.60
Kerikil halus 0.75
Lempung kokoh 0.75
Lempung padat 1.10
Kerikil kasar 1.20
Batu-batu besar 1.50
Pasangan batu 1.50
Beton 1.50
Beton bertulang 1.50
i%
i(%) 6% 6% 7% 9% 10 %
L(m) 16 m 10 m 8m 7m 6m
4) Tipe dan jenis bahan saluran samping didasarkan kondisi tanah dasar,
kedudukan muka air tanah dan kecepatan abrasi air.
Tembok Kepala
0.5 - 2 %
Material yang
No Tipe gorong-gorong Potongan melintang
dipakai
Metal gelombang,
Pipa tunggal atau beton bertulang
1
lebih atau beton tumbuk,
besi cor dll.
Pipa lengkung
2 Metal gelombang
tunggal atau lebih
Gorong – gorong
persegi
3 Beton bertulang
( Box culvert )
1) Intensitas curah hujan (I) dihitung berdasarkan data – data sebagai berikut :
n Yn n Yn n Yn n Yn
10 0.4592 33 0.5388 56 0.5508 79 0.5567
11 0.4996 34 0.5396 57 0.5511 80 0.5569
12 0.5053 35 0.5402 58 0.5518 81 0.5570
13 0.5070 36 0.5410 59 0.5518 82 0.5572
14 0.5100 37 0.5418 60 0.5521 83 0.5574
15 0.5128 38 0.5424 61 0.5524 84 0.5576
16 0.5157 39 0.5430 62 0.5527 85 0.5578
17 0.5181 40 0.5436 63 0.5530 86 0.5580
18 0.5202 41 0.5442 64 0.5533 87 0.5581
19 0.5220 42 0.5448 65 0.5535 88 0.5583
20 0.5236 43 0.5453 66 0.5538 89 0.5585
21 0.5252 44 0.5458 67 0.5540 90 0.5586
22 0.5268 45 0.5463 68 0.5543 91 0.5587
23 0.5283 46 0.5468 69 0.5545 92 0.5589
24 0.5296 47 0.5473 70 0.5548 93 0.5591
25 0.5309 48 0.5477 71 0.5550 94 0.5592
26 0.5320 49 0.5481 72 0.5552 95 0.5593
27 0.5332 50 0.5485 73 0.5555 96 0.5595
28 0.5343 51 0.5489 74 0.5557 97 0.5596
29 0.5353 52 0.5493 75 0.5559 98 0.5598
30 0.5362 53 0.5497 76 0.5561 99 0.5599
31 0.5371 54 0.5501 77 0.5563 100 0.5600
32 0.5380 55 0.5504 78 0.5565
Tabel 3.2.6. Hubungan Deviasi Standar (Sn) dengan Jumlah Data (n)
n Sn n Sn n Sn n Sn
10 0.9496 33 1.1226 56 1.1696 79 1.1930
11 0.9676 34 1.1255 57 1.1708 80 1.1938
12 0.9933 35 1.1285 58 1.1721 81 1.1945
13 0.9971 36 1.1313 59 1.1734 82 1.1953
14 1.0095 37 1.1339 60 1.1747 83 1.1959
15 1.0206 38 1.1363 61 1.1759 84 1.1967
16 1.0316 39 1.1388 62 1.1770 85 1.1973
17 1.0411 40 1.1413 63 1.1782 86 1.1980
18 1.0493 41 1.1436 64 1.1793 87 1.1987
19 1.0565 42 1.1458 65 1.1803 88 1.1994
20 1.0628 43 1.1480 66 1.1814 89 1.2001
21 1.0696 44 1.1499 67 1.1824 90 1.2007
22 1.0754 45 1.1519 68 1.1834 91 1.2013
23 1.0811 46 1.1538 69 1.1844 92 1.2020
24 1.0864 47 1.1557 70 1.1854 93 1.2026
25 1.0915 48 1.1574 71 1.1863 94 1.2032
26 1.1961 49 1.1590 72 1.1873 95 1.2038
27 1.1004 50 1.1607 73 1.1881 96 1.2044
28 1.1047 51 1.1623 74 1.1890 97 1.2049
29 1.1086 52 1.1638 75 1.1898 98 1.2055
30 1.1124 53 1.1658 76 1.1906 99 1.2060
31 1.1159 54 1.1667 77 1.1915 100 1.2065
32 1.1193 55 1.1681 78 1.1923
e) Kurva basis.
190
180
170
160
150
Intensitas hujan ( mm / jam )
140
120
110
100
90
80
70
60
50
40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
KURVA BASIS
190
180
170
160
150
Intensitas hujan ( mm / jam )
140
120
110
100
90
I rencana
80
Lengkung basis
70
60
50
40
30
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240
KURVA BASIS
C
L
L1( m)
L2( m) L3( m)
Keterangan :
L1 = ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan
L2 = ditetapkan dari tepi perkerasan yang ada sampai tepi bahu jalan
L3 = tergantung dari keadaan daerah setempat dan panjang maksimum 100
meter
Tabel 3.2.8 Hubungan kondisi permukaan tanah dan koefisien pengaliran (C)
Koefisien
Kondisi Permukaan Tanah
Pengaliran ( C )*
1. Jalan beton dan jalan aspal 0.70 - 0.95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0.40 - 0.70
3. Bahu jalan :
- Tanah berbutir halus 0.40 - 0.65
- Tanah berbutir Kasar 0.10 - 0.20
- Batuan masif keras 0.70 - 0.85
- Batuan masif lunak 0.60 - 0.75
4. Daerah perkotaan 0.70 - 0.95
5. Daerah Pinggir Kota 0.60 - 0.70
6. Daerah industri 0.60 - 0.90
7. Pemukiman padat 0.40 - 0.60
8. Pemukiman tidak padat 0.40 - 0.60
9. Taman dan kebun 0.20 - 0.40
10. Persawahan 0.45 - 0.60
11. Perbukitan 0.70 - 0.80
12. Pegunungan 0.75 - 0.90
Keterangan :
*) Untuk daerah datar diambil nilai C yang terkecil dan untuk daerah
lereng diambil nilai C yang besar.
Bila daerah pengaliran terdiri dari beberapa tipe kondisi permukaan yang
mempunyai nilai C yang berbeda, harga C rata – rata ditentukan dengan
persamaan:
Keterangan :
C1 ,C2 , C3 = koefisien pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan.
A1 ,A2 , A3 = luas daerah pengaliran yang sesuai dengan tipe kondisi
permukaan.
1
Q = xC.I . A
3.6
Keterangan :
Q = debit air ( m3/ detik )
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan ( mm / jam )
A = luas daerah pengaliran ( km2 )
Debit air kotor secara umum diperoleh dari hasil perkalian antara luas daerah
pelayanan (ha) dikalikan dengan angka kepadatan penduduk (orang/ha). Dan
dari jumlah penduduk tersebut dapat dihitung berapa besar penggunaan air
bersih, sedangkan banyaknya air kotor yang dibuang sama dengan jumlah air
bersih yang digunakan dikalikan dengan faktor tertentu.
Rumus yang diberikan oleh Linsley untuk menghitung besarnya air limbah
adalah :
Dengan :
Qrt = debit air buangan rata-rata (m3/dt)
p = jumlah penduduk daerah layanan (orang)
Qab = kebutuhan air bersih (lt/hari/orang)
Qp = f x Qrt m3/det
Dengan :
Qp = debit puncak pembuangan pada jam-jam maksimum
f = faktor puncak ditentukan = 3
Bahwa berdasarkan perhitungan dan pengalaman ternyata debit air kotor hasil
buangan dari rumah tangga nilainya relatif kecil dibandingkan dengan debit
air yang dihasilkan dari air hujan. Sehingga dalam perencanaan saluran
drainase ini debit air dari rumah tangga diabaikan.
h 1
Ae = (b + m.h) h
P = b + 2h (1 + m 2 )
A
R= e
P
0.00 - 0.75 1 : 1
0.75 - 15.00 1 : 1.5
15.00 - 80.00 1 : 2
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
m = perbandingan kemiringan talud
R = jari – jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)
Ae = b h
A
R= e
P
P = b + 2h
Keterangan :
b = lebar saluran ( m )
h = dalamnya saluran yang tergenang air ( m )
R = jari – jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)
Tinggi jagaan ( w ) untuk saluran samping bentuk trapesium dan segi empat
ditentukan berdasarkan rumus :
w = 0.5h
Keterangan : h = tinggi saluran yang terendam air
h 1
V=
1
n
( ) (i )
R
2/3 1/ 2
2
⎛ V .n ⎞
i =⎜ 2 / 3 ⎟
⎝R ⎠
Keterangan :
V = Kecepatan aliran ( m/dtk )
n = Koefisien kekasaran manning
R = A/P = jari-jari hidrolis
A = Luas penampang basah ( m2 )
P = Keliling basah ( m )
i = Kemiringan saluran yang diijinkan
i%
t1 ( m )
t2 ( m )
sta 1 L(m)
Untuk proyek sarana air bersih, sanitasi dan pelayanan kesehatan harus
direncanakan untuk meningkatkan kepedulian / kesadaran masyarakat terhadap
lingkungan disekitarnya, sehingga sumber air tetap terpelihara dengan baik dan
limbah domestik dikelola dengan baik.
Standar ini memuat tentang ketentuan yang berlaku dalam pemasangan pipa
distribusi, pemasangan alat ukur dan peralatan pelengkap yang digunakan pada
pemasangan pipa.
3.3.2. Pengertian
14. Sambungan push-on adalah proses penyambungan pipa pada pipa dengan
tekanan air yang tinggi.
15. Test radiographic adalah tes yang dilakukan terhadap pipa yang penyambu-
ngannya dengan pengelasan.
16. Defleksi adalah besar sudut pembelokan yang diizinkan pada pipa.
17. Sambungan mechanical joint adalah proses penyambungan pipa pada pipa
yang tidak mendapatkan tekanan tinggi.
18. Testing pekerjaan pipa adalah uji coba yang dilakukan pada pipa, setelah pipa
yang terpasang.
19. Pekerjaan penggelontoran adalah pekerjaan pembersihan pipa yang telah
dipasang.
20. Pipa existing adalah pipa yang telah terpasang dan telah digunakan untuk
distribusi air minum.
21. Beton adalah bahan yang diperoleh dengan mencampur pasir, kerikil, air dan
semen Portland atau bahan penguat hidrolis lain yang sejenis, dengan atau tanpa
bahan tambahan lainnya.
22. Bahan tambahan adalah bahan lain yang ditambahkan ke dalam pembuatan
beton, selain semen, pasir, kerikil dan air yang tidak memberi pengaruh yang
kurang baik pada beton.
23. Pengujian beton adalah proses yang dilakukan terhadap beton untuk
mengetahui kekuatan karakteristik beton.
24. Bekisting adalah cetakan beton.
25. Lantai kerja adalah lantai yang terbuat dari beton dan terletak paling bawah
dari lapisan struktur pondasi.
26. Pengelasan adalah merupakan proses penyambungan pipa dengan dilakukan
pemanasan dan penambahan bahan penyambungan.
3.3.3. Ketentuan-ketentuan
3.3.3.1. Fungsi
Pemasangan pipa distribusi ini dapat bervariasi karena bahan pipa yang
digunakan juga beragam yaitu : pipa PVC, Steel, DIP dan GIP.
Galian untuk jalur pipa harus merupakan galian terbuka dengan lebar galian
sedemikian rupa agar pipa dapat diletakkan dan dapat disambung dengan baik,
lebar galian yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 3.3.1.
6. Trotoar beton
• Ketebalan lapisan beton minimum 60 mm;
• Beton harus sekelas K-125
1. Pengangkatan
Peralatan pengangkatan ini harus mmpunyai kemampuan minimum satu ton
atau berat satu batang pipa dengan diameter terbesar yang diperlukan.
2. Pengangkutan
Peralatan ini harus dapat mengangkut pipa sesuai dengan diameter terbesar
yang dipasang dan peralatan yang dianjurkan adalah crane.
3. Perletakkan
Pipa yang akan dipasang harus diberi dasar material padat.
4. Penyambungan pipa
a. Semua diameter luar pipa eksisting harus sesuai dengan diameter dalam;
b. Pipa PVC
Untuk penyambungan pipa PVC tidak boleh dipanaskan dan tidak boleh di
cor di dalam dinding beton;
c. Pipa DCIP, GIP dan steele
● Penyambungan dengan tipe flens dan mur diputar dengan ukuran kunci
putar sesuai dengan table berikut.
5. Pemotongan ujung pipa untuk jembatan pipa harus dibuat miring dan
kemiringan ujung pipa tersebut harus dipotong dengan sudut 30 derajat diukur
dari garis yang sejajar dengan sumbu pipa dengan toleransi 50 – 100 dengan
lebar permukaannya lebih luring 1/16 inch – 1/32 inch;
6. Perlindungan terhadap karat sambungan flens, kopling dan flens adaptor diluar
bak kontriol dengan menggunakan pita, mastic pasta tanpa harus dipanaskan;
7. Pada proses penyambungan pada pipa, besarnya defleksi yang diperbolehkan
dapat dilihat pada tabel berikut.
8. Sambungan dengan angkur tidak diperbolehkan ada defleksi;
Tabel 3.3.6.
Kebocoran Yang Diijinkan/km saat Pengujian Pipa
2. Lapisan pelindung bagian dalam adalah cement mortar lining dan diberi
semprotan furnace cement;
3. Sleeving yang terbuat dari bahan polyethylene yang berbentuk lembaran film
yang berwarna hitam.
1. Trust block diberikan pada semua percabangan pipa, bend, reducer dan tee,
serta harus diletakkan sedemikian rupa untuk memudahkan pemindahannya;
2. Bahan harus dari beton kelas D = 200 kg / cm2 diletakkan pada tanah dengan
pondasi agregat stabil minimum 20 cm.
1. Yang termasuk dalam pekerjaan ini adalah pekerjaan driving sleeve dari beton
bertulang, concrete dan diikuti dengan pemasukan pipa
2. Dalam bagian atas pipa sleeve yang di pancang minimal 200 m;
3. Pada permukaan dasar ruang yang menembus di pasang pondasi bantuan
dengan ketebalan 15 cm pada seluruh permukaannya;
4. Pada pondasi batuan diberi lantai kerja dengan mutu beton kelas E dan
ketebalan 15 cm;
Untuk lebih jelasnya pipa driving dengan metode pipa jacking dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 3.3.8.
Spesifikasi Lebar Jacking Pit dan Lubang Penerima
5. Untuk pipa tembus dengan diameter 800 mm atau lebih dengan bahan dari pipa
baja, pipa tembus digunakan sebagai selubung untuk pipa jalur utama
6. Rongga-rongga yang terbentuk antara pipa selubung dengan pipa yang
dimasukkan kedalamnya harus diisi dengan beton tumbuk kelas B0 dengan
menggunakan pompa beton.
Alat ukur yang biasa digunakan di dalam system distribusi air bersih adalah meter
air dengan ketentuan yang berlaku untuk meter air.
4. Sisi inlet dan outlet dari meter, harus dipasang persis pada suhu memanjang
pipa pelayanan;
5. Jalur pipa antara katup inlet , outlet dan perlengkapan lainnya harus cukup luas
untuk memungkinkan pemasangan meter, coupling gasket, strainer bila
diperlukan dan pemasangan pipa;
6. Meter air tidak boleh dipasang pada pipa yang bengkok karena akan
menyebabkan kerusakan pada meter air, terutama pada meter air dengan gelang
plastik dan dipasang terbuka;
7. Pada system ulir dari plastic, rubber gasket-gasket harus dari bahan karet dan
jangan menggunakan bahan dari fiber atau kulit.
1. Katup udara
Harus dipasang di semua titik tinggi
2. Katup
Pemasangan pipa, katup dan accesoriesnya dilakukan setelah pengecoran beton
lantai bak kontrol dan sebagian pipa tertanam dalam dinding bak control;
3. Washout
a. Harus dipasang pada semua titik rendah atau ujung pipa.
b. Tidak boleh dihubungkan kesuatu roil atau saluran benam yang
menyebabkan aliran kembali ke system distribusi;
4. Bend
Digunakan untuk perubahan arah vertical dan horizontal yang mendadak dan
tidak dapat dihindari;
5. Penutup ujung pipa;
a. Harus menggunakan fitting yang sesuai dengan jenis pipa yang digunakan
misal :
Pipa DCIP, menggunakan balank flange untuk flange socket, untuk
rubbering joint atau bind flange dengan konstruksi penguat sementara;
Pipa PVC menggunakan cap flange socket, untuk rubbering joint atau
blind flange dengan konstruksi penguat sementara;
b. Jika pekerjaan tidak diteruskan harus bersih konstruksi penguat yang
permanent atau trust block dengan adukan 1 : 2 : 3
c. Material yang digunakan, harus bersih dan bebas dari minyak, oli, ter, aspal
atau bahan minyak pelumas lainnya;
d. jika air masuk ke dalam parit galian, sebelum pemasangan pipa dilanjutkan
maka tutup kedua ujung pipa jangan dibuka sebelum parit galian dipompa
sampai kering;
6. Bak Katup
1. Konstruksi dari beton bertulang;
2. Dinding luar di cat dengan aspal cair;
3. Untuk dibawah trotoar, tutup manhole harus terbuat dari beton pra cetak;
4. Pemutar katup harus dapat dioperasikan melalui satr pot yang dicor dalam
beton;
5. Untuk lokasi dibawah jalan digunakan tutup manhole dari ductile cast iron;
6. Tutup manhole harus dapat menahan beban test di atas 40 ton;
Dalam membangun suatu penyediaan air bersih sistem perpipaan diper1ukan suatu
kriteria perencanaan untuk mempermudah menghitung besaran sistem jaringan
transmisi, jaringan distribusi maupun bangunan penunjang.
2. Valve
Valve berfungsi menghentikan aliran dan mengatur aliran. Valve harus
ditempatkan pada tempat-tempat tertentu sehingga jika terjadi kebocoran pipa,
tidak semua sistem terganggu tetapi dengan menutup satu atau beberapa valve,
daerah yang terganggu akibat kebocoran tersebut dapat diperkecil.
Jika terdapat perbedaan ketinggian yang cukup besar antara jalur-jalur
pipa/perbedaan sisa tekanan yang cukup besar, valve perlu ditempatkan pada
persimpangan jalur pipa tersebut.
4. Wash out.
Wash out berfungsi untuk mengeluarkan kotoran-kotoran endapan yang ada di
dalam pipa. Pada umumuya endapan akan terkumpul pada tempat-tempat
terendah dan jalur-jalur pipa sehingga wash out harus ditempatkan pada tempat-
tempat terendah dari jalur pipa yang ada.
6. Sambungan Rurnah.
Pelayanan dengan cara ini hanya mungkin dilakukan apabila debit air dapat
mencukupi kebutuhan seluruh penduduk yang dilayani, serta tingkat
penghasilan masyarakat yang sudah cukup tinggi bagi pembayaran reslribusi
sambungan rumah. Dalam merencanakan penggunaan sambungan langsung
sebagai sistem pelayanan hal utama yang perlu diperhitungkan selain masalah
tingkat pendapatan penduduk adalah kapasitas debit sumber diproyeksikan
terhadap jumlah penduduk yang dilayani.
a. Prinsip Kontinuitas
Yang dimaksud dengan prinsip kontinuitas adalah :
“ Jumlah air yang masuk dalam sistem perpipaan adalah sama dengan
jumlah air yang keluar dari sistem perpipaan tersebut “
Qmasuk = Qkeluar
Salah satu contoh prinsip kontinuitas pada aliran air dalam pipa dapat
dilihat seperti dalam gambar berikut ini :
12. Hitung kehilangan tekanan per 1000 m (hf/1000) dengan menggunakan rumus
Hazen William atau tabel Hazen William.
Dimana :
Q = Debit dalam m/s
C = Koefisien kekasaran pipa ( 130 )
D = Diameter pipa dalam m.
S = Slope
3.4.1. Umum
Air limbah yang berasal dari rumah tangga harus diolah atau dialirkan ke tempat
pengolahan agar tidak menimbulkan pencemaran yang membahayakan kehidupan
manusia dan lingkungan permukiman. Untuk itu harus ditangani dengan benar dan
tuntas.
Sedangkan dengan kondisi dan master plan desa, maka untuk penanganan sarana
sanitasi yaitu dengan system sanitasi setempat. Adapun sarana yang akan dibangun
yaitu Bangunan atas dan bangunan bawah yaitu untuk bangunan atas berupa
jamban dan bangunan bawah berupa septic tank beserta bidang resapan.
1. Lokasi
a. Sumber Air
Sumber air yang akan dipergunakan untuk keperluan jamban keluarga
(JAGA) atau jamban sekolah (JAMLAH) diambil dari sumber air yang
dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (mandi, cuci,
masak)
b. Kuantitas Air
Kuantitas air bersih yang dibutuhkan sekurang-kurangnya 10 l/org/hr yang
akan digunakan untuk membilas
c. Kualitas Air
Kualitas air bersih yang dipergunakan disarankan memenuhi persyaratan air
minum /air bersih.
3. Bahan Bangunan
4. Teknis
3) Menyiapkan Kusen
i. Buatlah kusen dengan ukuran 65 cm – 70 cm (lebar) dan 1,80 cm
(tinggi).
ii. Pasang kusen (harus tegak lurus) dengan memasang penyokong
pada sisi-sisinya.
iii. Pasang angker pada kusen sehingga pertemuan dengan dinding
menjadi kokoh.
4) Mendirikan Dinding
i. Dinding Bawah
ii. Pasang tiang-tiang penyongkong agar pasangan bata tetap tegak
lurus.
a. Pasanglah lapisan pertama, mulai dari sudut-sudut dan
berakhir di tengah-tengah.
b. Tancap batang pengukur di sudut pertemuan bata, rentangkan
tali pengikat datar pada setiap pemasangan lapisan bata.
c. Pasang dinding bata
d. Plesterlah dengan adukan semen : pasir = 1 : 2 setebal 0,5 cm
dengan rata bagian-bagian :
5) Membuat Bak
i. Bak air diperlukan untuk menyimpan air penggelontoran, yang dapat
menampung air sebanyak 100 liter. Ukuran minimum tinggi dan
lebar 40 cm dan panjang 60 cm, dengan bahan menggunakan batako
atau bata.
ii. Lantai bak harus cukup miring ke arah lubang penguras bak.
6) Memasang Atap
i. Bahan yang dapat digunakan : seng gelombang, atap plastik, daun
kelapa, daun bambu, ijuk
ii. Atap sebaiknya menurun 20 cm (atau lebih) melebihi dinding untuk
mencegah air hujan masuk melalui lubang angin.
iii. Atap genting.
a. Menggunakan gording 6/10, dengan, jarak antara gording 1,5 – 2
m.
b. Di atas gording dipasang kaso 5/7, jarak antara kaso 40 cm
c. Di atas kaso dipasang reng 2/3, jarak antara 25 cm dipaku
dengan kuat
d. Setelah selesai genting dapat dipasang dengan rapi dan baik agar
tidak terdapat celah-celah atau bocoran
iv. Atap plastik atau seng gelombang tidak membutuhkan reng.
7) Menyelesaikan Dinding
i. Dinding Dalam
Dinding terbuat dari batako atau batu bata
a. Plester dinding dengan adukan semen : pasir = 1 : 4 setebal 0,5
cm,
8) Menyelesaikan Pintu
i. Ukuran pintu tinggi 1,8 cm lebar 0,65 – 0,7 m
ii. Rangka pintu dapat dibuat dari kayu dan dilapisi seng atau
alumunium.
1. Umum
a. Bahan Bangunan
Bahan bangunan yang dapat digunakan untuk tangki septik dapat dipilih
dari daftar bahan bangunan seperti tercantum dalam table 3.4.1 sesuai
dengan komponen bangunan tangki septik.
2. Lokasi
a. Sumber Air
Sumber air yang akan dipergunakan untuk keperluan jamban keluarga
(JAGA) diambil dari sumber air yang akan dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (mandi, cuci, masak)
b. Kuantitas Air
Kuantitas air bersih yang dibutuhkan untuk JAGA sekurang-kurangnya 10
l/org/hari yang akan digunakan untuk membilas.
c. Kualitas Air
Kualitas air bersih yang akan dipergunakan disarankan memenuhi
persyaratan air minum / air bersih
Type Rumah jamban ditentukan oleh luas lantai yang akan dibangun:
• Type A : Luas lantai 1,20 m2
• Type B : Luas lantai 1,30 m2
•
Type C : Luas lantai 3,00 m2
Bila daya resap tanah < 10 l/m2/hr dan tinggi muka air tanah < 1,5 m, maka
dipakai system tangki septik standard seperti dapat dilihat dalam tabel
berikut.
Banyaknya Ukuran
Pemakai (meter)
(orang) Panjang Lebar Dalam
5 1,2 0,6 0,8
10 1,4 0,7 1,2
15 1,5 0,8 1,2
20 1,8 1,0 1,2
25 2,0 1,0 1,2
T 30 2,0 1,0 1,4
a 35 2,2 1,0 1,4
b
3.4.5.1. Umum
C. Persyaratan Lokasi
Tabel 3.4.5. Jarak antara dasar SPAL dengan Muka Air Tanah
Jarak antara dasar SPAL dengan Muka Air Tanah
Tipe Tanah (0,5 – 2,0) m > 2,0 m
Pasir dan Kerikil 15 m 10 m
Tanah liat dan lumpur 10 m 5m
Bentuk SPAL dalam spesifikasi ini ada 2 macam yaitu Bulat dan Bujur Sangkar.
1. Tipe SPAL
Pemilihan tipe SPAL berdasarkan pada jumlah pemakai dan daya resap tanah.
Tipe SPAL ada 3 macam, yaitu :
- Tipe I untuk 1 – 5 orang
- Tipe II untuk 6 – 10 orang
- Tipe III untuk 11 – 20 orang
Material yang dipergunakan untuk bangunan SPAL adalah bahan setempat yang
tersedia dengan memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1. Kemudahan bahan bangunan;
2. Kemudahan pelaksanaan;
3. Kekuatan dan keandalan konstruksi;
4. Dapat diterima oleh masyarakat pemakai.
Persyaratan Bahan Bangunan yang dipergunakan harus memenuhi persyaratan
yang ditentukan.
Fungsi Komponen :
1. Bak kontrol (bak penangkap pasir/lemak)
Sebagai bak penangkap penampung sisa kotoran berbentuk padat, lemak, busa
yang berasal dari kegiatan mandi, cuci dan masak.
Berfungsi pula sebagai bak pengumpul pertemuan beberapa saluran dari
beberapa rumah tangga;
2. Leher Angsa
Sebagai pembatas antara bak kontrol dengan saluran agar kotoran lebih halus
dapat mengendap dan bau dari sumur resapan tidak tercium;
3. Saluran berfungsi untuk mengalirkan air limbah dari bak kontrol sampai ke
sumur peresapan;
4. Sumur peresapan berfungsi sebagai penampung dan penyaring limbah cair
melalui permukaan dinding yang berpori;
5. Penyaring berfungsi sebagai penyaring limbah cair agar air yang meresap ke
dalam tanah tidak mencemari sumber air;
6. Penutup sumur berfungsi sebagai penutup sumur, pengaman dan tempat
mengontrol sumur.
3.5.1. Umum
B. Ruang Lingkup
Tata cara ini memuat pengertian, persyaratan-persyaratan dan cara penanganan
sampah di pedesaan.
3.5.2. Pengertian
1. Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai
kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum,
yang mempunyai organisasi langsung dibawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (UU No. 5 tahun 1979). Desa mempunyai tingkat
kepadatan yang tidak terlalu tinggi dan kegiatan utamanya adalah sektor
pertanian
2. Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organik dan
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak
membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan.
3. Pewadahan Sampah adalah cara penampungan sampah sementara
disumbernya baik individual maupun komunal (bersama-sama).
4. Pewadahan individual adalah cara penampungan sampah sementara
dimasing-masing sumbernya.
5. Pewadahan komunal adalah cara penampungan sampah sementara secara
bersama-sama pada satu tempat
Kayu 4/4
70 Papan 3/20
bagian dalam dilapisi seng
Tarikan besi Ø 12
20
Pasir urug
15 15
15 120 15
POTONGAN C - C
Tarikan besi
C Papan 3/20
PERSPEKTIP
15
Tarikan besi
Papan 3/20
15
C
15 120 15
TAMPAK
PEWADAHAN KOMUNAL
A. Umum
B. Teknik Operasional
Timbulan Sampah
Pewadahan
Pengumpulan
Pemindahan
Tempat Pembuangan
Sementara
Tingkat Desa
Tingkat Kecamatan
Pengangkutan
Pembuangan Akhir
Gambar - 1
Lubang sedang diisi sampah Tanah Penutup
Akhir 30 cm
Cara pengerjaannya :
1) Gali tanah dengan ukuran : Panjang = 1.2 m, lebar = 1 m dan dalam =
1 m (Gbr.1)
2) Volume lubang tersebut dapat melayani 1 keluarga (5 orang) dengan
masa pakai 0.5 tahun
3) Tumpuk tanah galian disekeliling lubang.
4) Buang sampah ke dalam lubang tersebut dan dipadatkan setiap hari.
5) Untuk menghindari bau dan mungkin menjadi sarang vektor penyakit
(lalat), maka sebaiknya setiap ketebalan sampah 10 cm dilapisi tanah
setebal 3 cm.
6) Jika lubang sudah hampir penuh ± 20 - 30 cm dari permukaan tanah
asal, maka lubang ditutup dengan tanah setebal 0,3 meter dan
dipadatkan. (Gambar 2)
Gambar - 2
Lubang sudah terisi penuh
Daur ulang adalah upaya pemanfaatan limbah melalui pengolahan fisik atau
kimia, untuk menghasilkan produk yang sama atau produk yang lain.
Contoh :
3. Penggunaan Kembali
Penggunaan kembali adalah pemanfaatan limbah/sampah dengan jalan
menggunakannya kembali untuk keperluan yang sama atau fungsinya sama,
tanpa mengalami pengolahan ataupun perubahan bentuk.
Contoh :
● Botol sirup digunakan kembali untuk botol sirup lagi atau untuk botol
kecap.
(1) (3)
PEWADAHAN PEMINDAHA
(2) PENGUMPULAN
Gambar.
Skema Teknik
Operasional Sampah Perdesaan
o Wadah yang terbuat dari plastik atau fiber yang berpenutup (volume 0.3-
0.5 m3) merupakan opsi yang terbaik. Selain ringan bahan tersebut juga
relatif tahan terhadap perubahan cuaca.
o Stainless steel merupakan bahan logam yang bisa digunakan.
Keuntungannya secara estetika memiliki kelebihan dibanding bahan
plastik dan fiber, tetapi lebih mahal dan berat.
o Kombinasi stainless steel sebagai outer casing dan fiber atau plastik
sebagai inner casing yang dapat diangkat untuk pengumpulan. Kombinasi
ini secara estetis baik, tahan, dan mudah dalam proses pengumpulan
namun memiliki konsekuensi mahal dalam pembuatannya.
Gambar 3.5.1. Bin atau tempat sampah yang terbuat dari plastik
Beberapa opsi dapat diambil dalam meletakkan wadah sampah. Opsi ini
berkaitan dengan kebiasaan masyarakat dan sistem pengelolaan sampah
secara keseluruhan.
b. Individual Langsung
Kontainer yang digunakan terbuat dari kayu yang kurang tahan terhadap
pelapukan, sehingga dalam waktu tertentu akan mengalami kerusakan.
Pemilihan material yang lebih tahan seperti plastik, fiber, ataupun logam yang
tahan karat dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki kualitas pengangkutan,
memperpanjang usia kontainer dan mengurangi biaya perawatan.
Penggunaan kontainer yang tertutup akan memperbaiki estetika dan
mengurangi bau, mencegah ceceran lindi dan sampah.
Perawatan kontainer (pencucian, pengecatan, dll) secara berkala akan
memperpanjang masa pakai dan lebih baik secara estetika.
b. Perletakan kontainer
Beberapa opsi yang bisa digunakan untuk mendorong kesadaran dan partisipasi
publik adalah :
Sosialisasi yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah melalui instansi yang
bertanggung jawab dalam hal ini adalah dinas Kebersihan adalah penyebaran
informasi melalui media cetak (koran, majalah, dll), media elektronik (televisi,
radio), maupun sarana promosi yang lain, seperti leaflet, brosur, poster-poster,
baliho dan lain-lain.
Media-media tersebut bisa disebarluaskan dan ditempatkan pada fasilitas-
fasilitas publik seperti mall, perkantoran, instansi pemerintah, pusat-pusat
hiburan dll, sehingga masyarakat selalu mendapatkan informasi tentang hak dan
kewajiban mereka dalam pengelolaan lingkungan.
b. Sistem Insentif
3.6.1. Umum
Perencanaan listrik disini mengacu pada Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000
(PUIL 2000), dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 04-0225-2000) dari Badan
Standarisasi Nasional. Namun tetap mengikuti Sistem jaringan yang sudah ada di
Propinsi Nangroe Aceh Darussalam yang di keluarkan oleh PLN wilayah Propinsi
Nangroe Aceh Darussalam.
1. Umum.
1.1. Yang dimaksud dengan instalasi listrik desa adalah instalasi listrik untuk
pembangkitan, distribusi, pelayanan, dan pemakaian tenaga listrik di desa
dengan konstruksi yang disederhanakan.
1.2. Instalasi listrik desa hanya berlaku bagi daerah pedesaan (di desa), dan
diterapkan pada satu lokasi atau kasus berdasarkan kondisi yang masih
memerlukannya dengan memperhatikan persyaratan-persyaratannya.
2.3. Penghantar
2.3.1. Sebagai penghantar digunakan kabel berisolasi ganda (misalnya
NYM) yang terdiri atas dua atau tiga inti tembaga pejal dengan
penampang tiap intinya minimum 1.5 mm2.
2.3.2. Kabel dicabangkan dalam kotak percabangan dengan
penyambungan yang baik.
3. Titik beban
3.1. Jumlah titik beban maksimum sembilan buah, termasuk kotak kontak
sejumlah maksimum tiga buah.
3.2. Kotak kontak yang digunakan harus dari jenis yang dilengkapi kontak
proyeksi, dan dipasang setinggi minimum 1,25 m dari lantai.
3.3. Pembumian untuk instalasi rumah sederhana dilaksanakan dengan
memasang elektrode bumi yang dihubungkan dengan terminal
pembumian pengamanan pada PHB secara langsung atau melalui meter
KWh.
b) Membatasi arus yang mengalir melalui badan sampai suatu nilai yang
lebih kecil dari arus kejut.
a) Manusia atau ternak harus dicegah dari cedera dan harta benda harus
dicegah dari setiap efek yang berbahaya akibat adanya gangguan
antara bagian aktif sirkit yang disuplai dengan tegangan yang berbeda.
b) Manusia atau ternak harus dicegah dari cedera dan harta benda harus
dicegah dari kerusakan akibat adanya tegangan yang berlebihan yang
mungkin timbul akibat sebab lain (misalnya, fenomena atsmosfer atau
tegangan lebih penyakelaran).
2.6.1. Perancangan
2.6.1.1. Umum
2.6.2.1. Umum
Saluran kabel merupakan salah satu cara penyaluran dalam jaringan distribusi
yang mana penghantarnya ditempatkan didalam tanah/air serta dilindungi oleh
isolasi sehingga aman bagi daerah sepanjang saluran tersebut. Pemasangan
saluran kabel ini dilakukan dengan pertimbangan apabila saluran udara tidak
memungkinkan dipasang.
Pada dasarnya kabel terdiri dari dua komponen dasar yaitu penghantar dan
isolasi. Selain itu, disamping komponen dasar masih terdapat :
Sarung kabel
Perisai
Selubung
Penguat
Tabir isolasi
Isolasi
Tabir konduktor
Konduktor
2.6.2.3. Konduktor
Konduktor sebagai media penghantar arus listrik yang terbuat dari tembaga atau
alumunium dengan kemurnian lebih dari 99,5%. Alumunium memiliki tahanan
jenis yang lebih besar dibandingkan tembaga.
Susunan kabel bawah tanah ada berbagai berbagai macam antara lain :
1. Susunan trefoil
Pemasangan kabel bawah tanah dapat dilakukan dengan susunan dua kabel
yang diletakkan di bawah tanah, dan satu kabel lagi diatasnya sehingga
membentuk segitiga sama sisi atau disebut trefoil formation seperti pada
gambar dibawah ini :
D13 D23
1 2
D12
2. Susunan mendatar
Cara paling mudah dalam pemasangan kabel adalah menggunakan
konfigurasi, pada sistem ini tiga kabel diletakkan sejajar dengan jarak yang
sama sehingga membentuk posisi mendatar.
D12
1 2 3
D13
1. Kapasitas
Arus singkat yang diperbolehkan adalah arus beban lebih (over load) yang
diperbolehkan pada keadaan normal untuk waktu yang singkat. Biasanya ini
terjadi hanya beberapa kali saja dalam setahun, oleh karena itu meskipun
penghantar menjadi panas ia tidak membahayakan isolasi. Oleh karena
kenaikan suhu analog dengan jatuh tegangan, maka arus kontinu yang
diperbolehkan dapat ditulis sebagai berikut :
1 ⎛ Tc − Tg ⎞
I= ⎜ ⎟⎟ − Wd
nr ⎜⎝ Rth ⎠
Dimana :
Tc = Suhu kontinu yang diperbolehkan ( 0C )
Tg = Suhu dasar tanah dimana kabel diletakan ( 0C )
n = Jumlah inti kabel.
r = Tahanan efektif penghantar ( Ω )
Rth = Tahanan thermis keseluruhan ( 0cm/W )
Wd = Rugi dielektrik
2. Penurunan tegangan
Vs−Vr
Vd= ×100%
Vr
Dimana :
Vd = Penurunan tegangan (%)
Vs = Tegangan sisi kirim (watt)
Vr = Tegangan sisi terima (watt)
Bila beban pada saluran rendah, maka tenaga listrik dioperasikan pada
pengaturan tetap karena pengaruh arus pemuatan besar. Untuk
memungkinkan regulasi tegangan yang kecil saluran distribusi dioperasikan
pada tegangan konstan pada ujung sisi terima dan ujung sisi kirim tanpa
dipengaruhi oleh beban. Bila tegangan sisi penerima turun akibat karena
naiknya beban, maka dipakai pengatur tegangan berbeban (On load voltage
regulator) guna mendapatkan tegangan sisi penerima konstan, meskipun
tegangan pada sisi kirim berubah.
Dimana :
Pr = Daya pada sisi penerima (KW)
Ploss = Rugi-rugi daya total (KW)
η = Efisiensi
Dimana :
Wc = Rugi-rugi tahanan ( Watt )
I = Arus yang mengalir ( A )
Reff = Tahanan efektif konduktor ( Ohm/m )
Dimana :
Ploss = Rugi daya total
Wc = Rugi-rugi tahanan
Wd = Rugi-rugi dielektrik
Pic = Rugi-rugi arus pemuat
4. Kabel tanah harus diletakkan di dalam pasir atau tanah halus, bebas dari batu
batuan, di atas galian tanah yang stabil, kuat, rata dan bebas dari batu-batuan
dengan ketentuan tebal lapisan pasir atau tanah halus tersebut tidak kurang
dari 5 cm di sekeliling kabel tanah tersebut.
Catatan : sebagai tambahan perlindungan, maka di atas urugan pasir dapat
dipasang beton, batu, atau bata pelindung.
5. Pada umumnya kabel tanah untuk tegangan yang lebih tinggi harus dipasang
dibawah kabel tanah untuk tegangan yang lebih rendah, kabel tanah listrik
arus kuat dibawah kabel tanah telekomunikasi.
6. Pada persilangan antara bekas kabel tanah, haruslah diambil salah satu
tindakan proteksi seperti diuraikan dalam butir a) dan b) dibawah ini, kecuali
jika salah satu dari berkas kabel tanah yang bersilang itu terletak dalam
saluran pasangan batu, beton, atau bahan semacam itu yang mempunyai tebal
dinding sekurang-kurangnya 6 cm.
a) Di atas berkas kabel tanah yang terletak di bawah harus dipasang tutup
pelindung dari lempengan, atau pipa belah dari beton atau sekurang-
kurangnya dari bahan tahan api yang sederajat. Tutup pelindung ini pada
kedua ujungnya harus menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5 m dari
berkas kabel yang terletak diatas, diukur dari kabel sisi luar, sedangkan
tutup pelindung ini harus sekurang-kurangnya 5 cm lebih lebar dari berkas
kabel yang terletak dibawah.
b) Di atas berkas kabel tanah yang terletak diatas, dipasang pipa belah dari
beton atau dari bahan lain yang cukup kuat, tahan lama dan tahan api.
Pipa belah ini harus dipasang menjorok keluar sekurang-kurangnya 0.5
dari berkas yang terletak dibawah, diukur dari kabel sisi luar.
2. Jika kabel tanah menyilang diatas kabel tanah telekomunikasi dengan jarak
lebih kecil dari 0.3 m untuk kabel tanah tegangan rendah dan 0.5 m untuk
kabel tanah tegangan menengah, maka perlu tambahan perlindungan pada sisi
kabel tanah yang menghadap kabel telekomunikasi dengan memasang plat
atau pipa dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar. Perlindungan
menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari kedua sisi persilangan itu.
3. Kabel tanah telekomunikasi dan kabel tanah yang dipasang sejajar, harus
dipasang dengan jarak sejauh mungkin, misalnya dengan menempatkannya
pada sisi-sisi jalan yang berlainan. Kabel tanah yang letaknya berdekatan
dengan kabel tanah telekomunikasi dengan jarak kurang dari 0.3 m untuk
kabel tanah tegangan rendah dan kurang dari 0.5 m untuk kabel-kabel tanah
tegangan menengah, harus diselubungi sepanjang pendekatan tersebut dengan
pipa belah, plat atau pipa yang terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat
terbakar dan diberi tanda khusus.
4. Pelindung kabel tersebut pada 7.15.2.1, 7.15.2.2 dan 7.15.2.3 (pada buku
Standar Nasional Indonesia, SNI 04-0225-2000), baik pada kabel tanah, arus
kuat maupun pada kabel tanah telekomunikasi, harus menjorok keluar paling
sedikit 0.5 m dari kedua ujung tempat persilangan pada pendekatan itu.
5. Kabel tanah di dalam tanah harus dipasang pada jarak paling sedikit 0.3 m
dari bagian instalasi telekomunikasi yang terletak dalam tanah, bila jarak
tersebut sama atau lebih dari 0.3 m, akan tetapi lebih kecil dari 0.8 m, maka
kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa belah, plat atau pipa, yang
menjorok keluar sepanjang minimal 0.5 m dari kedua ujung tempat
persilangan dan pendekatan itu.
6. Kalau kabel tanah arus kuat di dalam tanah berada diantara bagian-bagian
tiang, angker, atau bagian penunjang yang terletak didalam tanah dari
instalasi telekomunikasi, maka kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa
belah, plat atau pipa. Kestabilan tiang tidak boleh terganggu olehnya.
1. Kabel tanah lazimnya tidak boleh mendekati rel kereta dalam jarak 2 m
diukur secara proyeksi mendatar, kecuali pada persilangan.
2. Kabel tanah yang dipasang berdekatan atau menyilang dengan jarak lebih
kecil dari 0.3 m dari kabel instalasi listrik Perusahaan Kereta Api atau
Perusahaan lain harus diletakkan dalam jalur kabel atau pipa yang terdiri dari
bahan bangunan yang tidak dapat terbakar atau pipa PVC. Pelindung tersebut
harus menjorok keluar paling sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat
pendekatan atau persilangan tersebut.
3. Kabel tanah dalam tanah harus mempunyai jarak minimum 0.3 m akan tetapi
lebih kecil dari 0.8 m, kabel tanah itu harus dilindungi dengan pipa, plat atau
pipa, yang panjangnya keluar paling sedikit 0.5 m pada kedua ujung tempat
pendekatan.
4. Pada persilangan dengan jalan kendaraan bermotor yang dikeraskan dan jalan
kereta rel, kabel tanah harus dipasang didalam pipa atau selubung baja atau
bahan yang cukup kuat, tahan lama dan tahan api. Panjang dan garis tengah
dalam dari pipa atau selubung ini, harus dipilih sehingga kabel tanah itu dapat
dikeluarkan tanpa membongkar jalan tersebut.
5. Pipa pelindung atau jalur kabel harus menjorok keluar, paling sedikit 0.5 m
dari kedua sisi rel terluar atau tepi pinggir dari jalan kendaraan bermotor.
1. Pada persilangan dengan saluran air, kabel tanah harus diletakkan paling
sedikit 1 m dibawah dasar saluran air yang direncanakan, dan harus ditanam
dalam lapisan pasir.
2. Pada persilangan dengan saluran air laut, kabel tanah harus diletakkan sedapat
mungkin 2 m dibawah dasar saluran air laut yang direncanakan.
3. Pada persilangan kabel tanah harus diletakkan paling sesikit 0.3 m di bawah
atau di atas kabel listrik pengairan dan kabel tanah itu harus dilindungi
dengan pipa yang terbuat dari bahan bangunan yang tidak dapat terbakar,
perlindungan tersebut harus menjorok keluar paling sedikit 0.5 m dari sisi
kabel yang disilangnya.
4. Kabel tanah yang dipasang berdekatan dengan kabel listrik pengairan dengan
jarak lebih kecil dari 0.3 m harus diletakkan dalam jalur atau pipa dari bahan
yang tidak dapat terbakar.
5. Kabel tanah tidak boleh terletak lebih dekat dari 0.3 m dari bagian bangunan
pengairan yang terletak didalam tanah. Bila jarak tersebut sama atau lebih
dari 0.3 m akan tetapi kurang dari 0.8 m, maka kabel tanah tersebut harus
dilindungi dengan pipa belah, plat atau pipa yang panjangnya menjorok
keluar paling sedikit 0.5 m dari kedua tempat pendekatan.
7. Di bawah jalan pengairan kabel tanah harus ditanam sedalam paling sedikit
0.8 m.
8. Letak dari kabel tanah yang dipasang melintas di bawah saluran air harus
ditandai pada kedua tepinya sehingga dapat dilihat oleh pengemudi kapal.
2. Bila jarak tersebut lebih dari 0.3 m tetapi kurang dari 0.8 m, kabel tanah itu
harus dilindungi dengan pipa dari baja atau bahan yang kuat, tahan lama dan
tahan api, atau dengan perlindungan yang sekurang-kurangnya sederajat.
Perlindungan ini harus menjorok sekurang-kurangnya 0.5 m dari kedua ujung
tempat yang jaraknya kurang dari 0.8 m.
Kabel tanah yang dipasang keluar dari tanah pada tempat di luar bangunan harus
dipasang di dalam pipa atau selubung dari baja atau dari bahan lain yang cukup
kuat sampai diluar jangkauan tangan, kecuali jika telah terdapat perlindungan lain
yang sekurang-kurangnya sederajat.
Kebutuhan energi listrik suatu wilayah merupakan jumlah total kebutuhan listrik
untuk setiap utilitas perumahan, fasilitas umum (masjid, pasar, sekolah dan balai
desa) dan lampu jalan.
Besar penampang konduktor yang digunakan dalam suatu jaringan listrik dapat
ditentukan berdasarkan jumlah arus listrik yang mengalir melewati penghantar
tersebut. Secara matematis besar penampang konduktor dapat ditentukan sebagai
berikut :
I .l
A=
(V − ΔV ) × γ
Dimana :
A = Luas penampang konduktor (mm2)
I = Arus listrik (A)
ℓ = Panjang penghantar (m)
V = Tegangan sistem (Volt)
ΔV = Drop tegangan (Volt)
1
Dengan γ =
ρ
ρ = Koefisien bahan konduktor
Kapasitas minimal trafo yang dipasang pada jaringan distribusi harus dapat
memenuhi kebutuhan seluruh beban, kapasitas trafo adalah 125 % dari total
beban.
Memang dengan sendirinya jika tingkat penghidupan masyarakat lebih baik dan
standard hidup lebih tinggi, kebutuhan perkapita yang lebih tinggi sehingga
memerlukan pemakaian kebutuhan listrik yang lebih banyak.
Untuk mengatasi hal tersebut diatas, kita harus tahu besar pertumbuhan puncak
tiap-tiap tahun mendatang.untuk meramalkan kebutuhan tahunan, kebutuhan
tenaga listrik tahun sebelumnya harus telah diketahui.
Ada beberapa macam cara meramalkan pertumbuhan beban, tetapi secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Secara grafis
Dengan menggunakan data-data grafis dari tahun-tahun sebelumnya, yaitu
dari kurva tahunan dan besarnya daya (KW), maka dapat diramalkan
pertumbuhan beban untuk tahun-tahun mendatang dengan metode
extarapolasi. Metode ini dengan menarik garis pertumbuhan beban untuk
tahun-tahun berikutnya. Dengan sendirinya hasil yang diperoleh dari
penganalisaan secara grafis dan agak kasar. Oleh karena itu cara ini hanya
digunakan sebagai pembanding.
2. Secara analistis
Dalam metode ini peramalan kebutuhan tenaga listrik digolongkan dalam 4
(empat) group konsumen, yaitu :
a. konsumen perumahan
b. konsumen komersil
c. konsumen industri
d. konsumen fasilitas umum.
Peramalan beban listrik per tahun dapat ditentukan dengan metode Exponensial
dengan persamaan :
B = Bo (1 x 0.08)
Dimana :
B = Peningkatan beban per tahun
Bo = Beban saat ini
0.08 = Koefisien
Telepon sebagai salah satu alat telekomunikasi merupakan bentuk dari perwujudan
suatu kemajuan teknologi. Perencanaan jaringan telepon direncanakan
menggunakan kabel bawah tanah yang diletakkan dalam boks beton dimana
didalamnya terdapat casing/pipa. Penempatan kabel telepon bersama-sama dengan
kabel atau instalasi lain yaitu kabel listrik dan pipa air bersih dimaksudkan sebagai
penghematan lahan yang terbatas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pemasangan boks terutama
menyangkut kedalaman penanaman boks dan bilamana terjadi pertemuan/
persimpangan dengan jalan atau gorong-gorong dari instalasi lain.
Jaringan lokal sangat penting dalam jaringan telepon nasional. Hubungan lokal
tidak menyumbang revenue yang besar dibanding interlokal. Tetapi tanpa jaringan
lokal tidak ada interlokal.
Jaringan lokal terdiri dari saluran pelanggan, sentral lokal-primary, junction antar
saluran lokal – tandem – primary – sekunder.
Dalam investasi maka pertimbangan yang perlu diambil adalah faktor Quality of
Service (QOS), politik dan ratio revenue/investasi. Disamping itu beberapa hal
berikut perlu dipertimbangkan pula:
Dengan kata lain pelanggan harus dapat mendengar pembicaraan dengan suara
yang enak ( kepuasan pelanggan ) artinya tidak terlalu keras dan tidak terlalu
lemah. Disamping itu sistem signaling harus dapat jalan melalui pasangan kabel
tersebut.
Saluran dari sentral telepon ke pelanggan (saluran lokal ) Saluran / Jaringan Lokal
adalah saluran yang menghubungkan pesawat pelanggan dengan MDP di sentral
telepon.
Saluran pelanggan (subcriber loop) berupa pasangan kabel yang ditarik dari sentral
hingga ke tempat pelanggan. Saluran pelanggan menyalurkan arus listrik searah
(dc-loop). Saluran pelanggan harus dapat memberikan pelayanan untuk:
RK RK
CTL
Saluran Sekunder Saluran Sekunder
DP DP DP DP
Perkantoran
Pelanggan Pelanggan
Suara yang disalurkan pada kabel telepon mempunyai frekwensi 0,3 - 3,4 KHz.
Kabel menimbulkan redaman baik untuk komponen DC ( arus searah ) dan AC
(arus bolak balik).
Semakin panjang rentang kabel, maka redaman semakin besar. Disamping itu
diameter kabel juga menentukan besarnya redaman. Di bawah ini diberikan cara
menghitung redaman kabel tersebut :
Redaman suara yang diperbolehkan kurang lebih 7.5 dB. Angka 7.5 dB bersifat
subyektif. Jika kita dapat menerima level suara yang lebih kecil maka angka 7.5
dapat ditambah. Tetapi saat ini PT TELKOM menetapkan redaman sebesar 7.5 dB.
Setiap titik, dalam jaringan mesh, saling berhubungan langsung dan terikat dalam
jaringan mesh. Pada jenis hubungan ini maka setiap titik dapat berhubungan
langsung dengan titik lain. Signaling yang terjadi tidak lewat satu operator pusat
tetapi langsung dari titik itu sendiri ke titik tujuannya.
Biasanya hubungan antara operator berbentuk mesh seperti ini. Titik mesh disebut
operator (sentral ) lokal. Antara sentral lokal dengan sentral lokal lainnya dapat
berhubungan secara langsung, sedangkan pelanggan dihubungkan secara bintang
dengan sentral lokal. Dengan cara ini maka kebutuhan kabel menjadi lebih efisien.
Hubungan yang lebih luas adalah hubungan gabungan antara mesh dan bintang.
Hubungan bintang terjadi pada salah satu titik Mesh.
Jaring-jaring seperti ini dapat diperluas karena jarak antara sentral lokal dapat jauh
dengan menggunakan saluran khusus.
Jika pada satu saat, saluran antara kedua sentral habis terpakai semua karena
permintaan hubungan yang banyak maka permintaan hubungan baru dapat
dilewatkan melalui sentral lokal lain.
Kadang kala disatu kota yang cukup besar, dimana ada beberapa sentral lokal,
sentral lokal di dalam kota itu dihubungkan dengan satu sentral tandem untuk
Saluran pada sentral lokal disebut saluran lokal. Tiap-tiap pelanggan dihubungkan
dengan sepasang kawat dari sentral lokal ke tempat pelanggan.
Secara umum penyambungan sebuah hubungan dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu Sambungan Langsung dan Sambungan Tidak langsung.
Penentuan penyambungan ini disebut routing. Routing ini dapat dilakukan dengan
3 cara yaitu :
1. Penyambungan tetap
2. Routing oleh sentral (manual)
3. Routing melalui pengendalian komputer.
Dalam penyambungan tetap, maka tidak ada routing dan tidak ada pilihan. Pada
routing dengan manual, maka kepada sentral sudah ditetapkan routingnya secara
tetap. Untuk routing yang diatur oleh pengendalian komputer, maka routing itu bisa
dinamis, tergantung kepada software yang ada di komputer.
Alternate Route
Route Langsung
Pemilihan jenis vegetasi yang direncanakan sebagai ruan hijau kawasan antara lain
memenuhi kriteria :
a. Mudah tumbuh
b. Kuat menahan arus gelombang tsunami
c. Meningkatkan kualitas lingkungan
d. Mempunyai nilai ekonomi bagi penduduk desa
Beberapa jenis pohon yang ada di desa dapat digunakan untuk perencanaan
lansekap desa. Dari hasil survey dan analisis di lapangan, terdapat beberapa
tanaman yang cocok dipergunakan sebagai lansekap jalan desa.
1. Akasia
2. Angsana
3. Asem Jawa
4. Bambu
5. Beringin
6. Cemara Laut
7. Cengkih
8. Durian
9. Jambu Air
10. Jambu Monyet
11. Jati
12. Kamboja
13. Kedondong
14. Kelapa
15. Mahoni
16. Mangga
17. Mangrove/Bakau
18. Nipah
19. Palem Raja
20. Pinang
21. Rumput Gajah
22. Waru
Bab IV
Analisa Perhitungan
4.1. ANALISA PERHITUNGAN JALAN
4.1.1. Data yang diperlukan :
a. Data tanah dasar : CBR.
b. Lalu-lintas : Volume/ADT, komposisi, konfigurasi as/sumbu dan
beban, angka pertumbuhan.
c. Material yang tersedia : Sifat-sifatnya.
d. Ketentuan-ketentuan lain : Umur rencana, keadaan umum di daerah sekitarnya,
alignment (faktor regional) dan lain-lain.
Perencanaan jalan Desa ini mengacu pada Pedoman perhitungan tebal perkerasan lentur
pada SKBI No. 2.3.26.1987 dan SK Menteri Pekerjaan Umum No. 378/KPTS/1987 tentang
Pengesahan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia, serta SNI No. 1732-1989-F, yaitu
tentang penggunaan nomogram sebagai berikut :
- Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) : adalah jumlah kendaraan yang lewat pada
jalan yang direncanakan perhari rata-rata untuk dua jurusan/arah.
- Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
permulaan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton (18.000 lbs = 18
kips) atau (18 Kips Single Axle Road).
- Lintas Ekivalen Akhit (LEA) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata pada tahun
akhir dan masa pelayanan pada jalur rencana dengan as tunggal 8,16 ton.
- Lintas Ekivalen Tengah (LET) : Jumlah lintasan kendaraan rata-rata selama masa
pelayanan pada jalur rencana dengan satuan as tunggal 8,16 ton.
- Jalur Rencana : adalah suatu jalur dari jalan yang paling banyak (padat) dilewati
kendaraan.
Pada jalan dua jalur biasanya salah satu jalur; sedang pada jalan berjalur banyak
terpisah (multi lane divided) adalah pada jalur terluar.
- Faktor Regional (FR) : Faktor koreksi sebagai akibat adanya perbedaan antara
kondisi lapangan yang dihadapi dengan kondisi AASHO Road Test yang antara
lain dapat meliputi : iklim, curah hujan, kondisi alignment/topografi, lalu lintas,
fasilitas drainase dan lain sebagainya.
- Indeks Permukaan (IP) : disebut juga “serviceability” adalah besaran yang
menyatakan nilai dari kerataan/kehalusan dan kekokohan perkerasan di tinjau dari
kepentingan pelayanan lalu-lintas.
Nilai/harga IP tergantung pada jenis dan kondisi perkerasan (kondisi : rut dept,
roughness, patch, crack dll; tanpa dipengaruhi geometrik dari jalan yang
bersangkutan .
- IPo dan IPt : IPo adalah nilai IP pada awal tahun permulaan, sedangkan IPt adalah
IP pada akhir masa pelayanan. Pemilihan harga IPo dan IPt tergantung pada jenis
perkerasan dan klas jalan.
Pemilihan IPt menunjukkan tingkat kerusakan yang diijinkan/direncanakan pada
akhir masa pelayanan.
- Faktor penyesuaian (FP) : adalah faktor koreksi sehubungan rencana yang kita
perhitungkan tidak sama dengan 10 tahun.
UR
FP =
10
- Angka Ekivalen Beban (AE) : adalah besaran yang menyatakan jumlah lintasan as
tunggal 8,16 ton atau 18.000 lbs yang menyebabkan derajat kerusakan yang sama
dengan beban as yang mempunyai AE tersebut, bilamana lewat (lintasan) satu kali.
Rumus AE :
4
⎛ BebanSumbuTunggal ⎞
- As tunggal : AEtg = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ 8.160 kg ⎠
4
⎛ BebanSumbu Tunggal ⎞
- As Tandem : AEtg = ⎜⎜ ⎟⎟ x 0 .086
⎝ 8 .160 kg ⎠
- Koefisien Distribusi Kendaraan (C) : adalah koefisien yang menyatakan prosentase
atau bagian dari kendaraan yang lewat dari jalur rencana dari keseluruhan
kendaraan yang lewat pada jalan yang dimaksud.
- Indeks Tebal Perkerasan (ITP) : adalah besaran yang menyatakan nilai konstruksi
perkerasan yang besarnya tergantung pada tebal masing-masing lapisan serta
kekuatan relatif dari lapisan-lapisan tersebut.
- Koefisien Kekuatan Relatif (a) : adalah koefisien yang menyatakan kekuatan
relative daripada lapisan perkerasan, yang besarnya tergantung pada CBR,
stability, kuat tekan dan lain sebagainya.
- Rumus ITP :
a. Hitung ADT masing-masing jenis kendaraan untuk tahun ke 0 dan untuk tahun ke n
(n = umur rencana).
4.1.4. Pelaksanaan
ITP = a1 D1 + a 2 D2 + a3 D3
a1,a2,a3 = Koefisien kekuatan bahan perkerasan (VII)
D1,D2,D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Angka 1, 2 dan3 : masing-masing untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah.
Metode perencanaan konstruksi bertahap didasarkan atas konsep “sisa umur”. Perkerasan
berikutnya direncanakan sebelum perkerasan pertama mencapai keseluruhan “masa
fatique”.
Untuk itu tahap kedua diterapkan bila jumlah kerusakan (cumulative Damage) pada tahap
pertama sudah mencapai k.1.60%. Dengan demikian “sisa umur” tahap pertama tinggal
k.1. 40%.
Untuk menetapkan ketentuan di atas maka perlu dipilih waktu tahap pertama antara 25% -
50% dari waktu keseluruhan. Misalnya : UR = 20 tahun, maka tahapI antara 5 – 10 tahun
dan tahap II 5 – 10 tahun.
Start
`
Beban lalu lintas
Benklement
Beam Test
Parameter Perencanaan
CBR
Analisa Data
Geometrik Lapangan
Inventory
Menentukan
Unique Section
Selesai
Tabel 1 Tabel 2
I (kend./hari)
Jumlah jalur LHR = Lalu Lintas Fe = Faktor
Harian Rerata Ekivalensi
II
E = angka ekivalensi
Tabel 3
Diketahui :
- Konfigurasi beban
sumbu LEP = Lintas C = koefisien
- Sumbu tunggal / ganda Ekivalen distribusi kend.
N
LEP = ∑ LHR
J =1
J xC j xE j
Tabel 4
IPo = Indeks
Permukaan awal Grafis
ITP = Indeks Tebal
DDT CBR
Perkerasan
Tabel 5
FR = faktor
regional
D1
No
Desain
Yes
selesai
Data-data teknis jalan yang diperlukan dalam perencanaan ini mengacu pada :
1. Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No.13/1970, Dirjen Bina Marga,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen (SKBI-2.3.26. 1987), Departemen PU.
Tahapan perhitungan tebal perkerasan di atas dapat dilihat pada halaman berikut.
Memenuhi Syarat
Tidak
Ya TAHAP I
Analisa DF terpilih
Pengeplotan Probabilitas
- Metode Weibull
- Metode California
- Metode Hazen
TAHAP II
Analisa Debit Banjir Rencana
Ya
Tidak
Elv. MAB < Elv. Dasar < Elv. Bahu TAHAP III
Ya
RAB Plotting Gambar
End TAHAP IV
Keterangan :
Tahap I :
• Tahap ini merupakan tahap persiapan mencakup pemahaman tentang konsep drainase
yang meliputi : Hidrologi, Parameter-parameter perencanaan dan Hidrolikanya. Proses
perhitungannya dapat dilihat dalam flowchart.
• Tahap ini juga diikuti dengan pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam
perencanaan atau desain drainase
Tahap II :
• Pada tahap ini dilakukan perhitungan hidrologi yang meliputi Analisa curah hujan
maksimum, Analisa distribusi frekuensi data dan Uji Statistik.
• Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan curah hujan rancangan dan intensitas hujan
berbagai periode ulang serta debit banjir rencana.
Tahap III :
• Pada tahap ini dilakukan perhitungan hidrolika yang meliputi Analisa dimensi saluran,
Volume pekerjaan, dan Penentuan elevasi dasar saluran.
• Tahap ini bertujuan untuk menegaskan bahwa debit banjir rencana lebih kecil
dibandingkan dengan debit yang dapat ditampung saluran. Sehingga volume pekerjaan
dan penentuan elevasi dasar saluran bisa dianalisa lebih lanjut.
Tahap IV :
• Tahap Keluaran akhir ini meliputi gambar desain berupa potongan memanjang dan
melintang drainase serta bangunan pelengkap lainnya. Selanjutnya dilakukan
perhitungan Volume pekerjaan dan Rencana Anggaran Biayanya.
Parameter analisis data meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan
koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).
4) Pengeplotan Probabilitas
Tujuan dari pengeplotan probabilitas yaitu untuk mengetahui peluang terjadinya
periode ulang suatu data hidrologi. Metode yang paling sering digunakan yaitu
Weibull, California dan Hazen.
XT = X +
Sx
(YT − Yn )(mm )
Sn
90%. Xt
I= ( mm/jam )
4
8) Buat garis lengkung intensitas hujan rencana.
Garis lengkung intensitas hujan rencana dibuat dengan cara memplotkan harga
intensitas hujan (mm/jam), pada waktu konsentrasi 240 menit (4 jam) dan
kemudian tarik garis lengkung yang searah dengan garis lengkung basis.
9) Tentukan panjang daerah pengaliran L1, L2 dan L3, kemudian tentukan kondisi
permukaan saluran berikut koefisien hambatan (nd).
Fe = Fd
Sehingga mendapatkan tinggi selokan/gorong-gorong =d (m)
Lebar dasar saluran/gorong-gorong =b(m)
w = 0.5 d ( m ).
6) Hitung kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
V .n
i = ( )2
R2 / 3
7) Periksa kemiringan tanah pada lokasi yang akan dibuat saluran dengan rumus :
t1 − t2
i = x 100 %
L
10) Menentukan elevasi dasar saluran yaitu dengan batasan : lebih tinggi dari Muka
Air Banjir dan lebih rendah dari elevasi bahu jalan.
1) Plotting saluran drainase dalam gambar desain berupa peta rencana jaringan
drainase, potongan memanjang dan melintang.
Table . 5
Data Curah Hujan Tetapkan Banjir Tentukan Panjang
Harian Max per Tahun Rencana 5 Th Daerah Pengaliran
Minimum 10 th Table . 6
Table . 7
Rumus Gumbel
Sx
Tentukan XT=x+ YT - Yn Y Y S
Xrt, Sx Sn t n n
dg Rumus Statistik
A1; A2; A3
90% XT Waktu
Kurva I= A1.C1+A2.C2+A3.C
Konsentrasi ( T C )
basis R=
4 A
I
Rencana
1
Q= C.I.A
3,6
Q V
Fd = Q / V Rumus Penampang
Ekonomis
Luas Penampang
Ekonomis (Fe)
F d = Fe
Tinggi = h
Lebar = b
W = √(0 5 d)
Rumus manning
R=F/P i = (V . n / R2/3 )2
( i ) Lapangan ( i ) perhitungan
( i ) lap. = ( i ) perh.
( i ) lap. = ( i ) perh.
Data curah hujan harian maksimum tahunan untuk wilayah perencanaan diambil di
stasiun hujan/klimatologi yang relevan dan secara kewilayahan mempunyai topografi
yang sama.
Untuk memenuhi kebutuhan telepon, jaringan yang melalui kawasan perencanaan akan
ditingkatkan baik jumlah maupun penyebarannya sehingga dapat lebih merata dan
menjangkau seluruh kawasan.
Analisa Perencanan Lansekap dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kwalitas fungsi
jalan terhadap aktivitas dan kebutuhan pengguna jalan dan masyarakat sekitar pada
umumnya.
Perencanaan lansekap ini mengacu pada spesifikasi teknis jalan dimana lansekap itu
nantinya berada dengan tujuan adanya fungsi yang saling mendukung antara jalan dan
lansekap sesuai dengan standar yang berlaku. ( Data Arsitek dan Time Severs Standard for
Landscape).
b. Kondisi Pohon.
Penataan jenis pohon direncanakan sedemikian rupa supaya besar batang pohon, lebar
cabang pohon, daun pohon, hasil pohon dan akar pohon tidak mengganggu pengguna
jalan ataupun merusak kondisi jalan yang sudah baik.
c. Fungsi Pohon.
Penataan jenis pohon direncanakan juga berdasarkan karakter pohon yang sesuai
dengan fungsi masing-masing pohon sebagai pengarah sirkulasi, peneduh pengguna
jalan, scrub dan ground cover, ataupun fungsi lainnya seperti pemecah ombak,
penghasil buah/kayu dan penahan abrasi.
Bab V
Penutup
5.1. Kesimpulan
3. Perhitungan Biaya (Engineer Estimate) ini mengacu pada harga satuan bahan
dan upah yang dikeluarkan oleh Bappeda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
tahun 2006. Selanjutnya dibuat analisa harga satuan untuk setiap item pekerjaan
yang akan dilaksanakan. Secara lengkap perhitungan Biaya dapat dilihat pada
Laporan Rencana Anggaran Biaya.
5.2. Saran
Daftar Pustaka
1. Jalan
- Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa
Komponen, SKBI – 2.3.26. 1987, UDC : 625.73 (02), Departemen Pekerjaan Umum.
- Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya, No.13 /1970, Direktorat Jenderal Bina
Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Spesifikasi dan Standard Jembatan Pelat Beton untuk Jembatan Jalan Raya, No.02/1969,
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
2. Struktur
- Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971, NI – 2, Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Perhitungan Lentur dengan cara “n”, UDC : 624.012.45:620.178, Direktorat Jenderal Cipta
Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
- Vademekum Lengkap Teknik Sipil, Imam Subarkah Ir, Idea Dharma, 1984.
3. Drainase
- Perencanaan dan Pelaksanaan Drainase, Modul P.6.4., Pusat Pendidikan dan Pelatihan,
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Ir. Enus Yunus, April 2000.
- Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Imam Subarkah, Ir, 1980
- Hidrologi Terapan, Sri Harto Dipl.H Ir, 1983
4. Air Bersih
- Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Proyek Pemasangan Pipa Air Baku
Pejompongan, Laporan Akhir, April 1996, PT. Nusuno Karya Consultant.
5. Persampahan
- Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbunan dan Komposisi sampah
perkotaan, SK SNI M-36-1991 – 03, Departemen Pekerjaan Umum.
- Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, SK SNI T-13-1990-F, Departemen
Pekerjaan Umum.
- Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Kota Sedang di Indonesia, SK SNI S-
04-1993-03, Departemen Pekerjaan Umum.
PT. Wastuwidyawan
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan
Penyusunan Rencana Tata Ruang Desa di Kec. Prioritas Provinsi NAD Laporan Perencanaan
6. Listrik
- Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000), SNI 04-0225-2000.
- Pengantar Teknik Tenaga Listrik, Abdul Kadir. Ir. Prof, 1978
- Distribusi Tenaga Listrik, Soemarwanto Ir.
- Power Cables And Their Aplication Part 1, Lothar Heinhold, 1990
- Spesifikasi Desain Untuk Jaringan Tegangan Menengah Dan Jaringan Tegangan Rendah
(Standart Listrik Indonesia SLI 117 – 1988).
- Buku Ajar Proyek Instalasi Listrik, Epiwardi,Drs. Ruwahjoto,ST. Soekamdi,ST. 2005.
7. Lansekap
- Data Arsitek Neufert Jilid 1, 2, 3. Penerbit Erlangga.
- Time Severs Standard for Land Scape, De Chara, 1968.
- Penetapan Harga Satuan Pekerjaan penanaman pohon dari hasil survey harga tanaman di
sekitar lokasi.
8. Lain-lain
- Penetapan Harga Satuan Pokok Kegiatan (HSPK) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050.205/414/2005, Tahun 2006, Biro Perlengkapan
Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/023/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Penyesuaian Standar Barang dan Harga Satuan Barang Kebutuhan Pemerintah Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, SK Gubernur Provinsi NAD Nomor : 050/024/2006, Biro
Perlengkapan Sekretariat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
- Rencana dan Estimate Real Cost, Bachtiar Ibrahim H, Bumi Aksara, 1978.
- Dasar Penyusunan Anggaran Biaya Bangunan, J.A.Mukomoko Ir, Kurnia Esa, 1977
PT. Wastuwidyawan
Bekerjasama dengan
CV. Geubi Karya Konsultan