Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.2 Klasifikasi
Menurut Kidney International Supplements 2013, Chronic Kidney Disease
(CKD) dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kategori GFR, dan kategori
albuminuria. Klasifikasi CKD berdasarkan penyebab dilihat dari ada atau tidaknya
penyakit sistemik yang mengikuti, serta bagian dalam ginjal yang diobservasi atau
hasil dari patologi anatomi. Berikut ini adalah tabel klasifikasi CKD berdasarkan
penyebab :
GFR normal yaitu 120 mL/menit. Berikut ini adalah tabel klasifikasi CKD
berdasarkan kategori GFR (Glomerulus Filtration Rate) :
Tabel 1.2 Klasifikasi CKD berdasarkan kategori GFR
Kategori GFR
Deskripsi
GFR (ml/menit/1,73m3)
G1 90 Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau
meningkat
G2 60-89 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
ringan (midly decreased)
G3a 45-59 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
ringan sampai sedang (mildly to moderately
decreased)
G3b 30-44 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
sedang sampai berat (moderately to severely
decreased)
G4 15-29 Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR
berat (severely decreased)
G5 <15 atau dialisis Gagal ginjal (kidney failure)
Klasifikasi CKD juga dapat dilihat melalui kadar albumin dalam urin atau
yang biasa disebut albuminuria. Pada kondisi ginjal yang normal, albumin akan
terfiltrasi sehingga tidak terdapat dalam urin. Klasifikasi CKD berdasarkan kategori
albuminuria dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
ACR
Kategori AER
(approximate equivalent) Deskripsi
Albuminuria (mg/24 jam)
(mg/mmol) mg/g
Kerusakan ginjal
dengan
albuminuria
A1 < 30 <3 < 30 normal atau
meningkat
(normal to mildly
increased)
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Kerusakan ginjal
dengan
peningkatan
A2 30 – 300 3 – 30 30 – 300 albuminuria
sedang
(moderately
increased)
Kerusakan ginjal
dengan
peningkatan
A3 > 300 > 30 > 300
albuminuria berat
(severely
increased)
1.1.3 Etiologi
Penyakit ginjal dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor
resiko, faktor yang mengawali kerusakan ginjal, dan faktor yang meningkatkan
progresifitas penyakit ginjal.
1.1.4 Patofisiologi
Terapi Nonfarmakologi
Terapi Farmakologi
B. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, mual dan muntah merupakan gejala yang sering ditemukan pada
uremia. Disamping itu, dapat terbentuk tukak pada mukosa lambung ataupun usus
besar dan kecil dan dapat menyebabkan pendarahan yang cukup berat pada keadaan
hipersekresi asam lambung. Gangguan gastrointestinal akibat peningkatan uremia
dapat membaik dengan dialisis (Hudson, 2011).
D. Asidosis Metabolik
Abnormalitas asam basa ini sering dijumpai pada pasien CKD dengan GFR
< 30 mL/menit. Asidosis metabolik mempunyai kontribusi terhadap kerusakan
tulang, menurunkan kontraktilitas jantung, stimulasi katabolisme protein, dan
meningkatkan iritabilitas vaskular. Asidosis menyebabkan mual, lemah, dan
drowsines. Penatalaksanaan terapi asidosis membutuhkan terapi farmakologi. Pada
hemodialisa, pemberian dialisat bikarbonat dapat membantu mengatasi asidosis.
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Pada pasien CKD stadium ≥ 3, digunakan natrium bikarbonat atau asam sitrat untuk
mengatasi penurunan bikarbonat tubuh. Sediaan dapat berupa tablet natrium
bikarbonat, shohl’s solution dan bicitrat (kombinasi natrium sitrat dan asam sitrat)
serta policitrat (kalium sitrat). Oleh karena sediaan mengandung natrium maka
keseimbangan cairan harus dimonitor. Larutan yang mengandung sitrat tidak boleh
dikombinasi dengan senyawa yang mengandung aluminium karena aluminium
tersebut akan diabsorpsi menyebabkan terjadinya keracunan aluminium. Pasien
dengan asidosis yang berat (bikarbonat serum < 8 mEq/L; pH < 7,2) dapat diberikan
terapi intravena. Asidosis metabolik pada pasien yang mengalami dialisis dapat
diatur menggunakan konsentrasi tinggi yaitu > 38 mEq/L bikarbonat atau asetat
pada dialisatnya (Hudson, 2011).
E. Anemia
Pada gangguan ginjal dapat terjadi penurunan ekskresi fosfat yang dapat
mengakibatkan hiperfosfat. Peningkatan kadar fosfat akan disertai hipokalsemia.
Kondisi ini dapat menstimulasi pelepasan PTH untuk menjaga keseimbangan
homeostasis fosfat dan kalsium. Namun, kondisi hiperparatiroid dapat berujung
pada osteodistrofi renal. Penatalaksanaan terapinya adalah pembatasan intake
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
G. Penyakit kardiovaskular
Komplikasi kardiovaskular yang biasanya menyertai CKD adalah hipertensi
dan hiperlipidemia. Hipertensi dapat diinduksi oleh adanya retensi cairan dan
meningkatnya resistensi vaskuler. Pengatasan hipertensi memerlukan terapi
antihipertensi. Sedangkan hiperlipidemia dapat terjadi akibat abnormalitas
metabolisme lipoprotein yang kemudian dapat memicu dislipidemia yang
kemudian dapat menyebabkan aterosklerosis. Capaian target tekanan darah untuk
pasien CKD adalah sebesar <140/90 mmHg (Hudson, 2011).
Pemberian anti hipertensi golongan ACE inhibitor seperti enalapril,
captopril dan lisinopril; golongan ARB seperti losartan, irbesartan dan candesartan
dapat mempertahankan fungsi ginjal terkait dengan fungsinya senagai
renoprotektor. Namun, pemantauan kalium harus dilakukan ketika menggunakan
ACE inhibitor ataupun ARB. Jika kalium naik > 30% dalam seminggu maka
penggunaan antihipertensi golongan ini dapat dihentikan. Jika goal therapy belum
tercapai, maka dapat diberikan golongan tiazid jika CrCl> 30 ml/menit dan
Furosemide jika CrCl < 30 ml/menit. Golongan calsium channel blocker juga dapat
digunakan sebagai anti hipertensi pada CKD jika goal therapy belum tercapai
dengan penggunaan tiazid atau furosemide karena memiliki efek terhadap
hemodinamik renal, sitoprotektif dan anti proliferatif. Golongan CCB non
dihidropiridine akan menunjukkan efektifitas dalam penurunan proteinuria ketika
dikombinasikan dengan CCB golongan dihidropiridine. K/DOQI juga
merekomendasikan bahwa penggunaan CCB dihidropiridine dapat dikombinasikan
dengan ACE inhibitor atau CCB non dihidropiridine untuk meningkatkan
efektifitas penurunan proteinuria baik pada pasien CKD dengan atau tanpa diabetes.
β blocker juga menunjukkan efektifitas dalam menurunkan proteinuria pada pasien
dengan diabetik nefropati. β blocker dapat digunakan untuk menurunkan tekanan
darah pada kondisi yang tidak teratasi dengan pemberian CCB. Sebagai lini terakhir
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
untuk mengatasi hipertensi yang tidak teratasi dengan β blocker dapat digunakan
long acting α blocker, sentral α2 agonis dan vasodilator. Kombinasi antara α2 agonis
semisal Clonidine tidak dianjurkan untuk diberikan bersamaan dengan β blocker
karena dapat menyebabkan bradikardi parah (Mason and Assimon, 2013; Hudson,
2011).
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
BAB II
LAPORAN KASUS
Riwayat Pengobatan :-
Data Klinik
No. Data Klinik 23/3 24/3 25/3 26/3 27/3 28/3 29/3 30/3
1 Suhu (36-37°C) 36,5 36,5 36 36 36 36,5 36,7 36,5
2 Nadi (80-85x/menit) 82 84 86 86 88 85 90 82
3 RR (20x/menit) 18 20 18 20 21 20 18 20
4 Tekanan Darah (120/80mmHg) 130/80 130/80 120/80 140/80 130/90 120/80 130/90 110/60
5 KU (L=lemah, S=sedang, L L L L L L L L
B=Baik)
6 GCS 456 456 456 456 456 456 456 456
8 Nyeri perut + + + + + + + +
9 Mual - - + + + + + +
10 Konstipasi - - - + - - -
11 Muntah berwarna hitam - - - - - - - +
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Data Laboratorium
Analisa Terapi
Tanggal Obat Rute Regimen Dosis Indikasi pada Pemantauan Komentar dan Alasan
Pemberian Pasien Kefarmasian
Obat
23/3 - Omeprazole IV 1 x 30mg strees ulcer mual muntah Pemberian PPI dapat
mengurangi stress ulcer yang
29/3
dialami pasien, karena pasien
mengeluhkan nyeri pada
perut
23/3 – Cefotaxime IV 2x1g infeksi TTV, data Pemberian antibiotik
24/3 lab darah merupakan pencegahan
terjadinya infeksi pada
pasien yang disebabkan
selang CAPD tergunting.
Dosis 1-2 g q 8 jam
23/3 – Cotrimoxazole PO 1 x 960mg infeksi TTV, data Pemberian antibiotik
merupakan pencegahan
24/3 lab darah
terjadinya infeksi pada
pasien yang disebabkan
selang CAPD tergunting
24/3 – Novalgin IV 3 x 500mg nyeri skala nyeri Pasien sering mengeluhkan
nyeri sehingga pemberian
28/3
novalgin berfungsi untuk
menghambat transmisi rasa
sakit.
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
29/3-30/3 KCl + NS IVFD 20 tpm Hipokalemi kadar kalium Pada tanggal 28/3 data lab
(25mg+500ml) kalium pasien menunjukkan
2,90. Pasien mengalami
hipokalemi sehingga
dilakukan pemberian KCl
untuk mengatasi hipokalemi
pasien.
30/3 Lansoprazole IV 2 x 30mg strees ulcer mual muntah pemberian PPI bertujuan
bolus untuk mengatasi stress ulcer
yang dialami pasien karena
pada malam hari pasien
mengalami muntah berwarna
hitam seperti kopi.
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
ASUHAN KEFARMASIAN
Termasuk:
1. Masalah aktual & potensial terkait obat 3. Pemantauan efek obat 5. Pemilihan obat 7. Efek samping obat
2. Masalah obat jangka panjang 4. Kepatuhan penderita 6. Penghentian obat 8. Interaksi obat
Monitoring
Parameter Tujuan
Tanda – tanda infeksi mengetahui efektifitas pemberian antibiotik cefotaxime, cotrimoxazole, gentamicin dan
vancomycin
skala nyeri mengetahui efektifitas pemberian obat analgesik novalgin dan tramadol
tukak lambung mengetahui efektifitas pemberian golongan PPI omeprazole dan lanzoprazole
Kadar kalium mengetahui efektifitas pemberian KCl
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
Konseling
No. Uraian Konseling
1 Omeprazole Omeprazole kompatibel NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Penyiapan injeksi
omeprazole dengan menarik 10ml solven pada ampul dan tambahkan 5ml ke
dalam vial omeprazole, kemudian menarik udara secukupnya dari vial ke
dalam syringe untuk mendapatkan tekanan positif dan tambahkan sisa solven
ke dalam vial, putar dan kocok vial untuk memastikan serbuk di vial terlarut.
Kemudian di injeksikan secara IV selama 5 menit. Penyimpanan rekonstitusi
vial stabil pada suhu ruang selama 4 jam ( Alistair, 2011)
2 Cefotaxime Cefotaxime kompatibel dengan NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Rekonstitusi
500mg cefotaxime dalam vial dengan 2 ml WFI ( gunakan 4ml untuk 1 g
vial; 10ml untuk 2 g vial) kemudian dikocok. Kemudian di injeksikan secara
IV selama 3-5 menit. Penyimpanan rekonstitusi pada suhu 2-8°C selama 24
jam ( Alistair, 2011)
4 Vancomycin Vancomycin kompatibel dengan NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Rekonstitusi
serbuk Penyimpanan rekonstitusi pada suhu 2-8°C selama 24 jam ( Alistair,
2011)
5 Gentamicin Gentamicin kompatibel dengan NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Di injeksikan
minimal selama 3-5 menit. Penyimpanan stabil pada suhu ruang <30°C (
Alistair, 2011).
6 Tramadol + NS Tramadol kompatibel dengan NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Preparasi infus
tramadol dengan menarik dosis yang dibutuhkan dan tambahkan larutan
yang kompatibel dengan volume yang sesuai. Kemudian memastikan bahwa
bersih dan tidak ada perubahan warna, berikan secara infus IV dengan laju
yang sesuai melalui alat infus volumetrik, dan monitoring RR dan kesadaran
pasien selama 30 menit setelah diberi infus tramadol terutama pada pasien
yang lebih tua dan memiliki berat badan kecil ( Alistair, 2011)
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER PERIODE 104 BIDANG RUMAH SAKIT
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
7 KCl + NS infus KCl dengan laju cepat dapat menyebabkan toksik pada jantung.
Penggunaan infus IV kadar larutan tidak boleh melebihi 3,2g (43 mmol/liter)
Larutan infus yang sudah tercampur dapat harus segera digunakan; atau
sebagai alternatif, konsentrat Kalium klorida, dalam kemasan ampul yang
mengandung 1,5 g (20 mmol K+) dalam 10 mL, dicampurkan seluruhnya ke
dalam 500 mL infus intravena natrium klorida 0,9% dan diberikan perlahan
dalam 2-3 jam. (PIO)
8 Lansoprazole Tramadol kompatibel dengan NaCl 0,9% dan glukosa 5%. Rekonstitusi vial
yang mengandung 30mg lansoprazole dengan 5ml WFI untuk menyediakan
larutan yang mengandung 6mg/ml. kemudian menambahkan 50 ml glukosa
5% atau NaCl 0,9%. . Alternatif lain, dengan mencampurkan serbuk
lansoprazole yang mengandung 30mg ke container kecil dengan
penambahan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan direkonstitusi berdasarkan
pabrikan.
Penyimpanan 6mg/ml pada suhu 25C selama 12 jam (50ml dalam glukosa
5%) atau selama 24 jam (50ml dalam NaCl 0,9%). Dan pada kontainer kecil
25C selama 8 jam (50ml dalam glukosa 5%) dan 24 jam (50ml dalam NaCl
0,9%) (AHFS, 2011).