Está en la página 1de 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikarunia usia panjang, terjadi tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat
berupaya untuk menghambat kejadiannya (Arya, 2008). Proses menua (aging) adalah proses
alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah
kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia (Kuntjoro, 2002).
Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Lansia
banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi (Akhmadi, 2009).Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada
lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan 'senilitas'. Perubahan
`senesens' adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubahan
'senilitas' adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin
memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia
pada umumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio
ekonomi. Oleh karena itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema
fisik dan mental.
Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan
kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena itu dalam pendekatan
pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat
mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari
satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan
suatu pelayanan yang komprehensif.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan mempelajari tentang asuhan keperawatan lansia yang mengalami
gangguan psikososial.

1
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tentang Konsep Teori Lansia
b. Mengetahui tentang Teori Psikososial Lansia
c. Mengetahui tentang Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
d. Mengetahui tentang Perubahan Psikososial pada Lansia
e. Mengetahui tentang Macam-macam Masalah Keperawatan Psikososial
f. Mengetahui tentang Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia dengan psikososial

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP TEORI LANSIA


1. Batasan Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Lanjut Usia meliputi:
a. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d. Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa kanak-kanak, masa dewasa dan masa
tua (Nugroho, 1992). Tiga tahapan ini berbeda baik secara biologis maupun secara
psikologis. Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun
secara psikis. Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut putih,
penurunan pendengaran, penglihatan menurun, gerakan lambat, kelainan berbagai fungsi
organ vital, sensitivitas emosional meningkat.

B. Teori Psikososial Lansia


1. Definisi
Perkembangan psikososial lanjut usia adalah tercapainya integritas diri yang utuh.
Pemahaman terhadap makna hidup secara keseluruhan membuat lansia berusaha
menuntun generasi berikut (anak dan cucunya) berdasarkan sudut pandangnya. Lansia
yang tidak mencapai integritas diri akan merasa putus asa dan menyesali masa lalunya
karena tidak merasakan hidupnya bermakna (Anonim, 2006). Sedangkan menurut
Erikson yang dikutip oleh Arya (2010) perubahan psikososial lansia adalah perubahan
yang meliputi pencapaian keintiman, generatif dan integritas yang utuh.

3
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Psikososial Lansia
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan psikososial
lansia menurut Kuntjoro (2002), antara lain:
a. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi
fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga
berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin
rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan
gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya
dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam
kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu
menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial,
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat
memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan
baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang
b. Penurunan Fungsi dan Potensial Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan
dengan berbagai gangguan fisik seperti:
1) Gangguan jantung
2) Gangguan metabolisme, misal diabetes mellitus
3) Vaginitis
4) Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
5) Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat
kurang
6) Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid,
tranquilizer
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
1) Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia.
2) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi
dan budaya .

4
3) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
4) Pasangan hidup telah meninggal
5) Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya
misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan
fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia.
Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia
sebagai berikut:
1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak
banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

5
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau
cenderung membuat susah dirinya.
d. Perubahan Yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering
diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status
dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari
model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah
lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi
masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang
merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh
terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak
bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih
menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup
lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun
yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan
hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh.
Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-
masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan
arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif.
Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat
dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing.
Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis
dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat
hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan
yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam
menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun
mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

6
e. Perubahan Dalam Peran Sosial Di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan
sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang
bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain
dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung
diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis
bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang
memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung
karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat
umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara
karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan
pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali
menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk
pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation
yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial
Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai
seorang lansia

3. Perubahan Psikososial yang terjadi pada Lansia


Ada beberapa macam perubahan psikososial yang terjadi pada lansia menurut
Anonim (2006) antara lain :

7
a. Perubahan fungsi sosial
Perubahan yang dialami oleh lansia yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas
sosial pada tahap sebelumnya baik itu dengan lingkungan keluarga atau masyarakat
luas.
b. Perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangan
Kesiapan lansia untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas
perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap
sebelumnya. Apabila pada tahap perkembangan sebelumnya melakukan kegiatan
sehari-hari dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan
orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang
biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya.
c. Perubahan tingkat depresi
Tingkat depresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani hidup dengan tenang,
damai, serta menikmati masa pensiun bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh
kasih sayang.
d. Perubahan stabilitas emosi
Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik
akibat perubahan – perubahan fisik, maupun sosial – psikologis yang dialaminya dan
kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan
tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan
mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan
dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.

4. Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial


a. Depresi
1) Pengertian
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk
perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan, psikomotor, konsentrasi, keielahan,
rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kap'an dan Sadock,
1998).

8
2) Tanda Dan Gejala Depresi
Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat (1996)
meliputi beberapa aspek seperti:
a. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan,
rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah,
kesedihan.
b. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing, keletihan,
gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan berlebihan/kurang,
gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
c. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran
yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, ketidakpastian.
d. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat,
intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung,
kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.

b. Berduka Cita
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang
sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan.Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi
seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat
atau bahkan seekor hewan yang sangat disanyangi bias mendadak memutuskan
ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya akan
memicu terjadinya gangguan fisik dn kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah
ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan periode yang
sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat
mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong,

9
kemudian diikuti dengan menangis dan kemudian suatu periode depresi. Depresi
akibat duka-cita pada usia lanjut biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau
petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode tersebut berlalu.
Diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan,
memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode
berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan
timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan
diberikan obat anti depresan.

c. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat
meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu
juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai
penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan
pendengaran (Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di antara lansia
hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas social yang masih tinggi,
tetapi dilain pihak terdapat lansia yang walaupun hidup di lingkungan yang
beranggotakan cukup banyak, tohh mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat berarti, karena bias
bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran social
penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila
memang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.

d. Dementia
1) Pengertian
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang
dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004) menyebutkan bahwa
demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkahlaku.

10
2) Karakteristik Demensia
Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia juga akan
mengalami keadaan yang sama seperti orang depresi yaitu akan mengalami deficit
aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), gejala yang sering menyertai demensia
adalah :
A. Gejala Awal : Kinerja mental menurun, Fatique, Mudah lupa Gagal dalam tugas
B. Gejala Lanjut : Gangguan kognitif, Gangguan afektif, Gangguan perilaku
C. Gejala Umum : Mudah lupa, Aktivitas sehari-hari terganggu, Disorientasi, Cepat marah,
Kurang konsentrasi, Resti jatuh

C. Tahap-tahap Asuhan Keperawatan Lansia


1. Pengkajian
Proses pengumpulan data untuk mengidentifikasi massalah keperawatan meliputi aspek
a. Fisik
b. Wawancara
c. Pemeriksaan fisik: Head to Toe dan system tubuh
2. Psikologis
Pemeriksaan psikologis dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan Status Mental
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir),
merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadaan umum penderita adalah
termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktifitas
bicara.
Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar
air mata dan menangis ditemukan pada gangguan depresi dan gangguan kognitif,
terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan
pemeriksa (Weinberg, 1995; Kaplan et al, 1997; Hamilton, 1985). Adanya alat bantu
dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendegaran, misalnya
selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunadi, 1984).
Sikap penderita pada pemeriksa untuk bekerjasama, curiga, bertahan dan tak
berterima kasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan adanya reaksi transferensi.
Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang

11
tokoh yang lebih tua, tidak peduli, terhadap adanya perbedaan usia (Weinberg, 1995;
Laitman, 1990).

3. Diagnosa Keperawatan
a) Isolasi sosial berhubungan dengan menarik diri
Tujuan :
1) Pasien mampu mengekspresikan perasaannya
2) Pasien mampu kembali bersosialisasi dengan lingkungan
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya
2) Bantu klien menguraikan kelebihan dan kekurangan interpersonal.
3) Bantu klien membina kembali hubungan interpersonal yang positf / adaptif dan
memberikan kepuasan timbal balik :
a) Beri penguatan dan kritikan yang positif
b) Dengarkan semua kata-kata klien dan jangan menyela saat klien bertanya.
c) Berikan penghargaan saat klien dapat berprilaku yang positif
d) Hindari ketergantungan klien
4) Libatkan dalam kegiatan ruangan.
5) Ciptakan lingkungan terapeutik
6) Libatkan keluarga/system pendukung untuk membantu mengatasi masalah klien.

b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan konsep diri dan depress
Tujuan :
1) Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
2) Pasien mampu melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya
Intervensi :
1) Bicara secara langsung dengan klien, hargai individu dan ruang pribadinya jika
tepat
2) Beri kesempatan terstruktur bagi klien untuk membuat pilihan perawatan
3) Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggung jawab terhadap perawatan dirinya

12
4) Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya. Contoh : minta pasien
memilih apakah mau mandi, sikat gigi atau gunting kuku.
5) Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai
tujuan. Contoh : Jika pasien memilih mandi, bantu pasien untuk menetapkan
aktifitas untuk mandi (bawa sabun, handuk, pakaian bersih)
6) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya.
7) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
8) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
9) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
10) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang masih
dimiliki pasien.
11) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki.
12) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

c) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas


Tujuan :
1) Pasien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Pasien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Intervensi :
1) Identifikasi gangguan dan variasi tidur yang dialami dari pola yang biasanya
2) Anjurkan latihan relaksasi, seperti musik lembut sebelum tidur
3) Kurangi tidur pada siang hari
4) Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
5) Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola
6) Mandi air hangat sebelum tidur
7) Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur
8) Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya)
9) Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
tidurnya

13
10) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk memfasilitasi
agar pasien dapat tidur.

d) Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan perasaan tidak berharga dan putus asa
Tujuan :
1) Pasien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mampu memilih alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif
Intervensi
1) Identifikasi derajat resiko / potensi untuk bunuh diri
2) Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide bunuh diri.
3) Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif.
4) Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan masalah
secara konstruktif.
5) Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
6) Anjurkan pasien mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang ada di lingkungannya
7) Lakukan tindakan pencegahan bunuh diri
8) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien dalam
menyelesaikan masalah

e) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap
respon kehilangan pasangan.
Tujuan :
1) Klien merasa harga dirinya naik.
2) Klien mengunakan koping yang adaptif.
3) Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.
Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
2) Maksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
3) Bantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
4) Bantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain
melalui keterbukaan.

14
5) Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada
klien.
6) Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
7) Bantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
8) Bantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon
maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
9) Identifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
10) Berikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL


PADA Ny. S DI DI RUANG MELATI PANTI WERDA KITA BAHAGIA KOTAMOBAGU

Kasus:
Seorang lansia bernama Ny. S, 78 tahun sudah sebulan ini berada di Panti werda
Kita Bahagia Kotamobagu. Pasien diantarkan oleh anaknya ke panti tersebut. Keadaan
pasien sejak berada di panti pasien tampak kurang berinteraksi dengan teman-temnan
dipantinya, pasien sering menyendiri, berdiam diri dikamarnya, pasien mengatakan tidak
mau keluar kamar, ekspresi wajah pasien tampak lesu, tak bertenaga (lemah), ekspresi
selalu murung dan sedih, pasien juga sering tiba-tiba menangis sendiri.
Pasien mengatakan masih merasakan kesedihan yang mendalam karena kematian
suaminya 3 bulan yang lalu, menurutnya hari-harinya selalu ditemani oleh suaminya dan
sekarang terasa sepi sejak kematian suaminya, selain itu pasien sedih karena kecewa Ia
merasa ditelantarkan oleh anak-anaknya karena telah mengantarkan dirinya kepanti.
pasien mengatakan sering merasa nyeri perut dan ulu hati, tidak nafsu makan, sakit
punggung, pusing, dan cepat lelah. Pasien juga mengeluh sulit tidur.
Dari hasil observasi yang dilakukan melalui wawancara dengan pasien
menggunakan Skala Depresi pada Lansia (Depresion Geriatric Scale) dapat disimpulkan
bahwa pasien ini mengalami Depresi. Observasi TTV dan status gizi didapatkan Suhu:
36,5o c, Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Nadi: 80x/ mnt, Respirasi: 18x/ mnt, Berat
Badan: 47 kg sebelum masuk panti 50 kg (BBI: 49,5 kg) , Tinggi Badan: 155 cm

A. PENGKAJIAN
I. Data biografi
Nama : Ny. S
Alamat : Sinindian
Umur : 78 tahun
Agama : Islam

16
Suku : Mongondow
Status perkawinan : janda
Tingkat pendidikan : tamat SD
Lama tinggal dipanti : 1 bulan
Sumber pendapatan : Dari Keluarga
Keluarga yang dapat di hubungi : anak

II. Riwayat kesehatan


a. Keluhan yang dirasakan : Klien masih merasakan Sedih karena kematian
suaminya 3 bulan yang lalu.
b. Keluhan yang dirasakan 3 bulan terakhir : tidak Ada
c. Penyakit saat ini : Nyeri ulu hati
d. Kejadian penyakit tiga bula terakhir : pasien pernah mengalami anemia
beberapa kali, sering merasa pusing dan nyeri ulu hati dulu.

III. Status Fisiologis


Postur tulang belakang klien : membungkuk
Tanda-tanda vital
Suhu : 36,5°C
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 80x/m
Respirasi : 18x/m
Berat badan : 49,5 kg
Tinggi badan : 155 cm

IV. Pengkajian Head To Toe


1. Kepala
Kebersihan kepala : kotor
Kerontokan rambut : ya
Keluhan : tidak ada

17
2. Mata
Konjungtiva : anemis
Sclera : ikteris
Strabismus : tidak
Penglihatan : kurang jelas
Peradangan : tidak
Keluhan :tidak ada
3. Hidung
Bentuk : simetris
Peradangan : tidak ada
Penciuman : bagus
4. Mulut dan tenggorokan
Kebersihan : kurang baik
Mukosa : kering
Peradangan/stomatitis : tidak
Gigi geligi : ompong
Kesulitan mengunyah : ya
Kesulitan menelan : tidak
5. Telinga
Kebersihan : bersih
Peradangan : tidak ada
Pendengaran : sebelah kanan kurang baik,
Keluhan lain : tidak ada
6. Leher
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
JVD : tidak
Kaku kuduk : tidak
7. Dada
Bentuk dada : normal chest
Retraksi : tidak
Wheezing : tidak

18
Ronchi : tidak
Suara jantung tambahan : tidak ada
Ictus cordis :-
8. Abdomen
Bentuk : normal
Nyeri tekan : tidak ada
Kembung : tidak
Supel : tidak
Bising usus : ada ,frekuansi 18x/m
9. Genetalia
Kebersihan : baik
Hemoroid : tidak
Hernia : tidak ada
10. Ekstremitas
Kekuatan otot : skala 4
Postur tubuh : membungkuk
Deformitas : tidak
Tremor : tidak
Edema kaki : tidak
Penggunaan alat bantu : kaca mata

Refleks
Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Knee + +
Achiles + +
11. Integument
Kebersihan :kurang baik
Warna : sawo matang
Kelembaban : kering

19
Gangguan pada kulit : tidak ada

V. Pengkajian keseimbangan untuk lansia(tinneti,ME,dan Ginter,SF,1998)


1. Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
a. Bangun dari kursi
Klien bangun dari tempat duduk dengan satu kali gerakan, tetapi
mendorong tubuhnya ke atas dengan tangan, dan bergerak ke bagian sisi
depan kursi terlebih dahulu.
b. Duduk ke kursi
Sebelum duduk ,klien memegang bagian sisi kursi
c. Perputaran leher
Klien memegang obyek untuk dukungan, klien tidak vertigo/pusing
d. Gerakan menggapai sesuatu
Memegang sesuatu untuk dukungan,dan tidak mampu berdiri pada ujung-
ujung jari kaki
e. Membungkuk
Klien tidak mampu membungkuk untuk mengambil obyek-obyek kecil
dari lalntai,mendorong badanya keatas untuk berdiri lagi dan perlu usaha-
usaha multiple untuk bangun.
2. Komponen gaya berjalan
a. Meminta klien untuk berjalan pada tempat yang telah di tentukan
Klien tidak memegang obyek untuk dukungan
b. Ketinggian langkah kaki
< 2 inchi
c. Koninuitas langkah kaki
setelah langkah-langkah awal, klien tidak konsisten memulai
memngangkat satu kaki.
d. Kesimetrisan langkah
Panjang langkah yang tidak sama.langka kaki kiri lebih panjang dari
langka kaki kanan.
e. Penyimpangan jalur pada saat berjalan

20
Berjalan dengan garis lurus
f. Berbalik
Klien berhenti sebelum berbalik.
VI. Pengkajian psikososial
a. Hubungan dengan orang lain dalam dipanti :
Klien kurang berinteraksi dengan teman-teman dipantinya
b. Kebiasaan lansia berinteraksi ke ruangan lainnya dalam panti : jarang
c. Stabilitas emosi : Tidak Stabil karena kien tampak sedih dan ekspresi
wajah tampak murung terkadang klien sering menangis sendiri.
d. Motivasi penghuni panti : di antar anaknya
e. Frekuensi kunjungan keluarga : 2 kali sebulan

1. Masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
a. Apakah ibu mengalami susah tidur.? : ya
b. Ada masalah atau banyak fikiran.? : ya
c. Apakah murung murung atau menangis sendiri.? : ya
d. Apakah ibu sering was-was.? : tidak

2. Pengukuran tingkat depresi


No pertanyaan
1. Apakah ibu sekarang ini merasa puas dengan ya
kehidupannya.?
2. Apakah ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau tidak
kesenangan akhir-akhir ini.?
3. Apakah ibu sering merasa hampa /kosong dalam hidup ya
ini.?
4. Apakah ibu sering merasa bosan.? ya
5. Apakah ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa tidak
depan.?

21
6. Apakah ibu mempunyai pikiran jelek yang mengganggu tidak
terus menerus.?
7. Apakah ibu mempunyai semangat yang baik setiap saat tidak
8. Apakah ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi Tidak
pada anda.?
9. Apakah ibu merasa bahagia sebagian besar waktu.? tidak
10. Apakah ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa.? ya
11. Apakah ibu sering merasa resah dan gelisah? ya
12. Apakah ibu lebih senang tinggal diruma dari pada keluar Tidak
dan mengerjakan sesuatu.?
13. Apakah ibu sering merasa khawatir tentang masa depan.? tidak

14. Apakah ibu akhir-akhir ini sering pelupa.? Ya


15. Apakah ibu berfikir bahwa hidup ibu sekarang ini tidak
menyenangkan.?
16. Apakah ibu sering merasa sedih dan putus asa.? ya
17. Apakah ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini.? ya
18. Apakah ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu.? tidak

19. Apakah ibu merasa hidup ini menggembirakan.? tidak


20. Apakah sulit bagi ibu untuk memulai kegiatan yang baru.? ya
21. Apakah ibu merasa penuh semangat.? tidak
22. Apakah ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan.? tidak

23. Apakah ibu berfikir bahwa orang lain lebih baik keadaanya tidak
dari pada ibu.?
24. Apakah ibu sering mara karena ha-hal sepele.? tidak

25. Apakah ibu sering merasa ingin menangis.? ya


26. Apakah ibu sulit berkonsentrasi tidak

27. Apakah ibu merasa senang waktu bangun tidur di pagi ya


hari.?

22
28. Apakah ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social.? ya
29. Apakah mudah bagi ibu membuat suatu keputusan.? tidak
30. Apakah pikiran ibu masi mudah dalam memikirkan Tidak
sesuatu seperti dulu.?
Skor : 18 = depresi ringan
3. Tingkat kerusakan intelektual
Benar Salah Nomor Pertanyaan
 1 Tangal berapa sekarang.?
 2 Hari apa sekarang.?
 3 Apa nama tempat ini.?
 4 Dimana alamat anda.?
 5 Berapa umur anda.?
 6 Kapan anda lahir.?
 7 Siapa presiden Indonesia.?
 8 Siapa presiden sebelumnya.?
 9 Siapa nama ibu anda.?
 10 Kurani 3 dari 20 dan tetap mengurangi 3 dari setiap
angka baru secara menurun.
JUMLAH : 10 Fungsi intelektual kerusakan ringan

4. Identifikasi aspek kognitif


Mini metal state examination (MMSE), Folstein MF, 1975
Skor Skor Orientasi
maksimum manula
5 5 Senin, 06 – 10 – 2018, musim kemarau
5 5 Di panti jl. sinindian no. 02, kota kotamobagu,
prof.sulut
Registrasi
3 3 Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1
detik untuk tiap benda.( bola, kursi, sepatu)

23
Jumlah percobaan : 1 kali
Atensi dan kalkulasi
5 4 Klien menghitung berturut-turut dengan selang 7
mulai 100 kebawah 100, 93, 86, 79, 72, 65.
Mengingat kembali (Recall)
3 3 Menanyakan kembali 3 benda yang telah di
sebutkan
(bola, Kursi, sepatu)
Bahasa
9 8 1. Apakah nama benda-benda ini.?(pulpen dan
buku)
2. Ulanglah kalimat berikut:” jika tidak dan atau
aku “
3. Laksanakan 3 buah perintah ini:” pegangla
selembar kertas dengan tangan kananmu,,lipat
kertas itu pada pertengahan dan letakkan di
lantai”
4. Bacalah dan laksanakan perintah berikut: “
PEJAMKAN MATA ANDA”
5. Tulislah sebuah kalimat. Anak saya 1 dan suami
saya suda meninggal.

6. Tirulah gambar ini

24
Jumlah 28 Normal

VII. Pengkajian perilaku terhadap kesehatan


Kebiasaan merokok : tidak merokok
1. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi
Frekuensi makan : 2 kali sehari
Jumlah makanan yang di habiskan : 1/2 porsi
Makanan tambahan : kadang-kadang di habiskan
b. Pola pemenuhan cairan
Frekuensi minum : < 6 gelas sehari
Jenis minuman : air putih dan teh
c. Pola kebiasaan tidur
Jumlah waktu tidur : 4-5 jam
Gangguan tidur berupa : sering terbangun
Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur : keterampilan
d. Pola eliminasi BAB
Frekuensi BAB : teratur
Konsistensi : lembek
Gangguan BAB : tidak ada

e. Pola BAK
Frekuensi BAK : ±4 kali sehari
Warna urine : kuning
Gangguan BAK : tidak ada
f. Pola aktivitas
Kegiatan produktif lansia yang sering di lakukan : keterampilan tangan

g. Pola pemenuhan kebersihan diri


Mandi : 2 kali sehari
Memakai sabun : ya

25
Sikat gigi : 2 kali sehari
Penggunaan pasta gigi : ya
Kebiasaan berganti pakaian bersih : >1 kali sehari
2. Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari
No Aktivitas Nilai
Bantuan Mandiri
1 Makan 10
2 Berpindah dari kursih roda ketempat tidur dan 10
sebaliknya, termasuk duduk di tempat tidur
3 Kebersihan diri, mencuci muka, menyisir, mencukur 5
dan menggosok gigi
4 Aktivitas toilet 10
5 Mandi 5
6 Berjalan dijalan yang datar 15
7 Naik turun tangga 8
8 Berpakain termasuk mengenakan sepatu 8
9 Mengontrol defekasi 8
10 Mengontrol berkemih 10
Jumlah 89
Ket : skor : 89 = ketergantungan ringan
VIII. Pengkajian lingkungan
1. Pemukiman
Luas bangunan : tidak di kaji
Bentuk bangunan : asrama
Jenis bangunan : permanen
Atap bangunan : seng
Lantai : keramik
Kebersihan lantai : baik
Ventilasi : 15 % luas lantai
Pencahayaan : baik
Pengaturan peralatan perabot : baik

26
Kelengkapan alay RT : lengkap
2. Sanitasi
Penyediaan air bersih (MCK) : PDAM
Penyediaan air minum : beli (aqua)
Pengelolaan jamban : bersama
Jenis jamban : leher angsa
Jarak dengan sumber air : > 10 m
Sarana pembuangan air limbah (SPAL) : lancer
Petugas sampah : dikelolah dinas
Polusi udara : tidak ada
Pengelolaan binatang pengerat : ya, dengan alat
3. Fasilitas
Peternakan : tidak
Perikanan : tidak
Sarana olah raga : ada, lapangan
Taman : ada , luas tidak dikaji
Ruang pertemuan : ada , luas tidak dikaji
Sarana hiburan : ada
Sarana ibada : ada, mesjid
4. Keamanan dan transportasi
a. Keamanan
System keamanan linkungan :ada
Penganan kebakaran : ada
Penanggulangan bencana : ada
b. Transportasi
Kondisi jalan masuk panti : rata
Jenis transportasi yang dimiliki : mobil dengan jumlah 2 buah
c. Komunikasi
Sarana komunikasi : ada
Jenis komunikasi yang di gunakan : telephon
Cara penyebarab informasi : langsung

27
Analisa data
No. Analisa Data Etiologi Problem
1. Ds. Kematian anggota Berduka
- Pasien mengatakan masih keluarga atau orang
merasakan kesedihan terdekat
yang mendalam karena
kematian suaminya 3
bulan yang lalu,
- selain itu pasien sedih
karena kecewa Ia merasa
ditelantarkan oleh anak-
anaknya karena telah
mengantarkan dirinya
kepanti.

Do :
- ekspresi wajah selalu
murung dan sedih
- pasien juga sering tiba-
tiba menangis sendiri.
- ekspresi wajah pasien
tampak lesu, tak
bertenaga (lemah)

2. Ds : Ketiadaan orang terdekat Gangguan Interaksi Sosial


- Pasien mengatakan
pasien tidak mau keluar
kamar

28
Do :
- Pasien sejak berada di
panti pasien tampak
kurang berinteraksi
dengan teman-temnan
dipantinya,
- pasien tampak
menyendiri, berdiam diri
dikamarnya

B. DIAGNOSA KEPEARWATAN
1. Berduka berhubungan dengan Kematian anggota keluarga atau orang terdekat
2. Gangguan Interaksi social berhubungan dengan Ketiadaan orang terdekat

C. Intervensi
Diagnosa
No. Tujuan /KH Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Berduka Setelah diberi 1. Bina hibungan saling 1. hubungan saling
berhubungan tindakan percaya dengan pasien percaya dapat
dengan keperawatan mempermudah
Kematian selama ± 3 x 24 dalam mencari data-
anggota jam masalah bisa data lebih dalam
keluarga atau teratasi, dengan tentang lansia.
orang terdekat kriteria hasil : 2. Lakukan interaksi 2. Dengan sikap sabar
- Pasien tampak dengan pasien sesering dan empati lansia
tidak sedih mungkin dengan sikap akan merasa lebih
lagi empati dan Dengarkan diperhatikan dan
- Pasien bisa pemyataan pasien berguna.
tersenyum dengan sikap sabar
ikhlas empati dan lebih
- Pasien sudah banyak memakai

29
tidak bahasa non verbal.
menangis Misalnya: memberikan
- Pasien tampak sentuhan, anggukan.
bersemangat 3. Beri kesempatan klien
mengungkapkan
perasaaanya
4. berikan masukan-
motivasi positif, ketika
hubungan saling 3. Dapat memberikan
percaya telah ada agar ketenangan hati
lebih mudah dalam pada klien
memberikan 4. Masukan motivasi
masukkan. untuk dapat
5. pantau dengan merubah perilaku
seksama perubaha- negatif secara
perubahan yang bertahap pada
ditunjukan pasien pasien

5. mengetahui
perubahan-
perubahan pada
pasien
2. Gangguan Setelah diberi 1) Lakukan pendekatan 1. Dengan melakukan
Interaksi social tindakan dan bina rasa percaya pendekatan secara
berhubungan keperawatan pasien terhadap terapeutik akan
dengan selama ± 3 x 24 perawat menumbuhkan dan
Ketiadaan jam masalah bisa membina rasa saling
orang terdekat teratasi, dengan percaya sehingga

30
kriteria hasil : pasien mau
- Pasien mau mengungkapkan
berinteraksi perasaannya pada
dengan perawat.
teman- 2. Dengan
temannya memberikan
- Pasien 2) Beri penjelasan pada kejelasan mengenai
beraktivitas pasien mengenai interaksi social
seperti biasa interaksi social maka pengetahaun
- Pasien dapat pasien akan
bergabung meningkat
dalam suatu 3. Dengan mengajak
kelompok pesien melakukan
aktivitas maka
3) Ajak pasien dalam pasien akan merasa
melakukan aktivitas diperhatikan dan
yang berhubungan diberi kepercayaan
dengan pasien lain sehingga pasien
mau bergaul dengan
orang lain.

31
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Implementasi Hari ke 1
Diagnosa
Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Keprawatan
Berduka Senin / 08—10 - 1. Membina hibungan saling percaya dengan
berhubungan 2018 pasien S:
dengan Hasil : klien tampak masih ragu – ragu dengan - Pasien mengatakan masih
Kematian perawat mengingat suaminya yang
anggota 2. Melakukan interaksi dengan pasien sesering meninggal 3 bulan lalu.
keluarga atau mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan
orang pemyataan pasien dengan sikap sabar empati O :
terdekat dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. - ekspresi wajah selalu murung
Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan. dan sedih
3. Memberi kesempatan pada klien untuk - pasien juga sering tiba-tiba
mengungkapkan perasaanya. menangis sendiri.
Hasil : Klien sedih dan menangis - ekspresi wajah pasien tampak
4. Memberikan masukan motivasi positif, ketika lesu, tak bertenaga (lemah)
hubungan saling percaya telah ada agar lebih
mudah dalam memberikan masukkan A : masalah belum teratasi
Hasil : klien masih tampak murung dan sedih
5. Memantau dengan seksama perubaha- P : Lanjutkan Intervensi (1-5)
perubahan yang ditunjukan pasien

32
Gangguan Senin / 08—10 - 1. Melakukan pendekatan dan bina rasa percaya S :
Interaksi 2018 pasien terhadap perawat - Pasien mengatakan belum
social Hasil : Klien masih ragu dengan perawat mau untuk keluar kamar,
berhubungan 2. Memberi penjelasan pada pasien mengenai pasien ingin sendiri
dengan interaksi social
Ketiadaan Hasil : Klien tampak diam O:
orang 3. Mengjak pasien dalam melakukan aktivitas - Pasien tampak kurang
terdekat yang berhubungan dengan pasien lain berinteraksi dengan teman-
Hasil : Klien masih belum merespon ajakan temnan dipantinya,
perawat - tampak menyendiri, berdiam
diri dikamarnya
- pasien tampak merenung

A : masalah belum teratsi

P : Lanjutkan Intervensi (1-3)

33
Implementasi Hari Ke 2 :
Berduka Selasa / 09—10 - 1. Membina hibungan saling percaya dengan
berhubungan 2018 pasien S:
dengan Hasil : klien sudah mulai percaya dengan - Pasien mengatakan sedih jika
Kematian perawat mengingat suaminya, namun
anggota 2. Melakukan interaksi dengan pasien sesering mengatakan sllu brusaha
keluarga atau mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan sabaar dan ikhlas
orang pemyataan pasien dengan sikap sabar empati
terdekat dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. O :
Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan. - ekspresi wajah maasih murung
3. Memberi kesempatan pada klien untuk dan sedih
mengungkapkan perasaanya. - pasien sudah tidak lagi
Hasil : Klien mulai menceritakan perasaannya menangis .
meskipun sedih dan menangis - ekspresi wajah pasien tampak
4. Memberikan masukan motivasi positif, ketika lesu, tak bertenaga (lemah)
hubungan saling percaya telah ada agar lebih
mudah dalam memberikan masukkan A : masalah belum teratasi
Hasil : klien tampak sedikit tenang walaupun
masih terlihat sedih P : Lanjutkan Intervensi (1-5)
5. Memantau dengan seksama perubaha-
perubahan yang ditunjukan pasien

34
Gangguan Selasa / 09—10 - 1. Melakukan pendekatan dan bina rasa percaya S :
Interaksi 2018 pasien terhadap perawat - Pasien mengatakan ingin
social Hasil : Klien mulai percaya dengan perawat sendiri
berhubungan 2. Memberi penjelasan pada pasien mengenai
dengan interaksi social O:
Ketiadaan Hasil : Klien tampak memahami - Pasien tampak kurang
orang 3. Mengjak pasien dalam melakukan aktivitas berinteraksi dengan teman-
terdekat yang berhubungan dengan pasien lain temnan dipantinya,
Hasil : Klien sudah mulai mau melakukan - tampak menyendiri, berdiam
aktivitas dengan pasien lain walaupun hanya diri dikamarnya
sebentar
A : masalah belum teratsi

P : Lanjutkan Intervensi (1-3)

35
Implementasi hari ke 3 :
Berduka Rabu / 10—10 - 1. Membina hibungan saling percaya dengan
berhubungan 2018 pasien S:
dengan Hasil : klien sudah mulai percaya dengan - Pasien mengatakan kadang –
Kematian perawat kadang masih mengingat
anggota 2. Melakukan interaksi dengan pasien sesering suaminya
keluarga atau mungkin dengan sikap empati dan Dengarkan
orang pemyataan pasien dengan sikap sabar empati O :
terdekat dan lebih banyak memakai bahasa non verbal. - ekspresi wajah maasih murung
Misalnya: memberikan sentuhan, anggukan. dan sedih
3. Memberi kesempatan pada klien untuk - pasien sudah tidak lagi
mengungkapkan perasaanya. menangis .
Hasil : Klien mulai menceritakan perasaannya - ekspresi wajah pasien tampak
meskipun sedih dan menangis lesu, tak bertenaga (lemah)
4. Memberikan masukan motivasi positif, ketika
hubungan saling percaya telah ada agar lebih A : masalah belum teratasi
mudah dalam memberikan masukkan
Hasil : klien tampak sedikit tenang walaupun P : Lanjutkan Intervensi (1-5)
masih terlihat sedih
5. Memantau dengan seksama perubaha-
perubahan yang ditunjukan pasien

36
Gangguan Rabu / 10- 10 - 1. Melakukan pendekatan dan bina rasa percaya S :
Interaksi 2018 pasien terhadap perawat - Pasien mengatakan ingin
social Hasil : Klien mulai percaya dengan perawat sendiri
berhubungan 2. Memberi penjelasan pada pasien mengenai
dengan interaksi social O:
Ketiadaan Hasil : Klien tampak memahami namun klien - Pasien tampak kurang
orang masih jarang berinteraksi dengan teman – teman berinteraksi dengan teman-
terdekat dipanti temnan dipantinya,
3. Mengajak pasien dalam melakukan aktivitas - tampak menyendiri, berdiam
yang berhubungan dengan pasien lain diri dikamarnya
Hasil : Klien sudah mulai mau melakukan
aktivitas dengan pasien lain walaupun hanya A : masalah belum teratsi
sebentar
P : Lanjutkan Intervensi (1-3)

37
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatrik di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang
pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatric harus sudah
merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan. Dalam hal ini
pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah
satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar
psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assesmen geriatric, antara
lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan
lain.

B. Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional dan komprehensip,
yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-spiritual pada lansia. Aspek psikologis
pada lansia merupakan aspek yang tak kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu
pelaksanaan asuhan keperawataan lansia dengan gangguan psikososial harus dilakukan
dengan sebaik-baiknya demi terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.

38
DAFTAR PUSTAKA

STUAR and sundeer.1993.buku saku keperawatan jiwa.EGC.jakarta.


Tim keperawatan jiwa.1999.kumpulan proses keperawatan jiwa.fkui.jakarta
Nugroho wahyudi.2000.perawatan lanjut usia.edisi 2.EGC
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA

Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media
Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

39

También podría gustarte