Está en la página 1de 25

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN

PENYAKIT KRITIS DAN TERMINAL

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah


Keperawatan Jiwa II

OLEH KELOMPOK VII :

1. IRMA SAFITRI
2. NI MADE RATNA SARI
3. ANITA NURZANI
4. FARIDA KOMALASARI
5.DWI PRADEKA MAS KUSUMA

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

PROGRAM B

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“ Asuhan keperawatan Jiwa pada klien dengan penyakit kritis dan terminal”.
Tanpa ridho-Nya mungkin kami tidak dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada
waktunya.

Makalah ini disusun oleh penyusun dengan sebenar-benarnya. Penyusun


mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Jiwa II dan teman-teman yang telah membantu penyusun sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan
kekurangan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh
karena itu, kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan
penyusun. Terima kasih.

Mataram, Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER……………………………………………………………..……i

Kata Pengantar………………………………………………………….…ii

Daftar Isi…………………………………………………………………..iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………..…1

A Latar Belakang…………………………………………………......1
B Rumusan masalah………………………………………………......2
C Tujuan……………………………………………………………...2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….3

A Pengertian penyakit kritis dan terminal……….………………....3


B Respon Klien Terhadap Penyakit Kritis dan Terminal…………..3
C Psikodinamika Penyakit Kritis dan Terminal……………………6

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………….……………….....9

A. Pengkajian Keperawatan………..………………………………9
B. Diagnosa Keperawatan………..………………………………11
C. Intervensi Keperawatan……………………………………….15

BAB V PENUTUP…………………….………………………………20

A. Kesimpulan ………………………………………………….20

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Menurut teori keperawatan, sehat dan sakit jiwa merupakan suatu


rentangan yang sangat dinamis dari kehidupan seseorang. Penyakit kritis dan
terminal sangat besar peranya terhadap psikologis seseorang yang
mengalaminya. Penyakit kritis dan terminal sangat kecil persentase untuk
hidup oleh sebab itu psikologis penderita kebanyakan mengalami ketidak
seimbangan. Pada penderita penyakit kritis dan terminal dapat menimbulkan
respon Bio-psiko-Sosio dan Spiritual ini akan meliputi respon kehilangan :
Kehilangan Kesehatan, Kehilangan Kemandirian, Kehilangan Situasi,
Kehilangan Rasa Nyaman dan lain-lain. Dan keadaan tersebut dapat
memperburuk status kesehatan klien.
Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,
keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan,
atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai
mati. Bagaimana peran perawat dalam menangani pasien yang sedang
menghadapi proses sakaratul maut. Peran perawat sangat konprehensif dalam
menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien
yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya
memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual (APA, 2011 ),
karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual (
Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 2011 ).
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 2011). Sebagai
perawat tidak lepas dengan masalah yang harus diselesaikan oleh peran
perawat baik secara independen maupun dependen, sebagai contoh masalah
secara umum yang biasa di hadapi adalah Klien tidak dapat mengidentifikasi

1
respon pengingkaran terhadap kenyataan. Klien tidak dapat mengidentifikasi
perasaan cemas, Klien tidak mau membina hubungan dengan keluarga dan
petugas, Klien tidak dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini dan
lain-lain. Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus
menunjukkan sikap professional dan tulus dengan pendekatan yang baik pada
saat pasien mengalami fase pengingkaran perawat harus dapat menghadirkan
fakta. Kesadaran diri yang kuat dan perilaku yang ideal diperlukan perawat
dalam terapi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian penyakit kritis dan Terminal ?
2. Bagaimana respon klien terhadap penyakit Kritis dan Terminal ?
3. Bagaimana proses asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan penyakit
kritis dan terminal ?
C. Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui Pengertian tentang penyakit Kritis dan Terminal.


2. Untuk mengetahui respon klien terhadap penyakit Kritis dan Terminal.
3. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
penyakit Kritis dan Terminal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi Kritis dan Terminal
Kritis merupakan suatu keadaan penyakit kritis dimana
memungkinkan sekali kien meninggal. Contoh : gangguan kesadaran (coma
meninggal).
Keadaan hampir meninggal/sakaratul maut. Contoh : Ca stadium
lanjut. (Purwaningsih Wahyu, 2012 :151 )
Terminal adalah keadaan penyakit yang merupakan kondisi penyakit
yang berat dan tidak dapat disembuhkan lagi. ( Purwaningsih Wahyu, 2012
:151 )
Jadi, kritis adalah suatu kondisi yang mana pasien dalam keadaan
gawat tetapi masih ada kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan,
sedangkan terminal adalah fase akhir kehidupan pasien, menjelang kematian
( sakaratul maut/ dying ), yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau
panjang. Bagi setiap orang, kematian merupakan suatu kehilangan, yang
tidak dapat dihindari oleh siapa pun.

b. Respon Klien Terhadap Penyakit Kritis dan Terminal


Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon bio-
psiko-sosial-spiritual ini akan meliputi respon kehilangan :
1. Kehilangan Kesehatan
Klien merasa takut, cemas dan pandangan tidak realistis, aktifitasnya
terbatas.
2. Kehilangan Kemandirian
Ditunjukkan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan.

3
3. Kehilangan Situasi
Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari bersama
keluarga/kelompoknya.
4. Kehilangan Rasa Nyaman
Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi tubuh
seperti : panas, nyeri, dll.
5. Kehilangan Fungsi Fisik
Contoh : klien gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa.
6. Kehilangan Fungsi Mental
Klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat berkonsentrasi dan
berfikir efisien sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional.
7. Kehilangan Konsep Diri
Klien dengan penyakit kronik merasa dirinya berubah mencakup bentuk
dan fungsi tubuh sehingga klien tidak dapat berfikir secara rasional (body
image) peran serta identitasnya. Hal ini akan mempengaruhi idealisme
diri dan harga diri menjadi rendah.
8. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga. ( Purwaningsih Wahyu,
2012 :152 )
Reaksi terhadap kehilangan adalah berduka, merupakan respon emosi yang
wajar dan subyektif untuk mencapai kesehatan jiwa.
Proses berduka terdiri dari :
a) Bereavement grieving : proses / reaksi berduka terhadap kehilangan
b) Mourning grieving : periode menerima kehilangan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan :
1. Usia dan tingkat perkembangan : pada usia bayi hingga balita, individu
belum begitu mengerti mengenai arti kehilangan, mulai usia sekolah
hingga dewasa, sudah dapat merasakan arti kehilangan.
2. Makna Kehilangan : bersifat subyektif bagi setiap individu, sehingga
tidak dapat disamaratakan. Misalnya : Nn. A menggunakan ballpoint
yang, sebenarnya dijual dibanyak tempat dengan harga 5000 rupiah. Pada
saat ia kehilangan bollpoint tersebut, ia menangis dan terus menerus
mencarinya. Baginya walaupun harga ballpoint hanya 5000 rupiah tapi
makna dari benda tersebut sangat besar karena pemberian dari orang
yang sangat ia kagumi.
3. Kultur / budaya : budaya jawa mempunyai prinsip “ nrimo “, sehingga
kematian seseorang harus selalu diikhlaskan. Pada suku Toraja, bila
seseorang meninggal dunia, semakin banyak orang yang menangisi,
menunjukkan bahwa almarhum adalah orang yang mempunyai pengaruh
pada saat hidupnya, atau orang yang disayangi / dihormati oleh banyak
orang, sehingga bila ia berasal dari keluarga kecil, maka keluarga akan
menyewa orang untuk menangisi jenazahnya. Ada juga tradisi / budaya
yang menunjukkan reaksi berduka dengan mendoakan almarhum pada
hari ketiga, ketujuh, ke 40 hari, 100 hari, dan seterusnya.
4. Keyakinan spiritual : individu yang beragama Katolik, Kristen dan Islam
meyakini bahwa seseorang yang telah meninggal dunia akan mempunyai
kehidupan lain sesuai dengan amal baktinya selama ia hidup di dunia ( di
neraka atau Surga ), dan doa dari anggota keluarga atau dari kerabat yang
masih hidup akan membantu mengantarkan almarhum ke kehidupannya
di alam baka, selain itu dianjurkan untuk tidak membebani
“perjalanannya” dengan meneteskan airmata pada jasadnya. Sedangkan
individu yang beragama Hindu dan Budha, meyakini juga ada kehidupan
lain di alam baka dan kemungkinan akan reinkarnasi. Keyakinan setiap
individu sesuai dengan spiritualnya akan mempengaruhi juga reaksi
berdukanya. Semakin kuat imannya, semakin positif reaksi berdukanya.
5. Jenis kelamin dan Perannya : seorang ibu yang tidak mempunyai
pekerjaan dan hanya bergantung pada suami, akan sangat merasa
kehilangan bila suaminya meninggal. Seorang suami yang biasanya
hanya berfikir untuk mencari nafkah, akan sangat kehilangan bila istrinya
meninggal karena ia tidak terbiasa mengurus anak-anaknya.
6. Status sosial ekonomi : kematian seseorang yang merupakan tulang
punggung keluarga akan mempengaruhi reaksi kehilangan.

5
c. Psikodinamika Penyakit Kritis dan Terminal
Masuknya klien ke dalam ancaman peran sakit pada rentang hidup-mati
mengamcam dan mengubah hemostatis. Lebih dari rasa takut yang nyata
tentang kematian dan pengaruh terhadap anggota keluarga yang dirawat
dirasakan oleh keluarga. Banyak faktor yang mempengaruhi klien dalam
perawatan penyakit terminal, apabila seseorang sudah divonis/prognosa jelek,
ia tiak akan bisa menerima begitu saja tentang apa yang ia hadapi sekarang.
1. Dinamika Individu
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
menjelang ajal (dying) dalam 5 tahap, yaitu :
A. Denial ( Mengingkari )
1) Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak
mungkin”.
2) Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
3) Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis
gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
B. Anger ( Marah )
1) Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan.
2) Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu
atau ditujukan kepada dirinya sendiri.
3) Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak
pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang tidak becus.
4) Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka merah, nadi
cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
C. Bergaining ( Tawar Menawar )
1) Fase ini merupakan fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
2) Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa”.
3) Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka pernyataannya
sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak saya”.
4) Cenderung menyelesaikan urusan yang bersifat pribadi, membuat surat
warisan, mengunjungi keluarga dsb.
D. Depression ( Bersedih yang mendalam)
1) Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak bias
di tolak.
2) Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri,
tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat
baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan,
perasaan tidak berharga.
3) Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak makanan, ,susah
tidur, letih, dorongan libido menurun.
E. Acceptance (menerima)
1) Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan.
2) Menerima kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai
dan tenang, serta menyiapkan dirinya menerima kematian.
3) Klien tampak sering berdoa, duduk diam dengan satu focus pandang,
kadang klien ingin ditemani keluarga / perawat.
4) Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata seperti ”saya
betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru saya manis
juga”, atau “Sekarang saya telah siap untuk pergi dengan tenang setelah
saya tahu semuanya baik”.

7
2. Dinamika Keluarga
Respon keluarga bersama dengan respon emosi klien ; pengingkaran,
marah, cemas dan depresi.
3. Dinamika Lingkungan
Dengan kesadaran bervariasi menimbulkan dinamika bagi klien stigma
sosial ketidakmampuan melakukan aktivitas sosial perubahan peran dalam
kelompok sosial merupakan hambatan dalam melaksanakan fungsi sosial secara
normal. ( Purwaningsih Wahyu, 2012 :154 ).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Penyakit Kritis dan Teminal


1. Pengkajian
a. Pengkajian Terhadap Klien
Perlu dikaji bagaimana upaya klien dalam mengatasi kehilangan dan
perubahan yang terjadi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon emosi klien terhadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilik pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu.
b. Pengkajian pada klien yang sakit terminal, meliputi :
1. Pengkajian Tingkat Kesadaran
a. Closed Awareness
Suatu keadaan dimana klien dan keluarga tidak sadar akan kemungkinan
kematian, tidak dapat mengerti mengapa klien sakit dan mereka yakin
akan sembuh.
b. Mutual Pretese

Suatu kondisi dimana klien, keluarga dan tenaga kesehatan telah


mengetahui prognosis penyakit dalam keadaan terminal, namun mereka
berusaha untuk tidak membicarakan atau menyinggung tentang
penyakitnya.

c. Open Awarenes
Suatu keadaan dimana klien dan orang sekitarnya mengetahui akan
adanya kematian dan merasa tenang untuk mendiskusikannya walaupun
itu dirasakan sulit, pada keadaan ini klien diberi kesempatan untuk

9
berpartisipasi dalam menentukan saat terakhirnya.
Pengkajian yang harus dilakukan dari tingkat kesadaran ini, adalah :
1. Kaji apakah klien dan keluarga sadar bahwa klien dalam keadaan terminal?
2. Kaji tingkat kesadaran klien, apakah klien dan keluarga dalam
tingkatan closed awareness, mutual pretense, open awareness
3. Kaji dalam tahap manakah pada proses kematian tersebut?
4. Kaji support sistem klien, misalnya keluarga atau orang terdekat?
5. Apakah klien masih mengekspresikan sesuatu yang belum
diselesaikan, finansial, emosional, legal?
6. Apakah koping yang positif pada klien?

2. Pengkajian Tanda – Tanda Klinis Menjelang Kematian

Berikut merupakan tanda klinis menjelang kematian yaitu :


A. Kehilangan tonus otot, sehingga terjadi :
1. Relaksasi otot muka, sehingga dagu menjadi turun.
2. Kesulitan dalam berbicara, proses menelan, hilangnya
3. reflek menelan. Gerakan tubuh yang terbatas (tidak
mampu bergerak).
4. Penurunan kegiatan GI Tract seperti nausea, vomiting, perut
kembung, konstipasi. Penurunan kontrol spinkter urinari dan rectal.
B. Kelambatan dalam sirkulasi, berupa :
1. Kemunduran dalam sensasi,sianosis pada daerah ekstremitas
2. Kulit terasa dingin,mula-mula terjadi pada daerah kaki,tangan,telinga
dan hidung.
3. Perubahan tanda-tanda vital
4. Penurunan tekanan darah
5. Pernapasan cepat,dangkal dan tidak teratur

C. Gangguan sensori berupa :

1. Pengelihatan mulai kabur

2. Gangguan dalam Penciuman dan perabaan


2. Pengkajian Keluarga
Perawat perlu mengatahui persepsi keluarga terhadap penyakit klien
dan sejauh mana pengaruhnya terhadap keluarga, kelebihan dan
kekurangan yang memerlukan dukungan dan intervensi.
Hal-hal yang perlu dikaji antara lain :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan sistem pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Proses pengambilan keputusan
7) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi.

3. Pengkajian Lingkungan
Sumber daya yang ada. Stigma masyarakat terhadap keadaan normal
dan penyakit. Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan.
Ketersediaan fasilitas partisipasi dalam asuhan keperawatan kesempatan
kerja. ( Purwaningsih Wahyu, 2012 :154-155 ).

2. Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan Klien Kritis
a. Respon pengingkaran yang tidak kuat berhubungan dengan
kehilangan dan perubahan.
b. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan.
c. Gangguan berhubungan (menarik diri) berhubungan dengan
ketidakmampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL).

11
d. Gangguan body image berhubungan dengan dampak penyakit yang
dialami.
e. Resiko tinggi terjadinya gangguan identitas berhubungan dengan
adanya hambatan dalam fungsi seksual.
Intervensi
Tujuan :
a. Klien dapat megidentifikasi respon pengingkaran terhadap kenyataan.
b. Klien dapat mengidentifikasi perasaan cemas.
c. Klien mau membina hubungan dengan keluarga dan petugas.
d. Klien dapat menerima realitas/keadaan dirinya saat ini.
e. Klien tidak mengalami gangguan fungsi seksual.
Intervensi Terhadap Klien
a. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapakan perasaan cemas,
marah, frustasi dan depresi.
b. Bantu klien untuk menggunakan koping yag konstruktif.
c. Berikan informasi secara benar dan jujur.
d. Bantu klien untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
e. Beri penjelasan mengenai perubahan fungsi seksual yang dialami
terhadap penyakitnya.
f. Ciptakan lingkungan yang mendukung penyembuhan.
Intervensi Terhadap Keluarga
a. Bantu keluarga untuk mengidentifikasi kekuatannya.
b. Beri informasi tentang klien kepada keluarga secara jelas.
c. Bantu keluarga untuk mengenali kebutuhan.
d. Berikan informasi kepada keluarga untuk memberikan perhatian kepada
klien.
e. Tingkatkan haparan keluarga terhadap keadaan klien.
f. Optimalkan sumber daya yang ada.
g. Beri informasi tentang penyakit yang jelas.
h. Beri motivasi pada lingkungan untuk membantu klien dalam proses
penyembuhan.
i. Upayakan fasilitas kesehatan yang memadai sesuai dengan kondisi.

2) Diagnosa Keperawatan Klien Terminal


a. Ansietas (ketakutan individu, keluarga) berhubungan dengan situasi
yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan
takut akan kematian dan efek negatif pada gaya hidup.
b. Berduka behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri
dari orang lain.
c. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga, takut akan hasil (kematian) dan lingkungan yang penuh
dengan stres (tempat perawatan).
d. Resiko terhadap distres spiritual berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang privasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian.
Intervensi :
Diagnosa Keperawatan Intervensi
a. Ansietas (ketakutan 1. Bantu klien untuk mengurangi
individu, keluarga) ansietasnya, seperti berikan
berhubungan dengan
kepastian dan kenyamanan.
situasi yang tidak
dikenal, sifat dan kondisi Tunjukkan perasaan tentang
yang tidak dapat pemahman dan empati, jangan
diperkirakan takut akan
menghindari pertanyaan. Dorong
kematian dan efek
negatif pada gaya hidup. klien untuk mengungkapkan setiap
ketakutan permasalahan yang
berhubungan dengan
pengobatannya. Identifikasi dan
dukung mekanisme koping efektif
klien yang cemas mempunyai
penyempitan lapang persepsi dengan
penurunan kemampuan untuk

13
belajar. Ansietas cendrung untuk
memperburuk masalah. Menjebak
klien pada lingkaran peningkatan
ansietas tegang, emosional dan nyeri
fisik.
2. Kaji tingkat ansietas klien :
rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang.
Beberapa rasa takut didasari oleh
informasi yang tidak akurat dan
dapat dihilangkan dengan
memberikan informasi akurat. Klien
dengan ansietas berat atau parah
tidak menyerap pelajaran.
3. Dorong keluarga dan teman untuk
mengungkapkan ketakutan-
ketakutan mereka. Pengungkapan
memungkinkan untuk saling berbagi
dan memberikann kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang tidak
benar.
4. Berikan klien dan keluarga
kesempatan dan penguatan koping
positif Menghargai klien untuk
koping efektif dapat menguatkan
renson koping positif yang akan
datang.

b. Berduka behubungan 1. Berikan kesempatan pada klien dan


dengan penyakit terminal keluarga untuk mengungkapkan
dan kematian yang perasaan, didiskusikan kehilangan
dihadapi, penurunan secara terbuka, dan gali makna
fungsi perubahan konsep pribadi dari kehilangan. Jelaskan
diri dan menarik diri dari bahwa berduka adalah reaksi yang
orang lain. umum dan sehat. Pengetahuan
bahwa tidak ada lagi pengobatan
yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat
menyebabkan menimbulkan
perasaan ketidak berdayaan, marah
dan kesedihan yang dalam dan
respon berduka yang lainnya.
Diskusi terbuka dan jujur dapat
membantu klien dan anggota
keluarga menerima dan mengatasi
situasi dan respon mereka terhdap
situasi tersebut.
2. Berikan dorongan penggunaan
strategi koping positif yang terbukti
yang memberikan keberhasilan pada
masa lalu Stategi koping positif
membantu penerimaan dan
pemecahan masalah.
3. Berikan dorongan pada klien untuk
mengekpresikan atribut diri yang
positif. Memfokuskan pada atribut
yang positif meningkatkan
penerimaan diri dan penerimaan
kematian yang terjadi.
4. Bantu klien mengatakan dan
menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan

15
dengan jujur. Proses berduka, proses
berkabung adaptif tidak dapat
dimulai sampai kematian yang akan
terjadi di terima.
5. Tingkatkan harapan dengan
perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidaknyamanan
dan dukungan penelitian
menunjukkan bahwa klien sakit
terminal paling menghargai tindakan
keperawatan berikut : Membantu
berdandan. Mendukung fungsi
kemandirian. Memberikan obat
nyeri saat diperlukan, dan
meningkatkan kenyamanan fisik
(skoruka dan bonet 1982).
c. Perubahan proses 1. Luangkan waktu bersama keluarga
keluarga berhubungan atau orang terdekat klien dan
dengan gangguan tunjukkan pengertian yang empati.
kehidupankeluarga, takut Kontak yang sering dan
akan hasil (kematian) mengkomunikasikan sikap perhatian
dan lingkungan yang dan peduli dapat membantu
penuh dengan stres mengurangi kecemasan dan
(tempat perawatan). meningkatkan pembelajaran.
2. Izinkan keluarga klien atau orang
terdekat untuk mengekspresikan
perasaan, ketakutan dan
kekawatiran. Saling berbagi
memungkinkan perawat untuk
mengidentifikasi ketakutan dan
kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk
mengatasinya.
3. Jelaskan lingkungan dan peralatan
ICU. Informasi ini dapat membantu
mengurangi ansietas yang berkaitan
dengan ketidaktahuan.
4. Jelaskan tindakan keperawatan dan
kemajuan post operasi yang
dipikirkan dan berikan informasi
spesifik tentang kemajuan klien.
5. Anjurkan untuk sering berkunjung
dan berpartisipasi dalam tindakan
perawan. Kunjungan dan partisipasi
yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
6. Konsul dengan atau berikan rujukan
ke sumber komunitas dan sumber
lainnya keluarga dengan masalah-
masalah seperti kebutuhan finansial,
koping yang tidak berhasil atau
konflik yang tidak selesai
memerlukan sumber-sumber
tambahan untuk membantu
mempertahankankan fungsi
keluarga.
d. Resiko terhadap distres 1. Gali apakah klien menginginkan
spiritual berhubungan untuk melaksanakan praktek atau
dengan perpisahan dari
ritual keagamaan atau spiritual yang
system pendukung
keagamaan, kurang diinginkan bila yang memberi
privasi atau ketidak kesemptan pada klien untuk
mampuan diri dalam
melakukannya. Bagi klien yang

17
menghadapi ancaman mendapatkan nilai tinggi pada do’a
kematian. atau praktek spiritual lainnya,
praktek ini dapat memberikan arti
dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
2. Ekspesikan pengertrian dan
penerimaan anda tentang pentingnya
keyakinan dan praktik religius atau
spiritual klien menunjukkan sikap
tak menilai dapat membantu
mengurangi kesulitan klien dalam
mengekspresikan keyakinan dan
prakteknya.
3. Berikan privasi dan ketenangan
untuk ritual spiritual sesuai
kebutuhan klien dapat dilaksanakan
Privasi dan ketenangan memberikan
lingkungan yang memudahkan
refresi dan perenungan.
4. Bila anda menginginkan tawarkan
untuk berdo’a bersama klien lainnya
atau membaca buku ke agamaan.
Perawat meskipun yang tidak
menganut agama atau keyakinan
yang sama dengan klien dapat
membantu klien memenuhi
kebutuhan spritualnya.
5. Tawarkan untuk menghubungkan
pemimpin religius atau rohaniwan
rumah sakit untuk mengatur
kunjungan. Tindakan ini dapat
membantu klien mempertahankan
ikatan spiritual dan mempraktikkan
ritual yang penting (Carson 1989).

19
BAB III
KESIMPULAN

Kritis adalah suatu kondisi dimana pasien dalam keadaan gawat tetapi
masih ada kemungkinan untuk mempertahankan kehidupan, sedangkan
Terminal adalah fase akhir kehidupan pasien, menjelang kematian ( sakaratul
maut/ dying ), yang dapat berlangsung dalam waktu singkat atau panjang.
Pada fase ini klien dapat menimbulkan respon bio-psiko-sosial-
spiritual,meliputi respon kehilangan. Kehilangan kesehatan, kehilangan
kemandirian, kehilangan situasi, kehilangan rasa nyaman, kehilangan fungsi fisik,
kehilangan fungsi mental, kehilangan konsep diri, kehilangan peran dalam
kelompok dan keluarga
Kubler-Rosa (1969), telah menggambarkan atau membagi tahap-tahap
individu pada saat menjelang ajal yaitu : Menolak (Denial), Marah (Anger),
Menawar (Bargaining), Kemurungan (Depresi), dan yang terakhir adalah
Menerima atau Pasrah (Acceptance).
Yang terpenting pada klien kritis dan terminal adalah bagaimana pola pikir
klien dalam memandang penyakitnya,dukungan keluarga dan lingkungan
merupakan peranana yang sangat penting bagi psikologis klien dalam menghadapi
penyakitnya, peran perwat juga tak kalah penting terus beri motivasi,empati dan
selalu berikan perawatan optimal kepada pasien maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Purnamaningsih, wahyu dan inakarlina. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Nuha Medika Press : Jogjakarta

Suliswati, dkk. 2011. Konsep Dasar KeperawatanKesehatan Jiwa. EGC : Jakarta

Carpenito, L. J. 1998. “Buku Saku Diagnosa Keperawatan”, Ed. 6, EGC : Jakarta


Pusdiknakes Depkes RI. 2011. “Tindakan Keperawatan Pada Sakaratul Maut”
Jilid I Edisi 1 Pusdiknakes: Jakarta.

21

También podría gustarte