Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
FASILITATOR:
Tiyas Kusumaningrum S.Kep.Ns., M.Kep
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Reproduksi 1 yaitu makalah yang
berjudul “Asuhan Keperawatan pada Penyakit yang Menyertai Kehamilan : Penyakit
Jantung”.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Aria Aulia S.Kep., Ns., M.Kep. sebagai PJMA mata ajar Keperawatan
Reproduksi 1;
2. Tiyas Kusumaningrum S.Kep.Ns., M.Kep sebagai dosen pembimbing yang
senantiasa memberikan bimbingan dan arahan dalam memberikan materi dan
penyelesaian makalah ini;
3. Teman-teman serta semua pihak yang telah bekerja sama dan membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ilmiah ini masih banyak kekurangan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
( Penyusun )
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................................2
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perubahan Fungsi Kardiovaskuler pada Kehamilan ....................................4
2.2 Definisi Preeklamsia pada Kehamilan .........................................................6
2.3 Penyakit Kelainan Jantung pada Kehamilan ................................................7
2.4 Epidemiologi ..............................................................................................13
2.5 Etiologi .......................................................................................................13
2.6 Manifestasi Klinis ......................................................................................13
2.7 Klasifikasi ..................................................................................................15
2.8 Patofisiologi dan WOC ..............................................................................16
2.9 Pemeriksaan Diagnostik .............................................................................20
2.10 Penatalaksanaan .........................................................................................22
2.11 Komplikasi .................................................................................................28
2.12 Prognosis ....................................................................................................28
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ..................................................................................................30
3.2 Analisa Data ...............................................................................................33
3.3 Diagnosa Keperawatan...............................................................................37
3.4 Intervensi ...................................................................................................37
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan ................................................................................................48
4.2 Saran ..........................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................50
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Risiko kematian maternal akan meningkat sampai 25 – 50% pada kasus-
kasus dengan hipertensi pulmonal, coartasio aorta, sindroma Marfan yang
mengalami komplikasi. Namun penanganan prenatal, intrapartum dan post
partum yang baik dapat memberikan hasil yang memuaskan. Silversides dkk
(2002) di Kanada tidak menemukan satupun kasus kematian maternal dari 74 ibu
hamil dengan stenosis mitral rematik.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep penyakit jantung gestasional pada ibu hamil
dengan melalui pendekatan asuhan keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari penyakit jantung pada kehamilan.
2. Mengidentifikasi etiologi dari penyakit jantung pada kehamilan.
3. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari penyakit jantung pda
kehamilan.
4. Mengidentifikasi klasifikasi dari penyakit jantung pada kehamilan.
5. Menguraikan dan memahami patofisiologi dan WOC dari penyakit
jantung pada kehamilan
2
6. Mengetahui dan mengidentifikasi pemerikasaan diagnostik dari
penyakit jantung pada kehamilan.
7. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari penyakit jantung pada
kehamilan.
8. Mengidentifikasi komplikasi dari penyakit jantung pada kehamilan.
9. Mengidentifikasi prognosis dari penyakit jantung pada kehamilan.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami konsep tentang penyakit
jantung pada kehamilan serta mengetahui asuhan keperawatan yang harus
diterapkan pada klien dengan penyakit jantung gestasional pada ibu hamil
secara komprehensif.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa mampu
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen dan sebagai bahan
pertimbangan dosen dalam menilai mahasiswa.
3. Masyarakat
Masyarakat umum dapat mengambil manfaat dengan mengetahui penyakit
jantung pada kehamilan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
sistemik (afterload). Peningkatan laju denyut nadi terjadi mulai 20 minggu
hingga mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32 minggu dan bertahan tinggi
sampai 2-5 hari setelah melahirkan. Selain itu sejak awal trimester kehamilan
terjadi penurunan tekanan darah sistolik akibat penurunan resistensi pembuluh
darah perifer dan tekanan darah diastolik akan mencapai 10 mmHg lebih rendah
dari kondisi sebelum kehamilan pada trimester ke-2. Hal ini terjadi karena
vasorelaksasi yang dicetuskan oleh sekresi meditor vasomotor lokal prostasiklin
dan nitric oxide. Sedangkan pada trimester akhir kehamilan, tekanan darah
diastolik akan meningkat hingga mencapai nilai yang sama dengan kondisi
sebelum hamil untuk mempersiapkan proses melahirkan secara fisiologis. Hal
yang perlu diketahui selama periode trimester ke-3 kehamilan adalah bahwa
curah jantung dan volume sekuncup sangat dipengaruhi oleh posisi tubuh, yang
akan meningkat saat berbaring posisi lateral dan berkurang saat berbaring
terlentang akibat kompresi vena cava inferior oleh uterus yang telah membesar
(sindrom uterocaval). Pada periode ini organ jantung dapat mengalami
peningkatan ukuran sebesar kurang lebih 30% dibandingkan dengan ukuran asal
sebelum kehamilan, sebagian akibat dilatasi ruang jantung (Cox. S.M., dkk.,
2005).
Wanita yang sedang hamil akan mengalami perubahan hemostasis
bermakna, terjadi peningkatan kadar faktor koagulasi, fibrinogen, agregasi
trombosit, berkurangnya kadar protein S plasma darah, penurunan aktivitas
fibrinolisis, hipertensi vena serta obstruksi aliran vena cava inferior akibat uterus
yang membesar. Semua faktor ini akan menyebabkan kondisi stasis aliran darah
serta hiperkoagulabilitas yang meningkatkan risiko tromboemboli. Selain itu
melemahnya struktur dinding pembuluh darah arteri ukuran sedang dan besar
selama kehamilan disebabkan oleh berkurangnya deposisi serabut kolagen akibat
pelepasan estrogen, elastase dan relaksin ke dalam sirkulasi maternal. Hal ini
membuat wanita hamil terutama pada trimester akhir menjadi lebih rentan
mengalami diseksi pembuluh darah, yakni diseksi aorta atau arteri koroner
(Choure A., dkk., 2009).
5
Perubahan fisiologis selama periode kehamilan dapat mengubah profi l
farmakokinetik obat yang diberikan pada masa ini. Hal ini terjadi karena
ekspansi volume plasma darah, volume distribusi, penurunan kadar protein
serum, perubahan afinitas pengikatan terhadap protein plasma, peningkatan
akitivitas metabolisme oleh enzim hepatik serta peningkatan aliran darah ke
ginjal menyebabkan peningkatan klirens obat-obatan yang terutama diekskresi
melalui organ ini. Pada periode kehamilan penting dilakukan penyesuaian dosis
dan monitoring kadar obat dalam darah secara ketat akibat beberapa perubahan
adaptasi ini (Anderson GD., 2005).
Proses melahirkan akan meningkatkan curah jantung dan tekanan darah
lebih lanjut akibat kontraksi uterus serta peningkatan kebutuhan oksigen,
perubahan hemodinamik ini sangat dipengaruhi oleh pilihan metode melahirkan
(Robson SC, Dunlop W, Boys RJ et al., 1987). Curah jantung juga akan tetap
meningkat sesaat setelah melahirkan pada periode nifas akibat bertambahnya
volume darah sirkulasi maternal yang berasal dari pergeseran aliran darah uterus
dan plasenta sehingga menyebabkan peningkatan preload. Hal ini menyebabkan
pasien rentan mengalami edema pulmoner pada periode pasca melahirkan. Pada
kebanyakan kasus, perubahan hemodinamik ini akan berangsur-angsur kembali
normal seperti keadaan sebelum hamil dalam 1-3 hari, namun pada beberapa
wanita dapat bertahan hingga beberapa minggu (Elkayam U, Gleicher N., 1998).
2.2 Definisi
Kehamilan yang disertai penyakit jantung selalu saling mempengaruhi
karena kehamilan memberatkan penyakit jantung dan penyakit jantung dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Jantung
yang normal dapat menyesuaikan diri terhadap segala perubahan sistem jantung
dan pembuluh darah yang disebabkan oleh kehamilan, yaitu dorongan diafragma
oleh besarnya hamil sehingga dapat mengubah posisi jantung dan pembuluh
darah dan terjadi perubahan dari kerja jantung (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998).
6
2.3 Penyakit Kelainan Jantung Pada Kehamilan
1) Kelainan Jantung Berisiko Rendah Terhadap Ibu Hamil
Atrial Septal Defect (ASD)
Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital
yang paling sering ditemukan dalam kehamilan dan umumnya
asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang khas berupa
dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada tepi sternum
kiri, dan bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG) tampak hipertrofi ventrikel kanan dan right
bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada pemeriksaan foto
toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang
jantung kanan.
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita
ASD kecuali peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua.
Ada beberapa laporan mengenai terjadinya kegagalan jantung kongestif
dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung kongestif
merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk mengoreksi defek.
Sebagian kecil penderita ASD kemudian mengalami hipertensi pulmonal
dan sindroma Eisenmenger (shunt balik dari kanan ke kiri karena tekanan
arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan ini dapat membahayakan jiwa
penderita sehingga perlu penanganan yang hati-hati dan serius.
Ventricular Septal Defect (Vsd)
Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya
mempunyai defek yang kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi
pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan getaran
dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang keras dan
bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG
umumnya nampak normal namun dapat pula tampak tanda hipertrofi
ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks pembesaran ventrikel kanan dan
atrium kiri.
7
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena
kehamilan menyebabkan penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi
terjadinya shunt kiri – kanan. Morbiditas dan mortalitas meningkat bila
terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger. Pada masa
postpartum penderita VSD dengan hipertensi pulmonal berisiko untuk
mengalami kegagalan jantung ketika terjadi penurunan tekanan darah dan
volume darah yang sesaat sehingga menyebabkan shunt terbalik.
Lesi Katup Trikuspidal Dan Pulmonal
Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan
pada kehamilan normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali
bila regurgitasi trikuspidal yang berhubungan dengan anomali Ebstein
yang akan meningkatkan morbiditas dalam kehamilan. Stenosis
trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang ditemukan dalam kehamilan
dan hanya ada beberapa laporan saja mengenai kasus ini.
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital
yang berdiri sendiri atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada
pemeriksaan fisik gelombang “A” yang menonjol pada tekanan vena
jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa terdengar sepanjang
daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG terlihat normal kecuali bila
stenosis yang berat sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi
aksis kanan. Pada pemeriksaan foto toraks tampak pembesaran ventrikel
kanan dan tonjolan arteri pulmonalis.
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal
yang tidak dikoreksi. Walaupun pemasangan balon valvuloplasty
perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun bila terjadi kegagalan
jantung yang refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan
tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon memberikan efek
radiasi pada janin.
2) Kelainan Jantung Yang Berisiko Sedang Terhadap Ibu Hamil
Stenosis Mitral
8
Stenosis katup mitral hampir selalu berhubungan dengan penyakit
jantung reumatik. Disfungsi katup akan terjadi seumur hidup. Kerusakan
katup ini dipicu oleh episode demam rheuma yang berulang. Demam
rheumatik sendiri merupakan respon imunologik terhadap infeksi
streptococcus β hemolitik grup-A. Insiden penyakit ini dalam populasi
dipengaruhi oleh kondisi kemiskinan.
Pasien dengan stenosis mitral asimptomatik mempunyai umur
harapan hidup 10 tahun sekitar 80%, namun bila kemudian menjadi
simtomatik akan berkurang menjadi 15%. Bila ada hipertensi pulmonal
maka rata-rata harapan hidup kurang dari 3 tahun. Kematian terjadi karena
edem paru yang progresif, kegagalan jantung kanan, emboli sistemik atau
emboli paru.
Stenosis katup mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri pada saat diastol. Luas permukaan katup mitral yang normal
sekitrar 4 – 5 cm2. Gejala pada saat aktifitas akan nampak bila
luas permukaan ini < 2,5 cm2. Gejala pada saat istirahat dipastikan akan
timbul bila luas permukaan < 1,5 cm2. Curah jantung terbatas karena
aliran darah yang relatif pasif selama diastol ; peningkatan arus balik dari
vena akan menyebabkan kongesti paru. Takikardia relatif dalam masa
kehamilan mengurangi pengisian ventrikel kiri dan selanjutnya
mempengaruhi curah jantung dan meningkatkan kongesti paru.
Kelelahan dan sesak pada saat aktifitas merupakan gejala khas untuk
stenosis mitral namun juga sering ditemukan pada kehamilan normal.
Gejala lain berupa bising diastolik dan distensi vena jugularis sering luput
dari perhatian. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk
menyingkirkan adanya stenosis mitral khususnya pada pasien dari
kelompok yang berisiko. Diagnosis ekokardiografi stenosis mitral
didasarkan pada gambaran khas stenosis berupa katup yang mengalami
kalsifikasi. Bila luas penampang katup kurang atau sama dengan 1,0
cm2 biasanya diperlukan penanganan farmakologi dalam kehamilan dan
9
pemantauan hemodinamik yang invasif pada saat persalinan. Hipertensi
pulmonal yang merupakan komplikasi yang memperburuk stenosis mitral
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan ekokardiografi.
Penanganan antepartum pada penderita stenosis mitral bertujuan
untuk mencapai keseimbangan antara upaya untuk meningkatkan curah
jantung dan keterbatasan aliran darah yang melewati katup stenosis.
Kebanyakan ibu hamil memerlukan diuresis berupa pemberian furosemid.
Pemberian β-blocker akan menurunkan denyut jantung, meningkatkan
aliran darah yang melewati katup dan menghilangkan kongesti paru.
Wanita dengan riwayat penyakit katup rheuma yang berisiko untuk
kontak dengan populasi yang mempunyai prevalensi tinggi untuk infeksi
streptococcus harus mendapat profilaksis penicilllin G peros setiap hari
atau benzathine penicillin setiap bulan. Pasien yang mengalami fibrilasi
atrium dan riwayat emboli harus diterapi dengan antikoagulan.
Pada saat persalinan sering terjadi dekompensasi karena nyeri akan
menginduksi takikardia. Kontraksi uterus meningkatkan aliran balik vena
dan kemudian terjadi kongesti paru. Hemodinamik penderita dengan luas
katup < 1 cm2 harus ditangani dengan bantuan kateter arteri pulmonalis.
Denyut jantung dipertahankan dengan mengontrol nyeri dan pemberian -
blocker. Kala II diperpendek dengan persalinan forcep atau vakum rendah.
Seksio sesaria dilakukan hanya atas indikasi obstetri. Pemberian diuresis
yang progresif akan menurunkan kongesti paru dan desaturasi oksigen.
Stenosis Aorta
Stenosis aorta jarang ditemukan pada kehamilan karena kelainan ini
sering ditemukan pada populasi yang lebih tua, namun penderita stenosis
aorta yang mempuyai katup aorta bikuspidal dapat menjadi simptomatik
pada usia 20- an dan 30-an. Stenosis aorta menandakan adanya obstruksi
aliran darah yang keluar dari ventrikel kiri. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan bising sistolik kresendo dan dekresendo pada tepi atas sternum,
pada tipe yang berat bunyi jantung kedua tidak terdengar. Pada EKG
10
tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan pada foto toraks gambaran
jantung membesar.
Pada kasus yang berat mortalitas ibu dilaporkan sekitar 17%, risiko
untuk mendapat bayi dengan kelainan jantung kongenital berkisar 17% -
26%, sehingga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan ekokardiografi
terhadap janin pada trimester kedua. Penanganan pada pasien terutama
adalah tirah baring dan mempertahankan volume darah yang adekuat.
Pada saat persalinan dilakukan pemantauan sentral dengan kateter Swan-
Ganz dan cegah terjadinya hipotensi. Anestesi spinal dan epidural harus
dilakukan dengan hati-hati pada pasien stenosis berat karena bahaya
hipotensi. Bila memungkinkan sebaiknya dilakukan koreksi stenosis
sebelum kehamilan, namun juga telah dilaporkan penggantian katup aorta
pada saat kehamilan yang memberikan hasil memuaskan. Valvuloplasty
balon pada katup aorta telah berhasil dilakukan pada saat kehamilan
dengan luaran maternal dan perinatal yang memuaskan.
3) Kelainan Jantung Yang Berisiko Tinggi Terhadap Ibu Hamil
Sindroma Eisenmenger
Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati
tekanan sistemik menyebabkan aliran balik dari shunt kiri – kanan
menjadi shunt kanan – kiri menyebabkan hipoksemia dan kematian.
Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif dan
hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri – kanan seperti
ASD, VSD atau PDA dengan hipertensi pulmonal progresif dapat
menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger.
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi
(23 – 50%) yang dapat terjadi pada masa kehamilan atau periode
postpartum. Penderita harus diberitahu mengenai risiko ini dan
ditawari untuk memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan
kehamilannya. Bila penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan maka
penanganannya meliputi tirah baring secara ketat, pemberian oksigen
11
kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada periode
peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah. Penderita
harus dirawat di rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk
menjamin oksigenasi janin yang adekuat.
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat
dan kematian janin maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan
janin secara ketat dengan pemeriksaan USG serial dan NST dan atau
pemeriksaan profil biofisik. Periode peripartum merupakan periode yang
genting berhubung karena terjadi perubahan volume darah yang cepat dan
kemungkinan perdarahan. Penderita harus diawasi di rumah sakit selama
seminggu sesudah persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada
periode ini.
Kardiomiopati Peripartum
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada
bulan terakhir kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa
penyebab yang jelas. Di Amerika Serikat insidennya bervariasi dari 1 per
4000 kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi pada bulan
kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan
kulit hitam. Angka kematian ibu bervariasi dari 25% – 50%.
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena
hipertensi, infeksi virus, reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di
Nigeria dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena ibu postpartum
mengkonsumsi garam dalam jumlah yang besar.
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan,
palpitasi, edem perifer dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi vena-vena di daerah leher.
Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan
perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal
merupakan tanda khas pada pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan
ekokardiografi bermanfaat untuk menyingkirkan adanya kelainan katup.
12
2.4 Epidemiologi
Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan kirakira 1-4%, yang
tersering adalah penyakit jantung akibat demam rematik. Saryadi dan Samil
(1983) di RSCM mendapatkan 31 dari 39 (79,48%) kasus penyakit jantung
dalam kehamilan adalah dengan kelainan katup kronik, di mana 96,77% dengan
kelainan katup mitral, dan 87,09% dengan kelainan dasar stenosis katup mitral.
Kelainan katup jantung yang sering dijumpai pada kehamilan berturut-
turut adalah mitral stenosis (MS), gabungan MS dengan mitral insufisiensi (MS-
MI), mitral insufisiensi (MI), aorta stenosis (AS), aorta insufisiensi (AI),
gabungan antara AS dan AI (AS-AI. Angka kejadian katup jantung di RSCM
(1983) berkisar 69 % sampai 79 % dari penyakit jantung dalam kehamilan.
Peneliti di luar negeri mendapatkan angka antara 85 %- 95 %; perbedaan ini
kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan tingkat sarana diagnostik.
Mengingat Indonesia merupakan negara sedang berkembang dengan tingkat
sosioekonomi yang belum maju.
2.5 Etiologi
Lesi kongenital bertanggung jawab pada > 50 % penyakit jantung dalam
kehamilan. Penyebab lainnya: arteri koroner, hipertensi, disfungsi laroid. Terjadi
perubahan dari kerja jantung, karena :
Pengaruh peningkatan hormon tubuh saat hamil
Terjadi hemodilusi darah dengan puncaknya pada kehamilan 28 sampai 32
minggu
Kebutuhan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam rahim
Kembalinya darah segera setelah plasenta lahir karena kontraksi rahim dan
terhentinya peredaran darah plasenta
Saat postpartum sering terjadi infeksi
13
1. Mudah lelah
2. Ortopnoa
3. Dan kogesti paru adalah tanda dan gejala gagal jantung kiri
4. Peningkatan berat badan
5. Edema tungkai bawah
6. Hepatomegali
7. Dan peningkatan tekanan vena jugularis adalah tanda dan gejala gagal
jantung kanan
Namun tanda dan gejala tersebut dapat pula terjadi pada wanita normal.
Perlu diawasi saat-saat berbahaya bagi penderita penyakit jantung yang hamil
yaitu:
a. Antara minggu ke 12 dan 32 terjadi perubahan hemodinamik, terutama
minggu ke 28 dan 32 saat puncak perubahan dan kebutuhan jantung
maksimum.
b. Pada saat persalinan, setiap kontraksi uterus jumlah darah meningkat ke
dalam sirkulasi sistemik sebesar 15-20% dan ketika menekan pada partus
skala II saat arus balik vena dihambat pengaruh obstruksi.
c. Setelah melahirkan bayi dan plasenta. Hilangnya pengaruh obstruksi uterus
yang hamil menyebabkan masuknya darah secara tiba-tiba dan ekstremitas
bawah dan sirkulasi uteroplasenta ke sirkukasi sistemik.
d. Empat sampai lima hari setelah persalinan. Terjadi penurunan resistensi
perifer dan emboli pulmonal dari thrombus ilrofemonal.
Gejala dan tanda yang biasa ditemui adalah dispnea dan ortopnea yang berat
atau progresif, paroxysmal, noctural, dyspnea, sinkop pada kerja, nyeri dada,
batuk kronis, hemoptisis, sianosis, edema persislen pada ekstremitas,
peningkatan vena jugularis, bunyi jantung I yang keras atau sulit didengar, split
bunyi jantung II elechon dick late systolic dick opening snam friction rub, bising
systolic derajat III atau IV, bising drastolic dan kardiomegali dengan heaving
ventrikel kiri atau kanan yang difus.
Beberapa indikator klinik penyakit jantung dalam kehamilan :
14
1. Gejala
a. Dispnea yang progresif atau orthopnhea
b. Batuk pada malam hari
c. Hemoptisis
d. Sinkop
e. Nyeri dada
2. Tanda tanda klinik
a. Sianosis
b. Clubbing pada jari jari
c. Distensi vena di daerah leher yang menetap
d. Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
e. Bising diastolik
f. Kardiomegali
g. Aritmia persisten
h. Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
i. Adanya kriteria hipertensi pulmonal
2.7 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang
ditetapkan oleh New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut :
Kelas I
Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik, dan
tanpa gejala –gejala penyakit jantung apabila mereka melakukan kegiatan
biasa.
Kelas II
Para penderita penyakit jantung dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan
fisik. Mereka tidak mengeluh apa apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan
fisik biasa menimbulkan gejala - gejala insufiensi atau payah jantung, seperti
cepat lelah, jantung berdebar (palpitasi kordis), sesak nafas atau angina
pektoris, nyeri dada dan edema tungkai/tangan.
15
Kelas III
Gerakan sangat terbatas karena gerak yang minimal saja telah menimbulkan
gejala payah jantung.
Kelas IV
Para penderita penyakit jantung yang tidak mampu melakukan kegiatan fisik
apapun tanpa menimbulkan keluhan. Dalam keadaan istirahat juga dapat
timbul gejala payah jantung, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik walaupun yang sangat ringan.
2.8 Patofisiologi
Terjadi hipovolemia dalam kehamilan, yang sudah dimulai sejak umur
kehamilan 10 minggu dan mencapai puncak pada usia 32-36 minggu uterus
yang semakin besar mendorong diafragma ke atas, kiri dan depan sehingga
pembuluh-pembuluh dasar besar dekat jantung mengalami lekukan dan putaran,
kemudian 12-24 jam pascapersalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat
imbibisi cairan dari ekstravaskuler ke dalam pembuluh darah, kemudian diikuti
periode diuresis pascapersalinan yang menyebabkan hemokonsentrasi. Jadi
penyakit jantung akan menjadi lebih berat pada pasien yang hamil dan
melahirkan, bahkan dapat terjadi gagal jantung.
Keperluan janin yang sedang bertumbuh akan oksigen dan zat-zat makanan
bertambah dalam berlangsungnya kehamilan, yang harus dipenuhi melalui
darah ibu. Untuk itu banyaknya darah yang beredar bertambah, sehingga
jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam kehamilan selalu terjadi
perubahan dalam system kardiovaskuler yang baisanya masih dalam batas-batas
fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan karena :
1. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan
puncaknya pada UK 32-36 minggu
2. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke
atas, ke kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat
jantung mengalami lekukan dan putaran.
16
Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya
peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah
merah; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah).
12-24 jam pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi
cairan dari ekstra vaskular ke dalam pembuluah darah, kemudian diikuti periode
deuresis pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan
volume plasa). 2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume
plasma seperti sebelum hamil.
Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang sakit
tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat dan
nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan
lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising
sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi
lebih berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi
decompensasi cordis.
17
WOC KEHAMILAN DENGAN KELAINAN KATUP
B5 (Bowel) B6 (Bone)
Alveoli terdesak
Kebutuhan O2
Sesak jantung
Suplai nutrisi Tekanan paru
meningkat
janin menurun meningkat
MK : Gangguan
Pertukaran Gas Tubuh tidak mampu
Mempengaruhi Tekanan torak
memenuhi
kondisi janin meningkat
MK : Intoleransi
Mendesak
Janin kurang Aktivitas
diafragma
nutrisi dan oksigen
Tekanan Menimbulkan
1. Prematuritas Asupan nutrisi
abdomen rasa penuh di
2. hipoksia, gawat janin berkurang
MK : Resiko meningkat abdomen
cedera janin 3. pertumbuhan janin
terhambat
MK : Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
19
2.9 Pemeriksaan diagnostik
Evaluasi status kardiovaskular pada wanita hamil lebih baik hanya dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Adakalanya diperlukan pemeriksaan lain yang
harus dilakukan dengan mempertimbangkan resikonya terhadap wanita hamil
dan janin yang dikandungnya. Pemeriksaan oleh orang yang berpengalaman
sangat diperlukan untuk menghindarkan kesalahan dalam diagnosis yang dapat
menimbulkan kecemasan, ketakutan dan biaya yang tidak diperlukan (Anwar, T.
Bahri, 2004).
1. Pemeriksaan hematologi
Pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan kadar elektrolit (natrium,
kalium) sangat penting dilakukan terutama untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya aritmia. Pemeriksaan laboratorium lain dapat
ditambahkan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien. Pemeriksaan
biomarker jantung, seperti BNP (brain natriuretic peptide) dan NT Pro-BNP
(N-terminal pro-brain natriuretic peptide), selain untuk kepentingan
diagnosis, dapat juga digunakan untuk pemantauan hasil terapi dan menilai
prognosis.
2. Foto rontgen toraks
Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali),
kondisi parenkim paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial,
efusi pleura dan dilatasi pembuluh darah lobus superior paru/sefalisasi. Perlu
diingat pemeriksaan rontgen toraks memberikan risiko cukup signifikan
terhadap janin dalam kandungan. Penggunaan teknik diagnostik ini sedapat
mungkin dihindari dan dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pelindung regio abdomen ibu selama proses pengambilan
gambar.
3. Pemeriksaan Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi, termasuk Doppler sangat aman dan tanpa
resiko terhadap ibu dan janin. Pemeriksaan tranesofageal ekokardiografi
pada wanita hamil tidak dianjurkan karena resiko anestesi selama prosedur
20
Pemeriksaan radiografi. Semua pemeriksaan radiografi mesti dihindarkan
terutama pada awal kehamilan.
Pemeriksaan radiografi mempunyai resiko terhadap organogenesis
abnormal pada janin, atau malignancy pada masa kanak-kanak terutama
leukemia. Jika pemeriksaan sangat diperlukan sebaiknya dilakukan pada
kehamilan lanjut, dosis radiasi seminimal mungkin dan perlindungan
terhadap janin seoptimal mungkin (Anwar, T. Bahri, 2004).
4. Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG sangat aman dan dapat membantu menjawab
pertanyaan rang spesifik. Kehamilan dapat menyebabkan interpretasi dari
variasi gelombang ST-T lebih sulit dari yang biasa, Depresi segmen ST
inferior sering didapati pada wanita hamil normal. Pergeseran aksis QRS
kekiri sering didapati, tetapi deviasi aksis kekiri yang nyata (-30°)
menyatakan adanya kelainan jantung (Anwar, T. Bahri, 2004).
5. Pemeriksaan Radionuklide
Beberapa pemeriksaan radionuklide akan mengikat albumin dan tidak
akan mencapai fetus, pemisahan akan terjadidan eksposure terhadap janin
mungkin terjadi. Sebaiknya pemeriksaan ini dihindarkan. Adakalanya
pemeriksaan ventilasi pulmonal/perfusi scan atau scan perfusi miokard
thallium diperlukan saat kehamilan. Diperkirakan eksposur terhadap fetua
rendah (Anwar, T. Bahri, 2004).
6. Magnetic Resonance Imaging
Meskipun tidak tersedia informasi mengenai keamanan prosedur MRI
pada evaluasi wanita hamil dengan kehamilan, dilaporkan tidak didapati efek
fetal yang merugikan bila digunakan pada tujuan yang lain. Pemeriksaan ini
mesti dihindarkan pada wanita dengan implantasi pacu jantung atau
defibrillator (Anwar, T. Bahri, 2004).
21
2.10 Penatalaksanaan Penyakit Jantung Pada Kehamilan
1. Antepartum
Penderita penyakit jantung harusnya dikonsulkan sebelum kehamilan
karena mempertimbangkan risiko dari kehamilan, intervensi yang diperlukan
dan potensi risiko terhadap janin. Namun ada pula penderita yang tidak
terkoreksi terus hamil, pada keadaan ini keuntungan dan kerugian terminasi
kehamilan atau melanjutkan kehamilan perlu dipertimbangkan dengan
cermat. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan harus mempertimbangkan
dua hal penting yaitu: risiko medis dan nilai seorang bayi bagi ibu tersebut
dan pasangannya (Gei A, Hankins G, 2001).
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi
antara lain: sindroma Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi
ventrikel kanan dan sindroma Marfan dengan dilatasi aorta yang signifikan
(Easterling TR, Otto C, 2002). Penanganan penyakit jantung pada kehamilan
ditentukan oleh kapasitas fungsional jantung. Pada semua wanita hamil,
tetapi khususnya pada penderita penyakit jantung, pertambahan berat badan
yang berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah (Easterling
TR, Otto C, 2002).
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara
samar namun membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan
pemeriksaan denyut jantung, pertambahan berat badan dan saturasi oksigen.
Pertambahan berat badan yang berlebihan menandakan perlunya penanganan
yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya akan mendahului
gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal (Easterling TR, Otto C,
2002).Salah satu prosedur penatalaksanaan selama kehamilan adalah
membatasi aktifitas fisik sehingga mengurangi beban sistem kardiovaskuler.
Dianjurkan tidak melakukan aktivitas fisik yang berat untuk
mempertahankan aliran darah uterus dan menjaga kesehatan janin (Wiratama
K, Suwardewa T, 1999). Daftar pertanyaan yang terstruktur (tentang gejala)
22
di bawah ini membantu dokter untuk waspada terhadap perubahan kondisi
(Easterling TR, Otto C, 2002).
a. Berapa anak tangga yang dapat Anda daki dengan mudah? satu?, dua?,
atau tidak ada?
b. Dapatkah Anda berjalan satu blok?
c. Dapatkah Anda tidur terlentang? Berapa bantal yang diperlukan untuk
menyanggah?
d. Apakah jantung Anda berdegup kencang?
e. Apakah Anda merasakan nyeri dada?
f. Pada saat latihan fisik?
g. Kapan jantung Anda berdegup kencang?
Pasien diharuskan melaporkan gejala infeksi saluran pernafasan bagian
atas, khususnya bila ada demam. Kebanyakan penderita kelainan jantung
juga berisiko untuk defisiensi besi sehingga diperlukan profilaksis dengan
pemberian suplementasi besi dan asam folat yang dapat menurunkan kerja
jantung. American College of Obstetricians and Gynecologists (1992)
menekankan empat konsep yang mempengaruhi penanganan, yaitu:
(Cunningham, dkk., 2001)
1. Peningkatan curah jantung dan volume plasma sebesar 50% terjadi pada
awal trimester ketiga.
2. Fluktuasi volume plasma dan curah jantung terjadi pada masa
peripartum.
3. Penurunan tahanan vaskuler sistemik mencapai titik terendah pada
trimester kedua dan meningkat lagi sampai 20% di bawah normal pada
akhir kehamilan.
4. Bila memerlukan terapi antikoagulan digunakan derivat kumarin.
2. Intrapartum
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat
dan bebas nyeri. Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang.
23
Kadang kala penderita penyakit jantung yang berat memerlukan pemantauan
hemodinamik yang invasif dengan pemasangan kateter arteri dan arteri
pulmonalis. Seksio sesaria dilakukan hanya atas indikasi medis (Easterling
TR, Otto C, 2002; Gei A, Hankins G, 2001).
Pemantauan ibu dan janin sebaiknya dikerjakan selama persalinan.
Pemantauan EKG berkelanjutan selama persalinan sangat dianjurkan. Kateter
Swan-Ganz sangat bermanfaat karena dapat memberikan informasi akurat
mengenai status cairan tubuh dan fungsi jantung kiri. Kateter Swan-Ganz
memungkinkan pengukuran tekanan kapiler paru yang merupakan gambaran
paling akurat dari hubungan antara volume darah dengan kapasitas vaskuler,
serta hubungan antara tekanana vena sentral dengan output jantung
(Easterling TR, Otto C, 2002; Gei A, Hankins G, 2001). Standar penanganan
penderita kelainan jantung dalam masa persalinan adalah: (Easterling TR,
Otto C, 2002)
1. Diagnosis yang akurat.
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri.
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan.
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik.
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia
epidural dengan narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan
penggantian cairan yang dini dan sesuai.
24
9. Managemen cairan pada postpartum dini: sering diperlukan pemberian
diuresis yang agresif namun pelu hati-hati.
3. Peurperalis
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko
maksimum untuk pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien
harus dipantau untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda gagal jantung,
hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia, infeksi dan
tromboemboli merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada
kelainan jantung.
Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan
pada kala III. Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk
menghindari penurunan tekanan darah yang mendadak. Alkaloid ergot
seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi sementara
(Easterling TR, Otto C, 2002; Wiratama K, Suwardewa T, 1999).
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat
terhadap keseimbangan cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan
ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan kegagalan jantung. Perhatian
harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami diuresis spontan.
Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan
pulse oxymetri, biasanya menandakan adanya edema paru (Easterling TR,
Otto C, 2002; Wiratama K, Suwardewa T, 1999).
Ambulasi dini sebaiknya dianjurkan pada periode post partum untuk
mencegah terjadinya stasis dan pooling vena. Dianjurkan pemakaian stocking
elastic karena dapat mengurangi risiko tromboemboli (Gei A, Hankins G,
2001).
Walaupun beberapa klinikus tidak menganjurkan pasien penderita
kelainan jantung untuk menyusui bayinya namun tidak ada kontraindikasi
spesifik untuk memberi ASI (air susu ibu) selama hidrasi yang adekuat dapat
25
dipertahankan. Namun demikian ibu dianjurkan untuk tidak sepenuhnya
tergantung pada ASI eksklusif tetapi juga memberikan susu formula kepada
bayinya. Harus diperhatikan bahwa sebagian dari obat-obat yang diberikan
kepada ibu dalam masa peripartum dapat melewati ASI (Gei A, Hankins G,
2001).
Anjurkan pemakaian kontrasepsi dan metode kontrasepsi yang dipakai
sebelum hamil perlu ditinjau kembali. Pemakaian kontrasepsi yang tepat
dapat merupakan terapi adjuvant bagi penderita kelainan jantung sebaliknya
kontrasepsi yang tidak sesuai dapat mengancam jiwanya. Kebanyakan
penderita dapat memakai kontrasepsi seperti wanita postpartum normal,
namun sebagian yang dengan hipertensi pulmonal, sianosis, memakai
antikoagulan karena operasi penggantian katup, kegagalan jantung atau
transplantasi jantung harus mendapat perhatian yang cermat. Alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak diindikasikan bagi pasien yang
berisiko untuk endokarditis misalnya yang menjalani transplantasi jantung
dan memerlukan terapi immunosupresi, ada riwayat endokarditis, memakai
katup protese atau mendapat terapi antikoagulan jangka panjang. Bila akan
dilakukan sterilisasi tuba postpartum setelah persalinan pervaginam maka
sebaiknya prosedur ini ditunda sampai jelas bahwa ibu dalam keadaan tidak
demam, tidak anemia dan terbukti bahwa dia dapat bergerak tanpa ada tanda-
tanda distres (Gei A, Hankins G, 2001; Wiratama K, Suwardewa T, 1999).
Respons kardiovaskuler baru akan kembali normal setelah 7 bulan
postpartum. Penderita disfungsi ventrikel kiri karena kardiomiopati
peripartum memerlukan pemeriksaaan ekokardiografi tiap 3 bulan. Setelah
keluar dari rumah sakit penderita perlu memeriksakan diri pada dokter obgin
dan kardiolog.
26
Sebelum Konsepsi Identifikasi kondisi kardiovaskular dan kelas fungsional.
Mendapatkan evaluasi dari kardiologist
Disarankan untuk melakukan koreksi bedah bila dibutuhkan
Konseling tentang prognosis dari keberhasilan persalinan,
termasuk keselamatan ibu dan kelainan janin
Mengevaluasi kehamilan kedepannya
Mengevaluasi medikasi dan mendiskusikan resiko dan
keuntungan tiap medikasi dengan kardiologis dan pasien
Memberikan konseling kontrol kehamilan agar mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan
Trimester I Melakukan evaluasi yang multidisiplin dengan kardiologis
dan perinatologis
Konseling tentang resiko mortalitas dan morbiditas ibu, dan
juga prognosis keberhasilan kehamilan
Mengevaluasi ulang medikasi dengan kardiologis, untuk
meninimalkanresiko kelainan fetus tanpa menganggu status
kardiovaskular ibu
Menghindari terapi intervensi yang dapat ditunda hingga
trimester ke II( Contoh : Fluoroskopi )
Mengevaluasi opsi terminasi kehamilan jika terdapat resiko
mortalitas danmorbiditas yang tinggi terhadap ibu
Mendiskusikan untuk rujukan ke tempat dengan fasilitas
yang lebih baik
Trimester II Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi akan adanya penyakit jantung bawaan pada
fetus dengan fetal ultrasound lvl II
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal
ultrasound
Mengatur dosis medikasi untuk mempertahankan level
27
terapeutik
Membatasi aktivitas maternal untuk mempertahankan
stabilitas kardiovaskular
Trimester III Melanjutkan evaluasi multidisiplin pada pasien
Mengevaluasi perkembangan janin dengan serial fetal
ultrasound
Menkonsultasikan dengan ahli anestesi mengenai persalinan
Melakukan pertemuan dengan ahli lain selama kehamilan
dan persalinanuntuk merencanakan manajemen persalinan
Mengevaluasi resiko dan keuntungan induksi persalinan,
persalinan spontan dan sektio sesaria elektif
Jika diberikan antikoagulan, ganti dengan unfractionated
heparin
Selama Persalinan Monitoring yang ketat oleh ahli multidisiplin tim
Penanganan nyeri yang adekuat
Monitoring kondisi kardiovaskular maternal dan status
cairan padakeadaan seperti di ICU
Post Partum Monitoring hemodinamik dalam keadaan seperti di ICU
28
hamil dengan penyakit jantung belum termasuk kriteria penting karena masih
menghadapi trias penyebab kematian utama :
1. Trauma persalinan.
2. Perdarahan.
3. Infeksi intra partum sampai post partum.
Prognosis kombinasi ibu hamil dengan penyakit jantung tergantung dari
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Keparahan penyakit jantung
2. Umur dan mungkin paritas penderita
3. Apakah disertai penyakit lainnya :
a. Hipertensi dapat menjadi preeclampsia-eklampsia
b. Diabetes mellitus
c. Apakah disertai infeksi
d. Anemia
e. Hipertensi disertai arithmia
f. Apakah sudah pernah mengalami dekompensasio kordis
4. Kemampuan untuk dapat memberikan pertolongan adekuat.
Tabel Gambaran mortalitas kombinasi penyakit jantung dengan ibu hamil
Kelas penyakitnya/sianotik- Kematiannya
nonsianotik
Kelas I-II 15%
Kelas III-IV 85%
Nonsianotik 5%
Sianotik 57%
29
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
(Nama pasien, alamat, jenis kelamin, usia, pekerjaan, suku/bangsa,
pendidikan)
2. Keluhan utama dari pasien
Pada mitral stenosis, pasien biasanya merasakan kelelahan yang berarti dan
sesak nafas saat beraktifitas.
3. Riwayat Penyakit Terdahulu
Salah satu penyebab penyakit ini adalah pasien pernah mengalami reumatik
jantung sebelumnya ataupun menderita endokarditis.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien memiliki penyakit gagal jantung akibat penyempitan katub
mitral berat.
5. Riwayat penyakit Keluarga
6. Pemeriksaan B1-B6 (Doenges et al, 2000)
a. B1 (Breathing)
Tanda : Nafas pasien takipnea
Gejala : Dispnea saat aktivitas, paroksimat nocturnal dispnea
b. B2 (Blood)
Tanda : Tekanan nadi meluas, adanya bendungan nadi karotis dengan
pulsasi arteri, secara lateral nadi apikal terlihat kuat serta adanya
getaran sistolik pada titik jugular dan sepanjang nadi karotis. Adanya
murmur dengan bunyi tinggi dan terdengar baik, warna atau sianosis
dengan kulit hangat lembab atau kemerahan.
Gejala : Riwayat pemeriksaan pencetus Insufisiensi aorta seperti
demam reumatik, endokarditis dan kelainan konginental.
c. B3 (Brain)
30
Terjadinya pingsan berkaitan dengan beban kerja.
d. B4 (Bowl)
Perubahan berat badan dan konsumsi obat-obatan diuretik
e. B5 (Bledder)
Peningkatan volume urine akibat pengguanaan deuretik
f. B6 (Bone)
Kelemahan akibat intoleransi aktivitas
7. Kaji aktivitas dan istirahat pasien
Kaji apakah apakah pasien mengalami gejala kelemahan, kelelahan,
pusing, dispnea ataupun palpitasi karena kerja berat. Kaji pola tidur dan
gangguan tidur pada pasien apabila terjadi. Selain itu kaji tanda pada pasien
apakah terdapat takikardi gangguan TD, pingsan karena kerja, takipnea
ataupun dispnea (Dongeos et al, 2000).
8. Kaji sirkulasi pasien
a) Kaji gejala yang terjadi pada pasien mulai dari riwayat kondisi pencetus
seperti demam reumatik ataupun kondisi kongenital, riwayat murmur
jantung, palpitasi, hemoptisis, batuk dengan atau tanpa produksi
sputum.
b) Kaji tanda yang ada pada pasien seperti meluasnya tekanan
nadi,bendungan nadi karotis dengan pulsasi terlihat, nadi apikal secara
lateral kuat dan terjadi perpindahan tempat, getaran diastolik pada
apeks, bunyi jantung S1 keras, pembukaan yang keras. Kecepatan
takikardi pada saat istirahat, irama tidak teratur dan vibrilasi atrial,
bunyi murmur rendah sedangkan murmur diastolik gaduh (Dongeos et
al, 2000).
9. Integritas ego
Kaji apakah terdapat tanda kecemasan seperti gelisah, pucat, berkeringat,
fokus menyempit, dan gemetar (Dongeos et al, 2000).
10. Nyeri dan keamanan
Kaji adanya nyeri dada yang dirasakan oleh pasien (Dongeos et al, 2000).
31
ROS (Review of System)
a. B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan
menggunakan bell dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan fatigue,
batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
b. B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia atrial
berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan tidak teratur ),
hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi melemah, takikardi,
edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1 keras murmur
sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
c. B3 (Brain) : nyeri dada dan abdomen
d. B4 ( Bladder): Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
e. B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
f. B6 (Bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Elektrokardiogram. Pemeriksaan Elektrokardiogram pada stenosis mitral
mempunyai beberapa aspek :
Membantu menegakkan diagnosis stenosis mitral.
Adanya perubahan pada EKG tidak merupakan suatu indicator akan
beratnya perubahan hemodinamik.
Dapat mendeteksi kondisi lain disamping adanya stenosis mitral.
2) Rontgen dada (menunjukkan pembesaran atrium). Hal-hal yang terlihat
pada pemeriksaan radiologis adalah :
a. Left atrial appendage dan atrium kiri membesar.
b. Vena pulmonal menonjol, terutama terlihat pada bising jantung
c. Lapangan baru memperlihatkan tanda-tanda bendungan, kadang-
kadang terlihat garis pada septum interstitial pada daerah
kostofrenikus.
32
3) Ekokardiografi (teknik penggambaran jantung dengan menggunakan
gelombang ultrasonik).
Stenosis mitral umumnya mudah didiagnosis dengan perekaman
ekokardiografi M mode, tetapi pemeriksaan ini tidak dapat digunakan
untuk menduga derajat stenosis mitral.
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
1. Data Subjektif: penyakit jantung pada kehamilan MK : gangguan
pasien mengeluhkan kesulitan pertukaran gas
bernafas. tahanan tinggi di atrium kiri
33
Data Objektif: penyakit jantung pada kehamilan perfusi cerebral
a. Pasien mengalami
penurunan kesadaran Suplai darah ke otak menurun
b. Perubahan tanda vital
c. Perubahan pola napas, Hipoksia otak
bradikardia
d. Muntah Kebutuhan O2 jantung meningkat
e. Kelemahan motorik
f. Kerusakan pada nervus Tidak mampu memenuhi
kranial III, IV,VI,VII,VIII
g. Refleks patalogis Darah yang di pompa tidak sampai
h. Perubahan nilai AGD pada janin
i. Hasil pemeriksaan
CTScan adanya edema Jantung Harus Bekerja Lebih Berat
serebri, hematom.
j. Pandangan kabur frekuensi denyut jantung meningkat
Takikardia
Shock Kardiogenik
34
d. Pasien tampak bingung dan dipompakan keseluruh tubuh
gelisah
e. Pasien tampak lemah perubahan volume sekuncup
f. Nilai AGD tidak normal
g. Perubahan tanda vital penurunan curah jantung
h. Perubahan warna dan
kelembapan kulit
k. Perubahan pola napas,
bradikardia
4. Data Subjektif : Klien penyakit jantung pada kehamilan MK: Nyeri Akut
mengeluh nyeri pada bagian
dadanya Kebutuhan O2 jantung meningkat
35
ketidaksanggupan untuk
berkemih
-Urine yang keluar dengan
intake tidak seimbang.
-Meningkatnya keinginan
berkemih dan resah
-Ketidaksanggupan untuk
berkemih
6. Data Subjektif : penyakit jantung pada kehamilan MK: Intoleransi
Klien mengeluh lemas Aktivitas
Kebutuhan O2 jantung meningkat
36
b) Setelah beraktifitas pasien
mengalami peningkatan
RR
c) Timbul palpitasi
3.4 Intervensi
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Gangguan pertukaran gas Tujuan: a) Observasi warna Sianosis kuku
berhubungan dengan Setelah dilakukan kulit, membran menggambarkan
terdesaknya alveoli paru tindakan keperawatan mukosa dan kuku, vasokonstriksi atau
selama 1x24 jam catat adanya sianosis respon tubuh terhadap
diharapkan pertukaran perifer (kuku) atau demam
gas menjadi normal sianosis pusat
37
TD : 100 - (hiburan)
120mmHg / 60 –
80mmHg c) Kaji tingkat Kecemasan
b) Penurunan dispnea kecemasan. merupakan
c) tidak ada gejala Anjurkan untuk manifestasi dari
disstres pernapasan menceritakan secara psikologis respon
d) menunjukkan verbal. Monitor terhadap hipoksia.
perbaikan ventilasi keadaan klien Memberikan
dan kadar oksigen sesering mungkin, ketentraman dan
jaringan adekuat atur pengunjung meningkatkanperasaa
dengan gas darah untuk tinggal n aman akn
arteri dalam rentang bersama klien mengurangi masalah
normal psikologis.
e) Nilai AGD pasien
normal d) Kolaborasi Pemberian terapi
Berikan terapi oksigen untuk
oksigen sesuai memelihara PaO2
kebutuhan, misal diatas 60mmHg,
nasal prong atau oksigen yang
masker diberikan sesuai
dengan toleransi dari
klien
38
Gangguan perfusi Tujuan : a) Kaji faktor Untuk mempermudah
cerebral berhubungan Setelah dilakukan penyebab terjadinya penanganan koma
dengan menurunnya tindakan keperawatan koma / menurunnya yang dialami pasien.
suplai darah ke otak selama 1x24 jam perfusi jeringan
diharapkan perfusi otak.
cerebral menjadi normal
b) Monitor status Untuk mengetahui
neurologis secara status ketahanan
Kriteria hasil : teratur. tubuh pasien.
a. Tingkat kesadaran
kompos mentis : c) Monitor tanda – Untuk mengetahui
orientasi orang, tempat tanda vital. perubahan status
dan memori baik. kesehatan pada pasien
b. Tekanan perfusi
serebral >60 mmHg, d) Evaluasi keadaaan Untuk mengobservasi
tekanan intrakranial < 15 pupil, ukuran, respon mata pasien.
mmHg. bentuk, reaksi
c. Fungsi senssori terhadap cahaya.
utuh / normal.
e) Letakkan posisi Untuk memperlancar
klien dengan kepala oksigenisasi ke otak
sedikit lebih tinggi dan seluruh tubuh
an dalam posisi
terlentang.
39
yang berarti.
40
tidak ada asites vasokonstriksi atau
d. tidak ada respon tubuh terhadap
penurunan perubahan status
kesadaran. kardiovaskuler
b) Identifikasi Membantu
terjadinya faktor membedakan nyeri
pencetus, bila ada: dada dini dan alat
41
frekuensi, durasi, evaluasi kemungkinan
intensitas dan lokasi kemajuan menjadi
nyeri. angina tidak stabil
(angina stabil
biasanya berakhir 3
sampai 5 menit
sementara angina
tidak stabil lebih lama
dan dapat berakhir
lebih dari 45 menit.
42
berulang
43
makan manurunkan risiko
serangan angina
j) Kolaborasi: Nitrigliserin
Berikan antiangina mempunyai standar
sesuai indikasi: untuk pengobatan dan
nitrogliserin: mencegah nyeri
sublingual angina selama lebih
dari 100 tahun
44
badan
45
-Klien melaporkan metabolisme tubuh
peningkatan toleransi
aktivitas klien mendapat
dukungan psikologi
d) Libatkan keluarga dari keluarga
dalam pemenuhan
aktivitas klien.
Tujuan :
Resiko cedera janin Setelah diberikan a) Kaji DJJ secara Mendeteksi respon
berhubungan dengan tindakan keperawatan manual atau abnormal, seperti
hipoksia 4x24 jam diharapkan electronic bradikardi,thakikardi
resiko cedera janin tidak yang mungkin
terjadi disebabkan stress,
hipoksia dan asidosis
46
wajah atau dagu. masuk ke pelvic
karena kegagalan
kemajuan dan pola
persalinan
memerlukan kelahiran
secara sesarea
47
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kehamilan adalah peristiwa sementara dalam kehidupan wanita, tetapi
kehamilan dengan penyakit jantung dapat menimbulkan perubahan yang
mempunyai akibat yang nyata. Kehamilan menimbulkan perubahan pada sistem
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler dapat dijumpai pada wanita hamil atau
tidak hamil. Jelas bahwa wanita dengan penyakit kardiovaskuler dan menjadi
hamil, akan terjadi pengaruh timbal balik yang dapat mengurangi kesempatan
hidup wanita tersebut.
Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami
kehamilan termasuk system kardiovaskuler memberikan gejala dan tanda yang
sukar dibedakan dari gejala penyakit jantung. Kehamilan dapat mengubah
fungsi serta fisiologis kardiovaskuler sehingga dapat mempengaruhi tindakan
maupun prognosis terhadap jantungnya. Penyakit jantung pada wanita dengan
kehamilan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas. Angka kematian ibu
dalam keseluruhannya berkisara antara 1 dan 5%, dan bagi penyakit yang berat
sampai 15%.
Namun, seiring kemajuan diagnostik, pengobatan medik dan surgical
dalam penatalaksanaan penyakit jantung, secara nyata telah menurunkan
morbiditas dan mortalitas penderita penyakit jantung. Tindakan surgical pada
penderita penyakit jantung semasa kanak-kanak menyebabkan sebagian besar
wanita berpenyakit jantung dapat mengalami kehamilan dan melahirkan.
Meskipun demikian beberapa hal yang dihadapi wanita berpenyakit jantung
yang mengalami kehamilan masih menjadi masalah, karena dapat mengancam
jiwa si ibu dan mempengaruhi keadaan janin.
Penanganan wanita hamil dengan penyakit jantung, dilakukan dalam
kerjasama dengan ahli penyakit dalam atau kardilogi, banyak ditentukan oleh
kemampuan fungsionil jantungnya. Prognosis bagi wanita hamil dengan
48
penyakit jantung tergantung pada beratnya penyakit yang diderita menurut
klasifikasi fungsional, umur penderita, dan penyulit-penyulit lain yang tidak
berasal dari jantung. Tentunya penanganan yang tepat dan keinginan wanita
untuk sembuh dengan mentaati berbagai pantangan ikut pula menentukan
prognosis.
4.2 Saran
1. Implementasi keperawatan harus cukup mendetail dan jelas supaya semua
tenaga keperawatan dapat menjalankan dengan baik dan efisien dalam waktu
yang telah ditentukan.
2. Pada masing-masing klien banyak sedikitnya masalah keperawatan yang
ada, tergantung pada respon klien sendiri. Oleh karena itu, perawat harus
dapat memprioritaskan tindakan keperawatan apa saja yang akan dilakukan
sesuai dengan rasional tindakan dan risiko yang terjadi karena setiap orang
mempunyai respon yang berbeda.
49
DAFTAR PUSTAKA
50