Está en la página 1de 16

Unstable Angina Pectoris dengan Hipertensi pada

Pria Dewasa

Zefanya Merryani
102012308

Falkutas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Thara.zefanya@yahoo.com

Pendahuluan

Angina Pectoris adalah suatu sindrom klinis dimana pasien mendapat serangan
sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat didada yang seringkali menjalar
kelengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu
aktivitas dan segera hilang bila pasien menghentikan aktivitasnya. kebutuhan jantung akan
oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung (kecepatan dan kekuatan denyut jantung).
Aktivitas fisik dan emosi menyebabkan jantung bekerja lebih berat dan karena itu
menyebabkan meningkatnya kebutuhan jantung akan oksigen. Jika arteri menyempit atau
tersumbat sehingga aliran darah ke otot tidak dapat memenuhi kebutuhan jantung akan
oksigen, maka bisa terjadi iskemiadan menyebabkan nyeri. Angina pectoris dibagi menjadi
angina stabil, angina tidak stabil, dan angina prizmetal.1

Anamnesa
Diagnosa angina pectoris terutama didapatkan dari anamnesa mengenai riwayat
penyakit, karena diagnosa pada angina sering kali berdasarkan adanya keluhan sakit dada
yang mempunyai ciri khas sebagai berikut :

 Letaknya pada daerah sternum, atau dibawah sternum, atau dada sebelah kiri dan
kadang-kadang menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, leher, dan lengan kanan.1
 Nyeri dada timbul pada waktu kapan saja, tidak tergantung pada aktivitas. Serangan
angina dapat timbul pada waktu tidur malam.2
 Lamanya serangan sakit dada biasanya berlangsung 1 – 5 menit, walaupun perasaan
tidak enak di dada masih dapat terasa setelah sakit dada hilang . bila sakit dada

1
berlangsung lebih dari 20 menit , mungkin pasien mendapat serangan infark miokard
akut dan bukan disebabkan angina pectoris biasa. Dengan anamnese yang baik dan
teliti sudah dapat disimpulkan mengenai tinggi rendahnya kemungkinan penderita
tersebut menderita angina pectoris stabil atau kemungkinan suatu angina pectoris
tidak stabil. 1,2

Ada 5 hal yang perlu digali dari anamnese mengenai angina pectoris yaitu : lokasinya,
kualitasnya, lamanya, factor pencetus, factor yang bisa meredakan nyeri dada tersebut.

Setelah semua deskriptif nyeri dada tersebut didapat, pemeriksa membuat kesimpulan
dari gabungan berbagai komponen tersebut. Kesimpulan yang didapat digolongkan menjadi
tiga kelompok yaitu

angina yang tipikal, angina yang atipikal atau nyeri dada bukan karena jantung.

 Angina tipikal
Bila rasa tidak enak atau nyeri dirasakan dibelakang sternum dengan kualitas
dan lamanya yang khas, dipicu oleh aktivitas atau stress emosional, mereda bila
istirahat atau diberi nitrogliserin.2
 Angina atipikal
Bila hanya memenuhi 2 dari 3 kreteria diatas. Nyeri dada dikatakan bukan
berasal dari jantung bila tidak memenuhi atau hanyamemenuhi 1 dari tiga kreteria
tersebut.2

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya normal pada penderita angina pectoris.
Tetapi pemeriksaan fisik yang dilakukan saat serangan angina dapat memberikan informasi
tambahan yang berguna. Adanya gallop, mur-mur regurgitasi mitral, split S2 atau ronkhi
basah basal yang kemudian menghilang bila nyerinya mereda dapat menguatkan diagnosa
PJK. Hal-hal lain yang bisa didapat dari pemeriksaan fisik adalah tanda-tanda adanya factor
resiko, misalnya tekanan darah tinggi.1,2

Pemeriksaan Penunjang
Setiap penderita dengan gejala yang mengarah pada angina harus dilakukan EKG 12
lead. Namun hasil EKG akan normal pada 50 % dari penderita dengan angina pectoris.

2
Depresi atau elevasi segmen ST menguatkan kemungkinan adanya angina dan menunjukkan
suatu ischemia pada beban kerja yang rendah.3
Foto thoraks pada penderita angina pectoris biasanya normal. Foto thoraks lebih
sering menunjukkan kelainan pada penderita dengan riwayat infark miokard atau penderita
dengan nyeri dada yang bukan berasal dari jantung. Manfaat pemeriksaan foto thorak secara
rutin pada penderita angina masih dipertanyakan.4
Uji latih beban dengan monitor EKG merupakan prosedur yang sudah baku. Dari segi
biaya, tes ini merupakan termurah bila dibandingkan dengan tes echo. Untuk mendapatkan
informasi yang optimal, protocol harus disesuaikan untuk masing-masing penderita agar
dapat mencapai setidaknya 6 menit. Selama EKG, frekwensi, tekanan darah harus dimonitor
dengan baik dan direkam pada tiap tingkatan dan juga pada saat abnormallitas segmen ST.
metode yang dipakai pada uji beban yaitu dengan menggunakan treadmill dan sepeda statis.
Interpretasi EKG uji latih beban yang paling penting adalah adanya depresi dan elevasi
segmen ST lebih dari 1 mm. Biasanya uji latih beban dihentikan bila mencapai 85% dari
denyut jantung maksimal berdasarkan umur, namun perlu diperhatikan adanya variabilitas
yang besar dari denyut jantung maksimal pada tiap individu. Indikasi absolute untuk
menghentikan uji beban adalah penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg dari
tekanan darah awal meskipun beban latihan naik jika diikuti tanda ischemia yang lain :
angina sedang sampai berat, ataxia yang meningkat, kesadaran menurun, tanda-tanda
penurunan perfusi seperti sianosis.

Pada penderita yang tidak bisa di diagnosa dengan uji latih beban berdasarkan EKG,
maka dilakukan uji latih beban dengan pencitraan. Isotop yang biasa digunakan adalah
thalium-210. Tes uji latih ekokardiografi dianalisa berdasarkan penilaian penebalan miokard
pada saat uji latih dibandingkan dengan saat istirahat. Gambaran ekokardiografi yang
mendukung adanya ischemia miokard adalah : penurunan gerakan dinding pada 1 atau lebih
segmen ventrikel kiri, berkurangnya ketebalan dinding saat sistol atau lebih segmen pada saat
uji latih beban, hiperkinesia kompensasi pada segmen dinding yang berkaitan atau yang tidak
ischemia. Tindakan untuk angiografi koroner diagnostic secara langsung pada penderita
dengan nyeri dada yang diduga karena ischemia miokard, dapat dilakukan jika ada kontra
indikasi untuk test non invasive.4

Pada angina pektoris dan NSTEMI, gambaran EKG saat istirahat seringkali normal
pada kurang lebih 50% pasien (terutama pada angina pectoris stabil). Perubahan segmen ST
(depresi segmen ST tipe horizontal atau downsloping, dengan perubahan sebesar lebih dari

3
0,5 mm di bawah garis baseline) biasanya tidak spesifik karena dapat teijadi pada penyakit
pericardial, miokardial, dan katup jantung, atau transien akibat ansietas, perubahan posisi,
obat-obatan, atau penyakit esofagus. Perubahan segmen ST kembali menjadi normal setelah
serangan iskemik berhenti. Gelombang T dapat menjadi terbalik (inversi) atau bahkan
menghilang. Hal ini disebabkan karena adanya hipertrofi ventrikel kiri yang mungkin
disebabkan karena hipertensi, stenosis aorta, atau kardiomiopati hipertroflk sehingga
menyebabkan abnormalitas repolarisasi atau gangguan konduksi. Adanya gelombang Q
patologis mungkin menandakan adanya infark sebelumnya.4

Diagnosis kerja

Unstable Angina Pectoris (UAP)

Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah seperti keluhan
yang bertambah progresif, dan sebelumnya dengan angina stabil. Angina dapat terjadi pada
saat istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard
yang mempunyai ciri tersendiri. Angina pectoris tidak stabil adalah suatu spektrum dari
sindroma iskemik infark miokard akut yang berada diantara angina pectoris stabil dan infark
miokard akut.5

Hipertensi

Penyakit darah tinggi atau Hipertensi dikenal dengan 2 type klasifikasi, diantaranya
Hipertensi Primary dan Hipertensi Secondary :

 Hipertensi Primary

Hipertensi Primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang yang
pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan atau bahkan
obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan darah tinggi. Begitu pula
sesorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi stressor tinggi sangat mungkin terkena
penyakit tekanan darah tinggi, termasuk orang-orang yang kurang olahraga pun bisa
mengalami tekanan darah tinggi.

4
 Hipertensi Secondary

Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan


darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal
jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibu hamil,
tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Terutama pada
wanita yang berat badannya di atas normal atau gemuk (gendut).6

Diagnosis banding

 NSTEMI

Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA


menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. Gejala
yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi salah satu gejala yang paling
sering didapatkan pada pasien yang datang ke IGD.

Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri
seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat
atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Analisis
berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka yang memiliki gejala dengan onset
baru angina berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang
memiliki nyeri pada waktu istirahat. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia
pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual,
diaphoresis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

Pada pemeriksaangambaran (elektrokardiogram = EKG), secara spesifik berupa


deviasi segmen ST merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien pada
Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak
0,05 mV merupakan predictor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan
resiko outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen
ST, dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.

5
Troponin T atau Troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang lebih disukai,
karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan CKMB. Pada pasien
dengan IMA, peningkatan awal troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat
menetap sampai 2 minggu.

Penilaian klinis dan EKG, keduanya merupakan pusat utama dalam pengenalan dan
penilaian resiko NSTEMI. Jika ditemukan resiko tinggi, maka keadaan ini memerlukan terapi
awal yang segera. Karena NSTEMI merupakan penyakit yang heterogen dengan subgroup
yang berbeda, maka terdapat keluaran tambahan yang berbeda pula. Penatalaksanaan
sebaiknya terkait pada faktor resikonya.5

 STEMI

Diagnosis STEMI ditegakkan bila ditemukan 2 dari 3 syarat dibawah ini:

- Angina Pectoris
- Kelainan yang bermakna pada gelombang EKG, ditemukkannnya hiperakut T,
elevasi segmen ST lebih dari 0,1 mV pada 2 sadapan atau lebih sadapan
ekstremitas, lebih dari 0,2 mV pada sadapan prekordial, gelombang Q
patologis dan inversi gelombang T.
- Evaluas biokimia dan kenaikan enzim jantung 2X dari batas normal.6
 Prinzmetal angina

Dinding-dinding dari arteri-arteri dikelilingi oleh serat-serat otot. Kontraksi yang


cepat dari serat-serat otot ini menyebabkan penyempitan yang tiba-tiba (spasm) dari arteri-
arteri. Spasme dari arteri-arteri koroner mengurangi darah ke otot jantung dan menyebabkan
angina. Angina sebagai akibat dari spasme (kekejangan) arteri koroner disebut "variant"
angina atau Prinzmetal angina. Prinzmetal angina secara khas terjadi waktu istirahat,
biasanya di jam-jam pagi dini. Spasme dapat terjadi pada arteri-arteri koroner normal serta
pada yang disempitkan oleh arteriosclerosis.

 Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, viseralis, atau keduanya. Respons


perikard terhadap peradangan berbeda-beda dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard),
deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa, pembentukan granuloma atau kalsifikasi.

6
Etiologinya bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia,
autoimun, trauma, infark jantung, sampai ke idiopatik (paling sering).7

Keluhan yang paling sering adalah nyeri dada yang tajam, nyeri menjalar ke
punggung, bahu kiri, leher, lengan, atau rigi trapezial dan secara klasik memburuk bila
telentang dan hilang bila duduk dan membungkuk ke depan. Batuk, dispneu, disfagia, mual,
dan demam dapat terjadi. Tanda utama pada pemeriksaan fisik adalah friction rub perikardial.

Pada pemeriksaan EKG dapat terjadi perubahan pada beberapa stadium, perubahan
pertama memperlihatkan elevasi ST difus kecuali pada sadapan aVR dan V1. Elevasi
berbentuk konkaf ke atas, dan tidak ada perubahan ST-T resiprokal pada sadapan lain.
Segmen PR dapat depresi, gelombang T dapat terbalik pada miokarditis. Foto jantung dapat
normal atau membesar (bila ada efusi perikard).7,8

Etiologi

Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap
akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard.

Patofisiologi Unstable Angina Pectoris

Beberapa keadaan yang dapat merupakan penyebab angina yaitu :

 Sklerotik arteri koroner, sebagian besar penderita UAP mempunyai gangguan


cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama
dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan
pembuluh darah koroner.
 Agregasi trombosit, stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan stasis
aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang akhirnya
membentuk trombus dan pembuluhdarah mengalami vasokonstriksi.
 Trombosis arteri koroner, mudah terbentuk pada pembuluh darah yang sklerotik
sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi mikroemboli
dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal.
 Pendarahan plak ateroma, robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh darah
kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.

7
 Spasme arteri koroner, dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis
pembuluh darah koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan
artikel, pendarahan plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.8

Angina pektoris adalah suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard
yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen
miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk
kontraksi miokard.

Telah diketahui bahwa sel endotel pembuluh darah mampu melepaskan endothelial
derived relaxing factor (EDRF) yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah, dan
endothelial derived constricting factor (EDCF) yang menyebabkan kontraksi pembuluh
darah.

Pada keadaan normal, penglepasan EDRF terutama diatur oleh asetilkolin melalui
perangsangan reseptor muskarinik yang mungkin terletak di sel endotel. Berbagai substansi
lain seperti trombin, Adenosin Difosfat (ADP), adrenalin, serotonin, vasopresin, histamin dan
noradrenalin juga mampu merangsang penglepasan EDRF, selain memiliki efek tersendiri
terhadap pembuluh darah.

Pada keadaan patologis seperti adanya lesi aterosklerosis, maka serotonin, ADP dan
asetilkolin justru merangsang penglepasan EDCF. Hipoksia akibat aterosklerosis pembuluh
darah juga merangsang penglepasan EDCF.

Berhubung karena sebagian besar penderita AP juga menderita aterosklerosis di


pembuluh darah koroner, maka produksi EDRF menjadi berkurang sebaliknya produksi
EDFC bertambah sehingga terjadi peningkatan tonus A. Koronaria.

Walaupun demikian, jantung memiliki koronari reserve yang besar; maka pada
keadaan biasa, penderita yang mengalami aterosklerosis pembuluh darah koroner mungkin
tidak ada gejala. Namun apabila beban jantung meningkat akibat aktivitas fisik, atau oleh
suatu sebab terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis, maka aliran darah koroner menjadi
tidak cukup lagi untuk mempertahankan suplai oksigen ke miokard sehingga terjadi hipoksia
miokard.

Telah dibuktikan bahwa hipoksia merangsang penglepasan berbagai substansi


vasoaktif seperti katekolamin dari ujung – ujung saraf simpatis jantung; ditambah dengan

8
meningkatnya produksi EDFC, maka terjadilah vasokontriksi A. Koronia lebih lanjut dan
jantung menjadi lebih iskemik.

Keadaan hipoksia dan iskemik ini akan merubah proses glikolisis dari aerobik
menjadi anaerobik, dengan demikian terjadi penurunan sintesis ATP dan penimbunan asam
laktat. Selain itu, penurunan oksidasi metabolik mengakibatkan terlepasnya banyak adenin
nukleotida, sehingga produk hasil degradasi adenin nukleotida yaitu adenosin juga
meningkat.

Adenosin sebenarnya memiliki efek kardioprotektif karena substansi ini menghambat


penglepasan enzim proteolitik, menghambat interaksi endotel dan neutrofil, menghambat
agregasi platelet dan menghambat interaksi penglepasan tromboksan. Akan tetapi, Crea, dkk
(1990) telah membuktikan nyeri dada angina adalah disebabkan karena adenosin.

Nyeri dada AP terutama disalurkan melalui aferen saraf simpatis jantung. Saraf ini
bergabung dengan saraf somatik cervico – thoracalis pada jalur ascending di dalam medulla
spinalis, sehingga keluhan angina pektoris yang khas adalah nyeri dada bagian kiri atau
substernal yang menjalar ke bahu kiri terus ke kelingking tangan kiri.9

Patofisiologis Hipertensi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari


angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis
penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
di hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan
darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik
(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah
menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

9
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal.
Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan
diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada
gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.6

Epidemologi

Sindroma Angina pectoris tidak stabil telah lama dikenal sebagai gejala awal dari
infark miokard akut (IMA). Bayak penelitian melaporkan bahwa angina pectoris tidak stabil
merupakan risiko untuk terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat penyakitnya
yang mengalami gejala angina pectoris tidak stabil. Sedangkan penelitian jangka panjang
mendapatkan IMA terjadi pada 5-20% penderita angina pectoris tidak stabil dengan tingkat
kematian 14-80%.9

Gejala klinis Unstable Angina Pectoris

Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat menyebar kesalah
satu atau kedua tangan, leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun
emosi atau dapat timbul spontan waktu istirahat.

 Penderita dengan angina pektoris dapat dibagi dalam beberapa subset


klinik. Penderita dengan angina pektoris stabil, pla sakit dadanya dapat
dicetuskan kembali oleh kegiatan dan oleh faktor – faktor pencetus tertentu, dalam
30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekwensi, lama dan faktor – faktor
pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama dari 15 menit).
 Pada angina pektoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan – perubahan pola
: meningkatnya frekwensi, parahnya dan atau lama sakitnya dan faktor
pencetusnya. Sering termasuk di sini sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi
crescendo ke arah perburukan gejala – gejalanya.
 Subset ketiga adalah angina Prinzmetal (variant) yang terjadi karena spasme
arteri koronaria.10

10
Gejala klinis hipertensi

Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan yang lebih serius
dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer
karena dua hal, yaitu:

 Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala
khusus. Gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala
biasanya jarang berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat
diketahui dengan mengukur tekanan darah secara teratur.
 Penderita hipertensi, apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai
risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke,
serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:

 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual
 Muntah
 Sesak nafas
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung dan ginjal.
 Sering buang air kecil terutama di malam hari
 Telinga berdenging
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang
memerlukan penanganan segera.

Faktor Resiko Hipertensi


 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi, seperti :
- Genetik.
- Umur.
- Jenis Kelamin.
- Etnis.

11
- Penyakit Ginjal.
- Obat-obataan.
- Preeklampsi pada kehamilan.
- Keracunan timbal akut.
 Faktor yang dapoat dimodisikasi atau dikendalikan
- Stress.
- Obesitas.
- Nutrisi.
- Merokok.
- Kurang Olahraga.6

Penatalaksanaan

Tujuan terapi dalah untuk melegakan gejala iskemi dan mencegah komplikasi lebih
lanjut berupa infark miokard

 Medika mentosa
 Terapi antiiskemi

Guna melegakan dan mencegah nyeri dada, pengelolaan awal harus meliputi
istirahat, nitrat, dan beta bloker.

- Nitrat

Pada awalnya harus diberikan secara sublingual atau spray buccal (0.3-
0.6 mg) jika pasien mengalami serangan iskemi. Jika serangan masih berlanjut
setelah 3 dosis selang waktu 5 menit, berikan nitrogliserin intravena (5-10
ug/menit) setiap 3-5 menit hingga gejala membaik. Nitrat oral atau topical
dapat dipergunakan setelah nyeri menghilang, dan dapat menggantikan
nitrogliserin intravena ketika pasien bebas nyeri selama 12-24 jam.
Kontraindikasi obat ini adalah untuk penderita hipotensi atau pengguna
sildenafil atau obat lain dalam kelas tersebut selama 24 jam terakhir.

- Blokade beta andregenic

Direkomendasikan untuk menggunakan beta bloker intravena diikuti


oral hingga denyut jantung mencapai 50-60 kali/menit. Ca-channel blocker
yang memperlambat denyut jantung dianjurkan untuk pasien yang mengalami

12
gejala rekurens paska terapi nitrat dosis penuh dan beta bloker serta pada
pasien dengan kontraindikasi penggunaan beta bloker. Terapi tambahan
termasuk ACE inhibitor dan HMG Ko-A reduktase inhibitor untuk
pencegahan sekunder jangka panjang. Kija nyeri masih bertahan meski sudah
diberi nitrogliserid intravena dan beta bloker, gunakan morfin sulfat 1-5 mg
intravena setiap 5-30 menti sesuai kebutuhan.

 Terapi antitrombotik

Terapi awal menggunakan aspirin 325 mg/hari dan 75-162 mg/hari untuk
jangka panjang. Kombinasi aspirin dengan klopidogrel dapat mengurangi angka
kejadian relative kematian akibat penyakit kardiovaskular, infark miokard, atau stroke
dibandingkan dengan terapi tunggal aspirin pada pasien dengan resiko rendah maupun
tinggi yang menderita angina tidak stabil/NSTEMI. Namun terapi ini meningkatkan
resiko pendarahan, yang lebih umum terjadi pada pasien yang menjalani CABG.
Penggunaan klopidogrel sangat dianjurkan untuk mengurangi efek samping dari PCI.

Terapi antikoagulan yang dapat ditambahkan dalam terapi aspirin-klopidogrel


antara lain unfractioned heparin (UPH), LMHW enoxparin, factor Xa inhibitor
fondaparinux, dan penghambat thrombin langsung (bivalirudin) harus digunakan saat
kateterisasi kardiak atau PCI.

GP Iib/IIIa inhibitor juga berguna untuk terapi UAP/NSTEMI. Untuk


penatalaksanaan pasien resiko tinggi yang sudah direncanakan tindakan invasive,
penghambat molekul kecil tifibatide dan tirofiban menunjukan keuntungan sedangkan
antibodi monoklonal abciximab tidak terlalu infektif untuk pasien yang diterapi
konservatif namun berguna untuk pasien yang menjalani PCI. Efek samping utama
obat ini adalah pendarahan.

Pada pasien resiko tinggi, terpai invasif menunjukan keuntungan. Berikan


antiiskemik dan antitrombotik diikuti dengan arteriografi koroner dalam waktu 48 jam
semenjak masuk rumah sakit diikuti dengan revaskularisasi koroner tergantung dari
anatomo koroner

 Non medika mentosa


- Revaskularisasi Miokard

13
Angina pectoris dapat menetap sampai bertahun-tahun dalam bentuk serangan
ringan yang stabil. Namun bila menjadi tidak stabil maka dianggap serius, episode
nyeri dada menjadi lebih sering dan berat, terjadi tanpa penyebab yang jelas. Bila
gejala tidak dapat dikontrol dengan terapi farmakologis yang memadai, maka
tindakan invasive seperti PTCA ( angioplasty coroner transluminal percutan ) harus
dipikirkan untuk memperbaiki sirkulasi koronaria.

- Pembedahan

Tujuan dialkukan pembedahan adalah untuk memberikan darah lebih banyak


kepada otot jantung dan memperbaiki obstruksi arteri koroner. 2

Ada 4 dasar jenis pembedahan :

1. Ventricular aneurysmectomy, rekonstruksi terhadap kerusakan ventrikel kiri


2. Coronary arteriotomy, memperbaiki langsung terhadap obstruksi arteri
koroner
3. Internal thoracic mammary, revaskularisasi terhadap miokard.
4. Coronary Artery Baypass Grafting (CABG), hasilnya cukup memuaskan dan
aman yaitu 80%-90% dapat menyembuhkan angina dan mortabilitas hanya 1
% pada kasus tanpa kompilasi.11

Komplikasi
 Infarksi miokardium yang akut ( serangan jantung)
 Kematian karena jantung secara mendadak
 Aritmia kardiak

Pencegahan Unstable Angina Pectoris


 Kurangi hal- hal yang dapat menjadi faktor resiko
 Makan makanan yang bergizi seperti, makan sayur- sayuran, biji-bijian.
 Menghindari produk- produk makanan yang berserat tinggi.
 Berhenti merokok.
 Berdiet jika mengalami obesitas atau kelebihan berat badan.
 Sering- sering menggerakkan badan atau berolahraga.5

14
Pencegahan hipertensi

Hipertensi dapat dicegah dengan :

 Pengaturan pola makan yang baik


 Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengkonsumsi alkohol
 Mengurangi konsumsi natrium/sodium, terutama natrium klorida (garam dapur),
penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
 Diagnosis dini.
 Pengobatan tepat.
 Rehabilitasi.6

Prognosis
Faktor penentu dalam menentukan apa yang akan terjadi pada penderita angina adalah
umur, luasnya penyakit arteri koroner, beratnya gejala dan yang terpenting adalah jumlah otot
jantung yang masih berfungsi normal. Makin luas arteri koroner yang terkena atau makin
buruk penyumbatannya, maka prognosisnya makin jelek. prognosis yang baik ditemukan
pada penderita stable angina dan penderita dengan kemampuan memompa yang normal
(fungsi otot ventrikelnya normal). berkurangnya kemampuan memompa akan memperburuk
prognosis.10

Kesimpulan

Unstable Angina Pectoris adalah suatu gejala berupa nyeri pada dada bagian kiri yang
disebabkan oleh iskemi pada pembuluh koroner jantung. Pada UAP serangan nyeri dada
terjadi tidak menentu waktunya. Untuk terapi farmakologis dengan menggunakan obat
golongan antitrombotik, morfin, penyekat beta, inhibitor ACE. Untuk terapi non
farmakologis dapat berupa bedrest, melakukan pola hidup sehat, serta tindakan bedah.

Daftar Pustaka

1. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF. Buku ajar ilmu

penyakit dalam. Jilid 1 edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing; 2014.h.126-

7,1107,1208,1211,1222-3.

15
2. Santoso M. Panduan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: PT. Sinar

Surya Megah Perkasa; 2013.h.10-1.

3. Suarjana I N. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:Interna Publishing;

2010.h. 2495.

4. Antman EM, Braunwald E. ST-Elevatiin myocardial infarction:pathology,

pathophysiology and clinical features. In: Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP.

Braunwald’s heart disease textbook of cardiovascular medicine. 8th Ed. Volume 2.

Philadelphia: Saunders Elsevier.,2009.h.1216-22.

5. Harun S, Alwi I. Infark miokard akut tanpa elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II.

Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing, 2009.h.1757-62.

6. Leman, Saharman. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II,ed 5. Jakarta: Internal

Publishing; 2009.h.1667.

7. Panggabean MM. Perikarditis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi ke-5. Jakarta: Interna

Publishing, 2010.h.1725-6.

8. Freeman L. Perikarditis. Dalam: Williams L, Lippincott. Teks-atlas kedokteran

kedaruratan. Jakarta: Erlangga, 2008.h.186-7.

9. Robbins, Cotran. Buku ajar patologi V volume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2010. h.369-

78.

10. Merrick SH. The heart:I. acquired disease. In Doherty GM, Way LW, editors. Current

surgical diagnosis & treatment. Twelfth Edition. New York: McGraw Hill,2008.p.393-

6.

16

También podría gustarte