Está en la página 1de 8

ISSN 2442-76593322334342323432

PUSAT DATA DAN INFORMASI! KEMENTERIAN KESEHATAN RI


“Vou Can Control A. Vou Asthma’ “Vou Can Control Your Asthma’
Pendahuluan
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya
mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam atau
menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan. Penyakit ini masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak
sampai dewasa dengan derajat penyakit dari ringan sampai berat, bahkan beberapa kasus
dapat menyebabkan mematikan. Asma merupakan penyakit kronis yang sering muncul
pada masa kanak- kanak dan usia muda sehingga dapat menyebabkan kehilangan hari-hari
sekolah atau hari kerja produktif yang berarti, juga menyebabkan gangguan aktivitas
sosial, bahkan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Definisi
Penyakit Asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti
“sukar bernapas”. Penyakit Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan
saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya
bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran
udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam hari atau dini
hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya bervariasi
dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan (GINA
(Global Initiative for Asthma) 2011).
Epidemiologi
Angka kejadian Asma bervariasi di berbagai negara, tetapi terlihat kecenderungan bahwa
penderita penyakit ini meningkat jumlahnya, meskipun belakangan ini obat-obatan Asma
banyak dikembangkan. National Health Interview Survey di Amerika Serikat
memperkirakan bahwa setidaknya 7,5 juta orang penduduk negeri itu mengidap bronkhitis
kronik, lebih dari 2 juta orang menderita emfisema dan setidaknya 6,5 juta orang
menderita salah satu bentuk Asma. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam
World Health Report 2000 menyebutkan, lima penyakit paru utama merupakan 17,4% dari
seluruh kematian di dunia, masing-masing terdiri dari infeksi paru 7,2%, PPOK (Penyakit
Paru Obstruksi Kronis) 4,8%, Tuberkulosis 3,0%, kanker paru/trakea/bronkus 2,1%, dan
Asma 0,3%.
Saat ini penyakit Asma masih menunjukan prevalensi yang tinggi. Berdasarkan data dari
WHO (2002) dan GINA (2011), di seluruh dunia diperkirakan terdapat 300 juta orang
menderita Asma dan tahun 2025 diperkirakan jumlah pasien Asma mencapai 400 juta.
Jumlah ini dapat saja lebih besar mengingat Asma merupakan penyakit yang
underdiagnosed. Buruknya kualitas udara dan berubahnya pola hidup masyarakat
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penderita Asma. Data dari berbagai negara
menunjukan bahwa prevalensi penyakit Asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2011).
Sedangkan untuk nasional prevalensi penyakit Asma terlihat pada grafik berikut ini.
Gambar 1. Prevalensi Asma* Menurut Provinsi Tahun 2007
Sumber Riskesdas 2007, Balitbangkes, Kemenkes RI Catatan*: penyakit Asma berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan atau dengan gejala
Grafik di atas terlihat bahwa pada tahun 2007 ada (18) delapan belas provinsi yang
mempunyai prevalensi penyakit Asma melebihi angka nasional yaitu Gorontalo, Sulawesi
Tengah, Papua Barat, Kalimantan Selatan, Aceh, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara
Barat, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Papua, dan D! Yogyakarta.
Sedangkan provinsi yang mempunyai prevalensi di bawah angka nasional yaitu Banten,
Riau, Jambi, Kalimantan Timur, Maluku, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bengkulu, Kepulauan
Riau, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Jawa Timur,
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Lampung.
Gambar 2. Prevalensi Asma* Menurut Provinsi Tahun 2013
Sumber Riskesdas 2013, Balitbangkes, Kemenkes RI Catatan*: diagnosis penyakit Asma
melalui wawancara semua umur berdasarkangejala
Grafik di atas terlihat bahwa pada tahun 2013 terdapat (18) delapan belas provinsi yang
mempunyai prevalensi penyakit Asma melebihi angka nasional, dari 18 provinsi tersebut 5
provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, DI Yogyakarta, Sulawesi
Selatan, dan Kalimantan Selatan. Sedangkan provinsi yang mempunyai prevalensi penyakit
Asma di bawah angka nasional, di mana 5 provinsi yang mempunyai prevalensi
Asma terendah yaitu : Sumatera Utara, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Lampung. Jika grafik
tahun 2007 dibandingkan dengan 2013 didapat kenaikan prevalensi penyakit Asma secara
nasional sebesar 1%. Akan tetapi terdapat perbedaan dalam mendiagnosis penyakit Asma
di Riskesdas 2007 melalui wawancara berdasarkan diagnosa oleh tenaga kesehatan atau
dengan gejala sedangkan Riskesdas 2013 melalui
wawancara semua umur berdasarkan gejala.
Gambar 3. Prevalensi Asma Berdasarkan Karakteristik Umur Tahun 2007 dan 2013
2007 2013 14 . 12 + 5 + 10 + 4 8 3 6 + 2 ad 1 + I a ll pil | ill ' or 5-14 15-24 25-34 35-44 45-
54 55-64 65-74 75+ 5-14 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+ Sumber Riskesdas
2007, Balitbangkes, Kemenkes RI Sumber Riskesdas 2013, Balitbangkes, Kemenkes RI
Catatan: Asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan Catatan: wawancara semua umur
berdasarkan gejala
atau dengan gejala
Grafik di atas terlihat bahwa berdasarkan riskesdas 2007 terdapat peningkatan prevalensi
Asma seiring bertambahnya usia, di mana umur <1 tahun prevalensinya sebesar 1,1% dan
umur 75+ prevalensinya sebesar 12,4%. Akan tetapi peningkatan prevalensi Asma pada
umur 75+ sebesar 12,4% ini bisa saja bukan murni penyakit Asma, untuk
mengidentifikasi/mendiagnosa Asma pada orang tua itu bisa saja menjadi sulit, karena
gejala Asma hampir sama dengan gejala penyempitan saluran nafas pada PPOK, berupa
sesak dan batuk. Sementara berdasarkan riskesdas 2013 terlihat bahwa umur 25-34 tahun
mempunyai prevalensi Asma tertinggi
yaitu sebesar 5,7% dan umur <1 tahun memiliki prevalensi Asma terendah sebesar 1,5%.
Untuk diketahui bahwa Kelompok Kerja Internasional Global Initiative for COPD (GOLD)
menekankan definisi PPOK sebagai reaksi radang kronik saluran napas akibat terpajan zat
kimia, biasanya berupa gas, sehingga terjadi
gangguan pernapasan yang bersifat tidak sepenuhnya revesible.
Berdasarkan latar belakang demografis, pada umumnya Asma diderita usia muda
sementara PPOK terutama diderita usia tua. Diagnosis Asma tidak tertutup kemungkinan
bisa terjadi pada kelompok usia tua. Kedua penyakit ini menyababkan keluhan yang
hampir sama yaitu sesak dan kadang disertai dengan suara mengi (wheezing) pada saat
bernafas atau awamnya disebut bengek. Adapun sifat sesak ini bila ditelusuri dengan teliti
pada penyakit Asma berbeda dengan PPOK. Seseorang usia tua dengan keluhan sesak
dapat didiagnosis sebagai Asma atau PPOK dan untuk menentukan kepastian antara kedua
diagnosis ini dengan melakukan pemeriksaan
menggunakan peakflow dan spirometri. Gambar 4. Prevalensi Penyakit Asma Pasien Rawat
Inap dan Rawat Jalan Berdasarkan Umur Tahun 2013
@ 80% Gejala <1x/minggu e <2kalisebulan © VEP1 2 80% nilai prediksi Tanpa gejala di
luar serangan e APE 280% nilai terbaik
Serangan singkat Variabiliti APE < 20%
Mingguan APE > 80% Gejala >1x/minggu, tetapi <1x/hari e >2kali sebulan © VEP1 2 80%
nilai prediksi
© APE 280% nilai terbaik Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
.
Variabiliti APE 20-30%
Harian APE < 60% Gejala setiap hari © >1x/seminggu ¢ VEP1 60- 80% nilai prediksi
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur ¢ APE 60- 80% nilaii terbaik
Membutuhkan bronkodilator setiap hari Variabiliti APE > 30%
Kontinyu APE < 60%
Gejala terus menerus ° Sering VEP1 <60% nilai prediksi
Sering kambuh APE < 60% nilai terbaik
Aktivitas fisik terbatas Variabiliti APE > 30%
@ Sumber : PDPI 2006
Klasifikasi berdasarkan GINA 2014: Gejala tipikal Asma: e Lebih dari satu gejala berikut:
mengi, sesak napas, batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa. e Gejalasering
memburuk malam hari atau menjelang pagi. e Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan
intensitasnya.
e Ada faktor pencetus.
Penatalaksanaan Asma Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma
terkontrol sehingga penderita Asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi
2, yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan penatalaksanaan Asma akut/saat
serangan. 1) Tatalaksana Asma jangka panjang Prinsip utama tatalaksana jangka panjang
adalah edukasi, obat Asma (pengontrol dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma).
Obat pelega diberikan pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan
serangan dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. 2) Tatalaksana Asma
Akut pada Anak dan Dewasa. Tujuan tatalaksana serangan Asma akut: e Mengatasi gejala
serangan Asma. e Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan. e Mencegah
terjadinya kekambuhan.
e Mencegah kematian karena serangan Asma.
Untuk mencapai dan mempertahankan keadaan Asma yang terkontrol terdapat dua faktor
yang perlu dipertimbangkan,
yaitu : medikasi dan pengobatan berdasarkan derajat.
Kriteria Asma terkontrol pada anak dan dewasa, yaitu:
1. Tidak ada gejala atau minimal

2. Tidak adaserangan asma pada malam hari

3. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise

4. Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal

5. Variasi harian APE (Arus Puncak Ekspirasi) kurang dari 20%


6. Nilai APE normal atau mendekati normal

7. Efek samping obat minimal (tidak ada)

8
. Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat
Penyakit Asma merupakan penyakit keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua,
kakek, atau nenek menderita Asma maka bisa diturunkan ke anak. Penyakit Asma juga
tidak dapat disembuhkan dan obat-obatan yang ada saat ini hanya berfungsi
menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit Asma, penderita bisa bebas
dari gejala penyakit Asma yang mengganggu sehingga dapat menjalani aktivitas hidup
sehari-hari. Mengingat banyaknya faktor risiko yang berperan, maka prioritas pengobatan
penyakit Asma sejauh ini ditujukan untuk mengontrol gejala. Kontrol yang baik ini
diharapkan
dapat mencegah terjadinya eksaserbasi (kumatnya gejala penyakit Asma), menormalkan
fungsi paru, memperoleh aktivitas
©
sosial yang baik dan meningkatkan kualitas hidup pasien. ALGORITMA TATA LAKSANA
ASMA MANDIRI DI RUMAH
Klinis :
e Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat) yang bertambah e Pengukuran Arus
Puncak Ekspirasi (APE) < 80% nilai prediksi
Vv
Tata laksana awal : Inhalasi agonis &-2 kerja singkat (salbutamol inhaler), setiap 20 menit,
selama 1 jam
V
Respon Baik :
e Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat)
berkurang
e Perbaikan dengan inhalasi agonis 8-2 kerja singkat
dan bertahan selama 4 jam @ Nilai APE >80% nilai prediksi
Vv.
e Lanjutkan inhalasi agonis (8-2 kerja singkat setiap 3 -
4 jam selama 1-2 hari
e Pemberian inhalasi steroid dosis tinggi (bila sedang menggunakan inhalasi steroid)
selama 2 minggu, kemudian kembali ke dosis sebelumnya
Vv
HUBUNGI DOKTER UNTUK INSTRUKSI SELANJUTNYA
Vv
Respon Buruk : e Gejala menetap atau bertambah buruk © Nilai APE <60% nilai prediksi
oO Tambahkan kortikosteroid oral o _Inhalasi agonis 8-2 kerja singkat diulang
V
SEGERA KE FASILITAS KESEHATAN
ALGORITMA TATA LAKSANA ASMA DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA
Nilai Derajat Serangan
Vv
Tata Laksana Awal : Nebulisasi &-2 agonis kerja singkat, 3x, interval 20 menit
v
N
y vy
Serangan Ringan :
hilang) © Observasi 1-2 jam
sebagai serangan sedang
(Nebulisasi 1x, respon baik, gejala
e Jika efek bertahan, boleh pulang e Jika gejala timbul lagi, perlakukan
Serangan (Nebulisasi 2 - 3x
e Berikan oksigen e Nilai kembali der:
e Pasang infus
sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari
Sedang : Serangan Berat :
, respon parsial) (Nebulisasi 3x, respon buruk)
e Sejak awal berikan oksigen saat/di luar
P ¥ nebulisasi ajat serangan, jika
Pasang infus
Nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat inap Foto toraks
Vv
v
Vv
Boleh Pulang : © Bekali obat (hirupan/oral)
teruskan
e Jika infeksi virus pencetus, dapat diberi oral
poliklinik untuk evaluasi
-agonis
e Jika sudah ada obat pengontrol,
sebagai steroid
e Dalam 24 — 48 jam kontrol ke
Ruangan rawat
e Oksigen teruskan
e Jika dalam 12 membaik, alih rawat inap
fasilitas kesehatan :
Berikan steroid oral Nebulisasi tiap 2 jam e Bila dalam 8-12 jam_ perbaikan
klinis stabil, pasien boleh pulang e Jika membaik dalam 4 — 6x nebulisasi, jam klinis belum
interval jadi 4-6 jam rawat ke ruang e Jika dalam 24 jam _ perbaikan_ klinis
sehari/control Ruang rawat inap: Oksigen teruskan
Atasi dehidrasi/asidosis jika ada
Steroid i.v tiap 6 — 8 jam
Nebulisasi tiap 1-2 jam
Aminofilin i.v awal, lanjutkan rumatan
stabil, boleh pulang
e Jika dengan steroid dan aminofilin
Catatan :
parenteral tidak membaik , bahkan timbul ancaman henti napas, alih ke ICU
1. Jika menurut penilaian serangannya kuat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan R&-
agonis + antikolinergik 2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin
subkutan 0,01 mg/kg BB/kali, maksimal 0,3 ml/kali 3. Untuk serangan sedang dan
terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak
awal termasuk saat nebulisasi
4. Dosis aminofilin loading dose 4-6 mg/kg BB i.v perlahan, jika terdapat riwayat
pemberian golongan xantin (aminofilin atau teofilin) sebelumnya maka dosis
aminofilin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3mg/kg BB). Selanjutnya
dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1 mg/kg BB/jam i.v
aaa i tccasneanennned ————<1V<1 — Sy maleeectotea aT

También podría gustarte