Está en la página 1de 35

RESUME MANAJEMEN SAFETY

“Diajukan Untuk Memenuhi Nilai pada Mata Kuliah”


‘‘MANAJEMEN SAFETY”

Dosen Pembimbing : Dra. Erna Mesra, M.Kes


Disusun Oleh :
AHMAD AL MUBAROK (P27901116001)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN D-III KEPERAWATAN
2017/2018
KONSEP, PRINSIP, DAN LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN “PATIENT
SAFETY”

A. Pengertian Patient Safety


Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil.

B. Tujuan Patient Safety


Tujuan “Patient safety” adalah :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan
KTD.

C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Patient Safety


Pelaksanaan “Patient safety” meliputi :
A. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for
Patient Safety, 2 May 2007), yaitu:
a. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names).
b. Pastikan identifikasi pasien
c. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
d. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
e. Kendalikan cairan elektrolit pekat
f. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
g. Hindari salah kateter dan salah sambung slang
h. Gunakan alat injeksi sekali pakai
i. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
B. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu :
a. Hak pasien
Standarnya adalah :
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah :
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan
penjelasan yang jelas dan benar kepada pasien dan keluarga
tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur
untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
b. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah :
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban &
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriterianya adalah :
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan
dgn keterlibatan pasien adalah partner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien & keluarga
dapat :
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah :
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin
koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriterianya adalah :
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
Standarnya adalah :
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg
ada, memonitor & mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah :
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan
(design) yang baik, sesuai dengan ”Tujuh Langkah Menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit”.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja.
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis.
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah :
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui
penerapan “7 Langkah Menuju KP RS ”.
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif
identifikasi risiko KP & program mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar
unit & individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang KP.
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk
mengukur, mengkaji, & meningkatkan kinerja RS serta
tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam
meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah :

1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program


keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan
dan program meminimalkan insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua
komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko
pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan
jelas untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela
antar unit dan antar pengelola pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi
menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas
perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah :
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk
setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara
jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan & memelihara kompetensi
staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan
pasien.
Kriterianya adalah :
1) Memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang
memuat topik keselamatan pasien
2) Mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan inservice training dan memberi pedoman yang jelas
tentang pelaporan insiden.
3) Menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisiplin dan
kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
Standarnya adalah :
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi
KP untuk memenuhi kebutuhan informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah :
1) Disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi
tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala
komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada
STANDAR KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian Standar Keselamatan Pasien


Menurut Supari tahun 2005, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental
atau menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan.
Menurut DepKes RI, 2006 Patient safety (keselamatan pasien) rumah sakit
adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Hal ini
termasuk : assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insident
dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
dilakukan.
Menurut Kohn, Corrigan & Donaldson tahun 2000, patient safety adalah tidak
adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan. Keselamatan pasien
(patient safety;;) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien
lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan resiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan
resiko. Meliputi: assessment risiko, identifikasi dan pengelolaan hal berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dan tindak lanjutnya, implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat
asuhan pasien di rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

B. Tujuan Sistem Keselamatan Pasien


1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit.
2. Meningkatnya akuntabilitas Rumah Sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya KTD di Rumah Sakit.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
penanggulangan KTD.

C. Langkah-Langkah Pelaksanaan Standar Keselamatan Pasien


Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient
Safety, 2 May 2007), yaitu :
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound alike
medication names).
2. Pastikan identifikasi pasien.
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien.
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat.
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang.
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai.
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.

D. Macam-Macam Standar Keselamatan Pasien


Tujuh Standar Keselamatan Pasien ini mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002. Berikut isi dari 7 standar keselamatan
pasien tersebut.
1. Hak Pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD
(Kejadian Tidak Diharapkan).
2. Mendidik Pasien dan Keluarga
RS harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
3. Keselamatan Pasien dan Kesinambungan Pelayanan
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi
antar tenaga dan antar unit pelayanan.
4. Penggunaan Metode-metode Peningkatan Kinerja untuk Melakukan
Evaluasi dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis
secara intensif KTD, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja
serta KP.
5. Peran Kepemimpinan dalam Meningkatkan Keselamatan Pasien
a) Pimpinan dorong dan jamin implementasi progr KP melalui penerapan “7
Langkah Menuju KP RS ”.
b) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko
KP dan program mengurangi KTD.
c) Pimpinan dorong dan tumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit
dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang KP
d) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja RS serta tingkatkan KP.
6. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja RS dan KP.
a) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
b) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden.
c) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi.
d) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan
kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain
dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
e) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden.

7. Mendidik Staf tentang Keselamatan Pasien


a) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap
jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan KP secara jelas.
b) RS menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
8. Komunikasi Merupakan Kunci Bagi Staf untuk Mencapai Keselamatan
Pasien
a) RS merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi KP untuk
memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal.
b) Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
KONSEP MENEJEMEN INFEKSI NOSOKOMIAL

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi Nosokomial adalah Infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
dirawat di Rumah Sakit. Infeksi nosokomial biasanya terjadi setelah pasien dirawat
minimal 3 x 24 jam di rumah sakit. Bisa saja ini merupakan persoalan serius yang
dapat menjadi penyebab langsung atau tidak langsung terhadap kematian pasien.
Mungkin saja di beberapa kejadian, Infeksi Nosokomial tidak menyebabkan kematian
pasien.. Akan tetapi ia menjadi penyebab penting pasien dirawat lebih lama di Rumah
Sakit.
Infeksi nosokomial yang terjadi pada penderita yang sedang dalam proses
asuhan keperawatan Dirumah sakit merupakan beban tambahan secara fisik dan
psikologis bagi penderita. Secara fisik, beban tersebut akan terasa lebih berat karena
adanya " penyakit tambahan" disamping penyakit dasarnya, sehingga hari rawatnya
menjadi semakin panjang. Secara psikologis demikian juga adanya. Penderita-
penderita yang menjalani rawat inap ini perlu dilindungi dan di jauhkan dari
kemungkinan terjangkitnya infeksi nosokomial melalui sebuah kebijakan rumah sakit.

B. Rute Penularan dan Host Infeksi Nosokomial


Rute penularan adalah mekanisme pemindahan mikroorganisme dari satu
tempat ke tempat lain. Mikroorganisme tidak memiliki gerakan otonom, sehingga
harus dipindahkan dengan bantuan. Terdapat 5 rute pemindahan yang sering terjadi,
yaitu kontak, udara, alat penyangkut, dan vektor (Kneedler dan Dodge (1994) dalam
Gruendemann (2006).
Rute pemindahan yang paling sering adalah kontak manusia. Hal ini dapat
terjadi secara langsung atau tidak langsung. Contoh kontak langsung adalah orang
yang membawa mikroorganisme menyentuh orang lain, sehingga mikroorganisme
tersebut berpindah. Siklus ini dapat dihentikan dengan tindakan mencuci tangan yang
benar dengan larutan antimikroba dan menerapkan teknik aseptik yang sempurna.
Pencucian tangan yang tidak adekuat diketahui merupakan sumber penularan
mikroorganisme atau orang, kemudian memindahkan mikroorganisme yang ada.
Sebagai contoh, menyentuhkan sebuah benda steril ke benda yang tidak steril akan
menyebabkan mikroorganisme berpindah tempat. Dengan demikian, meletakkan
benda nonsteril di area steril akan mengkontaminasi area tersebut.
Mikroorganisme juga dapat berpindah melalui udara. Mikroba terdapat dalam
percikan air liur yang halus dan terbentuk sewaktu kita berbicara, batuk, atau bersin.
Mikroorganisme juga dapat dipindahkan oleh udara melalui aerosolisasi. Sebagai
contoh, pembersihan alat yang terkontaminasi secara tidak benar dengan
menggunakan sikat yang mengandung air akan menghasilkan butir-butir air
terkontaminasi yang ditularkan lewat udara. Siklus penularan dapat diputuskan
melalui penggunaan penutup mata dan wajah yang bersifat protektif, mengurangi
kegiatan berbicara sewaktu prosedur bedah, sistem ventilasi dan pengeluaran udara
yang adekuat, sistem aliran udara khusus, dan teknik pembatasan partikel aerosol
yang tepat. Penularan melalui alat pengangkut terjadi saat benda terkontaminasi yang
membawa mikroba terpajan ke banyak host yang rentan. Penularan melalui vektor
biasanya berlangsung dengan bantuan serangga, burung, atau hewan. Pengendalian
sumber mikroorganisme ini dapat menghentikan rute penularan tersebut.
Host yang rentan memiliki kuosien infektivitas yang tinggi, yaitu mereka
mudah mengalami penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme oportunistik yang
tidak menimbulkan kelainan pada orang yang memiliki sistem imunitas normal.
Mereka yang terutama rentan adalah bayi, orang berusia lanjut, orang yang
kegemukan atau kurang gizi, pecandu obat terlarang, pengidap diabetes, dan penderita
penyakit yang respons imunitasnya terganggu (misalnya: AIDS). Perawat perioperatif
wajib melaksanakan pengkajian yang adekuat dan cemat untuk mengidentifikasi
pasien yang sangat rentan terjangkit infeksi. Walaupun setiap pasien harus menerima
standar asuhan yang sama, tetapi untuk pasien yang rentan harus dilakukan tindakan
kewaspadaan tambahan. Diagnosis keperawatan harus mencerminkan risiko infeksi
dan berisi rencana yang memadai untuk memperkecil faktor penyakit pascaoperatif
akibat infeksi.

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial


Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial tidak berbeda dengan
penyakit infeksi lainnya, yaitu dengan metode “memotong rantai penularan” agar
invasi mikroba pantogen tidak terjadi. Sasaran yang perlu di waspadai dalam upaya
ini ada tiga yaitu :
1) Sumber Penularan
Seperti lingkungan Rumah Sakit, petugas, keluarga,/pengunjung dan
penderita lainnya, terutama peralatan medis yang digunakan.
2) Objek Penularan
Penderita yang sedang dalam asuhan keperawatan, khususnya yang
berada dalam kondisi rentan.
3) Cara Perpindahan mikroba Pantogen
Mekanisme transmisi mikroba Pantogen dari sumber penularan ke
objek penularan.
KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA TEAM KESEHATAN

A. Pengertian Komunikasi Antar Anggota Tim Kesehatan


Komunikasi antar tim anggota kesehatan merupakan hubungan antara tim
anggota kesehatan yang satu dengan yang lainnya, yang terintegrasi dan bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien. Komunikasi ini meliputi komunikasi
antara perawat dengan dokter, komunikasi antara perawat dengan perawat,
komunikasi antara perawat dengan tenaga ahli terapi, komunikasi antara perawat
dengan farmasi dan komunikasi antara perawat dengan ahli gizi, sehingga akan
menimbulkan tindakan kolaborasi antar anggota tim kesehatan. Berikut akan dibahas
mengenai komunikasi antar anggota tim kesehatan yang memfokuskan pada
hubungan perawat dengan angggota tim kesehatan lainnya.

B. Komunikasi antara Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien. Perawat bekerja sama
dengan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin bekerja di lingkungan di
mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung pada instruksi medis. Perawat
diruang perawatan intensif dapat mengikuti standar prosedur yang telah ditetapkan
yang mengizinkan perawat bertindak lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam
bentuk kolaborasi dengan dokter.
Contoh dari hubungan perawatan dengan dokter, ketika perawat menyiapkan
pasien yang baru saja didiagnosa diabetes pulang kerumah, perawat dan dokter
bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga begaimana perawatan diabetes di
rumah. Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat terbentuk saat visit
dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah memberikan data pasien meliputi :
TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan dari pasien, dan data penunjang seperti hasil
laboraturium sehingga dokter dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit
pasien.
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan istilah-
istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah medis sehingga
tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan komunikasi dapat berjalan dengan
baik serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Komuniaksi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik apabila
dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya menjalankan tugas
secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah kesatuan tenaga medis yang tidak
bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan bantuan perawat dalam memberikan data-data
asuhan keperawatan, dan perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk
mendiagnosa secara pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut
kepada pasien. Semua itu dapat terwujud dengan baik berawal dari komunikasi yang
baik pula antara perawat dengan dokter.

C. Komunikasi antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien komunikasi antar
tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting. Kesinambungan
informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah, sedang dan akan
dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan atau komunikasi antar
perawat berjalan dengan baik. Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional,
hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.
Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan hubungan
yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab yang sama dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Contohnya komunikasi yang terjadi pada saat
koordinasi antara perawat A dengan perawat B pada saat menerima pasien baru dari
IGD untuk di berikan perawatan lebih lanjut di ruang rawat inap. Maka antara perawat
A dan perawat B akan menjalin komunikasi. Hubungan sturktural merupakan
hubungan yang terjadi berdasarkan jabatan atau struktur masing-masing perawat
dalam menjalankan tugas berdasarkan wewenang dan tanggung jawabnya dalam
memberikan pelayanan keperawatan.
Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien kepada perawat primer,
laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala ruangan tentang perkembangan
kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan kepala ruangan kepada perawat pelaksana
merupakan contoh hubungan struktural. Hubungan interpersonal perawat dengan
perawat merupakan hubungan yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi
komunikasi dalam hubungan ini adalah hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan
dan tidak membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya.
Contohnya perawat di suatu ruangan membicarakan mengenai kondisi keluarganya di
rumah. Mereka saling mencurahkan isi hati dan bertukar pikiran, secara otomatis hal
ini memerlukan yang namanya proses komunikasi.

D. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Terapi


Ahli terapi respiratorik ditugaskan untuk memberikan pengobatan yang
dirancang untuk peningkatan fungsi ventilasi atau oksigenasi klien. Perawat bekerja
dengan pemberi terapi respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli
terapi (fisioterapis) lalu dilanjutkan dengan dievaluasi oleh perawat. Perawat dan
fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan mengembangkan tujuan
dan rencana pulang yang melibatkan klien dan keluarga. Selain itu, perawat merujuk
klien ke fisioterapis untuk perawatan lebih jauh. Contoh komunikasi antara perawat
dengan ahli terapi respiratorik misalnya : Perawat merawat seseorang yang
mengalamai PPOK dan merujuk klien tersebut pada ahli terapis respiratorik untuk
belajar latihan untuk menguatkaan otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana
menghemat energi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas.

E. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi


Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk
merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat bekerja hanya di
ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi perawatan klien atau
dalam pengembangan sistem pemberian obat. Perawat memiliki peran yang utama
dalam meningkatkan dan mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif
jika membutuhkan pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien
membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan
setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam pengambilan
keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan lainnya.
Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang tepat dan
efek samping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila informasi ini tidak tersedia
dalam buku referensi standar seperti buku-teks atau formula rumah sakit, maka
perawat harus berkonsultasi pada ahli farmasi. Saat komunikasi terjadi maka ahli
farmasi memberikan informasi tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat
dicampur atau yang dapat diberikan secara bersamaan.
Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari bila baik perawat dan
apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan. Perawat dapat melakukan
pengecekkan ulang dengan tim medis bila terdapat keraguan dengan kesesuaian dosis
obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada perawat tentang obat yang
dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-obatan yang diresepkan dapat
berinteraksi merugikan, sehingga informasi ini dapat dimasukkan dalam rencana
persiapan pulang.
Contoh, ketika perawat mengambil obat di apotek maka antara perawat
dengan apoteker akan menjalin komunikasi. Perawat akan meminta obat sesuai
dengan kebutuhan pasien. Sedangkan apoteker akan memberikan obat beserta
penjelasan terkait obat tersebut. Perawat mendengarkan dengan baik lalu memilah dan
mengeceknya.

F. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi


Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi di Rumah
Sakit merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai pelayanan
yang bermutu. Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan
maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obat-obatan yang
digunakan pasien, jika perawat tidak mengkonunikasikannya maka dapat terjadi
pemilihan makanan oleh ahli gizi yang bisa saja menghambat absorbsi dari obat
tersebut. Jadi diperlukanlah komunikasi dua arah yang baik antara perawat dengan
ahli gizi.
PERAN PERAWAT DALAM “PATIENT SAFETY”

A. Pengertian Keselamatan Pasien (Patient Safety)


Patinent safety atau keselamtan pasien adalah suatu sistem yang membuat
asuhan pasien dim rumah sakit menjadi lebih aman. Sistem ini mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mngambil tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem yang diterapkan
untukmencegah terjadinya cedera akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan
melalui suatu sistem assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan faktor risiko,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dan tindak lanjut dari insident
serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006).
Keselamatan pasien merupakan suatu sistem untuk mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (TKPRS RSUP Sanglah Denpasar, 2011). Taylor,
etal. (1993) mengungkapkan bahwa keperawatan merupakan profesi yang berfokus
kepada pelayanan dan bertujuan membantu pasien mencapai kesehatannya secara
optimal. Oleh karena itu pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien,
perawat harus mampu memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan
mengedepankan keselamatan. Perawat harus memiliki kesadaran akan adanya potensi
bahaya yang terdapat di lingkungan pasien melalui pengidentifikasian bahaya yang
mungkin terjadi selama berinteraksi dengan pasien selama 24 jam penuh, karena
keselamatan pasien dan pencegahan terjadinya cedera merupakan salah satu tanggung
jawab perawat selama pemberian asuhan keperawatan berlangsung.

B. Tujuan Sistem Keselamatan Pasien


Tujuan penerapan sistem keselamatan pasien di rumah sakit antara lain :
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD)
4. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

C. Peran Perawat dalam Patient Safety


Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional dan merupakan tenaga
kesehatan terbesar yang ada di rumah sakit mempunyai peranan yang snaat penting
dalam mewujudkan keselamatan pasien.Perawat berperan dalam melindungi,
melakukan promosi dan mencegah terjadinya sakit dan injury, mengurangi
penderitaan melalui diagnosa dan pengobatan, serta melindungi dalam perawatan
individu, keluarga, komunitas dan populasi (ANA, 2003).
Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan Patient
safety di rumah sakit yaitu sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat harus
mematuhi semua standar pelayanan dan SOP yang telah dibuat dan ditetapkan oleh
rumah sakit serta tidak luput pula dalam menerpkan prinsip-prinsip etik dalam
pemberian pelayanan keperawatan, memberikan pendidikan kepada pasien dan
keluarga tentang asuhan yang diberikan, menerapkan kerjasama tim kesehatan yang
handal dalam melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian yang tidak
diharapkan, melakukan pendokumentasian dengan benar dari semua asuhan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dan keluarga serta komunikasi efektif
yang merupakan hal yang sangat berperan terhadap keberhasilan suatau pelayanan
yang diberikan kepada pasien dan keluarganya.
1. Peran perawat dalam memberikan keselamatan pasien di rumah sakit (patient
safety).
Perawat dapat melakukan hal yang berkaitan dalam 7 Standar Keselamatan
Pasien (mengacu pada “Hospital Patient Safety Standards” yang dikeluarkan oleh
Joint Commision on Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun
2002), yaitu :
a. Perawat memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya
agarmendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk
kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
b. Perawat memberikan pengarahan, perencanaan pelayanan kesehatan pada
pasien dan keluarga mengenai keselamatan pasien.
c. Menjaga keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
d. Menggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
e. Menerapkan peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
f. Menerima pendidikan tentang keselamatan pasien.
g. Menjaga komunikasi sebagai kunci bagi perawat untuk mencapai keselamatan
pasien.

2. Peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit yaitu sebagai
berikut :
a. Sebagai pemberi pelayanan keperawatan, perawat mematuhi standar pelayanan
dan SOP yang telah ditetapkan.
b. Menerapkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan keluarganya.
c. Peka, proaktif dan melakukan penyelesaian masalah terhadap kejadian tidak
diharapkan (KTD).
d. Serta mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien dan keluarga.
e. Menerapkan prinsip-prinsip etik dalam pemberian pelayanan keperawatan.
f. Memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang asuhan yang
diberikan.
g. Menerapkan kerjasama tim kesehatan yang handal dalam pemberian pelayanan
kesehatan.

Selain itu, perawat juga berperan untuk memberikan informasi kepada pasien
dan keluarga tentang kemungkinan terjadinya resiko, melaporkan terjadinya KTD,
meningkatkan komunikasi dengan pasien dan tenaga kesehatan professional lainnya,
berperan aktif dalam melakukan pengkajian terhadap keamanan dan kualitas
pelayanan dan membantu pengukuran terhadap peningkatan patient safety (Choo,
2010). Dalam melaksanakan setiap peran setiap perawat juga harus menerapkan
prinsip Sasaran Keselamatan Pasien (International Patient Safety Goals) yaitu :
1) Ketepatan Identifikasi Pasien
2) Peningkatan Komunikasi Efektif
3) Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai
4) Kepastian Tepat Lokasi, Tepat Prosedur, Tepat Pasien Operasi
KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG KESELAMATAN PASIEN

A. Kebijakan Yang Mendukung Patient Safety


Pasal 43 UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
a. RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden,
menganalisa, dan menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan
angka kejadian yang tidak diharapkan.
b. RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi
keselamatan pasien yang ditetapkan oleh menteri.
Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan
ditujukan untuk mengoreksi system dalam rangka meningkatkan keselamatan
pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan


pasien. Keselamatan pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman. System tersebut meliputi :
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko
f. Kebijakan Departemen Kesehatan tentang keselamatan pasien rumah sakit
g. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.
h. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
i. Menurunnya Kejadian Tak Diharapkan (KTD).
j. Terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.
k. Kebijakan patient safety di rumah sakit antara lain:
l. Rumah Sakit wajib melaksanakan sistim keselamatan pasien.
m. Rumah Sakit wajib melaksanakan 7 langkah menuju keselamatan pasien.
n. Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
o. Evaluasi pelaksanaan keselamatan pasien akan dilakukan melalui program
akreditasi rumah sakit.

B. Hal-Hal Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Patient Safety


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis
obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang
cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical
errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error didefinisikan sebagai:
The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of execusion)
or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya
kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu kegagalan tindakan medis yang telah
direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu kesalahan
tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near
Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat
melaksanakan suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil (omission), yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius
tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi
tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan
diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan),
dan peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini
lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu
kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(omission), dan bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan
cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil
pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur
pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan keterlambatan
merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau
pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat
atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse
event yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung
tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of
Trusteesmengidentifikasikan bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient
safety) merupakan sebuah prioritas strategik. Mereka juga menetapkan capaian-
capaian peningkatan yang terukur untuk keselamata obat sebagai target utamanya.
Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS HUMAN,
Building a Safer Health System” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat
inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse
Event). Menindaklanjuti penemuan ini, tahun 2004, WHO mencanangkan World
Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai negara untuk
meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005
tentang Pedoman Audit Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk
tercapainya pelayanan medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan
memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini diikuti oleh Perhimpunan
Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan pertemuan dan
mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah
sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya
terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan system Patient Safety yang dirancang
mampu menjawab permasalahan yang ada.
KONSEP STERILISASI DAN KONSEP DESINFEKSI

A. Pengertian Sterilisasi dan Desinfeksi


1) Pengertian Sterilisasi
Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu
(alat,bahan,media, dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan
kehadirannya baik yang patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga
dikatakan sebagai proses untuk membebaskan suatu benda dari semua
mikroorganisme, baik bentuk vegetative maupun bentuk spora. Proses sterilisasi
dipergunakan pada bidang mikrobiologi untuk mencegah pencernaan organisme
luar, pada bidang bedah untuk mempertahankan keadaan aseptis, pada pembuatan
makanan dan obat-obatan untuk menjamin keamanan terhadap pencemaran oleh
miroorganisme dan di dalam bidang-bidang lain pun sterilisasi ini juga penting.
Sterilisasi banyak dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun
kimiawi. Steralisasi juga dikatakan sebagai tindakan untuk membunuh kuman
patogen atau kuman apatogen beserta spora yang terdapat pada alat perawatan
atau kedokteran dengan cara merebus, stoom, menggunakan panas tinggi, atau
bahkan kimia. Jenis sterilisasi antara lain sterilisasi cepat, sterilisasi panas kering,
steralisasi gas (Formalin H2 O2), dan radiasi ionnisasi.

2) Pengertian Desinfeksi
Desinfeksi adalah membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dengan
bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi
infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen.Disinfektan yang tidak
berbahaya bagi permukaan tubuh dapat digunakan dan bahan ini dinamakan
antiseptik.Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan
mikroorganisme pada jaringan hidup, sedang desinfeksi digunakan pada benda
mati. Desinfektan dapat pula digunakan sebagai antiseptik atau sebaliknya
tergantung dari toksisitasnya. Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk
membersihkan alat-alat tersebut dari debris organik dan bahan-bahan berminyak
karena dapat menghambat proses disinfeksi.
Disinfektan dapat membunuh mikroorganisme patogen pada benda mati.
Disinfektan dibedakan menurut kemampuannya membunuh beberapa kelompok
mikroorganisme, disinfektan "tingkat tinggi" dapat membunuh virus seperti virus
influenza dan herpes, tetapi tidak dapat membunuh virus polio, hepatitis B atau M.
tuberculosis. Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga
desinfektan seperti iodophor, derifat fenol atau sodium hipokrit.Untuk
mendesinfeksi permukaan, umumnya dapat dipakai satu dari tiga desinfektan
diatas.Tiap desinfektan tersebut memiliki efektifitas "tingkat menengah" bila
permukaan tersebut dibiarkan basah untuk waktu 10 menit.

B. Tujuan Sterilisasi dan Desinfeksi


1) Adapun tujuan dari sterilisasi dan desinfeksi tersebut adalah
2) Mencegah terjadinya infeksi.
3) Mencegah makanan menjadi rusak.
4) Mencegah kontaminasi mikroorganisme dalam industry.
5) Mencegah kontaminasi terhadap bahan- bahan yg dipakai dalam melakukan
biakan murni.

C. Macam-Macam Sterilisasi
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisik
dan kimiawi :
1) Sterilisai secara mekanik (filtrasi)
2) Sterilisasi secara fisik
3) Sterilisasi dengan Cara Kimia
D. Macam-macam Desinfeksi
Sebelum dilakukan desinfeksi, penting untuk membersihkan alat-alat tersebut
dari debris organik dan bahan-bahan berminyak karena dapat menghambat proses
disinfeksi. Macam-macam desinfektan yang digunakan :
1) Alkohol
2) Aldehida
3) Biguanid
4) Senyawa halogen.
5) Fenol
6) Klorsilenol

Untuk mendesinfeksi permukaan dapat dipakai salah satu dari tiga desinfektan
seperti iodophor, derivate fenol atau sodium hipokrit.

E. Perbedaan Sterilisasi Dan Desinfeksi


Steralisasi adalah suatu cara untuk membebaskan sesuatu (alat, bahan, media,
dan lain-lain) dari mikroorganisme yang tidak diharapkan kehadirannya baik yang
patogen maupun yang a patogen. Atau bisa juga dikatakan sebagai proses untuk
membebaskan suatu benda dari semua mikroorganisme, baik bentuk vegetative
maupun bentuk spora.
Sedangkan desinfeksi adalah, membunuh mikroorganisme penyebab penyakit
dengan bahan kimia atau secara fisik, hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadi
infeksi dengan jalam membunuh mikroorganisme patogen.
Dari kedua pengertian di atas bisa kita simpulkan, jika sterilisasi dan
desinfeksi memiliki perbedaan yang khas, walaupun tetap memiliki tujuan yang
sama. Namun sterilisasi memiliki guna yang lebih besar, dan desinfeksi secara
khusus membunuh kuman penyebab penyakit.
CARA STERILISASI

1. Cuci tangan
2. Gunakan hand scoon cuci
3. Kumpulkan peralatan kain yang akan disterilisasi
4. Pisahkan berdasarkan fungsi dan pisahkan antara kain yang infecsious dan
noninfecsious masukkan ke dalam ember.
5. Rendam kain dengan dengan lisol 2-3 % atau dengan klorin tunggu hingga 2 jam atau
rendam dalam 24 jam untuk peralatan kain yang digunakan oleh pasien dengan
penyakit menular.
6. Sikat atau kucek bagian yang bernoda
7. Setelah selesai, kain diperas
8. Masukkan kedalam autoclave dengan suhu 1200C dengan waktu 20-30 menit
9. Buka tutup autoclave agar sisa uap keluar
10. Buang hand scoon ke tempat sampah medis
11. Cuci tangan

CARA DESINFEKSI

Menurut prosesnya :

1. Denaturasi protein mikroorganisme Perubahan strukturnya hingga sifat-sifat khasnya


hilang.
2. Pengendapan protein dalam protoplasma (zat-zat halogen, fenol, alcohol, dan garam
logam).
3. Oksidasi protein (Oksidanasia).
4. Mengganggu system dan proses enzim (zat-zat halogen, alcohol ,dan garam logam).
5. Modifikasi dinding sel dan atau membran sitoplasma (desinfektasi dengan aktivitas
permukaan).
KONSEP PENCEGAHAN DAN PENULARAN INFEKSI

A. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit .
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan
multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan
cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler
atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor
yang saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa
infeksi akan terjadi.
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama
seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara
umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang
dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien
masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien
berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.

B. Rantai Infeksi
Proses terjadinya infeksi seperti rantai yang saling terkait antar berbagai faktor
yang mempengaruhi, Proses tersebut melibatkan beberapa unsur diantaranya :
1. Reservoir
Merupakan habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme
dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan, maupun tanah.
2. Jalan Masuk
Merupakan jalan masuknya mikroorganisme ketempat penampungan
dari berbagai kuman, seperti saluran pencernaan, pernapasan, pencernaan,
kulit dan lain-lain.
3. Inang (host)
Merupakan tempat berkembangnya suatu mikroorganisme yang dapat
didukung oleh ketahanan kuman.
4. Jalan Keluar
Merupakan tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir, seperti
sistem pernapasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan lain-lain.
5. Jalur Penyebaran
Merupakan jalur yang dapat menyebarkan berbagai kuman
mikroorganisme ke berbagai tempat, seperti air, makanan, udara dan lain-lain.

C. Cara Penularan Mikroorganisme


Proses penyebaran mikroorganisme kedalam tubuh, baik pada manusia maupun
hewan dapat melalui berbagai cara di antaranya :
1. Kontak Tubuh
Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran secara
langsung maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui
sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat melalui benda
yang terkontaminasi kuman.
2. Makanan dan Minuman
Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi, seperti pada penyakit tifus abdominalis penyakit infeksi
cacing, dan lain-lain.
3. Serangga
Contoh proses penyebaran kuman melalui serangga adalah penyebaran
penyakit malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit
saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.
4. Udara
Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada
penyebaran penyakit sistem pernapasan (penyebaran kuman tuberkolosis) atau
sejenisnya.

D. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Infeksi


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi adalah:
1. Sumber Penyakit
Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan dengan cepat
atau lambat.
2. Kuman Penyebab
Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme, kemampuan
mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan virulensinya.
3. Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman
Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses infeksi cepat
teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman (pH), suhu, penyinaran
(cahaya) dan lain-lain.
4. Cara Penularan
Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau udara dapat
menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.
5. Cara Masuknya Kuman
Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya. Kuman dapat
masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, kulit dan lain-lain.
6. Daya Tahan Tubuh
Daya tahan tubh yang baik dapat memperlambat proses infeksi atau
mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula sebaliknya, daya tahan
tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor lain seperti status gizi atau nutrisi,
tingkat stress pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak sehat.

E. Pencegahan Infeksi
Prinsip Pencegahan infeksi
1) Beberapa definisi dalam pencegahan infeksi, antara lain adalah :
a. Antiseptik
Antiseptik adalah usaha mencegah infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh
lainnya.
b. Aseptik
Aseptik adalah semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang mungkin akan menyebabkan
infeksi. Tujuannya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah
mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar
alat-alat kesehatan dapat digunakan dengan aman.
c. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan
bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman benda-benda
(peralatan medis, sarung tangan, meja pemeriksaan) yang terkontaminasi
darah dan cairan tubuh. Cara memastikannya adalah segera melakukan
dekontaminasi terhadap benda - benda tersebut setelah terpapar/terkontaminasi
darah atau cairan tubuh.
d. Desinfeksi
Tindakan yang tindakan menghilangkan sebagian besar
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati.
e. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Suatu proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa
endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus, atau
penggunaan desinfektan kimia.
f. Mencuci dan membilas
Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran,
darah, dan bagian tubuh lain yang tampak pada objek mati dan membuang
sejumlah besar mikro organisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani benda tersebut (proses ini terdiri dari
pencucian dengan sabun atau deterjen dan air, pembilasan dengan air bersih
dan pengeringan secara seksama).
g. Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan
semua mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit), termasuk endospora
bakteri pada benda-benda mati atau instrument.

2) Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan :


a. Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
b. Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi.
c. Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain yang akan
dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput mukosa, atau darah harus
dianggap terkontaminasi sehingga setelah selesai digunakan harus dilakukan
proses pencegahan infeksi secara benar.
d. Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar, harus dianggap telah terkontaminasi.
e. Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan pencegahan infeksi
yang benar dan konsisten.

3) Tindakan-tindakan pencegahan infeksi meliputi :


a. Pencucian tangan.
b. Penggunaan sarung tangan.
c. Penggunaan cairan antiseptic untuk membersihkan luka pada kulit.
d. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, desinfeksi tingkat
tinggi atau sterilisasi).
e. Pembuangan sampah.
MONITORING DAN EVALUASI “PATIENT SAFETY”

A. Pengertian monitoring
Monitoring dalam (bahasa Indonesia: pemantauan). Monitoring adalah
aktifitas yang ditujukan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat
dari suatu kebijakan yang sedang dilaksanakan dalam memberikan informasi
tentang status dan kecenderungan bahwa pengukuran dan evaluasi yang
diselesaikan berulang dari waktu ke waktu,. Monitoring diperlukan agar
kesalahan awal dapat segera diketahui dan dapat dilakukan tindakan
perbaikan, sehingga mengurangi risiko yang lebih besar.
Adapun tujuan monitoring sebagai berikut :
a. Menjaga agar kebijakan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan
tujuan dan sasaran.
b. Menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi risiko
yang lebih besar.
c. Melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil
monitoring mengharuskan untuk itu.

B. Pengertian evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan untuk menilai tingkat kinerja suatu kebijakan.
Yang mempelajari kejadian, memberikan solusi untuk suatu masalah,
rekomendasi yang harus dibuat, menyarankan perbaikan. Namun tanpa
monitoring, evaluasi tidak dapat dilakukan karena tidak memiliki data dasar
untuk dilakukan analisis.
Adapun tujuan monitoring sebagai berikut :
a. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan.
b. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan.
c. Mengukur tingkat keluaran
d. Mengukur dampak suatu kebijakan
e. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan
f. Sebagai masukan (input) suatu kebijakan yang akan datang

C. Proses perancangan monitoring dan evaluasi sesuai dengan langkah


keselamatan pasien di rumah sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staff anda
3. Integrasikan Aktivitas Pengelolaan Risiko
4. Kembangkan system pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi system keselamatan pasien

D. Pelaporan insiden
Pelaporan insiden bertujuan untuk :
1. Mencegah kejadian Berulang kembali
2. Dibuat suatu system pelaporan insiden di rumah sakit meliputi
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan
yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
3. Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah tejadi, potensial
ataupun nyaris terjadi.
4. Yang membuat laporan semua staff RS yang pertama menemukan
kejadian dan terlibat dalam kejadian.
5. Identifikasi Risiko :
a. Sistem Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
b. System Analisa

Adapun alur Pelaporan Insiden ke TIM KP di RS (internal) sebagai berikut :

a. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD) di rumah sakit, wajib segera ditindak
lanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi dampak atau akibat yang tidak
diharapkan.
b. Setelah ditindaklanjuti, segera dibuat laporan insidennya dengan mengisi formullir
laporan insiden pada akhir jam kerja/shift kepada atasan langsung. (paling lambat 2 x
24 jam);jangan menunda laporan.
c. Setelah mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung pelapor. (atasan
langsung disepakati sesuai keputusan Manajemen : supervisor/kepala bagian/Instalasi/
Departemen/unit, ketua komite medis, ketau K. SMF).
d. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko terhadap
insiden yang dilaporkan.
e. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan dilakukan
sebagai berikut :
1. Grade biru : investigasi sederhana oleh atasan langsung waktu maksimal 1
minggu.
2. Grade hijau : investigasi sederhana oleh atasan langsung waktu maksimal 2
minggu.
3. Grade kuning: investigasi komprehensif/ analisa akar masalah/RCA oleh Tim
KPRS, waktu Maksimal 45 hari.
4. Grade merah : investigasi komprehensif/analisa akar masalah/RCA oleh tim
KPRS waktu Maksimal 45 hari.
f. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi dan laporan
insiden dilaporkan ke TIM KP di RS
g. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil investigasi dan laporan insiden untuk
menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan (RCA) dengan melakukan
regrading
h. Untuk grade kuning/merah, Tim KPRS akan melakukan Analisa Akar Masalah/Root
cause Analysis /RCA
i. Setelah melakukan RCA,Tim KPRS akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan serta “pembelajaran” berupa : petunjuk /”Safety alert” untuk mencegah
kejadian yang sama terulang kembali
j. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
k. Rekomendasi untuk “perbaikan dan pembelajaran” diberikan umpan balik kepada unit
kerja terkait
l. Unit kerja membuat analisa dan trend kejadian di satuan kerjanya masing – masing
m. Monitoring dan evaluasi perbaikan oleh tim KP RS

E. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan pasien ke TIM KKP – RS


(eksternal)
1. Laporan hasil investigasi sederhana/analisa akar masalah/RCA yang
terjadi pada pasien dilaporkan oleh Tim KPRS (internal)/pimpinan RS
ke KKP-RS dengan mengisi formulir laporan Insiden Keselamatan
Pasien
2. Laporan dikirim ke KKP-RS lewat POS atau kurir ke alamat :
Sekretariar KKP-RS : kantor PERSI : jl. Boulevard Artha Gading Blok
A-7 No. 28. Kelapa Gading-Jakarta Utara 14240. Telp. (021)
45845303/304
F. Analisa matrixs Grading Risiko
Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan
probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak/akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang
dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal. (tabel 1)
b. Probabilitas/frekuensi / likelihood
Penilaian tingkat probabilitas/frekeunsi risiko adalah seberapa seringnya
insiden tersebut terjadi .

G. Penilaian dampak klinis/konsekuensi/severity


1. Tidak signifikan - Tidak ada cidera (biru)

2. Minor - Cedera ringan missal luka lecet

- Dapat diatasi dengan pertolongan pertama (hijau)

3. Moderat - Cedera sedang, missal luka robek (kuning)


- Berkuranganya fungsi motoric, sensorik, psikologis atau
intelektual (reversible), tidak berhubungan dengan
penyakit
- Setiap kasus yang memperpanjang perawatan

4. Mayor - Cedera luas/berat mis. Cacad, lumpuh


- Kehilangan fungsi motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (irreversible)/tidak berhubungan dengan
penyakit (oren)

5. Katastropik - Kematian yang tidak berhubungan dengan penyakitnya


(merah)
H. Skala Prioritas Bands Risiko
1. Bands Biru : Rendah/low
2. Bands Hijau : Sedang/ Moderate
3. Bands Kuning : Tinggi/ High
4. Bands Merah : Investigasi komprehensif/ RCA

I. Bands Risiko
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna
yaitu: biru, hijau, kuning dan merah. Warna Bands akan menentukan
investigasi yang akan dilakukan
1. Bands Biru dan Hijau : Investigasi sederhana
2. Bands Kuning dan Merah : Investigasi Komprehensif/ RCA

J. Tindakan sesuai Tingkat dan Bands Risiko


1. Ekstrim/Sering/ Tinggi = Risiko ekstrim dilakukan RCA paling lama 45
hari, membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke Direktur
2. High/tinggi = Risiko tinggi , dilkukan RCA paling lama 45 hari kaji
dengan detil dan perlu tindakan segera serta membutuhkan perhatian Top
manajemen
3. Moderat (sedang) = Risiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling
lama 2 minggu. Manajer / pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak
terhadap biaya dan kelola risiko
4. Low (rendah) = Risiko rendah dilakukan investigasi paling lama 1 minggu,
diselesaikan dengan prosedur rutin
SIKLUS HIDUP, KEMBANG BIAK DAN CARA PENULARAN MIKROORGANISME

A. Pengertian Mikroorganisme
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil
sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. Mikroorganisme disebut juga
organisme mikroskopik. Mikroorganisme sering kali bersel tunggal (uniseluler)
maupun bersel banyak (multiseluler). Namun, beberapa protista bersel tunggal masih
terlihat oleh mata telanjang dan ada beberapa spesies multisel tidak terlihat mata
telanjang. Virus juga termasuk ke dalam mikroorganisme meskipun tidak bersifat
seluler.

B. Perkembangbiakan Mikroorganisme
1) Perkembangbiakan Aseksual
Perkembangbiakan mikroorganisme dapat terjadi secara seksual dan aseksual
yang paling banyak terjadi adalah perkembangbiakan aseksual atau vegetatif.
Reproduksi aseksual tidak melibatkan pertukaran bahan genetik sehingga tidak terjadi
variasi genetik, suatu kerugian karena organisme tersebut menjadi terbatas
kemampuannya dalam berespon dan beradaptasi terhadap tekanan lingkungan.
Macam-macam perkembangbiakan aseksual adalah sebagai berikut :
a. Pembelahan biner (binary fission), yakni satu sel induk membelah menjadi
dua sel anak. Kemudian masing-masing sel anak membentuk dua sel anak lagi
dan seterusnya. Pembelahan biner yang terjadi pada bakteri adalah
pembelahan biner suatu proses aseksual sederhana berupa pembelahan suatu
sel bakteri menjadi dua sel anak yang secara genetis identik. Kecepatan
pembelahan biner bergantung pada spesies yang bersangkutan dan keadaan
lingkungan. Dalam kondisi ideal (Mis. Bangsal rumah sakit yang hangat dan
lembab), basil negatif-gram tipikal misalnya E.coli akan membelah diri setiap
20 menit. Kuman lain, misalnya M. tuberculosis, membelah dengan sangat
lambat. Hasil uji laboratorium untul E.coli tersedia dalam 24 jam, tapi
diagnosis pasti tuberculosis mungkin belum selesai setelah beberapa minggu.
Namun pengobatan untuk tuberculosis dapat dimulai berdasarkan temuan
klinis uji lain, misalnya uji kulit, radiografi, dan adanya BTA di spesimen
sputum.
b. Pembelahan ganda (multiple fission), yakni satu sel induk membelah menjadi
lebih dari dua sel anak.
c. Perkuncupan (budding), yakni pembentukan kuncup dimana tiap kuncup akan
membesar seperti induknya. Kemudian tumbuh kuncup baru dan seterusnya,
sehingga akhirnya akan membentuk semacam mata rantai.
d. Pembelahan tunas, yakni kombinasi antara pertunasan dan pembelahan.
Biasanya terjadi pada khamir, misalnya Saccharomyces cerevisiae. Sel induk
akan membentuk tunas. Jika ukuran tunas hampir sama besar dengan inangnya
inti sel induk membelah menjadi dua dan terbentuk dinding penyekat. Sel anak
lalu melepaskan diri dari induk atau menempel pada induknya dan membentuk
tunas baru.
e. Pembentukan spora atau sporulasi adalah perkembangbiakan dengan
pembentukan spora. Spora ini terbagi menjadi dua, yakni spora aseksual
(reproduksi vegetatif) dan spora seksual (reproduksi generatif).
2) Perkembangbiakan Seksual
Perkembangbiakan secara seksual, umumnya terjadi pada jamur dan mikro alga serta
secara terbatas terjadi pada bakteri dapat terjadi secara :
a. Oogami, bila sel betina berbentuk telur.
b. Anisogami, bila sel betina lebih besar daripada sel jantan.
c. Isogami, bila sel jantan dan betina mempunyai bentuk yang sama.

Reproduksi bakteri secara seksual atau generatif yaitu dengan pertukaran


materi genetik dengan bakteri lainnya. Pertukaran materi genetik disebut rekombinasi
genetik atau rekombinasi DNA. Rekombinasi genetik dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu :
a. Konjugasi adalah pemindahan materi genetik berupa plasmid secara langsung
melalui kontak sel dengan membentuk struktur seperti jembatan diantara dua
sel bakteri yang berdekatan. Umumnya terjadi pada bakteri gram negatif.
b. Transduksi adalah pemindahan materi genetik satu sel bakteri ke sel bakteri
lainnnya dengan perantaraan organisme yang lain yaitu bakteriofage (virus
bakteri).
c. Transformasi adalah pemindahan sedikit materi genetik, bahkan satu gen saja
dari satu sel bakteri ke sel bakteri yang lainnya.

3) Perkembangbiakan Virus
Perkembangbiakan virus mempunyai arti yang penting, agar mengetahui
bagaimana virus masuk dan ke luar dari sel, bagaimana virus bisa mematikan atau
mentransformasi sel. Adapun tahap-tahap replikasi virus adalah sebagai berikut :
a. Adsorpsi, merupakan tahap penempelan (attachment) virus pada dinding sel
inang. Virus menempelkan sisi tempel atau reseptor site ke dinding sel bakteri.
b. Penetrasi sel inang. Setelah reseptor site, bagian ini kemudian mengeluarkan
enzim untuk membuka dinding sel bakteri. Molekul asam nukleat (RNA dan
DNA) virus bergerak ke luar melalui pipa ekor dan masuk ke dalam
sitoplasma sel melalui dinding sel yang terbuka tersebut. Pada virus telanjang,
proses penyusupan ini terjadi dengan cara fagositosis virion (viropexis),
sedangkan pada virus berselubung dapat terjadi dengan cara fusi yang diikuti
masuknya nukleokapsid ke sitoplasma.
c. Eklipase. Asam nukleat virus menggunakan asam nukleat bakteri untuk
membentuk bagian-bagian tubuh virus terbentuk, seperti protein, asam
nukleat, dan kapsid. Bahan yang digunakan berasal dari protein, enzim, dan
asam nukleatsel bakteri.
d. Pembentukan virus (bakteriofage) baru. Setelah bagian-bagian tubuh virus
terbentuk, maka pada fase ini bagian-bagian itu akan digabungkan untuk
menjadi virus yang baru. Dari 1 sel bakteri akan dihasilkan 100-300 virus
baru.
e. Pemecahan sel inang. Akhir dari siklus adalah pecahnya sel bakteri. Di dalam
sel bakteri terbentuk enzim lisoenzim yang mampu melarutkan ikatan kimia
dinding sel bakteri. Setelah dinding sel pecah maka keluarlah virus-virus baru
itu dan selanjutnya mencari sel bakteri lainnya.
4) Cara Penularan Mikroorganisme
a) Bakteri
Pada banyak kasus bakteri keluar dari tubuh melalui rute masuk, tetapi
terdapat pengecualian. Bakteri biasanya menyebabkan penyakit pada manusia.
Dalam perkembangannya bakteri membutuhkan makanan, udara yang lembab,
dan pada temperatur yang tepat. Contoh : Eccerecia Coli, Staphylococcus dan
Diphtheria bacilus. Bakteri penyebab gastroenteritis memperoleh akses melalui
mulut dan keluar dari tinja sehingga dikatakan menyebar melalui rute fekal-oral.
Mikroorganisme disebarkan dari satu individu ke individu berikutnya melalui
kontak langsung dan tidak langsung. Penyebaran juga dapat terjadi melalui udara,
makanan, air yang tercemar, dan melalui serangga.
b) Virus
Organisme hidup yang paling kecil adalah virus. Ada beberapa virus yang
tidak bisa dilihat, walaupun sudah menggunakan mikroskop. Biasanya virus ini
menyebar lewat media air dan makanan. Sebagai contoh, virus hepatitis.
Sedangkan virus polio, menyebar lewat makanan atau susu.
JENIS, SIKLUS HIDUP, CARA KEMBANGBIAK, DAN CARA PENULARAN
ORGANISME PARASIT

A. Pengertian Parasitologi
Parasit adalah organisme yang hidupnya tergantung pada organisme lain yang
dikenal sebagai induk semang atau hospes.
Parasit adalah organisme hidup yang mendapatkan makanan dari organisme
hidup yang lain dan hidupnya tergantung pada organisme tersebut.
Parasit adalah organisme yang mendapatkan makanan dan menggantungkan
hidupnya pada hospes atau induk semangnya.
Parasitisme adalah hubungan timbal balik antara dua organisme, organisme
yang satu mendapat keuntungan sedangkan organisme yang lain mendapat kerugian.
Parasitologi adalah suatu ilmu cabang Biologi yang mempelajari tentang
semua organisme parasit.
Parasit sudah dikenal sejak zaman Aristoteles(384-322SM) dan Hipocrates
(460-377SM). Redi (1626-1698) asal Itali menemukan larva didalam daging yang
kemudian berkembang menjadi lalat -- mengembangkan ilmu parasit.

B. Penggolongan Parasit
Berdasarkan cara hidupnya, parasit terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Ektoparasit (ectozoa)
Yaitu parasit yang hidup di luar tubuh hospes atau liang-liang kulit
yang masih mempunyai hubungan dengan dunia luar. Misal : di kulit, rambut,
rongga telinga luar. Contoh nyamuk dan lalat.
2. Endoparasit (entozoa)
Yaitu parasit yang hidup di dalam tubuh hospes. Misal : di dalam
darah, rongga tubuh, usus, dan organ tubuh lainnya. Contoh di dalam hati :
Fasciola hepatica (sapi).
Berdasarkan sifatnya, parasit terbagi menjadi 5, yaitu :
1. Parasit Fakultatif
Parasit fakultatif adalah organisme yang sebenarnya organisme hidup
bebas, tetapi karena kondisi tertentu mengharuskan organisme tersebut hidup
sebagai parasit sehingga sifat hidup keparasitannya tidak mutlak. Contoh :
lalat-lalat Sarcophaga, Chrysomyia, Caeophara, dan lain-lain.
Stadium larvanya normal hidup di dalam kotoran ternak, tetapi karena
tidak ada kotoran ternak terpaksa lalat bertelur didalam tubuh yang luka
sehingga waktu menetas larva menimbulkan miasis yang dijumpai pada sela-
sela teracak, bagian kuku atau telinga luar.
2. Parasit Obligat
Parasit obligat adalah semua organisme yang hidupnya berada di
dalam tubuh inang, dan akan mati bila berada di luar inang. Contoh : semua
organisme patogen.
3. Parasit Insidentil
Parasit insidentil atau parasit sporadis adalah suatu parasit yang karena
sesuatu sebab berada pada hospes yang tidak sewajarnya. Contoh :
Gongylonema scutum, cacing nematoda pada mulut sapi---mulut manusia.
4. Parasit Eratika
Parasit eratika adalah parasit yang terdapat pada hospes yang wajar
tetapi lokasinya pada daerah yang tidak sewajarnya. Contoh : Ascaris
lumbricoides, nematoda duodenum manusia dan babi---akibat
kelaparan/gerakan antiperistaltik dinding usus---masuk ke lambung atau
kantung empedu.
5. Parasit Spuriosa
Adalah parasit yang masuk ke dalam tubuh hospes tanpa menimbulkan
keluhan/penyakit pada hospes dan keluar dari tubuh hospes tanpa perubahan
apapun. Terjadi saat diagnose pascamati, misal sebelum mati anjing makan
feses sapi mengandung telur cacing Moniezia expansa.

C. Penggolongan Hospes / Host


Hospes adalah induk semang / sel inang tempat parasit tinggal sementara atau
selamanya demi kelangsungan hidunya. Hospes terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Definitive Host
Atau hospes tetap adalah tempat hidup parasit stadium dewasa
/stadium sexual. Contoh: manusia sebagai hospes definitif dari cacing gelang
(Ascaris lumbricoides).
2. Intermediate Host
Atau hospes perantara yaitu tempat hidup parasit stadium larva.
Contoh : manusia sebagai hospes perantara dari parasit malaria, karena
stadium sexual berada dalam tubuh nyamuk Anopheles.

D. Cara/Tempat Masuk Parasit


1. Mulut
2. Menembus Kulit
3. Gigitan Arthropoda
4. Inhalasi
5. Transplasental (Kongenital)
6. Transmammary
7. Hubungan Seksual
8. Transfusi Darah
9. Transplantasi Jaringan

E. Hewan-Hewan Yang Termasuk Parasit


Ada beberapa hewan yang termasuk parasit, beberapa hewan tersebut adalah
cacing, caplak, tungau, nyamuk, kutu dan lalat.
TINDAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI SILANG

A. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial atau infeksi silang adalah infeksi yang terjadi dirumah
sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang berasal dari proses penyebaran di
sumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien, petugas kesehatan, pengunjung,
maupun sumber lain.
Beberapa sumber penyebab terjadinya infeksi nosokomial adalah :
1. Pasien. Pasien merupakan unsur pertama yang dapat menyebarkan infeksi ke
pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau benda dan alat kesehatan
lainnya.
2. Petugas kesehatan. Petugas kesehatan merupakan dapat menyebarkan infeksi
melalui kontak langsung yang dapat menularkan berbagai kuman ke tempat
lain.
3. Pengujung. Pengunjung dapat meyebarkan infeksi yang di dapat dari luar ke
dalam lingkungan rumah sakit atau sebaliknya, yang di dapat dari dalam
rumah sakit ke luar rumah sakit.
4. Sumber lain. Sumber lain yang d maksud di sini adalah lingkungan rumah
sakit yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit
atau alat yang ada di rumah sakit yang di bawa oleh pengunjung atau petugas
kesehatan kepada pasien, atau sebaliknya.

B. Pencegahan Infeksi
Dimasa lalu, fokus utama penanganan masalah infeksi dalam pelayanan
kesehatan adalah mencegah infeksi. Infeksi serius pascabedah masih merupakan
masalah di beberapa negara, di tambah lagi dengan munculnya penyakit Acquired
immuno Deficiency syndrome (AIDS) dan hepatitis B yang belum di temukan
obatnya. Saat ini, perhatian utama di tujukan untuk mengurangi risiko perpindahan
penyakit, tidak hanya terhadap pasien, tetapi juga kepada pemberi pelayanan
kesehatan dan karyawan, termasuk pekarya, yaitu orang yang bertugas membersihkan
dan merawat ruang bedah.

C. Tindakan Pencegahan Infeksi


Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat di lakukan :
1. Aseptik, yaitu tindakan yang di lakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini
di pakai untuk menggambarkan semua usaha yang di lakukan untuk mencegah
masuknya mikroorganisme kedalam tubuh yang memungkinkan besar akan
mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
menghilangkan mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup maupun
benda mati agar alat alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat di tangani
oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat alat
kesehatan, dan sarung tangan yang terkontaminasi olehdarah atau cairan tubuh
disaat prosedur bedah/tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghilangkan semua darah, cairan tubuh, atau
setiap benda asing seperti debu dan kotoran.
5. Desinfeksi, yaitu tindakan pada benda mati dengan menghilangkan tindakan
pada benda mati dengan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit. Desinfeksi tingkat tinggi dilakukan
dengan merebus atau dengan menggunakan larutan kimia. Tindakan ini dapat
menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa bakteri endospora.
6. Sterilisasi, yaitu tindakan untuk menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora.

D. Pedoman Pencegahan Infeksi


Cara infeksi untuk mencegah penyebaran penyakit dari orang ke orang atau
dari peralatan ke orang dapat di lakukan dengan meletakan penghalang diantara
mikroorganisme dan individu (pasien atau petugas kesehatan). Penghalang ini dapat
berupa upaya fisik, mekanik, ataupun kimia yang meliputi :
1. Pencucian tangan
2. Penggunaan sarung tangan (kedua tangan), baik pada saat melakukan tindakan
maupun saat memegang benda yang terkontaminasi (alat kesehatan/kain
tenunan bekas pakai).
3. Penggunaaan cairan antiseptik untuk membersihkan luka pada kulit.
4. Pemrosesan alat bekas pakai (dekontaminasi, cuci dan bilas, serta desinfeksi
tingkat tinggi atau sterilisasi).
5. Pembuangan sampah.

También podría gustarte