Está en la página 1de 27

TUGAS

KELOMPOK 4

Patofisiologi dan Askep Gangguan Sistem Endokrin

”CUSHING SINDROM”

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG

2018
NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1. ADISTY FERIANI

2. ANNISHA ALLAMA NOPTIKA

3. ATIKA SURI

4. DELVI SUSANTI

5. FADHILLAH ELKHUSNA

6. FEBRI MUTIA

7. INTAN PERMATA SARI

8. LARASATI AKJULIMA

9. MONICA AULIANDA

10. RANI PUTRI ANDESCO

11. REZA SOVIA

12. TIKA YULASNI

13. GIAN PUTRA KISNA


KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas anugerah dan
petunjuk serta hidayah-Nya lah, makalah ini dapat terselesaikan meskipun memiliki banyak sekali
kekurangan.

Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang


“Patofisiologi dan Asuhan Keperawatan pada Klien Cushing Syndrom” yang merupakan salah satu
penyakit pada sistem endokrin.

Tentunya masih banyak sekali kekurangan dan kesalahan di dalam pembuatan makalah ini.
Oleh karena keterbatasan ilmu dan referensi yang kami jadikan sebagai acuan untuk menyusun
makalah ini ataupun karena hal – hal lain. Namun, karena adanya niat untuk belajar, maka dengan
antusias dan semangat yang tinggi, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan kita semua umumnya.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam
penyusunan makalah ini, serta kepada teman – teman yang telah memberikan dukungannya yang
sangat berharga bagi penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.

Padang, 16 Maret 2018

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

1. KATA PENGANTAR i
2. DAFTAR ISI ii
3. BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 1
4. BAB II PEMBAHASAN 2
A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT CUSHING SYNDROM 3
2.1 Pengertian 3
2.2 Anatomi Fisiologi 3
2.3 Etiologi 4
2.4 Klasifikasi 4
2.5 Manifestasi Klinik 5
2.6 Komplikasi 6
2.7 Patofisiologi 6
2.8 WOC 7
2.9 Pemeriksaan Diagnostik 7
2.10 Penatalaksanaan 7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CUSHING SYNDROM 8
2.11 Pengkajian 8
2.12 Diagnosa Keperawatan 9
2.13 Intervensi 10
5. BAB III PENUTUP 11
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
DAFTAR PUSTAKA

1
ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan ketika kelenjar adrenal
pada tubuh terlalu banyak memproduksi hormone menambah tantangan bagi tenaga
kesehatan dans emakin meresahkan masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama bagi
tim kesehatan, Keresahan masyarakat adalah keresahan tim kesehatan. Berdasarkan
penelitian dan survei terhadap rumah sakit di Indonesia tentang penyakit cushing sindrom
pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian cushing sindrom terjadi pada 200
orang dewasa berusia antara 20-30 tahun. Pada kelompok usia 20-30 tahun, resiko terkena
cushing sindrom mencapai 10%.
Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 rang populasi dunia
berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis kelamin. Namun sumber lain
mengatakan resiko kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah 5:1
berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary. Disini peran perawat terhadap pasien
dengan cushing sindrom meliputi beberapa upaya yang terdiri dari: upaya promotif yaitu
upaya peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan cushing sindrom
melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai cara pngobatan,
penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya
hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya preventif adalah upaya untuk mencegah timbulnya
penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit cushing sindrom yang meliputi pencegahan
primer dan pencegahan sekunder.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum

Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dan asuhan keperawatan


gangguan system endokrin.

b. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami pengertian cushing sindrom
2. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi cushing sindrom
3. Mengetahui dan memahami etiologi cushing sindrom
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi cushing sindrom

12
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis cushing sindrom
6. Mengetahui dan memahami komplikasi cushing sindrom
7. Mengetahui dan memahami patofisiologi cushing sindrom
8. Mengetahui dan memahami WOC cushing sindrom
9. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik cushing sindrom
10. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan cushing sindrom
11. Mengetahui dan memahami pengkajian pada klien cushing sindrom
12. Mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan cushing sindrom
13. Mengetahui dan memahami intervensi cushing sindrom

32
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PATOFISIOLOGI PENYAKIT CUSHING SYNDROM


1. Pengertian
Sindrom cushing merupakan kumpulan abnormalitas klinis yang disebabkan oleh
keberadaan hormon korteks adrenal (khususnya kortisol) dalam jumlah berlebih atau
kortikosteroid yang berkaitan, dan hormone androgen serta aldosteron (dalam taraf lebih
rendah). Penyakit cushing (kelebihan kortikotropin yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis)
menempati sekitar 80% kasus endrogen sindrom cushing. Penyakit cushing paling sering
terjadi pada usia antara20 dan 40 tahun, dan tiga hingga 8 kali lipat lebih sering pada wanita.
(Kowalak,2011)

2. Anatomi Fisiologi
Kelenjar adrenal terletak didalam tubuh, disisi anteriorsuperior (depan-atas) ginjal. Kelenjar
terletak sejajar dengan tulang punggung toraks ke 12 dan mendapatkan suplai darah dari
arteri ardenalis. Kelenjar suprarenalis atau adrenal jumlah nya ada 2, terdapat pada bagian
atas dari ginjal kiri dan kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 Gram.
Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1. Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam .
2. Mengatur atau mempengaruhi metabolism lemak, hidrat arang dan protein.
3. Mempengaruhi aktivitas jaringan limfoid

Kelenjar adrenal terdiri atas dua bagian, yaitu medulla adrenal dan korteks adrenal. Korteks
adrenal adalah bagian dari kelenjar adrenal yang dapat mensintesis kolesterol dan
mengambilnya dari sirkulasi yang dibagi dalam 3 lpisan zona, yaitu :

a. Zona glumerolusa, menghasilkan meneralokartikoid


b. Zona vasikulata, menghasilkan glukokortikoid
c. Zona retikularis dan hormone kelamin gonadokartikoid

Kelenjar adrenal terdiri dari sepasang, berbentuk pyramid, terletak di bagian atas ginja,
bagian luar atau korteks padat dan merrupakan kira-kira 80% berat adrenal normal dan
menghasilkan steroid.

34
Ada tiga lapisan penting steroid yang telah diisolasi dari korteks adrenal, yaitu :

a. Kortisol (hidrokortison) disekresi setiap hari umumnya berasal dari zona vasikulata
(lapisan tengah), dan zona retikularis (lapisan dalam)
b. Dehidroepiandrosteron (DHEA) disekresi oleh lapisan yang sama dan kira-kira dalam
jumlah yang sama dengan kortisol
c. Aldosteron disekresi oleh zona glomerulossa (lapisan luar) yang juga memproduksi
beberapa jenis kortikosteroid lain dan sedikit plasma dan estrogen.
(hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien cushing
syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)

3. Etiologi
Penyebab sindrom ushing meliputi;
 Kelebihan hormone hipofisis anterior (kortikotropin)
 Sekresi kortikotropin yang bersifat otonom dan ektopik oleh tumor diluar kelenjar
hipofisis (biasanya bersifat malignan. Kerap kali berupa karsinoma oat cell pada paru-
paru)
 Pemberia kortikosteroid yang berlebihan, termasuk pemakaian yang lama.
(Kowalak,2011)

4. Klasifikasi
Sindrom cushing dapat dibagi dlam 2 jenis:
a. Tergantung ACTH
Hiperfungssi korteks adrenal mungkin dapat disebabkan oleh sekresi ACTH
kelenjar hipofise yang abnormal berlebihan. Tipe ini mula-mula dijelaskan oeh
Harvey Cushing pada tahun 1932, maka keadaan ini disebut juga sebagai penyakit
cushing.
b. Tak tergantung ACTH
Adanya adenoma hipofisis yang mensekresi ACTH, selain itu terdapat bukti-bukti
histology hyperplasia hipofisis kortikotrop, masih tidak jelas apakah
kikroadenoma maupun hyperplasia timbal balik akibat gangguan pelepasan CRH
(kortikotropin realising hormone) oleh neuro hipotalamus. (Sylvia A.Price;
Patofisiologi. Hal 1091)
Berdasarkan penyebabnya sindrm cushing dibagi menjadi 4 tipe, yaitu:

45
a. Penyakit cushing (cushing disease), ditemukan pada kira-kira 80% sel-sel basofil
menunjukkan degranulasi (crooke’s change) sekunder terhadap glukortiroid
berlebihan. Teradi hiperplasi bilateral korteks adrenal.
b. Tumor adrenal, dijumpai pada kira-kira 14%. Biasanya adenoma kecil, tunggal dan
jinak, dapat berubah menjadi karsinoma yang mengeluarkan kortikosteroid.
c. ACTH ektopik, salah satu sindrom cushing yang disebabkan Karena produk etopik,
yaitu ACTH oleh tumor malligna non endokrin biasa dalam bentuk cat-brochial
karsinoma. Gejalanya klinis ditandai penyakit yang cepat menjadi berat, penurunan
BB dan edema serta pigmentasi.
d. Alkoholisme, ini dapat menyebabkan sindrom cushing sementara.

(hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien


cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)

5. Manifestasi Klinis
Sebagaimana gangguan endokrin yang lain, sindrom cushing menimbulkan perubahan
pada banyak system tubuh. Tanda dan gejalanya bergantung pada derajat dan durasi
hiperkotisolisme, ada tidaknya kelebihan androgen, dan efek tambahan yang berkaitan
dengan tumor (karsinoma adrenal atau sindrom kortikotropin ektopik). Efek klinis yang
spesifik bervariasi menurut system yang terkena dan meliputi:
 Diabetes mellitus disertai penurunan toleransi glukosa, hipergllikemia puasa, dan
glukosuria akibat resistensi insulin yang diinduksi oleh kortisol serta peningkatan
gukoneogenesis dalam hati (system endokrin dan metabolk)
 Kelemahan otot akibat hipokalemia atau penurunan masa otot akibat peningkatan
katabolisme;fraktur patologis akibat penurunan ionisasi mineral tulang, osteopenia,
osteoporosis, dan retaksi pertumbuhan skeletal pada anak-anak (system
muskuloskletal)
 Striae berwarna ungu (striae lividae); plethora fasialis (edema dan distensi pembuluh
darah); akne; bantalan lemak di atas os klavikula, di daerah tengkuk (buffalo hump),
pada muka (moon face) dan di seluruh batang tubuh (obesitas trunkal) dengan
lengan serta tungkai yang kurus; pembentukan parut yang sedikit atau tidak ada;
kesembuhan luka yang buruk akibat penurunan masa kolagen dan kelemahan

56
jaringan tubuh; ekimosis spontan; hiperpigmentasi; infeksi jamur kulit
(kulit)
 Ulkus peptikum akibat peningkatan sekresi asam lambung serta pepsin dan
penurunan produksi mukus lambung, nyeri abdomen, peningkatan selera makan,
kenaikan berat badan (GI)
 Iritabilitas dan ketidakstabilan emosi yang berkisar dari perilaku euforia hingga
depresi atau psikosis; insomnia akibat peranan kortisol dalam neurotransmisi;sakit
kepala system saraf pusat [SSP])
 Hipertensi akibat retensi natrium dan retensi sekunder cairan; gagal jantung;
hipertrofi ventrikel kiri;kelemahan kapiler akibat kehilangan protein yang
menyebabkan perdarahan serta ekimosis; edema pergelangan kaki (system
kardiovaskuler)
 Peningkatan kerentanan terhadap infeksi akibat penurunan produksi limfosit dan
supresi pembentukan antibody; penurunan resistensi terhadap stress; supresi
respon inflamasi yang menyamarkan bahan infeksi yang berat (sistem imunologi)
 Retensi cairan , peningkatan ekskresi kalium, pembentukan batu ureter akibat
peningkatan demineralisasi tulang dengan disertai hiperkalsiuria (system renal dan
urologi)
 Peningkatan produksi androgen dengan hipertrofi klitoris, virilisme ringan,
hirsutisme, dan amenore atau oligomenore pada wanita; disfungsi seksual;
penurunan libido; impotensi (sistem reproduksi)
(Kowalak,2011)

6. Komplikasi
Komplikasi sindrom cushing meliputi:
 Osteoporosis
 Peningkatan kerentanan terhadap infeksi
 Hirsutisme
 Batu ureter
 Metastasis tumor malignan
(Kowalak,2011)

7. Patofisiologi

67
Sindrom cushing disebabkan oleh pajanan lama pada obat-obat glukokortikoid yang
berlebihan. Sindrom cushing dapat bersifat eksogen dan terjadi karena pemberian
glukokortikois atau kortikotrofin yang lama, atau bersifat endogen, akibat peningkatan
sekresi kortisol atau kortikotrofin. Kelebihan kortisol akan menimbulkan efek anti inflamasi
dan katabolisme protein srta lemak perifer yang berlebihan untuk mendukung produksi
gukosa oleh hati. Mekanisme tersebut dapat bergantung kortikotrofin (kenaikan kadar
kortikotrofin pasma menstimulasi korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol secara
berlebihan) atau tidak bergantung kortikotrofin (kortisol yang berlebihan diproduksi oleh
korteks adrenal atau diberikan secara eksogen). Kortisol yang berlebihan akan menekan
poros hipotalamus –hipofisis-adrenal dan juga ditemukan pada tumor yang menyekresi
kortikotrofin secara ektopik. (Nelson, 2000)

8
7
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Peningkatan kemih 17-hydroxycorticoids dan 17-ketogenicsteroid
b. Kadar kortisol yang berlebihan plasma
c. Plasma ACTH meningkat
d. Penekanan deksametason test, mungkin dengan pengukuran ekskresi kortisol urin
untuk memeriksa :
 Unsuppressed tingkat kortisol dalam menyebabkan sindrom cushing oleh
tumor adrenal
 Ditekan tingkat kortisol pada penyakit cushing disebabkan oleh tumor hipofisis
e. CT-Scan dan Ultrasonografi menemukan tumor
f. Pemeriksaan elektro kardiografi : untuk menentukan adanya hipertensi
g. Pemeriksaan darah lengkap, eosinofil menurun
(Kowalak,2011)

9. Penatalaksanaan
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung apakah sumber
ACTH adalah hipofisis /ektopik.
a. Jika dijumpai tumor hipofisis. sebaiknya diusahakan reseksi tumor tranfenoida.
b. Jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobait pada kelenjar hipofisis
c. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti
pemberian kortisol dosis fisiologik.
d. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi pada penderita
karsinoma /terapi pembedahan.
e. Digunakan obat dengan jenis metyropone, amino gluthemide yang bisa mensekresikan
kortisol
(Sylvia A. Price; Patofisiologi Edisi 4 hal 1093)

99
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN CUSHING SINDROM

1. Pengkajian
a. Identitas
b. Keluhan utama
Adanya memar pada kulit, pasien mengeluh lemah terjadi kenaikan berat badan
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan ada memar pada kulit
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka
waktu yang lama
e. Riwayat penyakit keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom
f. Pemeriksaan fisik
 System pernafasan
- Inspeksi : pernafasan cuping hidung kadang terlihat, tidak terlihat
retraksi interkostae hidung, pergerakan dada simetris
- Palpasi : vocal premilies teraba rate, tidak terdapat nyeri tekan
- Perkusi : suara sonor
- Auskultas : terdapat bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan, ronchi dan weezhing
 System kardiovaskuler
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 4-5 midklavikula
- Perkusi : pekak
- Auskultasi : S1 dan S2 terdengar tunggal
 System pencernaan
- Mulut : mukosa bibir kering
- Tenggorokan : tidak dapat pembesaran kelenjar tyroid
- Limfe : tidak ada pembesaran vena jugularis
- Abdomen
I : Simetris tidak ada benjolan
P : Tidak terdapat nyeri tekan
P : Suara redup

10
10
A : Tidak terdapat bising usus

 System eliminasi
Tidak ada gangguan eliminasi
 System persarafan
Composmentis (4-5-6)
 System integument/ekstremitas
- Kulit : adanya perubahan warna kulit, berminyak, jerawat
 System musculoskeletal
- Tulang : terjadi osteoporosis
- Otot : terjadi kelemahan
 Nutrisi
Peingkatan rasa haus, nafsu makan
 Seksualitas
Wanita : perubahan menstruasi, cirri-ciri seksualitas sekuder, libido
Laki-laki : perubahan libido, cirri-ciri seksualitas
 Pengetahuan
Diagnostik test pengobatan
(hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien
cushing syndrome, diakses tanggal 11 maret 2016)

2. Diagnose keperawatan
a. Resiko terhadap cedera berhubungan dengan matriks tulang menurun dan osteoporosis
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema
c. Gangguan citra rubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
d. Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan suasana hati, mudah
tersinggung dan depresi
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan natrium
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan system kekebalan tubuh
g. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada mukosa lambung
h. Intoleran aktivitas berhubungan dengan perubahan katabolisme protein dan
kelemahan
(Amin & Hardhi, 2013)

10
11
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1  Kontrol resiko  Manajemen lingkungan
Resiko terhadap cedera
a. Klien terbebas dari a. Sediakan lingkungan yang
berhubungan dengan
cidera (1/3) aman untuk pasien
kelemahan dan perubahan
b. Keluarga pasien b. Identifikasi kebutuhan
metabolisme protein
mampu menjelaskan keamanan pasien, sesuai
cara atau metode dengan kondisi fisik dan fungsi
untuk mencegah injuri kognitif pasien dan riwayat
atau cidera (1/3) penyakit terdahulu pasien
c. Keluarga klien mampu c. Menghindarkan lingkungan
menjelaskan faktor yang berbahaya
resiko dari lingkungan d. Memasang side rail tempat
atau perilaku personal tidur
(1/3) e. Menyediakan tempat tidur
d. keluarga Mampu yang nyaman dan bersih
memodifikasi gaya f. Menempatkan saklar lampu
hidup untuk mencegah ditempat yang mudah
injuri (1/3) dijangkau pasien
e. keluarga mampu g. Membatasi pengunjung
menggunakan fasilitas h. Menganjurkan keluarga
yang ada untuk pasien menemani pasien
(1/3) i. Mengontrol lingkungan dari
f. keluarga klien mampu kebisingan
mengenali status j. Memindahkan barang-barang
kesehatan klien (1/3) yang dapat membahayakan
k. Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit
2 Kerusakan integritas kulit  Integritas Jaringan : Kulit dan  Pressure Management
berhubungan dengan Membran Mukosa Ativitas :
edema

12
- Suhu jaringan DBN (1/3) 1. Anjurkan pasien untuk

- Perasa DBN (1/3) menggunakan pakaian yang longgar


11
- Elastisitas DBN (1/3) 2. Hindari kerutan dari tempat tidur

- Hidrasi DBN (1/3) 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap

- Pigmentasi DBN (1/3) bersih dan kering


4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
- Keringatt DBN (1/3)
pasien) setiap 2 jam sekali
- Warna DBN (1/3)
5. Monitor kulit akan adanya
- Tekstur DBN (1/3)
kemerahan
- Ketebalan DBN (1/3)
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
- Bebas lesi jaringan (1/3)
pada daerah yang tertekan
- Perfusi jaringan (1/3)
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Bulu tumbuh pada kulit DBN
pasien
(1/3)
8. Monitor status nutrisi pasien
- Kulit utuh (1/3)
9. Memandikan pasien dengan sabun
dan air hangat
 Insision site care
Aktivitas :
1. Membersihkan, memantau dan
meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan
jahitan, klip atau staples
2. Monitor proses kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau
staples, menggunakan lidi kapas
steril
5. Gunakan preparat antiseptik, sesuai
program
6. Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkan luka tetap

12
13
terbuka (tidak dibalut) sesuai
program
Dialysis Acces Maintenance
3 Gangguan citra rubuh  Gambaran diri  Peningkatan gambaran diri
berhubungan dengan - Gambaran diri internal (1/3) - Kaji secara verbal dan nonverbal
perubahan penampilan fisik - Menggambarkan efek bagian respon klien terhadap tubuhnya
tubuh (1/3) - Monitor frekuensi mengkritik dirinya
- Penyesuaian perubahan fungsi - Jelaskan tentang pengobatan,
tubuh (1/3) preawatan kemajauan dan prognosis
- Penyesuaian perubahan penyakit
setatus kesehatan (1/3) - Dorong klien mengungkanpan
- Penyesuaian perubahan fungsi perasaannya
tubuh terhadap cidera (1/3) - Identifikasi arti pengurangan melalui
alat bantu
- Fasilitasi kontak dengan individu lain
dalam kelompok kecil
4
Perubahan proses pikir
berhubungan dengan
perubahan suasana hati,
mudah tersinggung dan
depresi
5  Keseimbangan elektrolit  Pemantauan elektrolit
Kelebihan volume cairan
asam dan basa dengan 1. Pantau tingkat serum elektrolit
berhubungan dengan
indikator : 2. Pantau keseimbangan asam basa
kelebihan natrium
a. Nadi (60-100 kali per menit) 3. Catat kekuatan otot
b. Irama jantung reguler 4. Pantau tanda dan gejala hiperkalemia,
c. Natrium serum (135-153 mEq/L) bradikardi, takikardi, dan kelemahan
d. Kalium serum (8,1-10,4 mg/dl) 5. Pantau tanda dan gejala depresi
e. Kreatinin (0,6-1,1 mg/dl) pernafasan
f. Kekuatan otot baik 6. Monitor warna urin
g. gatal – gatal tidak ditemukan 7. Berikan dialisi sesuai respon klien

Manajemen Cairan

14

13
1. Hitung haluaran
2. Pertahankan intake yang adekuat
3. Pasang kateter urine
4. Monitor status hidrasi (seperti
tambahan mukosa)
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
7. Timbang berat badan
8. Monitor status nutrisi
9. Memberikan hypnotherapy dan
penkes tentang pembatasan cairan
6 Resiko tinggi infeksi  Status Imun  Kontrol infeksi
berhubungan dengan - Tidak adanya infeksi berulang Aktivitas :
penurunan system (1/3) 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
kekebalan tubuh - Tidak adanya tumor (1/3) pasien lain

- Status pencernaan dari skala 2. Pertahankan teknik isolasi

yang diharapkan (1/3) 3. Batasi pengunjung bila perlu

- Status pernafasan dari skala 4. Instruksikan pada pengunjung untuk

yang diharapkan (1/3) mencuci tangan saat berkunjung dan

- Status genito urinary (1/3) setelah berkunjung meninggalkan


pasien
- Berat dari skala yang
5. Gunakan sabun antibikrobia untuk
diharapkan (1/3)
cuci tangan
- Suhu tubuh dari skala yang
6. Cuci tangan setiap sebelum dan
diharapkan (1/3)
sesudah tindakan keperawatan
- Integritas kulit (1/3)
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
- Integritas mukosa (1/3)
alat pelindung
- Tidak adanya kelelahan secara
8. Pertahankan lingkungan aseptik
terus menerus (1/3)
selama pemasangan alat
- Pengebalan sekarang (1/3)
9. Ganti letak IV perifer line sentral dan
- Kadar zat terlarut pada antibodi
dressing sesuai dengan petunjuk
dalam batas normal (1/3)
umum
- Reaksi tes kulit cocok dengan 10. Gunakan kateter intermiten untuk
pembukaan(1/3)
menurunkan infeksi kandung kencing

15
- Hal – hal yang mutlak dalam 11. Tingkatkan intake nutrisi
menghitung sel darah putih nilai 12. Berikan terapi antibiotik bilaperlu
– nilai dalam batas normal (1/3)  Proteksi terhadap infeksi
- Diferensial dalam menghitung Aktivitas :
`14
sel darah putih dan nilai – nilai 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
dalam batas normal (1/3) sistemik dan lokal

- Sel T4 dalam batas normal (1/3) 2. Monitor hitung granulosit, WBC

- Sel T8 dalam batas normal (1/3) 3. Monitor kerentanan terhadap infeksi

- Pelengkap dalam batas normal 4. Batasi pengunjung

(1/3) 5. Sering pengunjung terhadap penyakit


menular
- Penemuan X – rays timus dari
6. Pertahankan teknik aspesis pada
skala yang diharapkan (1/3)
pasien yang beresiko
 Kontrol Resiko
7. Pertahankan teknik isolasi kepada
- Menyatakan resiko (1/3)
pasien
- Memantau faktor resiko
8. Berikan perawatan kulit pada area
lingkungan (1/3)
epidema
- Memantau faktor resiko
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
perilaku pribadi (1/3)
terhadap kemerahan, panas,
- Mengembangkan strategi
drainase
kontrol resiko yang efektif (1/3)
10. Inspeksi kondisi luka/ insis bedah
- Menyesuaikan strategi kontrol
11. Dorong masukan nutrisi yang cukup
resiko yang dibutuhkan (1/3)
12. Dorong memasukkan cairan
- Melakukan strategi kontrol
13. Dorong istirahat
resiko (1/3)
14. Instruksikan pasien untuk minum
- Mengikuti strategi kontrol
antibiotik sesuai resep
resiko yang dipilih (1/3)
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
- Modifikasi gaya hidup untuk dan gejala infeksi
menurunkan faktor resiko (1/3) 16. Ajarkan cara menghindari infeksi
- Menghindari paparan ancaman 17. Laporkan kecurigaan infeksi
kesehatan (1/3) 18. Laporkan kultur positif
- Berpartisipasi dalam skrining
masalah kesehatan yang
berhubungan (1/3)

16
- Berpartisipasi dalam skrining
untuk mengidentifikasi resiko
(1/3)
- Mendapatkan imunitas yang
sesuai (1/3)
15
- Menggunakan yankes sesuai
kebutuhan (1/3)
- Menggunakan sistem dukungan
pribadi untuk mengontrol
resiko (1/3)
- Menggunakan sumber
komunitas untuk mengontrol
risiko (1/3)
- Mengenal perubahan status
kesehatan (1/3)
- Pantau perubahan status
kesehatan (1/3)
7 Nyeri berhubungan dengan  Nyeri : Respons Simpang  Manajemen kesakitan
perlukaan pada mukosa Psikologis Aktivitas :
lambung - Proses Pemikiran Lambat (1/3) 1. Lakukan pengakajian nyeri secara
- Pelemahan ingatan (1/3) komprehensif termasuk lokasi,

- Gangguan konsentrasi (1/3) karakteristik, durasi, frekuensi,

- Kebimbangan (1/3) kualitas dan faktor presifasi

- Bahaya nyeri (1/3) 2. Observasi reaksi nonverbal dari

- Kuatir tentang nyeri (1/3) ketidaknyamanan


3. Gunakan teknik komunikasi
- Kuatir akan membebani orang
terapeutik untuk mengatahui
lain (1/3)
pengalaman nyeri pasien
- Kuatir akan ketertinggalan
4. Kai kultrul yang mempengaruhi
(1/3)
respons nyeri
- Depresi (1/3)
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Kegelisahan (1/3)
lampau
- Kesedihan (1/3)
6. Evaluasi bersama pasien dan tim
- Keadaan tidak berdaya (1/3)
kesehatan lain tentang

17
- Keputusasaan (1/3) ketidakefektifan kontrol nyeri masa

- Keadaan tidak berharga (1/3) lampau

- Perasaan dikucilkan (1/3) 7. Bantu pasien dan keluarga untuk

- Gangguan dengan Efek mencari dan menemukan dukungan

merusak nyeri (1/3) 8. Kontrol lingkungan yang dapat


16
- Berpikir bunuh diri (1/3) mempengarui nyeri seperti suhu
ruangan percahayaan dan kebisingan
- Berpikir pesimis (1/3)
9. Kurangi faktor presivitasi nyeri
- Takut pada tindakan dan
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
peralatan (1/3)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Takut nyeri tidak dapat ditahan
menentukan intervesi
(1/3)
12. Ajarkan tentang teknik
- Kebencian terhadap orang lain
nonformakologi
(1/3)
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
- Melumpuhkan kemarahan
nyeri
pada efek nyeri (1/3)
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Pengontrolan Nyeri
15. Tingkatkan istrirahat
- Menilai faktor penyebab (1/3)
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
- Recognize lamanya Nyeri (1/3)
keluhan dan tindakan nyeri tidak
- Gunakan ukuran pencegahan berhasil
(1/3) 17. Monitor penerimaan pasien tentang
- Penggunaan mengurangi nyeri manajement nyeri
dengan non analgesic (1/3) 18. Pemberian analgesik
- Gunakan tanda – tanda vital 19. Tentukan lokasi, karakteristik,
memantau perawatan (1/3) kualitas dan derajat nyeri sebelum
- Laporkan tanda / gejala nyeri pemberian obat
pada tenaga kesehatan 20. Cek instruksi dokter tentang jenis
professional (1/3) obat, dosis, dan frekuensi
- Gunakan catatan nyeri (1/3) 21. Cek riwayat alergi
- Gunakan sumber yang tersedia 22. Pilih analgesik yang diperlukan atau
(1/3) kombinasi dari analgesik ketika
- Menilai gejala dari nyeri (1/3) pemberian lebih dari satu

- Laporkan bila nyeri terkontrol 23. Tentukan pilihan anagesik

(1/3) tergantung tipe dan beratnya nyeri

18
 Nyeri : Efek Pengganggu 24. Tentukan analgesik pilihan, rute
- Kehilangan hubungan pemberian, dan dosis optimal
Interpersonal (1/3) 25. Pilih rute pemberian secara IV, IM,

- Kehilangan aturan penampilan untuk pengobatan nyeri secara

(1/3) teratur
17
- Permainan yang 26. Monitor vitalsign sebelum dan

membahayakan (1/3) sesudah pemberian nalgesik pertama

- Aktivitas diwaktu luang yang kali

membahayakan (1/3) 27. Berikan analgesik tepat waktu


terutama saat nyeri hebat
- Pekerjaan yang
28. Evaluasi aktivitas analgesik tanda dan
membahayakan (1/3)
gejala
- Kenyamanan hidup yang
membahayakan (1/3)
- Kontrol perasaan yang
membahayakan (1/3)
- Kehilangan konsentrasi (1/3)
- Harapan yang membahayakan
(1/3)
- Kehilangan mood (1/3)
- Kesabaran berkurang (1/3)
- Gangguan tidur (1/3)
- Kehilangan mobilitas fisik (1/3)
- Kehilangan kemandirian (self –
care) (1/3)
- Kurangnya nafsu makan (1/3)
- Kesulitan untuk mengurus
pekerjaan (1/3)
- Kesulitan eliminasi (1/3)
- Absen dalam bekerja (1/3)
- Absen dalam sekolah (1/3)
 Tingkat Nyeri
- Melaporkan nyeri (1/3)

19
- Persentase tubuh yang
dipengaruhi (1/3)
- Merintih dan Menangis (1/3)
- Lama episode nyeri (1/3)
- Ekspresi oral ketika nyeri (1/3)
- Ekspresi wajah ketika
18 nyeri
(1/3)
- Posisi tubuh melindungi (1/3)
- Gelisah (1/3)
- Kekuatan otot (1/3)
- Perubahan frekuensi nafas
(1/3)
- Perubahan frekuensi nadi (1/3)
- Perubahan tekanan darah (1/3)
- Perubahan ukuran pupil (1/3)
- Keringat (1/3)
- Hilang nafsu makan (1/3)
8  Perpindahan sendi : Aktif  Terapi Latihan : Ambulasi
Intoleran aktivitas
- Rahang (1/3) 1. Monitoring tanda vital
berhubungan dengan
- Leher (1/3) sebelum/sesudah latihan dan lihat
perubahan katabolisme
- Jari kanan (1/3) respon pasien saat latihan
protein dan kelemahan
- Jari kiri(1/3) 2. Konsultasikan dengan terapi fisik

- Ibu jari kanan (1/3) tentang rencana ambulasi sesuai


dengan kebutuhan
- Ibu jari kiri (1/3)
3. Bantu klien untuk menggunakan
- Pergelangan kanan (1/3)
tongkat saat berjalan dan cegah
- Pergelangan kiri (1/3)
terhadap cedera
- Siku kanan (1/3)
4. Ajarkan pasien atau tenaga
- Siku kiri (1/3)
kesehatan lain untuk teknik
- Bahu kanan (1/3)
ambulasi
- Bahu kiri (1/3)
5. Kaji kemampuan pasien dalam
- Mata kaki kanan (1/3)
mobilisasi
- Mata kaki kiri (1/3)

20
- Lutut kanan (1/3) 6. Latih pasien dalam pemenuhan

- Lutut kiri (1/3) kebutuhan ADLs secara mandiri

- Pinggang kanan(1/3) sesuai kemampuan

- Pinggang kiri (1/3) 7. Dampingi dan bantu pasien saat

 Tingkat Mobilitas mobilisasi dan bantu penuhi


kebutuhan ADLs pasien.
- Keseimbangan penampilan
19 8. Berikan alat bantu jika klien
(1/3)
memerlukan
- Posisi tubuh (1/3)
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
- Perpindahan otot (1/3)
posisi dan berikan bantuan jika
- Perpindahan sendi (1/3)
diperlukan
- Perpindahan penampilan (1/3)
- Ambulasi : berjalan (1/3)
- Ambulasi dengan kursi roda
(1/3)
 Self Care :ADLs
- Identifikasi obat (1/3)
- Dosis yang tepat (1/3)
- Menjelaskan tindakan
pengobatan (1/3)
- Menyesuaikan dosis yang tepat
(1/3)
- Menjelaskan pencegahan
pengobatan (1/3)
- Menjelaskan efek dosis yang
obat (1/3)
- Menggunakan bantuan ingatan
(1/3)
- Melakukan pemantauan
kegiatan diri (1/3)
- Memantau menggunakan alat
yang akurat (1/3)
- Memelihara persediaan
kebutuhan (1.3)

21
- Administrasi pengobatan yang
benar (1/3)
- Pengobatan yang benar (1/3)
- Mengatur pengobatan yang
benar (1/3)
- Mencari kebutuhan
20 tes di labor
(1/3)
 Perpindahan Penampilan
- Berpindah dari tempat tidur ke
kursi (1/3)
- Berpindah dari kursi ke tempat
tidur (1/3)
- Berpindah dari kursi ke kursi
(1/3)
- Berpindah dari kursi roda ke
kendaraan (1/3)
- Berpindah dari kendaraan ke
kursi roda (1/3)

22
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama kali
mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Penyakit ini disebabkan ketika kelenjar adrenal
pada tubuh terlalu banyak memproduksi hormone menambah tantangan bagi tenaga
kesehatan dans emakin meresahkan masyarakat. Masyarakat merupakan sasaran utama bagi
tim kesehatan, Keresahan masyarakat adalah keresahan tim kesehatan. Berdasarkan
penelitian dan survei terhadap rumah sakit di Indonesia tentang penyakit cushing sindrom
pada tahun 2000-2001, hasil menyebutkan bahwa kejadian cushing sindrom terjadi pada 200
orang dewasa berusia antara 20-30 tahun. Pada kelompok usia 20-30 tahun, resiko terkena
cushing sindrom mencapai 10%.
Dalam penelitian secara global didapat hasil sedikitnya 1 dari tiap 5 rang populasi dunia
berkemungkinan terkena kelainan ini tanpa membedakan jenis kelamin. Namun sumber lain
mengatakan resiko kejadian antara wanita dan pria untuk sindrom cushing adalah 5:1
berhubungan dengan tumor adrenal atau pituitary. Disini peran perawat terhadap pasien
dengan cushing sindrom meliputi beberapa upaya yang terdiri dari: upaya promotif yaitu
upaya peningkatan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan cushing sindrom
melalui pendidikan dan pelatihan petugas pelayanan kesehatan mengenai cara pngobatan,
penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya
hidup sehat dan peningkatan gizi. Upaya preventif adalah upaya untuk mencegah timbulnya
penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit cushing sindrom yang meliputi pencegahan
primer dan pencegahan sekunder.

23
DAFTAR PUSTAKA

hamdan-hariawan-fkp13.web.unair.ac.id/asuhan keperawatan pada pasien cushing syndrome,


diakses tanggal 11 maret 2016

Behrman,dkk.2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

Kowalak. 2011. Buku ajar patofisiologi. Jakarta : EGC

24

También podría gustarte