Está en la página 1de 3

Wahai saudaraku engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan 6 perkara:

1. Kecerdasan
Kecerdasan ialah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang
mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan
masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar.
Kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan.
Pembagian spesifikasi kecerdasan menurut L.L. Thurstone:
o Pemahaman dan kemampuan verbal
kemampuan potensial dalam bidang bahasa yang dapat diukur melalui pengetahuan
kosakata, melengkapi kalimat, hubungan kata, dan wacana
o Angka dan hitungan
o Kemampuan visual ( Gambar )
o Daya ingat
o Penalaran
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kecerdasan, yaitu:
o Faktor Bawaan atau Biologis
o Faktor Minat dan Pembawaan yang Khas
o Faktor Pembentukan atau Lingkungan
o Faktor Kematangan
2. Kemauan yang Keras
Rasulullah bersabda, “Berkemauan keraslah kamu kepada apa-apa yang bermanfaat untukmu
dan jangan bersikap lemah” HR. Muslim
Dalam bahasa arab kata berkemauan keras yakni “Hirsh” akan coba kita dekati dengan kata
“Antusias”.
“Success is going from failure to failure without loss of enthusiasm.”(Keberhasilan berjalan
dari kegagalan ke kegagalan tanpa kehilangan antusiasme)– Winston Churchill –
Kata antusias (enthusiast) atau antusiasme (enthusiasm) berasal dari bahasa Yunani
kuno “entheos” yang berarti “Tuhan di dalam” dan antusias berarti “diilhami dari Tuhan”.
Sedangkan menurut kamus Webster, antusiasme berarti “kegairahan yang kuat terhadap salah
satu sebab atau subyek; semangat atau minat yang berapi-api; kegairahan.”
Sikap antusias akan membawa kita pada pikiran, perasaan dan tindakan yang positif. Dale
Carnegie telah membuktikan keampuhan antusiasme bagi kesuksesan dirinya, sebagaimana
telah ditulis dalam bukunya yang berjudul “Rahasia Keberhasilan yang Jarang Dikenal.” Ia
pernah mengatakan bahwa “antusiasme yang murni dan sepenuh hati adalah satu dari faktor-
faktor kesuksesan dalam hampir segala usaha.” Albert Carr, dalam bukunya How to Attract
Good Luck tidak menyebut kata antusiasme, tetapi sebagai gantinya ia menyebut kata
“semangat” (”zest”) – yang kurang lebih sama artinya dengan antusias -sebagai jalan pintas
menuju keberuntungan (the shortcut to luck). Itulah kekuatan dari antusiasme atau semangat.
Jadi tidak salah apabila Bertrand Russell menyebut semangat sebagai “tanda paling khusus
dan universal dari orang-orang bahagia.”
3. Sungguh-sungguh
Man Jadda Wajada = Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Begitulah bunyi
peribahasa arab yang populer. Kesungguhan memang merupakan satu hal yang wajib kita
miliki jika ingin berhasil mencapai sesuatu. Dalam kesungguhan itu terkandung mental baja
dan sikap pantang menyerah. Ketika bersungguh-sungguh, kita memberikan seluruh energi,
hati, dan pikiran kita pada apa yang kita kerjakan. Kita berfokus pada keinginan kita untuk
mencapai apa yang kita inginkan. Bukan kesulitan yang mungkin dihadapi untuk
mencapainya.
Rasulullah saw. bersabda:
“Allah mencela sikap lemah dan tidak bersungguh-sungguh. Kamu harus memiliki sikap
cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu
berucap ‘cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung.’” (HR. Abu
Dawud).
Kesungguhan adalah salah satu wujud keyakinan kita pada Allah. Bahwa Dia bisa
mewujudkan apa saja dan kesungguhan kita merupakan salah satu pembuka jalannya.
Kesungguhan membuat kita maksimal dalam melakukan setiap hal. Tidak mudah menyerah
sebelum mencapai tujuan, meresapi proses perjuangannya dan menikmati buah manis
keberhasilan pada akhirnya.
Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.
Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi
balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan kepada Tuhanmulah
kesudahan (segala sesuatu). (QS. An-Najm: 39-42)
4. Memiliki Bekal/Biaya
Para ulama jaman dahulu rela mengorbankan harta bendanya untuk melakukan perjalanan
dalam menuntut ilmu. Abu Hatim yang menjual bajunya untuk dapat menuntut Ilmu, Imam
Malik bin Anas menjual kayu atap rumahnya untuk bisa menuntut ilmu, bahkan Al
Hamadzan Al Atthar, seorang syaikh dari Hamadzan menjual seluruh warisannya untuk biaya
menuntut ilmu. Penunutut ilmu mencurahkan segala kemampuan baik materi atau apapun
yang ia miliki hingga ia menggapai cita-citanya hingga ia mumpuni dalam bidang keilmuan
dan kekuatannya: baik hafalan, pemahaman maupun kaidah dasarnya.
Wajib bagi penuntut ilmu memiliki bekal paling minimal yakni dia bisa mengisi perutnya
untuk sehari-harinya. Jangan sampai dia menjadi seorang yang kelaparan. Orang yang
kelaparan terus menerus maka otaknya akan sangat kekurangan nutrisi dan sulit untuk
berpikir disamping itu juga tubuhnya menjadi lemah bahkan sakit-sakitan.
5. Berteman dengan Ustadz (Guru)/Tutor
Tidak ada Guru menyebabkan tidak ada yang menegur, membimbing dan mengarahkan agar
kita agar tetap berada di jalan yang benar. Guru adalah sumber ilmu, sesudah buku. Pepatah
tersebut mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Semenjak kita kecil hingga besar
perjalan hidup kita ini harus lah selalu atas peranan guru dan juga bimbingan guru. Tidaklah
seorang anak manusia di Dunia ini yang bisa pintar tanpa adanya peranan seorang guru. Guru
merupakan faktor kesuksesan dan keberhasilan dalam mencari ilmu.
6. Membutuhkan waktu yang lama
Dikatakan kepada Imam Ahmad, “Seorang menuntut ilmu pada guru saja yang memiliki ilmu
yang banyak atau dia pergi bertualang menuntut ilmu?”. Ahmad menjawab, “dia bertualang
dan menulis dan mendengar dari para ulama di setiap kota”. Bahkan Musa sendiri yang
sudah jadi Nabi berjalan jauh untuk menuntut ilmu.( Fathul Bari)
Imam Bukhari membuat bab khusus tentang keluar menuntut ilmu . lalu beliau
mencontohkan sahabat Jabir bin Abdullah. Sahabat dari kalangan Anshar ini pernah
melakukan perjalanan selama satu bulan untuk mengambil satu Hadits dari Abdullah bin
Unais. (Shohih Bukhari)
Muhammad bin Syihab Az Zuhri berkata, “Yang namanya ilmu, jika engkau memberikan
usahamu seluruhnya, ia akan memberikan padamu sebagian.”
Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Katsir berkata, “Ilmu tidak diperoleh dengan badan yang
bersantai-santai.” (HR. Muslim no. 612).
Memang membutuhkan waktu yang lama bahkan tidak ada batas dalam mencari ilmu.
Bahkan sering kita dengar kata-kata mutiara uthlubu ‘ilma minal mahdi ilal lahdi ( tuntutlah
ilmu sejak dini hingga mati)

Seperti di zaman keemasan terdahulu adab menuntut ilmu sangat di perhatikan oleh
ulama. Misalnya:
Menghormati Ilmu dan Guru
 Datang kemajlis ilmu sebelum pelajran dimulai bahkan ada yang sampai menginap agar
dapat tempat duduk terdepan karena majlis ilmu saat itu sangat ramai.
 Menghafal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan
beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya
imam malik yang mempersyratkan harus hafal kitab hadits al-muwattha’
 Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu
Sombong dan malu menyebabkan seseorang tidak akan mendapatkan ilmu selama kedua sifat
itu masih ada dalam dirinya. Imam Mujahid mengatakan,
“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang sombong” (HR. Bukhari
secara muallaq)
 Menjaga suasana belajar dengan focus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain
gadget atau hp atau mengobrol dengan temannya sendiri.

“Siapa tidak mencicipi pahitnya belajar, ia akan menelan hinanya kebodohan selama hidup.
Siapa waktu mudanya tidak sempat belajar, bacakan takbir 4 kali untuk kematiannya.”
Syekh az-Zarnuji menandaskan, “Siapa yang menyakiti gurunya, maka ia pasti terhalang
keberkahan ilmunya, dan hanya sedikit saja ilmunya bermanfaat.”

También podría gustarte