Está en la página 1de 3

Cytomgalovirus/CMV

Dikenal beberapa metoda pemeriksaan laboratorium pemeriksaan untuk


mendeteksi infeksi CMV.
ELISA/ELFA
Hasil Tes serologic metoda enzyme linked immunosorbent assay (ELISA), atau
enzyme linked immunofluorescent assay (ELFA), merupakan cara yang paling sering
dilakukan yaitu untuk menetapkan IgM, IgG , IgG avidity spesifik anti-CMV dalam
sirkulasi. Antibodi yang dideteksi dengan metoda serologik in vitro adalah antibodi
terhadap protein nonstruktural dari CMV dan bukan merupakan antibodi terhadap
protein struktural yang bersifat protektif in vivo. Hal ini berarti penetapan antibodi anti-
CMV in vitro hanya dapat dipakai untuk tujuan menunjang diagnosis dan tidak bersifat
protektif in vivo, karena struktur antigen dari antibodi ini tidak dijumpai baik pada
permukaan sel terinfeksi CMV ataupun CMV sendiri yang bersifat infeksius. Antibodi
anti-protein nonstruktural ini dijumpai menetap bertahun-tahun bahkan sepanjang
hidup. Pemeriksaan serologik untuk menetapkan antibodi atau imunoglobulin (Ig)
merupakan pemeriksaan yang umum dikerjakan. Penetapan antibodi anti-CMV IgM
spesifik dalam serum, meskipun tidak sempurna benar, merupakan metoda
laboratorik yang dapat diterima untuk menilai infeksi akut, primer dan infeksi
kongenital. Perlu dilakukan pemantauan serial terhadap tes serologik dengan interval
waktu 2 – 3 minggu untuk melihat serokonversi atau ada tidaknya peningkatan titer
atau kadar antibodi. Tes IgG dipakai untuk mendeteksi infeksi yang telah terjadi
sebelumnya atau di masa lalu. Apabila hanya ada satu pemeriksaan IgG yang
menunjukkan positif atau titer IgG mencapai fase tinggi mendatar (plateau) disertai
dengan IgM yang positif , maka tidak mungkin membedakan infeksi primer dengan
reaktivasi-reinfeksi atau dengan kemungkinan suatu stimulasi poliklonal. Infeksi baru
dapat dibedakan dari infeksi lama dengan menetapkan IgG avidity.

Metode
Bahan utama yang dipakai adalah Antibody anti-uPar, BSA, PBS, Coating
Buffer, PBS-Tween, Alumunium foil, Anti-Rabbit igG, TMB, H2SO4.
Langkah –langkah ELISA :
1) Siapkan plate ELISA dan Plate Layout
2) Coating antigen
a. Serum: coating buffer = 1: 1 @ 100µl
b. BUngkus dengan alumunium foil
c. Inkubasi dalam suhu 40 selmalam
d. Buang dan cuci dengan PBS-Tween 3x @ 3 menit @ 100 µl
3) Coating Blocking buffer (supaya menutupi antigen yang tidak kita inginkan)
a. 1% BSA-PBS @ 100 µl
b. Bungkus dengan alumunium foil
c. Inkubasikan selama 1 jam pada suhu ruangan
d. Buang dan cuci dengan PBS-Tween 3x @ 3 menit @ 100 µl
4) Coating antibody primer (mengikat antigen spesifik yang sudah kita coating
sebelumnya)
a. (Leptin-Rabbun PAb : Blocking Buffer = 1: 500 @ 100 µl
b. Bungkus dengan alumunium foil
c. Inkubasikan selama 2 jam pada suhu ruangan
d. Buang dan cuci dengan PBS-Tween 3x @ 3 menit @ 100 µl
5) Coating antibody sekunder (untuk mengikat antibody spesifik yang supah kita
coating sebelumnya, dan memberikan tempat untuk molekul pewarnanya)
a. Anti rabbit IgG Biotin conjugate : PBS = 1: 1000 @ 100 µl
b. Bungkus dengan alumunium foil
c. Inkubasikan selama 1 jam pada suhu ruangan
d. Buang dan cuci dengan PBS-Tween 3x @ 3 menit @ 100 µl
6) Coating enzim
a. SAHRP : PBS = 1:1000 @ 100 µl
b. Bungkus dengan alumunium foil
c. Inkubasikan selama 1 jam pada suhu ruangan
d. Buang dan cuci dengan PBS-Tween 3x @ 3 menit @ 100 µl
7) Substrat dan Stop solution
a. Teteskan substrat Tetramethyl benzydine (TMB) @ 50 µl
b. Inkubasi selama 30 menit dalam suhu ruangan
c. Tambahkan H2SO4 2N @ 50 µl
d. Inkubasikan selama 10 menit pada suhu ruangan
8) Baca dengan ELISA reader

Kultur virus merupakan gold standard untuk infeksi CMV, namun metoda ini
memerlukan waktu 7 – 10 hari. Spesimen harus diambil selama stadium akut, yaitu
ketika terjadi pelepasan virus tertinggi. Pemulihan terjadi sporadik dan hasil tidak
dapat dipercaya bila diambil selama stadium penyembuhan.11 Isolasi dilakukan dari
saliva atau urin, kadang-kadang dari darah perifer. Kultur virus tidak dapat membantu
untuk membedakan infeksi primer dengan infeksi lama, karena virus sering dijumpai
pada reaktivasi asimtomatik
Metoda lain untuk menunjang diagnosis infeksi CMV ialah polymerase chain
reaction (PCR), untuk mendeteksi DNA dari CMV. Bahan pemeriksaan yang dipakai
ialah urin, darah atau jaringan. Deteksi CMV dengan hibridisasi DNA atau amplifikasi
PCR diperlukan untuk memperkuat hasil serologik. Metoda PCR mempunyai
sensitivitas 89,2% dan spesifisitas 95,8%. Peneliti lain melaporkan bahwa spesifisitas
metoda PCR adalah 100% untuk menunjang hepatitis CMV. Hasil PCR kualitatif positif
menunjukkan replikasi virus dalam sel, namun tidak dapat dipakai untuk menjelaskan
risiko perkembangan penyakit dan transmisi ke fetus. Aitken et al melaporkan bahwa
dengan mengukur kuantitas partikel virus per milliliter dapat menjelaskan perbedaan
antara infeksi primer dengan reaktivasi-reinfeksi. Muatan virus (viral load) pada infeksi
primer lebih tinggi daripada reinfeksi.
Metode
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga
tahap :
Denaturasi
Denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap
denaturasi DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92 – 95 oC. Denaturasi awal
dilakukan selama 1 – 3 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA telah
terdenaturasi menjadi untai tunggal. Denaturasi yang tidak berlangsung secara
sempurna dapat menyebabkan utas DNA terputus. Tahap denaturasi yang terlalu
lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas enzim polimerase.
Annealing
Annealing merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer
merupakan tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan
pada tahap ini maka akan mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA
yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing
dan primer. Suhu annealing yang terlalu rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita
elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan suhu yang tinggi dapat meningkatkan
kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu setelah tahap annealing hingga mencapai
70–74oC bertujuan untuk mengaktifkan enzim TaqDNA polimerase. Proses
pemanjangan primer (tahap extension) biasanya dilakukan pada suhu 72 oC, yaitu
suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu, pada masa peralihan suhu dari
suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya
ikatan-ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini
bersifat lemah. Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang
tidak spesifik semakin banyak.
Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau
sintesis DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan
pemanjangan primer lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini
akan berubah dari satu siklus ke siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi
DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan
(template) pada siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua
pada setiap akhir siklus. Dengan kata lain DNA target meningkat secara
eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan menjadi milyaran amplifikasi DNA
target.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi.
Pada siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA
untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan
bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA
untai ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara
eksponensial, dimana pada siklus ketiga DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke
10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya. Pada akhir
siklus, DNA cetakan akan digandakan secara eksponensial sehingga dihasilkan
DNA dalam jumlah yang berlipat ganda hanya dalam waktu yang relatif singkat
sekitar 3-4 jam.

También podría gustarte