Está en la página 1de 21

TUGAS TATA KELOLA PERTAMBANGAN

TATA KELOLA IUP PERTAMBANGAN DAN DANA BAGI HASIL SERTA PENERIMAAN
NEGARA BUKAN PAJAK DI SEKTOR PERTAMBANGAN

Oleh:

Muhammad Tri Aditya 212180007


Fadli 212180011

Magister Teknik Pertambangan


Program Studi Lingkungan Pertambangan
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogjakarta
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tata kelola
pertambangan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr. Edy Nursanto, ST,MT. selaku Dosen mata kuliah Tata Kelola
Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai tata kelola IUP pertambangan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Yoyakarta, 5 September 2018

Muhammad Tri Aditya & Fadli


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, salah satunya hasil tambang
(batubara, minyak bumi, gas alam, timah). Di era globalisasi ini, setiap negara membangun
perekonomiannya melalui kegiatan industri dengan mengolah sumber daya alam yang ada di
negaranya. Hal ini dilakukan agar dapat bersaing dengan negara lain dan memajukan
perekonomiannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan dari sektor privat maupun sektor
swasta yang mengolah hasil tambang untuk diproduksi.

Munculnya industri-industri pertambangan di Indonesia mempunyai dampak positif dan


dampak negatif bagi masyarakat dan negara. Dampak positif adanya industri pertambangan
antara lain menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, hasil produksi tambang dapat
digunakan untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar internasional, sehingga
hasil ekspor tambang tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi
negara. Industri pertambangan juga dapat menarik investasi asing untuk menanamkan
modalnya di Indonesia.

Namun, terdapat masalah yang harus diperhatikan oleh pemerintah, yaitu masalah
penambangan ilegal. Penambangan ilegal dilakukan tanpa izin, prosedur operasional, dan
aturan dari pemerintah. Hal ini membuat kerugian bagi negara karena mengeksploitasi
sumber daya alam secara ilegal, mendistribusikan, dan menjual hasil tambangnya secara
ilegal, sehingga terhindar dari pajak negara. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan
aturan yang tegas terhadap para pihak yang melakukan penambangan ilegal. Disisi lain
dampak negatifnya adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam hal ini
pemerintah harus tegas menyikapi dampak pertambangan. Hal inilah yang menjadi latar
belakang kami untuk membuat makalah mengenai perizinan usaha pertambangan dan
beberapa hal lainnya yang dapat mengurangi dampak pertambangan ilegal.
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah tahapan-tahapan izin usaha pertambangan (IUP) ?
b) Bagaimanakah perizinan usaha pertambangan eksplorasi dan operasi produksi ?
c) Apa sajakah peraturan pemerintah, perundang-undangan, dan peraturan lainnya
yang terkait dengan izin usaha pertambangan ?
d) Bagaimanakah alur Dana Bagi Hasil Mineral dan Batubara ?
e) Bagaimanakah Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Pertambangan ?

1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui tahapan-tahapan izin usaha pertambangan yang ada di
Indonesia.
b) Untuk mengetahui peraturan pemerintah, perundang-undangan, dan peraturan
lainnya yang terkait dengan izin usaha pertambangan yang ada di Indonesia.
c) Untuk menambah wawasan mengenai peraturan pertambangan Indonesia.
d) Untuk mengetahui alur Dana Bagi Hasil dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
sektor Pertambangan.

1.4 Manfaat
a) Mengetahui perizinan pertambangan yang ada di Indonesia.
b) Masyarakat dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata agar dalam usaha
pertambangan tidak terjadinya pertambangan ilegal.
c) Dapat mengetahui alur Dana Bagi Hasil dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
sektor Pertambangan.
d) Dapat mengurangi aktivitas pertambangan ilegal.
e) Dapat meningkatkan keamanan usaha pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Izin Usaha Pertambangan (IUP)


Izin usaha Pertambangan adalah pemberian izin untuk melakukan usaha pertambangan
kepada orang pribadi atau badan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Izin Usaha
Pertambangan diberikan dalam bentuk surat keputusan Izin Usaha Pertambangan.
Izin Usaha Pertambangan terdiri atas dua tahap:

a. Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum,


eksplorasi, dan studi kelayakan.
b. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.

Izin Usaha Pertambangan diberikan oleh:

a. Bupati / Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada di dalam satu
wilayah kabupaten / kota;
b. Gubernur apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah
kabupaten / kota dalam 1 provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati /
Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
c. Menteri apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah
provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati / Walikota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

Izin Usaha Pertambangan diberikan kepada:

 Badan usaha.
 Koperasi.
 Perseorangan.

Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi : meliputi kegiatan Penyelidikan umum, Eksplorasi, dan
Study kelayakan wajib memuat ketentuan sekurang kurangnya:

 Nama perusahaan, lokasi dan luas wilayah, rencana umum tata ruang, jaminan
kesungguhan, modal investasi, perpanjangan waktu tahap kegiatan, hak dan kewajiban
pemegang Izin Usaha Pertambangan, jangka waktu berlakunya tahap kegiatan, jenis
usaha yang diberikan, rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di
sekitar wilayah pertambangan, perpajakan, penyelesaian perselisihan, Iuran tetap dan
iuran eksplorasi, mdal.

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi : meliputi kegiatan Konstruksi, Penambangan,


Pengolahan dan Pemurnian wajib memuat ketentuan sekurang – kurangnya :

 Nama perusahaan, luas wilayah, lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan


pemurnian, pengangkutan dan penjualan, modal investasi, jangka waktu berlakunya
Izin Usaha Pertambangan, jangka waktu tahap kegiatan, penyelesaian masalah
pertanahan, lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang, dana jaminan
reklamasi dan pasca tambang, perpanjangan Izin Usaha Pertambangan, hak dan
kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan, rencana pengembangan dan
pernberdayaan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan, perpajakan, penerimaan
negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran produksi, penyelesaian
perselisihan, keselamatan dan kesehatan kerja, konservasi mineral atau batubara,
pemanfaatan barang, jasa, dan teknologi dalam negeri, penerapan kaidah keekonomian
dan keteknikan pertambangan yang baik, pengembangan tenaga kerja Indonesia,
pengelolaan data mineral atau batubara, penguasaan, pengembangan, dan penerapan
teknologi pertambangan mineral atau batubara.

2.2 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi

IUP eksplorasi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 29 Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (PP No. 23 Tahun 2010). IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan
dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP). Jangka waktu masing-masing IUP eksplorasi berbeda sesuai dengan
jenis tambang yang ada pada wilayah tersebut. Pasal 42 UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur bahwa IUP eksplorasi untuk
pertambangan mineral logam dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 8 tahun,
sedangkan untuk non-logam paling lama 3 tahun, dengan pengecualian terhadap non-logam
jenis tertentu yang dapat diberikan IUP selama 7 tahun. Untuk pertambangan batuan, dapat
diberikan IUP selama 3 tahun, dan 7 tahun untuk pertambangan batubara. Dalam hal kegiatan
eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP eksplorasi yang mendapatkan
mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

Gambar 2.2.1 Tahapan IUP Eksplorasi

- Permohonan IUP Setelah Perolehan WIUP :

Dalam Pasal 30 PP No 23 Tahun 2010, diatur bahwa dalam jangka waktu paling
lambat 5 hari kerja setelah penetapan pengumuman lelang, pemenang lelang WIUP mineral
logam atau batubara harus memohonkan IUP eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau
bupati. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, pemenang lelang WIUP akan dianggap gugur
dan uang jaminan kesungguhan yang sebelumnya sudah disetor akan menjadi milik
Pemerintah. WIUP lalu akan ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara
berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama dengan harga yang
ditawarkan oleh pemenang pertama. Gubernur akan menyampaikan penerbitan peta WIUP
mineral bukan logam dan/atau batuan yang dimohonkan, kepada bupati/walikota untuk
mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP eksplorasi. Pemohon yang telah
mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat harus menyampaikan permohonan IUP
eksplorasi kepada yang berwenang, paling lambat 5 hari kerja setelah penerbitan peta
tersebut. Jika hal tersebut tidak dilakukan, pemohon dianggap gugur dan uang pencadangan
akan menjadi milik Negara dan WIUP menjadi wilayah terbuka.

Dalam hal kegiatan Eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang Izin Usaha
Pertambangan Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib
melaporkan kepada pemberi Izin Usaha Pertambangan. Pemegang Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara wajib mengajukan
izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan Izin sementara yang diberikan
oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati / Walikota sesuai dengan kewenangannya. Mineral atau
batubara yang tergali dalam hal kegiatan ekpolorasi dan kegiatan study kelayakan, pemegang
Izin Usaha Pertambangan Ekplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali
wajib melaporkan kepeda pemberi Izin Usaha Pertambangan dikenai iuran produksi.

2.3 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi


Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan
operasi produksi. Setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi dijamin untuk
memperoleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha
pertambangannya. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan
usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan. Pertambangan Tanpa Izin adalah
usaha pertambangan yang dilakukan oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan
yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya tidak memiliki Izin dari instansi pemerintah
sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku. Dengan demikian, izin, rekomendasi,
atau surat berbentuk apapun yang diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang,
perusahaan atau yayasan oleh instansi pemerintah di luar ketentuan peraturan perundang –
undangan yang berlaku, dapat dikategorikan sebagai Pertambangan Tanpa Izin.

IUP Operasi Produksi adalah ijin yang diberikan untuk kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan dalam rangka
pertambangan. IUP Operasi Produksi diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau
perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi.
Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba) mengatur bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP
Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangan nya.
Menurut Pasal 22 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba), IUP Operasi
Produksi terdiri atas mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan/atau batuan.

Persyaratan Untuk Memperoleh IUP Operasi Produksi Bagi Badan Usaha


Pasal 23 Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba
mengatur bahwa persyaratan untuk memperoleh IUP Operasi Produksi bagi Badan Usaha
meliputi persyaratan:

1. Persyaratan administratif, meliputi:

a. Untuk IUP Operasi Produksi mineral logam dan batubara:


1. Surat permohonan;
2. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
3. Surat keterangan domisili.

b. Untuk IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dari batuan:


1. Surat permohonan;
2. Profil badan usaha;
3. Akta pendirian badan usaha yang bergerak di bidang usaha pertambangan yang telah
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
4. Nomor pokok wajib pajak;
5. Susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan
6. Surat keterangan domisili.

2. Persyaratan teknis, meliputi:


1. Peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan bujur sesuai
dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional;
2. Laporan lengkap eksplorasi;
3. Laporan studi kelayakan;
4. Rencana reklamasi dan pasca tambang;
5. Rencana kerja dan anggaran biaya;
6. Rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi produksi; dan
7. tersedia nya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang berpengalaman paling
sedikit 3 (tiga) tahun.
3. Persyaratan lingkungan, meliputi:
1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
2. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

4. Persyaratan finansial, meliputi:

1. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi
pemenang lelang Wilayah Ijin Usaha Pertambangan yang telah berakhir.

2.4 Reklamasi dan Pasca Tambang


Untuk melaksanakan PP No.78 Tahun 2010 tentang Rekalamasi dan Pascatambang,
perlu menetapkan Peraturan Menteri ESDM tentang pelaksanaan reklamasi dan pascatambang
pada kegiatan usaha Mineral dan Batubara. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan
sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki
kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Kegiatan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah
akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi
lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan.
Jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan
atau Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan Reklamasi
Jaminan pascatambang adalah dana yang disediakan oleh pemegang Izin Usaha
Pertambangan atau Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai jaminan untuk melakukan
kegiatan Pascatambang.

Dalam regulasi ini mengatur prinsip-prinsip tentang penyusunan rencana reklamasi


oleh pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yaitu :
1) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
2) Keselamatan dan kesehatan kerja

Sedangkan prinsip untuk pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
produksi, yaitu :
1) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
2) Keselamatan dan kesehatan kerja
3) Konservasi Mineral dan Batubara

Dalam rangka penyusunan rencana reklamasi dan pasca tambang, pemegang IUP
Eksplorasi dan IUPK Eksplolarasi wajib menyusun rencana reklamasi tahap eksplorasi
berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan dan undang-undang di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Rencana reklamasi tahap eksplorasi harus
mempertimbangkan :
1. Metode eksplorasi (kegiatan pemetaan geologi, pemercontohan dengan jarak yang
lebar, pembuatan paritan, dan pengeboran)
2. Kondisi spesifik wilayah setempat
3. Ketentuan perundang-undangan Setelah menyelesaikan studi kelayakan bagi
pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi, mereka wajib menyusun rencana
reklamasi tahap operasi produksi dan rencana reklamasi tahap operasi produksi dan
rencana pascatambang berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui
oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan, peraturan dan undang-undang
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Rencana reklamasi tahap operasi produksi harus mempertimbangkan :


1) Sistem dan metode penambangan berdasarkan hasil studi kelayakan (tambang terbuka dan
tambang bawah tanah)
2) Kondisi spesifik wilayah setempat
3) Ketentuan peraturan perundang-undangan

Rincian tahunan bagi pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam melakukan
rencana reklamasi tahap eksplorasi meliputi :
1) Tata guna lahan sebelum dan sesudah kegiatan eksplorasi
2) Rencana pembukaan lahan kegiatan eksplorasi yang menyebabkan lahan terganggu
3) Program reklamasi tahap eksplorasi
4) Kriteria keberhasilan reklamasi tahap eksplorasi meliputi standar keberhasilan
penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir
5) Rencana biaya reklamasi tahap eksplorasi.
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan rencana
reklamasi tahap eksplorasi kepada Menteri melalui Direktur Jendral, Gubernur,
Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu 45 hari kalender
sebelum memulai kegiatan eksplorasi.Rincian tahunan bagi pemegang IUP Eksplorasi dan
IUPK Eksplorasi wajib menyusun rencana reklamasi tahap operasi produksi untuk jangka
waktu 5 tahun yang meliputi :
1. Tata guna lahan sebelum dan sesudah kegiatan tahap operasi produksi
2. Rencana pembukaan lahan untuk kegiatan tahap operasi produksi yang menyebabkan
lahan terganggu.
3. Program reklamasi tahap produksKriteria keberhasilan reklamasi tahap operasi
4. produksi meliputi standar keberhasilan penatagunaan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil,
dan penyelesaian akhir
5. Rencana biaya reklamasi tahap operasi produksi
Rencana biaya reklamasi tahap operasi produksi harus menutup seluruh biaya
pelaksanaan reklamasi tahap operasi produksi termasuk pelaksanaan reklamasi tahap
operasi produksi yang dilakukan pihak ketiga.
6. Penentuan biaya reklamasi tahap operasi produksi pada periode 5 tahun pertama
dihitung berdasarkan rencana reklamasi tahap operasi produksi
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan rencana
reklamasi tahap eksplorasi kepada Menteri melalui Direktur Jendral, Gubernur,
Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu 45 hari kalender
sebelum berakhirnya pelaksanaan reklamasi tahap operasi produksi periode 5 tahun
sebelumnya. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan
rencana pascatambang berdasarkan studi kelayakan dan dokumen lingkungan hidup
yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
mendapatkan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Rencana
pascatambang ini meliputi :

1. Profil wilayah yang terdiri dari


a. Lokasi dan kesampaian wilayah
b. Kepemilikan dan peruntukan lahan
c. Rona lingkungan awal yang meliputi : peruntukan lahan, morfologi, air
permukaan, air tanah, biologi akuatik dan terestrial, serta sosial, budaya, dan
ekonomi sesuai dengan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujutan.
d. Kegiatan lain disekitar tambang

2. Deskripsi kegiatan pertambangan yang meliputi keadaan cadangan awal, sistem


dan metode penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas
penunjang.
3. Rona lingkungan awal yang meliputi : peruntukan lahan, morfologi, air
permukaan, air tanah, biologi akuatik dan terestrial, serta sosial, budaya, dan
ekonomi
4. Program pascatambang meliputi : reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan
diluar bekas tambang, pengembangan sosial, budaya dan ekonomi,
pemeliharaan hasil reklamasi, pemantauan.
5. Organisasi termasuk jadwal pelaksanaan pascatambang .
7. Kriteria keberhasilan pascatambang, meliputi standar keberhasilan pada tapak
bekas tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, fasilitas penunjang dan
pemantauan.
8. Rencana biaya pasca tambang.
Dalam peraturan ini diatur mengenai perhitungan rencana biaya
pascatambang. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam
menyusun rencana pascatambang harus berkonsultasi dengan pemangku
kepentingan yaitu :
1. Kementrian ESDM.
2. Dinas tingkat Provinsi/Kota/Kabupaten yang membidangi pertambangan
Mineral dan Batubara.
3. Instansi terkait lainnya.
4. Masyarakat yang akan terkena dampak langsung akibat kegiatan usaha
pertambangan
2.5 Dana Bagi Hasil Mineral dan Batubara
DBH SDA Pertambangan Umum adalah bagian daerah yang berasal dari penerimaan
sumber daya alam pertambangan umum. Dua jenis PNBP dari perusahaan tambang
pertambangan umum atau Mineral dan Batubara yang dibagihasilkan ke daerah, yaitu:
 Iuran Tetap (Landrent) adalah iuran yang diterima negara sebagai imbalan atas
kesempatan penyelidikan umum, eksplorasi atau eksploitasi pada suatu wilayah kerja.
 Iuran eksplorasi dan eksploitasi (royalty) adalah iuran produksi pemegang kuasa
usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan eksplorasi/eksploitasi.

- JENIS KEWAJIBAN PNBP SDA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA


 Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP
 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2004 tentang Tatacara Penyampaian Rencana dan
Laporan Realisasi PNBP
 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
 Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2009 tentang Tatacara Penentuan Jumlah dan
Penyetoran PNBP yang Terutang
DJPK menerima data PNBP dari Kementerian ESDM terkait besaran masing-masing
iuran tetap (landrent) dan royalty dalam nilai rupiah. Selanjutnya dilakukan penghitungn
alokasi sebagai berikut:
1. PNBP landrent minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16% dan ke
kab/kota penghasil sebesar 64%. Adapun cara menghitung alokasi DBH Landrent per
daerah adalah:
a. Pertama-tama dari nilai PNBP di kolom (2) dikalikan 20% terlebih dahulu
untuk mengetahui besaran PNBP landrent minerba yang menjadi hak pemerintah
pusat per daerah, kolom (3).
b. Selanjutnya di kolom (4) dihitung PNBP Landrent yang menjadi hak provinsi
yaitu sebesar 16% dikalikan dengan kolom (2) yaitu PNBP per kab/kota penghasil.
c. Untuk mengetahui besarnya DBH Landrent yang akan diterima oleh daerah
penghasil maka di kolom (5) PNBP per daerah penghasil dikalikan dengan 64%.
d. Kolom (6) menunjukkan jumlah DBH Landrent minerba yang merupakan
bagian daerah kab/kota penghasil dan provinsi.
2. PNBP royalti minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16%, ke kab/kota penghasil
sebesar 32% dan ke kab/kota sekitarnya (pemerataan) sebesar 32%. Adapun cara menghitung
alokasi DBH royalti minerba per daerah adalah:
a. Pertama-tama di kolom (3) perlu dihitung terlebih dahulu besarnya PNBP yang
menjadi bagian Pemerintah Pusat yaitu sebesar 20% yang dikalikan dari masing-
masing PNBP royalti per kabupaten/kota penghasil.
b. Kolom (4) menunjukkan jumlah DBH royalti minerba yang menjadi hak
provinsi yang dihitung dengan cara mengkalikan masing-masing PNBP Per daerah
Penghasil di Kolom (2) dengan 16%.
c. Besaran DBH royalti yang akan diterima oleh daerah penghasil di kolom (5)
dihitung dengan mengalikan PNBP per daerah penghasil dikalikan dengan 32%.
d. Setiap daerah kab/kota dilingkup wilayah Provinsi tertentu berhak untuk
mendapatkan bagian pemerataan DBH royalti minerba yaitu di kolom (6). Besaran
masing-masing DBH pemerataan tersebut dihitung dengan cara (1) total PNBP per
daerah dibagi dengan n-1 (n=jumlah daerah), lalu (2) jumlah alokasi untuk Daerah
penghasil dibagi dengan jumlah n-1. Selanjutnya hasil perhitungan (1) dibagi dengan
hasil perhitungan (2) tersebut.
 Kolom (7) menunjukkan seluruh jumlah alokasi DBH royalti minerba baik yang akan
diterima oleh setiap daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota).
Gambar berikut ini menunjukkan kertas kerja penghitungan alokasi Minerba yang dimaksud
diatas

Sumber: Dit. Daper, DJPK


Rincian alokasi DBH SDA Mineral dan Batu Bara per daerah bisa secara lengkap dilihat di
Perpres No. 97 Tahun 2016 tentang Rincian APBN 2017 di Lampiran No. X.
2.6 Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Pertambangan

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menurut UU No. 20 Tahun 1997 adalah seluruh
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan dari
pemanfaatan sumber daya alam merupakan salah satu jenis PNPB. Sumberdaya alam adalah
segala kekayaan alam yang terdapat diatas, di permukaan, dan di dalam bumi yang dikuasai
oleh Negara. Seluruh PNPB wajib disetor langung secepatnya ke Kas Negara yang dikelola
dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Jenis PNBP dari sektor pertambangan dibagi menjadi iuran tetap (landrent), iuran
produksi (royalti), dan penjualan hasil tambang. Iuran tetap adalah iuran yang dibayarkan
kepada Negara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi, studi kelayakan dan eksploitasi
pada suatu wilayah usaha pertambangan. Sesuai PP No. 9 tahun 2012 tentang tarif iuran tetap
yang dikenakan kepada pemegang IUP sebesar US$ 2-4 per Ha/tahun, sedangkan untuk
pemegang kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) dikenakan tarif iuran tetap sesuai perjanjian yang telah disepakati. Sebagai contoh
untuk PT. Vale Indonesia sebesar US$ 0-1,5 per Ha/tahun, PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT) dan PT. Freeport Indonesia (FI) sebesar US$ 0,025-1,5 per Ha/tahun, dan PKP2B
sebesar US$ 2-4 per Ha/tahun.

Iuran produksi/royalti menurut PP No. 55 Tahun 2005 adalah iuran yang dikenakan
kepada pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan kegiatan eksploitasi.
Royalti merupakan bentuk pembayaran kepada pemerintah atas upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengusahakan sumber daya mineral, sebagai konpensasi pemberian hak pengusahaan
untuk menambang. Sistem penghitungan royalti di Indonesia dengan cara ad valorem royalti
yang berarti pungutan royalti yang didasarkan atas nilai bahan tambang yang
diekploitasi/dijual menggunakan Besaran royalti yang dikenakan kepada perusahaan juga
diatur didalam PP No. 9 tahun 2012.
Tarif royalti yang dikenakan untuk IUP produksi mineral utama di Indonesia seperti
emas (3,75% dari harga jual/kg), Perak (3,25% dari harga jual/kg), Tembaga (4% dari harga
jual/ton), bijih besi (3% dari harga jual/ton), timah (3% dari harga jual/ton), serta hasil olahan
seperti nickel matte dan ferronickel (4% dari harga jual/ton). Berbeda halnya dengan tarif
royalti yang dikenakan kepada pemegang KK dan PKP2B sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati. Sebagai contoh tarif royalti yang dikenakan kepada PT. FI untuk komoditas
tembaga (1,5-3,5% dari harga jual/ton), emas dan perak (1% dari harga jual/kg).
Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan besaran tarif royalti untuk komoditas
batubara yang dikenakan kepada pemegang IUP batubara dengan pemegang PKP2B.
Perbandingannya yaitu :

Setiap tahunnya pemerintah membuat rancangan anggaran pendapatan dan belanja


negara (RAPBN). Pada tahun 2014 ini, pemerintah menargetkan PNBP pada sektor
pertambangan 39,6 Triliun yang didapat melalui iuran tetap, iuran produksi, dan penjualan
hasil tambang. Target yang dicanangkan pemerintah terlalu tinggi jika melihat kondisi
pertambangan Indonesia saat ini.

PNBP sektor pertambangan pada 2 tahun terakhir tidak memenuhi target yang telah
ditentukan. PNBP sektor pertambangan tahun 2012 yang ditargetkan sebesar 28,9 triliun
hanya terealisasi sebesar 25 triliun dan pada tahun 2013 yang ditargetkan sebesar 33,1 triliun
hanya terealisasi sebesar 26,4 triliun. Salah satu penyebabnya adalah kurang akuratnya
perhitungan volume dan kualitas mineral dan batubara yang akan dijual oleh pelaku usaha,
sebagai dasar untuk perhitungan kewajiban royalti.

Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) menata sebanyak 10.922 perusahaan yang memiliki IUP. Hasil yang diperoleh dari
10.992 IUP yang ada, sebanyak 6.042 IUP berhasil mendapatkan status CnC dan 4.880 IUP
belum lolos. Dari 6.042 IUP yang berhasil mendapatkan status CnC, 5.381 IUP berasal dari
sektor mineral dan 1.461 IUP berasal dari sektor batubara.

Permasalahan lain dalam penerimaan negara sektor pertambangan adalah ketidakpatuhan


perusahaan. Data dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menyatakan bahwa hasil temuan
tim Optimalisasi Penerimaan Negara (OPN), diketahui adanya kekurangan pembayaran
royalti sebesar Rp 6,7 triliun (dari tahun 2003-2011). Belum lagi adanya hutang perusahaan
pada tahun 2012 dan 2013 kepada negara.
Pemerintah harus bekerja maksimal untuk memenuhi target PNBP yang telah ditetapkan.
Kementerian ESDM berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian
Perdagangan, dan Kementerian Perhubungan untuk memastikan tidak adanya kesalahan
dalam perhitungan kewajiban PNBP termasuk opsi pembayaran jasa surveyor oleh
pemerintah. Perusahaan yang IUP berstatus non CnC diberi peringatan dan jangka waktu
untuk menyelesaikan masalah perizinan dan/atau wilayah yang masih tumpang tindih saat
melewati batas waktu yang telah ditentukan, pemerintah berhak memberikan sanksi
administratif dengan sanksi paling berat berupa pencabutan IUP. Diharapkan dengan IUP
yang berstatus CnC, perusahaan dapat produksi maksimal dan membayar PNBP.
Permasalahan piutang harus segera ditagih oleh pemerintah kepada perusahaan yang
bersangkutan. Untuk kedepannya pemerintah membuat kebijakan dan sistem pembayaran
PNBP sebelum pengapalan mineral dan batubara sehingga tidak ada hutang yang dilakukan
oleh perusahaan.

Diharapkan PNBP sektor pertambangan yang telah ditargetkan oleh pemerintah dapat
sesuai dengan realisasinya. Pemerintah harus tegas dalam melakukan pengawasan dan
penegakan peraturan/hukum yang berlaku. Kontribusi PNBP sektor pertambangan
merupakan hal yang penting dalam pembangunan Indonesia
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

 Izin Usaha Pertambangan terdiri atas dua tahap:


Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi meliputi kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi meliputi kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
 IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan
perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).
Jangka waktu masing-masing IUP eksplorasi berbeda sesuai dengan jenis tambang
yang ada pada wilayah tersebut. Pasal 42 UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur bahwa IUP eksplorasi
untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 8
tahun, sedangkan untuk non-logam paling lama 3 tahun, dengan pengecualian
terhadap non-logam jenis tertentu yang dapat diberikan IUP selama 7 tahun.
 Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi untuk melakukan tahapan
kegiatan operasi produksi. Setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi
dijamin untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi sebagai
kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya. Izin Usaha Pertambangan Operasi
Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil
pele UU No. 9 tahun 2004 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
 Peraturan pemerintah, perundang-undangan, dan peraturan lainnya yang terkait
dengan izin usaha pertambangan diantaranya : PP No. 23 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Pengelolaan
dampak lingkungan – AMDAL dan pasca tambang (UU 4/2009, UU 32/2009, PP
78/2010, Permen 23/2010), CSR – Community Development (PP 47/2012),
Perimbangan keuangan – DBH Minerba (PP 55/2005, UU 26/2011), Partisipasi
masyarakat (Permen 17/2012, ).
 PNBP landrent minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16% dan ke kab/kota
penghasil sebesar 64%. Adapun cara menghitung alokasi DBH Landrent per daerah,
PNBP royalti minerba dibagihasilkan ke Provinsi sebesar 16%, ke kab/kota penghasil
sebesar 32% dan ke kab/kota sekitarnya (pemerataan) sebesar 32%. Adapun cara
menghitung alokasi DBH royalti minerba per daerah.
 Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menurut UU No. 20 Tahun 1997 adalah
seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak.
Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam merupakan salah satu jenis PNPB.
Sumberdaya alam adalah segala kekayaan alam yang terdapat diatas, di permukaan,
dan di dalam bumi yang dikuasai oleh Negara. Seluruh PNPB wajib disetor langung
secepatnya ke Kas Negara yang dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).

3.3 Saran

 Sebagai warga negara terkhususnya akademisi maupun praktisi dalam bidang


pertambangan kita wajib mengetahui Peraturan pemerintah, perundang-
undangan, dan peraturan lainnya yang terkait dengan izin usaha
pertambangan.
 Dana bagi hasil pertambangan haruslah merata dan transparan dari berbagai
aspek.
 Negara harus secara tegas mengawasi DBH untuk pendapatan daerah.
 Melaksanakan alur DBH dan Iuran sesuai dengan kaidah dan peraturan yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

 Leksco, 2012. “ Izin Usaha Pertambangan “. http://www.hukumpertambangan.


com/ijin usaha-pertambangan-iup-operasi-produksi/#more-107. Diakses pada tanggal
4 September 2018.
 Leksco. 2012. Wilayah Pertambangan
Rakyat”.http://www.hukumpertambangan.com /wilayah-pertambangan-
rakyat/#sthash.TlwW3liS.dpuf. Diakses pada tanggal 4 September 2018.
 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 mengenai Pelaksanaan Kegiatan
Pertambangan Mineral dan Batubara.
 Anonim. 2012. “Izin Usaha Pertambangan”.
http://www.hukumpertambangan.com/izin-usaha-pertambangan-khusus. Diakses pada
4 September 2018.
 Kementrian Keuangan. 2018. “Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam”.
http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=5735. Diakses Pada 4 september 2018
 HMT ITB. Maret 2015. “Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor
Pertambangan”. http://hmt.mining.itb.ac.id/penerimaan-negara-bukan-pajak-sektor-
pertambangan/. Diakses pada 4 September 2018.

También podría gustarte