Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
TATA KELOLA IUP PERTAMBANGAN DAN DANA BAGI HASIL SERTA PENERIMAAN
NEGARA BUKAN PAJAK DI SEKTOR PERTAMBANGAN
Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tata kelola
pertambangan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr. Edy Nursanto, ST,MT. selaku Dosen mata kuliah Tata Kelola
Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai tata kelola IUP pertambangan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, salah satunya hasil tambang
(batubara, minyak bumi, gas alam, timah). Di era globalisasi ini, setiap negara membangun
perekonomiannya melalui kegiatan industri dengan mengolah sumber daya alam yang ada di
negaranya. Hal ini dilakukan agar dapat bersaing dengan negara lain dan memajukan
perekonomiannya. Oleh karena itu, banyak perusahaan dari sektor privat maupun sektor
swasta yang mengolah hasil tambang untuk diproduksi.
Namun, terdapat masalah yang harus diperhatikan oleh pemerintah, yaitu masalah
penambangan ilegal. Penambangan ilegal dilakukan tanpa izin, prosedur operasional, dan
aturan dari pemerintah. Hal ini membuat kerugian bagi negara karena mengeksploitasi
sumber daya alam secara ilegal, mendistribusikan, dan menjual hasil tambangnya secara
ilegal, sehingga terhindar dari pajak negara. Oleh karena itu, pemerintah harus menerapkan
aturan yang tegas terhadap para pihak yang melakukan penambangan ilegal. Disisi lain
dampak negatifnya adalah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam hal ini
pemerintah harus tegas menyikapi dampak pertambangan. Hal inilah yang menjadi latar
belakang kami untuk membuat makalah mengenai perizinan usaha pertambangan dan
beberapa hal lainnya yang dapat mengurangi dampak pertambangan ilegal.
1.2 Rumusan Masalah
a) Bagaimanakah tahapan-tahapan izin usaha pertambangan (IUP) ?
b) Bagaimanakah perizinan usaha pertambangan eksplorasi dan operasi produksi ?
c) Apa sajakah peraturan pemerintah, perundang-undangan, dan peraturan lainnya
yang terkait dengan izin usaha pertambangan ?
d) Bagaimanakah alur Dana Bagi Hasil Mineral dan Batubara ?
e) Bagaimanakah Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Pertambangan ?
1.3 Tujuan
a) Untuk mengetahui tahapan-tahapan izin usaha pertambangan yang ada di
Indonesia.
b) Untuk mengetahui peraturan pemerintah, perundang-undangan, dan peraturan
lainnya yang terkait dengan izin usaha pertambangan yang ada di Indonesia.
c) Untuk menambah wawasan mengenai peraturan pertambangan Indonesia.
d) Untuk mengetahui alur Dana Bagi Hasil dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
sektor Pertambangan.
1.4 Manfaat
a) Mengetahui perizinan pertambangan yang ada di Indonesia.
b) Masyarakat dapat menerapkannya dalam kehidupan nyata agar dalam usaha
pertambangan tidak terjadinya pertambangan ilegal.
c) Dapat mengetahui alur Dana Bagi Hasil dan Penerimaan Negara Bukan Pajak
sektor Pertambangan.
d) Dapat mengurangi aktivitas pertambangan ilegal.
e) Dapat meningkatkan keamanan usaha pertambangan.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Bupati / Walikota apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada di dalam satu
wilayah kabupaten / kota;
b. Gubernur apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah
kabupaten / kota dalam 1 provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Bupati /
Walikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
c. Menteri apabila Wilayah Izin Usaha Pertambangan berada pada lintas wilayah
provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari Gubernur dan Bupati / Walikota
setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Badan usaha.
Koperasi.
Perseorangan.
Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi : meliputi kegiatan Penyelidikan umum, Eksplorasi, dan
Study kelayakan wajib memuat ketentuan sekurang kurangnya:
Nama perusahaan, lokasi dan luas wilayah, rencana umum tata ruang, jaminan
kesungguhan, modal investasi, perpanjangan waktu tahap kegiatan, hak dan kewajiban
pemegang Izin Usaha Pertambangan, jangka waktu berlakunya tahap kegiatan, jenis
usaha yang diberikan, rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di
sekitar wilayah pertambangan, perpajakan, penyelesaian perselisihan, Iuran tetap dan
iuran eksplorasi, mdal.
IUP eksplorasi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 29 Peraturan
Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (PP No. 23 Tahun 2010). IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan
dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP). Jangka waktu masing-masing IUP eksplorasi berbeda sesuai dengan
jenis tambang yang ada pada wilayah tersebut. Pasal 42 UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) mengatur bahwa IUP eksplorasi untuk
pertambangan mineral logam dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 8 tahun,
sedangkan untuk non-logam paling lama 3 tahun, dengan pengecualian terhadap non-logam
jenis tertentu yang dapat diberikan IUP selama 7 tahun. Untuk pertambangan batuan, dapat
diberikan IUP selama 3 tahun, dan 7 tahun untuk pertambangan batubara. Dalam hal kegiatan
eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP eksplorasi yang mendapatkan
mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.
Dalam Pasal 30 PP No 23 Tahun 2010, diatur bahwa dalam jangka waktu paling
lambat 5 hari kerja setelah penetapan pengumuman lelang, pemenang lelang WIUP mineral
logam atau batubara harus memohonkan IUP eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau
bupati. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, pemenang lelang WIUP akan dianggap gugur
dan uang jaminan kesungguhan yang sebelumnya sudah disetor akan menjadi milik
Pemerintah. WIUP lalu akan ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara
berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama dengan harga yang
ditawarkan oleh pemenang pertama. Gubernur akan menyampaikan penerbitan peta WIUP
mineral bukan logam dan/atau batuan yang dimohonkan, kepada bupati/walikota untuk
mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP eksplorasi. Pemohon yang telah
mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat harus menyampaikan permohonan IUP
eksplorasi kepada yang berwenang, paling lambat 5 hari kerja setelah penerbitan peta
tersebut. Jika hal tersebut tidak dilakukan, pemohon dianggap gugur dan uang pencadangan
akan menjadi milik Negara dan WIUP menjadi wilayah terbuka.
Dalam hal kegiatan Eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang Izin Usaha
Pertambangan Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib
melaporkan kepada pemberi Izin Usaha Pertambangan. Pemegang Izin
Usaha Pertambangan Eksplorasi yang ingin menjual mineral atau batubara wajib mengajukan
izin sementara untuk melakukan pengangkutan dan penjualan Izin sementara yang diberikan
oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati / Walikota sesuai dengan kewenangannya. Mineral atau
batubara yang tergali dalam hal kegiatan ekpolorasi dan kegiatan study kelayakan, pemegang
Izin Usaha Pertambangan Ekplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali
wajib melaporkan kepeda pemberi Izin Usaha Pertambangan dikenai iuran produksi.
IUP Operasi Produksi adalah ijin yang diberikan untuk kegiatan konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan dalam rangka
pertambangan. IUP Operasi Produksi diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau
perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi.
Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
Minerba) mengatur bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP
Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangan nya.
Menurut Pasal 22 ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana diubah
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral
dan Batubara (PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba), IUP Operasi
Produksi terdiri atas mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan/atau batuan.
1. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;
2. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan
3. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran lelang bagi
pemenang lelang Wilayah Ijin Usaha Pertambangan yang telah berakhir.
Sedangkan prinsip untuk pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi
produksi, yaitu :
1) Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan
2) Keselamatan dan kesehatan kerja
3) Konservasi Mineral dan Batubara
Dalam rangka penyusunan rencana reklamasi dan pasca tambang, pemegang IUP
Eksplorasi dan IUPK Eksplolarasi wajib menyusun rencana reklamasi tahap eksplorasi
berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan dan undang-undang di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Rencana reklamasi tahap eksplorasi harus
mempertimbangkan :
1. Metode eksplorasi (kegiatan pemetaan geologi, pemercontohan dengan jarak yang
lebar, pembuatan paritan, dan pengeboran)
2. Kondisi spesifik wilayah setempat
3. Ketentuan perundang-undangan Setelah menyelesaikan studi kelayakan bagi
pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi, mereka wajib menyusun rencana
reklamasi tahap operasi produksi dan rencana reklamasi tahap operasi produksi dan
rencana pascatambang berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui
oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan, peraturan dan undang-undang
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Rincian tahunan bagi pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi dalam melakukan
rencana reklamasi tahap eksplorasi meliputi :
1) Tata guna lahan sebelum dan sesudah kegiatan eksplorasi
2) Rencana pembukaan lahan kegiatan eksplorasi yang menyebabkan lahan terganggu
3) Program reklamasi tahap eksplorasi
4) Kriteria keberhasilan reklamasi tahap eksplorasi meliputi standar keberhasilan
penatagunaan lahan, revegetasi, dan penyelesaian akhir
5) Rencana biaya reklamasi tahap eksplorasi.
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan rencana
reklamasi tahap eksplorasi kepada Menteri melalui Direktur Jendral, Gubernur,
Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu 45 hari kalender
sebelum memulai kegiatan eksplorasi.Rincian tahunan bagi pemegang IUP Eksplorasi dan
IUPK Eksplorasi wajib menyusun rencana reklamasi tahap operasi produksi untuk jangka
waktu 5 tahun yang meliputi :
1. Tata guna lahan sebelum dan sesudah kegiatan tahap operasi produksi
2. Rencana pembukaan lahan untuk kegiatan tahap operasi produksi yang menyebabkan
lahan terganggu.
3. Program reklamasi tahap produksKriteria keberhasilan reklamasi tahap operasi
4. produksi meliputi standar keberhasilan penatagunaan lahan, revegetasi, pekerjaan sipil,
dan penyelesaian akhir
5. Rencana biaya reklamasi tahap operasi produksi
Rencana biaya reklamasi tahap operasi produksi harus menutup seluruh biaya
pelaksanaan reklamasi tahap operasi produksi termasuk pelaksanaan reklamasi tahap
operasi produksi yang dilakukan pihak ketiga.
6. Penentuan biaya reklamasi tahap operasi produksi pada periode 5 tahun pertama
dihitung berdasarkan rencana reklamasi tahap operasi produksi
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan rencana
reklamasi tahap eksplorasi kepada Menteri melalui Direktur Jendral, Gubernur,
Walikota/Bupati sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu 45 hari kalender
sebelum berakhirnya pelaksanaan reklamasi tahap operasi produksi periode 5 tahun
sebelumnya. Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib menyampaikan
rencana pascatambang berdasarkan studi kelayakan dan dokumen lingkungan hidup
yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk
mendapatkan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi. Rencana
pascatambang ini meliputi :
Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menurut UU No. 20 Tahun 1997 adalah seluruh
penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan pajak. Penerimaan dari
pemanfaatan sumber daya alam merupakan salah satu jenis PNPB. Sumberdaya alam adalah
segala kekayaan alam yang terdapat diatas, di permukaan, dan di dalam bumi yang dikuasai
oleh Negara. Seluruh PNPB wajib disetor langung secepatnya ke Kas Negara yang dikelola
dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Jenis PNBP dari sektor pertambangan dibagi menjadi iuran tetap (landrent), iuran
produksi (royalti), dan penjualan hasil tambang. Iuran tetap adalah iuran yang dibayarkan
kepada Negara sebagai imbalan atas kesempatan eksplorasi, studi kelayakan dan eksploitasi
pada suatu wilayah usaha pertambangan. Sesuai PP No. 9 tahun 2012 tentang tarif iuran tetap
yang dikenakan kepada pemegang IUP sebesar US$ 2-4 per Ha/tahun, sedangkan untuk
pemegang kontrak karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara
(PKP2B) dikenakan tarif iuran tetap sesuai perjanjian yang telah disepakati. Sebagai contoh
untuk PT. Vale Indonesia sebesar US$ 0-1,5 per Ha/tahun, PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT) dan PT. Freeport Indonesia (FI) sebesar US$ 0,025-1,5 per Ha/tahun, dan PKP2B
sebesar US$ 2-4 per Ha/tahun.
Iuran produksi/royalti menurut PP No. 55 Tahun 2005 adalah iuran yang dikenakan
kepada pemegang kuasa usaha pertambangan atas hasil dari kesempatan kegiatan eksploitasi.
Royalti merupakan bentuk pembayaran kepada pemerintah atas upaya-upaya yang dilakukan
untuk mengusahakan sumber daya mineral, sebagai konpensasi pemberian hak pengusahaan
untuk menambang. Sistem penghitungan royalti di Indonesia dengan cara ad valorem royalti
yang berarti pungutan royalti yang didasarkan atas nilai bahan tambang yang
diekploitasi/dijual menggunakan Besaran royalti yang dikenakan kepada perusahaan juga
diatur didalam PP No. 9 tahun 2012.
Tarif royalti yang dikenakan untuk IUP produksi mineral utama di Indonesia seperti
emas (3,75% dari harga jual/kg), Perak (3,25% dari harga jual/kg), Tembaga (4% dari harga
jual/ton), bijih besi (3% dari harga jual/ton), timah (3% dari harga jual/ton), serta hasil olahan
seperti nickel matte dan ferronickel (4% dari harga jual/ton). Berbeda halnya dengan tarif
royalti yang dikenakan kepada pemegang KK dan PKP2B sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati. Sebagai contoh tarif royalti yang dikenakan kepada PT. FI untuk komoditas
tembaga (1,5-3,5% dari harga jual/ton), emas dan perak (1% dari harga jual/kg).
Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan besaran tarif royalti untuk komoditas
batubara yang dikenakan kepada pemegang IUP batubara dengan pemegang PKP2B.
Perbandingannya yaitu :
PNBP sektor pertambangan pada 2 tahun terakhir tidak memenuhi target yang telah
ditentukan. PNBP sektor pertambangan tahun 2012 yang ditargetkan sebesar 28,9 triliun
hanya terealisasi sebesar 25 triliun dan pada tahun 2013 yang ditargetkan sebesar 33,1 triliun
hanya terealisasi sebesar 26,4 triliun. Salah satu penyebabnya adalah kurang akuratnya
perhitungan volume dan kualitas mineral dan batubara yang akan dijual oleh pelaku usaha,
sebagai dasar untuk perhitungan kewajiban royalti.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) menata sebanyak 10.922 perusahaan yang memiliki IUP. Hasil yang diperoleh dari
10.992 IUP yang ada, sebanyak 6.042 IUP berhasil mendapatkan status CnC dan 4.880 IUP
belum lolos. Dari 6.042 IUP yang berhasil mendapatkan status CnC, 5.381 IUP berasal dari
sektor mineral dan 1.461 IUP berasal dari sektor batubara.
Diharapkan PNBP sektor pertambangan yang telah ditargetkan oleh pemerintah dapat
sesuai dengan realisasinya. Pemerintah harus tegas dalam melakukan pengawasan dan
penegakan peraturan/hukum yang berlaku. Kontribusi PNBP sektor pertambangan
merupakan hal yang penting dalam pembangunan Indonesia
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.3 Saran