Está en la página 1de 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

American Accounting Association, mendefenisikan akuntansi sebagai


“...proses mengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi,
untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi
mereka yang menggunakan informasi tersebut.”

Dari batasan tersebut tampak arah tujuan akuntansi itu sendiri, yaitu
menyajikan informasi ekonomi dari suatu entitas atau kesatuan ekonomi kepada
pemangku kepentingan atas informasi ekonomi. Agar akuntansi bisa
menghasilkan informasi ekonomi, diperlukan adanya suatu metode pencatatan,
penggolongan, analisis, pengendalian transaksi kegiatan keuangan, dan pelaporan
keuangan perusahaan.

Dengan akuntansi, dapat diperoleh informasi ekonomi yang dapat


dimanfaatkan oleh manajemen, misalnya berkaitan dengan perkembangan
kegiatan dan prospek bisnis di masa yang akan datang.

Dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat, maka peran


akuntansi sebagai suatu sistem informasi keuangan menjadi semakin penting
untuk dunia usaha, sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa pemerintah
khususnya Direktorat Jenderal Pajak sangat memerlukan informasi ekonomi ini
yang digunakan sebagai dasar menetapkan besarnya pajak yang terutang.
Walaupun demikian, masih diperlukan adanya penyesuaian dengan ketentuan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga diperlukan adanya
akuntansi yang khusus mengacu pada ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Akuntansi pajak tersebut pada prinsipnya akuntansi yang dipengaruhi prinsip
pajak karena tampak adanya implementasi ketentuan perpajakan.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Sejarah Perkembangan Akuntansi Indonesia?
2. Apa itu Teori Akuntanasi?
3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia?
4. Bagaimana Prinsip Dasar Akuntansi Pajak?
5. Bagaimana Hubungan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Pajak?
6. Bagaimana Hubungan Istimewa dan Penilaian Kewajaran dalam
Transaksi?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Sejarah Perkembangan Akuntansi Indonesia
2. Mengetahui Apa itu Teori Akuntansi
3. Mengetahui Sejarah Perkembangan Perpajakan
4. Mengetahui Prinsip Dasar Akuntansi Pajak
5. Mengetahui Hubungan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Pajak
6. Mengetahui Istimewa dan Penilaian Kewajaran dalam Transaksi

1.4 METODE PENULISAN

Metode yang dipakai pada karya tulis ini adalah metode pustaka. Metode
pustaka yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan
data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku, maupun
informasi dari internet.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Akuntansi Indonesia

Sejalan dengan perkembangan ekonomi, hubungan dagang antar negara pada


masa-masa kerajaan di masa lalu seperti Majapahit, Mataram, Sriwijaya, menjadi
pintu masuk akuntansi dari negara lain ke Indonesia. Meskipun demikian, belum
terdapat penelitian yang memadai mengenai sejarah akuntansi di Indonesia. Masa
perkembangan akuntansi di Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu:

1. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang

Kedatangan bangsa Belanda di Indonesia akhir abad ke-16 awalnya untuk


berdagang, kemudian Belanda membentuk perserikatan maskapai Belanda yang
dikenal dengan Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada tahun 1602,
terjadi peleburan 14 maskapai yang beroperasi di Hindia Timur, yang selanjutnya
di tahun 1619 membuka cabang di Batavia dan kota-kota lainnya di Indonesia.
Perjalanan VOC ini berakhir pada tahun 1799 dan setelah VOC dibubarkan,
kekuasaan diambil alih oleh Kerajaan Belanda. Sejak masa itulah mulai tumbuh
perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Catatan pembukuan saat itu
menekankan pada mekanisme debit dan kredit berdasarkan praktik dagang yang
semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda.

Pada masa ini, sektor us aha kecil dan menengah umumnya dikuasai oieh
masyarakat Cina, India, dan Arab yang praktik akuntansinya menggunakan atau
dipengaruhi oieh sistem dari negara mereka masing-masing. Pada masa
penjajahan Jepang tahun 1942 sampai 1945, sistem akuntansi tidak banyak
mengalami perubahan, yaitu tetap menggunakan pola Belanda.

2. Masa Kemerdekaan

Sistem akuntansi yang beriaku di Indonesia mengikuti sejarah masa lampau


dari masa kolonial Belanda, maka sistem akuntansinya mengikuti akuntansi
Belanda yang dikenal dengan Sistem Tata Buku. Sistem Tata Buku ini merupakan
subsistem akuntansi atau hanya merupakan metode pencatatan.

3
Setelah masa penjajahan Belanda berakhir dan masuk ke dalam masa
kemerdekaan, banyak perusahaan milik Belanda yang dirasionalisasi yang diikuti
pula dengan masuknya berbagai investor asing, terutama Amerika Serikat. Para
investor tersebut memperkenalkan sistem akuntansi Amerika Serikat ke
Indonesia.

2.2 Teori Akuntansi

Pengertian teori adalah susunan konsep, definisi, dan dalam menyajikan


pandangan yang sistematis fenomena dengan menunjukkan hubungan antara satu
variabel dengan yang lainnya dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan
fenomena. Menurut Hendriksen (1992), pengertian teori adaiah satu susunan
hipotesis, konsep, dan prinsip pragmatis yang membentuk kerangka umum
referensi untuk suatu bidang yang dipertanyakan.

Terdapat pula pandangan mengenai teori yang menyebutkan bahwa teori


merupakan kristalisasi dari fenomena empiris yang terjadi, digambarkan dalam
bentuk dalil-dalil yang disimpulkan dari fenomena, dan penyajiannya berbentuk
kalimat pendek yang beriaku umum. Teori dapat dilahirkan dari berbagai
penelitian yang menghasilkan kesimpulan yang beriaku universal, logis,
konsisten, objektif, dan dapat diramalkan, sedangkan objek penelitiannya
mendapat fenomena sosial atau ekonomi.Untuk teori akuntansi didefinisikan
sebagai alasan logis dalam bentuk susunan set prinsip yang luas: (1) memberikan
kerangka umum dari rujukan di mana prinsip akuntansi dapat dinilai; (2) pedoman
pengembangan praktik dan prosedur baru. Dengan demikian, teori akuntansi dapat
menjelaskan praktik yang beriaku saat ini dan memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang praktik tersebut.

Teori akuntansi ini mempunyai tujuan utama memberikan susunan prinsip


yang logis dan saling terkait dalam membentuk kerangka umum sebagai rujukan
untuk menilai dan mengembangkan praktik akuntansi yang baik Terlihat dalam
teori akuntansi sebagai kristalisasi fenomena yang dituangkan dalam bentuk
kalimat yang disimpulkan dari fenomena interaksi entitas bisnis dan pengguna

4
Iaporan keuangan. Berikut gambaran hubungan pengguna Iaporan keuangan
dengan fenomena sosial ekonomi.

PENGGUNA LAPORAN
KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN

PRINSIP AKUNTANSI

TEORI AKUNTANSI

FENOMENA SOSIAL
EKONOMI

Bidang perpajakan sangat memerlukan Iaporan keuangan sebagai dasar


penghitungan pajak terutang walaupun masih diperlukan penyesuaian mengikuti
ketentuan yang beriaku dalam undang-undang pajak.

Akuntansi memang menggariskan karakteristik kualitatif Iaporan


keuangan maupun tujuan Iaporan keuangan dari berbagai rujukan. Menurut PSAK
terdapat empat karakteristik, yaitu:

1. Dapat Dipahami

Laporan keuangan haruslah dapat dipahami oleh pengguna Iaporan, sehingga


dapat memberikan informasi mengenai aktivitas ekonomi dan bisnis secara jelas.

2. Relevan

Informasi haruslah relevan agar memenuhi kebutuhan pengguna Iaporan


dalam proses pengambilan keputusan.

5
3. Materialitas

Menetapkan materialitas bergantung pada pos ataupun kesalahan yang dinilai


sehingga materialitas merupakan ambang batas agar informasi mempunyai
manfaat.

4. Keandalan

Informasi haruslah andal (reliable), artinya berkualitas dan tidak menyesatkan

2.3 Sejarah Perkembangan Perpajakan Indonesia

Akuntansi dapat menghasilkan informasi ekonomi yang bermanfaat untuk


manajemen atau pihak-pihak di luar manajemen, seperti pemerintah, bank, dan
lain sebagainya. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang mengatur
ketentuan formal perpajakan tentang kebutuhan informasi keuangan sebagai alat
komunikasi bahkan tidak menggunakan istilah akuntansi tetapi menggunakan
istilah Pembukuan dan Pencatatan.
Menurut Sijbren Cnossen, seorang guru besar Erasmus Universitiet
Rotterdam, masalah perpajakan adalah masalah “book keeping’, di mana istilah
book keeping lazim diterjemahkan dengan pembukuan. Apabila suatu negara
secara nasional mempunyai book keeping yang kurang baik, maka akibatnya
negara akan mengalami kesulitan dalam menyusun sistem perpajakan yang baik.
Dengan demikian, masalah pembukuan merupakan bagian yang sangat penting
bagi negara yang menggunakan self assessment system dalam pemungutan
pajaknya.
Menyimak sejarah perpajakan di Indonesia yang dimulai dari kurun waktu
penjajahan Belanda, sistem perpajakan lebih menekankan pada fungsi budgeted,
yaitu pemasukan keuangan untuk keperluan pemerintah koloni. Sedangkan corak
sistem pemungutan pajak mendasarkan pada official assessment. Pada sistem ini
besarnya pajak yang terutang sangat bergantung pada aparat pajak (fiskus).
Setelah merdeka tahun 1945, pemerintah Indonesia dalam masalah
perpajakannya, yaitu Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan, masih tetap
menggunakan perundang-undangan yang lama, walaupun telah dilakukan
perubahan- perubahan. Namun sejak era tahun 1984 sampai sekarang dengan
adanya pembaruan sistem pemungutan pajak, Indonesia memasuki era baru
dengan menggunakan self assessment system. Self assessment system ini
selanjutnya memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang.

6
Peran pembukuan atau akuntansi dalam perpajakan perlu ditingkatkan. Paket
27 Maret 1979 dengan Inpres No. 6 Tahun 1979 dan keputusan Menteri Keuangan
No. 108/KMK/077/1979 menyatakan bahwa Wajib Pajak diberikan keringanan
dalam rangka penetapan pajaknya apabila Laporan Keuangan Wajib Pajak
diperiksa oleh Akuntan Publik, sehingga pelaporan audit Akuntan Publik
digunakan sebagai dasar penetapan pajak, tanpa dilakukan koreksi, kecuali apabila
laporan tersebut ternyata tidak benar. Sangat disayangkan dalam pelaksanaannya
ternyata banyak Akuntan Publik yang tidak dapat dipercaya dalam menyusun
pelaporan audit, sehingga Paket 27 Maret 1979 ini kemudian dicabut.
Memasuki era baru perundang-undangan perpajakan, sejak tahun 1984 telah
terjadi perubahan besar yang tidak lagi menggunakan official assessment tetapi
menggunakan self assessment system dalam pemungutan pajak di Indonesia.

Kewajiban menyelenggarakan Pembukuan telah tegas diatur dalam Pasal 28


Undang- Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP) yang menyatakan:

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan
pembukuan.
2. Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib
melakukan pencatatan adaiah Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto dan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.

Pengaturan kewajiban pembukuan sebenarnya juga diatur secara implisit di


berbagai undang-undang seperti Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-
Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah
dilakukan perubahan dengan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, dan Undang-
Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagaimana telah dilakukan
perubahan. Pada prinsipnya, peraturan-peraturan tersebut mewajibkan setiap
badan usaha untuk menyusun Iaporan keuangan, sehingga harus
menyelenggarakan pembukuan. Cara menyelenggarakan pembukuan dan
menyusun Iaporan keuangan haruslah berpedoman pada Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) yang telah dilakukan pembaruan, terakhir dengan
PSAK Tahun 2009. Demikian pula hubungannya dengan perpajakan bahwa
kewajiban pembukuan merupakan bagian yang sangat esensial.

7
Pembukuan menurut ketentuan perpajakan memiliki syarat- syarat sebagai
berikut:

1. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan


iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang
sebenarnya.
2. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai aset,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
3. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia, dengan
menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan
disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang dii2inkan oieh
Menteri Keuangan.
4. Buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan atau dokumen lain wajib disimpan di
Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun, yaitu di tempat kegiatan atau di
tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di tempat kedudukan
bagi Wajib Pajak Badan.
5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan stelsel akrual
atau stelsel kas. Apabila terjadi perubahan metode pembukuan dan/atau
tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.

Setiap Wajib Pajak seharusnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga dapat


diketahui besarnya pajak yang terutang. Apabila kewajiban pembukuan seperti
yang telah diatur dalam Pasal 28 dan Pasal 29 Undang-Undang KUP tidak
dipenuhi yang berakibat pajak yang terutang tidak dapat diketahui, tidak
menyampaikan SPT walaupun telah ditegur, dan dari hasil pemeriksaan PPN dan
PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen), maka Wajib Pajak dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan (Pasal 13 ayat 3 Undang-Undang KUP):

1. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu tahun pajak;
2. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan dan
dipotong, atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan; atau
3. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar.

8
2.4 Prinsip Dasar Akuntansi Pajak

Struktur teori akuntansi merupakan elemen yang saling berkaitan dan menjadi
pedoman untuk mengembangkan teori dan menyusun teknik-teknik akuntansi.
Diagram berikut menunjukkan struktur teori akuntansi.

TUJUAN LAPORAN
KEUANGAN

POSTULAT AKUNTANSI KONSEP TEORITIS


AKUNTANSI

PRINSIP DASAR
AKUNTANSI

STANDAR AKUNTANSI

Tujuan laporan keuangan ini adalah memberikan informasi keuangan


kepada para pengguna laporan untuk digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Standar Akuntansi Keuangan Indonesia merumuskan tujuan laporan
keuangan, yaitu “menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi.”
Ketentuan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-
Undang KUP menyatakan bahwa pengisian SPT Tahunan Pajak-Penghasilan oleh
Wajib Pajak yang diwajibkan melakukan pembukuan harus dilengkapi dengan
Iaporan keuangan berupa neraca dan Iaporan laba rugi serta keterangan-
keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak (PhKP). Dari gambaran tersebut Iaporan keuangan mempunyai peran yang
penting. Tujuan utama pelaporan keuangan fiskal adaiah menyajikan informasi
yang digunakan sebagai bahan menghitung dasar pengenaan pajak terutang.
Pengaturan selanjutnya perhitungan dalam Pasal 3 ayat (7) Undang-
Undang KUP lebih menekankan kepentingan Iaporan keuangan tersebut karena
SPT dianggap tidak disampaikan apabila tidak sepenuhnya dilampiri keterangan
dan/atau dokumen yang diperlukan. Namun demikian, Iaporan keuangan
komersial maupun Iaporan keuangan fiskal masih memiliki beberapa keterbatasan
seperti:

9
1. Laporan keuangan yang disusun bersifat historis.
2. Lebih banyak menekankan hal yang bersifat material.
3. Penggunaan estimasi dan berbagai pertimbangan dalam menyusun laporan
keuangan.

Prinsip-prinsip dasar akuntansi komersial telah banyak dikemukakan para ahli,


tetapi umumnya mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan, yaitu dasar akrual
(accrual basis) dan kelangsungan usaha {going concern). APB Statement No. 4
menyatakan terdapat sembilan prinsip dasar akuntansi:

1. Cost Principle

Prinsip biaya (cost principle) atau biaya historis (historical cost), yaitu dasar
penilaian untuk mencatat perolehan barang, jasa harga pokok, biaya, maupun
ekuitas, sehingga yang paling pokok adalah penilaian yang didasarkan harga
pertukaran pada tanggal perolehan.

2. Revenue Principle

Prinsip pendapatan (revenue principle) ini lebih menjelaskan tentang sifat dan
komponen, pengukuran, maupun pengakuan pendapatan sebagai salah satu
komponen penyusunan laporan laba rugi.

3. Matching Principle

Prinsip dasar pemadanan atau penandingan (matching) menjelaskan masalah


pengaturan pembebanan biaya pada periode yang sama dengan periode pengakuan
hasil, sehingga hasil akan diakuipada periode menurut prinsip dasar pengakuan
hasil, sedangkan biayanya dibebankan sesuai periode tersebut.

4. Objectivity Principle

Masalah objektivitas (objectivity) mempunyai penafsiran yang berbeda.


Sebagai contoh objektivitas sebagai realitas yang disampaikan pihak ketiga yang
independen (misalnya laporan rekening koran dari bank), objektivitas dianggap
sebagai hasil konsensus kelompok yang mengukur ataupun objektivitas diukur
dengan penentuan batas atau limit tertentu. dikenakan tarif upah kenaikan

5. Consistency Principle

Prosedur dan prinsip akuntansi yang sama dilaporkan pada periode yang
bersangkutan sehingga peristiwa yang sama dicatat dan dilaporkan secara
komsisten.

10
6. Disclosure Principle

Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure) mengharusakn laporan


akuntansi dibentuk dan disajikan berdasarkan peristiwa yang mempengaruhi
perusahaan dalam periode tersebut. Laporan keuangan diharapkan jujur (fair),
lengkap (full), dan memadai (adequate) agar piahk internal maupun ekternal dapat
mengambil manfaat dari informasi yang disajikan oleh laporan keuangan.

7. Conservatism Principle

Prinsip konservatisme atau pengecualian umumnya digunakan untuk hal yang


tidak menentu atau dalam kondisi ketidakpastian. Prinsip konservatisme kurang
penekanannya karena semakin banyak pihak yang mengutamakan jujur (fair) dan
dapat diandalkan.(reliable) pada setiap laporan keuangan yang disajikan.

8. Materiality Principle

Menurut APB Statement No 4 , prinsip materialitas mengandung arti bahwa


laporan keuangan hanyan menyangkut informasi yang dianggap penting (material)
dalam mempengaruhi penilaian.

9. Uniformity and Comparability Principle

Prinsip ini menekankan pada keseragaman dan dapat dibandingkan, yang


merupakan salah satu tujuan yang akan dicapai dalam penyusunan prinsip
akuntansi.

Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur
dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya dipengaruhi oleh fungsi
perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah.
Akuntansi komersial sebagai prinsip-prinsip dasar yang digunakannya bersifat
netral (tidak memihak) terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh akuntansi.
Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar akuntansi dapat digunakan atau berlaku bagi
akuntansi pajak, hanya memang terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan
keuangan fiscal yang berbeda. Kewajiban pembukuan, seperti telah dijelaskan
merujuk pada penjelasan pasal 13 Undang-undang Pajak Penghasilan dengan
prinsip dasar pembukuan, haruslah diselenggarakan dengan cara atau sistem yang
lazim dipakai di Indonesia, yaitu Standar Akuntansi Keuangan, kecuali perundang
undangan perpajakan menentukan lain.

Pada prinsip dasar akuntansi ini akan disampaikan hubungan akuntansi komersial
dengan pajak yang berawal dari prinsip dasar akuntansi dan selanjutnya diikuti
dengan prinsip dasar akuntansi dalam undang-undang perpajakan.

11
2.5 Hubungan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Pajak

Akuntansi komersial merupakan alat pembuktian jika administrasi perpajakan


melakukan pemeriksaan pajak (tax audit )untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan. Penghasilan yang dihitung menurut pembukuan wajib
pajak yang didasarkan pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK ) dapat berbeda
dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang dihitung berdasarkan ketentuan
pajak.
Perbedaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi perbedaan tetap (permanent
differences) dan perbedaan waktu (timing differences). Dengan demikian, apabila
terjadi perbedaan antara ketentuan akuntansi dengan ketentuan pajak, untuk
keperluan pelaporan dan pembayaran pajak maka Undang-Undang Perpajakan
memiliki prioritas untuk dipatuhi sehingga tidak menimbulkan kerugian material
bagi wajib pajak yang bersangkutan. Mekanisme penyesuaian akuntansi komersial
ke akuntansi pajak biasa disebut rekonsiliasi fiskal.

Hubungan Akuntansi Komersial Dengan Akuntansi Pajak:

 Komersial: Menyediakan laporan & informasi keuangan serta info lain


kepada pihak pengambil keputusan.

 Pajak: Menyajikan laporan ekuangan & informasi lain (tax compliance)


kepada administrasi pajak.

Konsep dasar akuntansi berlaku umum Laporan Keuangan Fiskal dan Komersial
meliputi:

 Accrual Basis: pengakuan transaksi saat terjadi, dilaporkan pada periode


tsb.
 Going Concern : mengasumsikan aktivitas perusahaan akan tetap
berlangsung terus.

Akuntansi komersial atau disebut juga akuntansi keuangan merupakan


aktivitas jasa yang menyediakan informasi keuangan untuk pengambilan
keputusan. Informasi ini diperoleh melalui suatu proses akuntansi, informasi
tersebut diperlukan oleh setiap entitas usaha untuk mengetahui posisi dan hasil
usahanya. Sehingga tujuan utamanya antara lain untuk menyediakan laporan
keuangan kepada manajemen dan pihak-pihak pemangku kepentingan.

Sedangkan Akuntansi fiskal atau biasa disebut akuntansi pajak merupakan


bagian dari akuntansi keuangan yang menekankan pada penyusunan laporan
perpajakan (Surat Pemberitahuan (SPT)) dan pertimbangan konsekuensi
perpajakan terhadap transaksi atau kegiatan perusahaan. Atau dengan kata lain
akuntansi pajak bertujuan menyediakan informasi keuangan perusahaan yang
ditujukan secara khusus kepada otoritas pajak sebagai salah satu pemenuhan
kepatuhan pajak (tax compliance).

12
Akuntansi komersial, dalam penyusunan dan penyajiannya, berpedoman
kepada standar yang berlaku umum, yaitu PSAK/IFRS. Sedangkan akuntansi
pajak berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.

2.6 Hubungan Istimewa dan Penilaian Kewajiban Dalam Transaksi

Hubungan Istimewa yang paling diperhatikan yaitu substansi hubungan yang


bukan hanya pada bentuk hukumnya seperti penyandang dana, serikat dagang,
perusahaan pelayanan umum (public utilities), satu-satunya pelanggan, pemasok
distributor dan lain sebagainya. Gambaran hubungan istimewa seperti:

1. Perusahaan melalui satu atau lebih perantara (intermediaries),


mengendalikan atau dikendalikan oleh atau berada di bawah pengendalian
bersama dengan perusahaan pelapor (termasuk holding companies,
subsidiaries, dan fellow subdiaries)’,
2. Perusahaan asosiasi (associated company)’,
3. Perorangan yang memiliki baik secara langsung, maupun tidak langsung,
suatu kepentingan hak suara di perusahaan pelapor yang berpengaruh
secara signifikan, dan anggota keluarga dekat dari perorangan tersebut.
Keluarga dekat dimaksud yaitu mereka yang dapat diharapkan
memengaruhi atau dipengaruhi perorangan dalam transaksinya dengan
perusahaan pelapor.
4. Karyawan kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan
kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi: anggota dewan komisaris,
direksi, dan manajer dari perusahaan serta anggota keluarga dekat orang-
orang tersebut; dan
5. Perusahaan di mana suatu kepentingan substansial dalam hak suara yang
dimiliki baik secara langsung maupun tidak langsung oleh setiap orang
sebagaimana disebutkan pada angka 3 dan angka 4 atau setiap orang
tersebut mempunyai pengaruh signifikan atas perusahaan tersebut. Hal ini
dimaksudkan mencakup perusahaan-perusahaan yang dimiliki anggota
dewan komisaris, direksi, atau pemegang saham utama dari perusahaan
pelapor dan perusahaan yang mempunyai anggota manajemen kunci yang
sama dengan perusahaan pelapor.

Berbagai macam metode yang digunakan untuk menentukan harga dalam


suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan istimewa (PSAK,
2009) yaitu:

13
1. Metode harga pasar bebas yang dapat diperbandingkan

Metode ini sering digunakan yang dalam implementasinya yaitu bila barang
atau jasa dipasok dalam suatu transaksi antara pihak yang mempunyai hubungan
istimewa, dan keadaan yang bersangkutan adalah serupa dengan keadaan dalam
transaksi perdagangan normal.

2. Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price)

Metode ini digunakan bila barang yang dialihkan antara pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebelum dijual kepada pihak yang independen
dan metode ini mengurangi harga penjualan kembali dengan suatu margin yang
wajar.

3. Metode Biaya Plus (Cost Plus Method)

Metode biaya plus sebagai pendekatan lain yang menambahkan suatu


kenaikan (mark up) tertentu pada biaya pemasok. Ukuran-ukuran yang dapat
membantu harga transfer yaitu hasil (return) yang dapat dibandingkan dalam
industri sejenis atas volume penjualan atau modal yang digunakan.

Suatu transaksi kadang kala dapat terjadi bahwa harga transaksi antara pihak
yang mempunyai hubungan istimewa tidak ditentukan menurut salah satu dari
metode pada angka 2 dan angka 3 bahkan sama sekali tidak ada harga yang
diperhitungkan. Sebagai contoh pemberian jasa manajemen tanpa
memperhitungkan imbalan atau pemberian pinjaman tanpa bunga. Akan tetapi di
sisi lain, kadang kala bahwa transaksi tersebut tidak dapat terjadi bila tidak
terdapat hubungan istimewa. Sebagai contoh umumnya suatu perusahaan yang
menjual sebagian besar produknya dengan harga pokok kepada induk perusahaan
akan mengalami kesulitan mendapatkan pelanggan lain bila suatu saat induk
perusahaan tidak membeli produk tersebut.

Permasalahan tetap pada hubungan istimewa bahwa adanya hubungan


istimewa ini mengakibatkan posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan dapat
terpengaruh atau dampak terhadap posisi keuangan dan hasil usaha pelapor
(Penyusun Laporan Keuangan). Oleh karenanya dalam akuntansi komersial
seperti tertuang dalam tujuan PSAK No. 7 menekankan pengungkapan pihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Sedangkan di dalam undang-undang
pajak penekanannya pada akibat yang terjadi terhadap transaksi yang ada
hubungan istimewa. Bila terdapat hubungan istimewa kemungkinan yang dapat
terjadi penghasilan dilaporkan kurang dari semestinya ataupun pembebanan biaya
melebihi dari jumlah yang seharusnya. Oleh karenanya perlu.menentukan kembali
besarnya penghasilan dan/atau biaya sesuai dengan keadaan bila para wajib pajak

14
tersebut tidak terdapat hubungan istimewa. Dalam menentukan kembali jumlah
penghasilan dan/atau biaya tersebut digunakan metode perbandingan harga antara
pihak yang independen (comparable uncontrolled price method), metode harga
penjualan kembali (resale price method), metode biaya- plus (cost-plus method),
atau metode lainnya seperti metode pembagian laba (profit split method) dan
metode laba bersih transaksional (transactional net margin method).

Kemungkinan dapat terjadinya adanya pernyertaan modal secara


terselubung dengan menyatakan modal tersebut sebagai utang, maka Direktur
Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal
perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan sebagai contoh, melalui indikasi
mengenai perbandingan antara modal dan utang yang lazim terjadi di antara para
pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau
indikasi lainnya. Pembahasan masalah debt to equity ratio akan disampaikan
dalamtsubbab tersendiri.

Khusus masalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18


ayat (4) Undang-Undang PPh ini menjelaskan hubungan istimewa di antara Wajib
Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterkaitan satu dengan yang lain
yang disebabkan karena:

1. Kepemilikan atau penyertaan modal;


2. Adanya penguasaan teknologi melalui manajemen atau penggunaan
teknologi.

Selain karena hal-hal tersebut di atas, hubungan istimewa di antara Wajib


Pajak Orang Pribadi dapat pula terjadi karena adanya hubungan darah atau
perkawinan.

Lebih lanjut hubungan istimewa sebagaimana dimaksud pada undang-undang


PPh.

1. Pasal 18 ayat (3)


Adanya hubungan istimewa, sehingga Direktur Jenderal Pajak perlu
menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta
menentukan utang sebagai modal untuk menghitung Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
Wajib Pajak lain.
2. Pasal 18 ayat (3a)
Melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak
Otoritas Pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antarpihak-
pihak yang mempunyai hubungan istimewa.

15
3. Pasal 18 ayat (3b)
Adanya Wajib Pajak yang melakukan pembelian saham atau aset
perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud
demikian dapat ditetapkan sebagai pihak sebenarnya melakukan
pembelian tersebut sepanjang Wajib Pajak yang bersangkutan mempunyai
hubungan istimewa dengan' pihak lain atau badan tersebut dan terdapat
ketidakwajaran dalam penetapan harga.
4. Pasal 18 ayat (3c)
Penjualan atau pengalihan saham perusahaan antara (conduit company
atau special purpose company) yang didirikan atau bertempat kedudukan
di negara yang memberikan perlindungan pajak (tax heaven country) yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia
dapat ditetapkan sebagai penjualan atau pengalihan saham badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau bentuk usaha tetap
di Indonesia.
5. Pasal 18 ayat (3d)
Besarnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan
perusahaan lain yang tidak didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dapat ditentukan kembali, dalam hal pemberi kerja mengalihkan
seluruh atau sebagian penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
negeri tersebut ke dalam bentuk biaya pengeluaran lainnya yang
dibayarkan kepada perusahaan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia tersebut.

Dianggap ada hubungan istimewa apabila dipenuhinya syarat:

1. Wajib Pajak mempunyai pernyertaan modal langsung atau tidak langsung


paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada Wajib Pajak lain, atau
hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula
hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir; atau
2. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib
Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; atau
3. terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat.

Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa adanya hubungan istimewa


dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan

16
modal sebesar 25% (dua puluh lima persen atau lebih secara langsung ataupun
tidak langsung. Sebagai contoh PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan
saham oieh PT A merupakan penyertaan langsung, Bila PT B mempunyai 50%
saham PT C, maka PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung
mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Kondisi demikian antara PT A,
PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Tetapi bila PT A juga
memiliki 25% saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D dianggap terdapat
hubungan istimewa. Tentu saja hubungan kepemilikan sebagaimana diuraikan di
atas dapat terjadi antara orang pribadi atau badan.

17
BAB III

KESIMPULAN

Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur
dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya dipengaruhi oleh fungsi
perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah.
Akuntansi komersial sebagai prinsip-prinsip dasar yang digunakannya bersifat
netral (tidak memihak) terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh akuntansi.
Oleh karena itu, prinsip-prinsip dasar akuntansi dapat digunakan atau berlaku bagi
akuntansi pajak, hanya memang terdapat karakteristik dan tujuan pelaporan
keuangan fiscal yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

18
Waluyo.2017. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat
https://akuntansiz.blogspot.com/2018/01/hubungan-akuntansi-komersial-dan.html

http://archipelagowithlove.blogspot.com/2012/04/prinsip-dasar-akuntansi-
pajak.html

19

También podría gustarte