Está en la página 1de 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan
menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma
gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu
defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau
keduanya.

II. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and
Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1. Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
1) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami
obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2. Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan
hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin
diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai
oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II
terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin.

III.ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-
reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang
meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI
terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan
system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu
yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia
(Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung
insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan,
terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

sel β pancreas hancur Jmh sel β pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukoneogenesis Gliserol asam lemak


Glukosuria
meningkat bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis ketonuria

coma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh
dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan
makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur
karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa
ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,1995).

V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus
apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes
Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah,
Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung
koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan
kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
bawah distal

VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK


Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah
yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada
satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.

VIII. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta
neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa
darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola
aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita
dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.

3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya.

4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor

2). Mekanisme kerja Biguanida


Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan
subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa
factor antara lain:
 lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan,
dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan
setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar
tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu
30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang
berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat
absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
 Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u
– 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada
kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan
suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2. PK : Infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor
biologis.
4. PK: Hipo / Hiperglikemi
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi
aktifitas, penurunan kekuatan otot
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber
informasi.
8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
9. Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

X. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :  Respon nyeri sangat
askep selama 3 x 1. Lakukan pegkajian nyeri individual sehingga
24 jam tingkat secara komprehensif termasuk penangananyapun
kenyamanan klien lokasi, karakteristik, durasi, berbeda untuk
meningkat, dan frekuensi, kualitas dan 8ontro masing-masing
dibuktikan dengan presipitasi. individu.
level nyeri: klien 2. Observasi reaksi  Komunikasi yang
dapat melaporkan nonverbal dari terapetik mampu
nyeri pada ketidaknyamanan. meningkatkan rasa
petugas, frekuensi 3. Gunakan teknik percaya klien
nyeri, ekspresi komunikasi terapeutik untuk terhadap perawat
wajah, dan mengetahui pengalaman nyeri sehingga dapat lebih
menyatakan klien sebelumnya. kooperatif dalam
kenyamanan fisik 4. Kontrol 8ontro program manajemen
dan psikologis, TD lingkungan yang nyeri.
120/80 mmHg, N: mempengaruhi nyeri seperti  Lingkungan yang
60-100 x/mnt, RR: suhu ruangan, pencahayaan, nyaman dapat
16-20x/mnt kebisingan. membantu klien
Control nyeri 5. Kurangi 8ontro untuk mereduksi
dibuktikan dengan presipitasi nyeri. nyeri.
klien melaporkan 6. Pilih dan lakukan  Pengalihan nyeri
gejala nyeri dan penanganan nyeri dengan relaksasi dan
control nyeri. (farmakologis/non distraksi dapat
farmakologis).. mengurangi nyeri
7. Ajarkan teknik non yang sedang timbul.
farmakologis (relaksasi,  Pemberian analgetik
distraksi dll) untuk mengetasi yang tepat dapat
nyeri.. membantu klien
8. Berikan analgetik untuk untuk beradaptasi
mengurangi nyeri. dan mengatasi nyeri.
9. Evaluasi tindakan
pengurang nyeri/8ontrol
nyeri.
10. Kolaborasi dengan dokter
bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak
berhasil.
11. Monitor penerimaan  Tindakan evaluatif
klien tentang manajemen terhadap penanganan
nyeri. nyeri dapat dijadikan
rujukan untuk
Administrasi analgetik :. penanganan nyeri
1. Cek program pemberian yang mungkin
analogetik; jenis, dosis, dan muncul berikutnya
frekuensi. atau yang sedang
2. Cek riwayat alergi.. berlangsung.
3. Tentukan analgetik
pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal.
4. Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan gejala
efek samping.
2 PK : Infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan gejala infeksi  Penularan infeksi
askep selama 5 x primer & sekunder dapat melalui
24 jam perawat 2. Bersihkan lingkungan pengunjung yang
akan menangani / setelah dipakai pasien lain. mempunyai penyekit
mengurangi 3. Batasi pengunjung bila menular.
komplikasi perlu.  Tindakan antiseptik
defsiensi imun 4. Intruksikan kepada dapat mengurangi
keluarga untuk mencuci pemaparan klien dari
tangan saat kontak dan sumber infeksi
sesudahnya.  Pengunaan alat
5. Gunakan sabun anti pengaman dapat
miroba untuk mencuci tangan. melindungi klien dan
6. Lakukan cuci tangan petugas dari
sebelum dan sesudah tindakan tertularnya penyakit
keperawatan. infeksi.
7. Gunakan baju dan sarung  Perawatan luka setiap
tangan sebagai alat pelindung. hari dapat
8. Pertahankan teknik mengurangi
aseptik untuk setiap tindakan. terjadinya infeksi
9. Lakukan perawatan luka serta dapat untuk
dan dresing infus setiap hari. mengevaluasi kondisi
10. Amati keadaan luka dan luka.
sekitarnya dari tanda – tanda  Penemuan secara dini
meluasnya infeksi tanda-tanda infeksi
11. Tingkatkan intake dapat mempercepat
nutrisi.dan cairan penanganan yang
12. Berikan antibiotik sesuai diperlukan sehingga
program. klien dapat segera
13. Monitor hitung terhindar dari resiko
granulosit dan WBC. infeksi atau terjadinya
14. Ambil kultur jika perlu infeksi dapat dibatasi.
dan laporkan bila hasilnya  Pengguanan teknik
positip. aseptik dan isolasi
15. Dorong istirahat yang klien dapat
cukup. mengurangi
16. Dorong peningkatan pemaparan dan
mobilitas dan latihan. penyebaran infeksi.
17. Ajarkan keluarga/klien  Satus nutrisi yang
tentang tanda dan gejala adekuat, istirahat
infeksi. yang cukup serta
mobilisasi dan latihan
yang teratur dapat
meningkatkan
percepatan proses
penyembuhan luka.
 Hasil kultur positif
menunjukan telah
terjadi infeksi.

3 Ketidakseim Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi dan


bangan askep selama 3x24 1. kaji pola makan klien monitor nutrisi yang
nutrisi jam klien 2. Kaji adanya alergi makanan. adekuat dapat membantu
kurang dari menunjukan status 3. Kaji makanan yang disukai klien mendapatkan nutrisi
kebutuhan nutrisi adekuat oleh klien. sesuai dengan kebutuha
tubuh dibuktikan dengan 4. Kolaborasi dg ahli gizi tubuhnya.
BB stabil tidak untuk penyediaan nutrisi terpilih
terjadi mal nutrisi, sesuai dengan kebutuhan klien.
tingkat energi 5. Anjurkan klien untuk
adekuat, masukan meningkatkan asupan nutrisinya.
nutrisi adekuat 6. Yakinkan diet yang
dikonsumsi mengandung cukup
serat untuk mencegah
konstipasi.
7. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi dan
pentingnya bagi tubuh klien.
Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama
makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual
muntah.
6. Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan
kalori.
4 PK: Hipo / Setelah dilakukan Managemen Hipoglikemia: Hipoglikemia dapat
Hiperglikemi askep 3x24 jam 1. Monitor tingkat gula darah disebabkan oleh insulin
diharapkan perawat sesuai indikasi yang berlebian,
akan menangani dan 2. Monitor tanda dan gejala pemasukan makanan yg
meminimalkan hipoglikemi ; kadar gula darah tidak adekuat, aktivitas
episode hipo / < 70 mg/dl, kulit dingin, fisik yang berlebiha,
hiperglikemia. lembab pucat, tachikardi, peka Hipoglikemia akan
rangsang, gelisah, tidak sadar , merangsang SS simpatis
bingung, ngantuk. u/ mengeluarkan
3. Jika klien dapat menelan adrenalin, klien menjadi
berikan jus jeruk / sejenis jahe berkeringat, akral dingin,
setiap 15 menit sampai kadar gelisah dan tachikardi.
gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV
sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi
untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi Hiperglikemia
2. Monitor tanda dan gejala dipengaruhi oleh beberapa
diabetik ketoasidosis ; gula factor diantaranya: terlalu
darah > 300 mg/dl, pernafasan banyak makan / kurang
bau aseton, sakit kepala, makan, terlalu sedikit
pernafasan kusmaul, anoreksia, insulin, dan kurang
mual dan muntah, tachikardi, aktivitas.
TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia,
keletihan, pandangan kabur atau
kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai
indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai
kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika
tanda dan gejala Hiperglikemia
menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika
terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah
>250 mg/dl khususnya adanya
keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi
( frekuensi & irama, warna
kulit, waktu pengisian kapiler,
nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai
kebutuhan
4 Kerusakan Setelah dilakukan Wound care Pengkajian luka akan
integritas askep 6x24 jam 1. Catat karakteristik lebih
jaringan Wound healing luka:tentukan ukuran dan realible dilakukan oleh
meningkat: kedalaman luka, dan klasifikasi pemberi asuhan yang
Dengan criteria pengaruh ulcers sama dengan posisi yang
Luka mengecil 2. Catat karakteristik cairan secret sama dan tehnik yang
dalam ukuran dan yang keluar sama
peningkatan 3. Bersihkan dengan cairan anti
granulasi jaringan bakteri
4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
5. Lakukan nekrotomi K/P
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dressing dengan kasa steril
sesuai kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan tehnik dressing
steril ketika melakukan
perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada
balutan
11. Bandingkan dan catat setiap
adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari
tekanan
5 Kerusakan Setelah dilakukan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
mobilitas Askep 6x24 jam 1. Pastikan keterbatasan gerak ROM exercise membantu
fisik dapat teridentifikasi sendi yang dialami mempertahankan
Mobility level 2. Kolaborasi dengan fisioterapi mobilitas sendi,
Joint movement: 3. Pastikan motivasi klien untuk meningkatkan sirkulasi,
aktif. mempertahankan pergerakan mencegah kontraktur,
Self care:ADLs sendi meningkatkan
Dengan criteria 4. Pastikan klien untuk kenyamanan.
hasil: mempertahankan pergerakan
1. Aktivitas fisik sendi
meningkat 5. Pastikan klien bebas dari nyeri
2. ROM normal sebelum diberikan latihan
3. Melaporkan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif:
perasaan jadual; keteraturan, Latih ROM
peningkatan pasif.
kekuatan Exercise promotion
kemampuan 1. Bantu identifikasi program
dalam bergerak latihan yang sesuai Pengetahuan yang cukup
4. Klien bisa 2. Diskusikan dan instruksikan akan memotivasi klien
melakukan pada klien mengenai latihan untuk melakukan latihan.
aktivitas yang tepat
5. Kebersihan diri Exercise terapi ambulasi
klien terpenuhi 1. Anjurkan dan Bantu klien Meningkatkan dan
walaupun dibantu duduk di tempat tidur sesuai membantu berjalan/
oleh perawat atau toleransi ambulasi atau
keluarga 2. Atur posisi setiap 2 jam atau memperbaiki otonomi dan
sesuai toleransi fungsi tubuh dari injuri
3. Fasilitasi penggunaan alat
Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing,
feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi untuk kegiatan
Memfasilitasi pasien
mandi dan kebersihan diri,
dalam memenuhi
berpakaian, makan dan toileting
kebutuhan perawatan diri
klien
untuk dapat membantu
2. Berikan bantuan kebutuhan
klien hingga klien dapat
sehari – hari sampai klien dapat
mandiri melakukannya.
merawat secara mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan
diri klien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan
aktivitas normal keseharian
sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
6 Kurang Setelah dilakukan askepTeaching : Dissease Process
pengetahuan selama 3x24 jam,
1. Kaji tingkat pengetahuan klien Dengan pengetahuan yang
tentang pengetahuan klien dan keluarga tentang proses cukup maka keluarga
penyakit dan meningkat. penyakit mampu mengambil
perawatan Knowledge : Illness 2. Jelaskan tentang patofisiologi peranan yang positif
nya Care dg kriteria : penyakit, tanda dan gejala serta dalam program
1 Tahu Diitnya penyebab yang mungkin pembelajaran tentang
2 Proses penyakit 3. Sediakan informasi tentang proses penyakit dan
3 Konservasi energi kondisi klien perawatan serta program
4 Kontrol infeksi 4. Siapkan keluarga atau orang- pengobatan.
5 Pengobatan orang yang berarti dengan
6 Aktivitas yang informasi tentang perkembangan
dianjurkan klien
7 Prosedur 5. Sediakan informasi tentang
pengobatan diagnosa klien
8 Regimen/aturan 6. Diskusikan perubahan gaya
pengobatan hidup yang mungkin diperlukan
9 Sumber-sumber untuk mencegah komplikasi di
kesehatan masa yang akan datang dan atau
10 Manajemen kontrol proses penyakit
penyakit 7. Diskusikan tentang pilihan
tentang terapi atau pengobatan
8. Jelaskan alasan dilaksanakannya
tindakan atau terapi
9. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau memperoleh
alternatif pilihan
10. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
11. Anjurkan klien untuk mencegah
efek samping dari penyakit
12. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
13. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
14. kolaborasi dg tim yang lain.
7 Defisit self Setelah dilakukan Bantuan perawatan diri Bantuan perawatan diri
care asuhan 1. Monitor kemampuan pasien dapat membantu klien
keperawatan 3x24 terhadap perawatan diri dalam beraktivitas dan
jam klien mampu 2. Monitor kebutuhan akan melatih pasien untuk
Perawatan diri personal hygiene, berpakaian, beraktivitas kembali.
Self care :Activity toileting dan makan
Daly Living 3. Beri bantuan sampai klien
(ADL) dengan mempunyai kemapuan untuk
indicator : merawat diri
 Pasien dapat 4. Bantu klien dalam memenuhi
melakukan kebutuhannya.
aktivitas sehari- 5. Anjurkan klien untuk
hari (makan, melakukan aktivitas sehari-hari
berpakaian, sesuai kemampuannya
kebersihan, 6. Pertahankan aktivitas
toileting, perawatan diri secara rutin
ambulasi) 7. Evaluasi kemampuan klien
 Kebersihan diri dalam memenuhi kebutuhan
pasien terpenuhi sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit
EGC, Jakarta.

NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 – 2006, USA

www.medicastore.com, 2004, Informasi tentang penyakit : Diabetes Melitus.

También podría gustarte