Está en la página 1de 18

1

Bab 1
Pendahuluan

1.1 Latar belakang


Persalinan dalah serangkaian proses yang berakhir dengan pengeluaran
hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimuali dengan kontraksi persalinan yang
ditandai dengan perubahan progresif pada serviks dan diakhiri dengan
kelahiran plasenta.
Pada kondisi normal proses kehamilan akan diakhiri dengan proses
persalinan, kehamilan memiliki batas waktu tersendiri yang ditemukan oleh
kemampuan uterus untuk meregang. Perubahan hormon progesteron yang
menurun, peningkatan produksi homon oksitosin, peningkatan hormon
prostaglandin, dan pengaruh dari hipotalamus.
Setiap ibu hamil menginginkan ketika saatnya persalinan nanti tiba
semuanya berjalan lancar dan normal. Kemudian bayi yang dikandung selama
sembian bulan dapat terlahir dengan selamat dan sempurna. Namun,
adakalanya persalinan normal yang diharapkan terjadi karena salah satunya
diabntu oleh tindakan induksi.
Induksi persalinan adalah suatu upaya stimulasi mulainya proses
persalinan, yaitu dari tidak ada tanda-tanda persalinan, kemudian di stimulasi
menjadi ada dengan menimbulkan mulas/his. Cara ini dilakukan sebagai
upaya medis untuk mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal.
Dan dimakalah ini akan dijelaskan mengenai konsep mengenai induksi
persalinan.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui dan memahami konsep induksi persalinan serta
asuhan keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan induksi
persalinan.
1.2.2 Tujuan khusus
a. Diketahuinya definisi induksi persalinan.
2

b. Diketahuinya indikasi dan kontraindikasi induksi persalinan.


c. Diketahuinya metode induksi persalinan.
d. Diketahuinya komplikas dari induksi persalinan
e. Diketahuinya risiko melakukan induksi
f. Diketahuinya asuhan keperawatan pasien dengan induksi persalinan
3

Bab 2
Tinjauan teori

2.1 Induksi persalinan


2.1.1 Definisi
Induksi adalah usaha atau tindakan merangsnag (stimulan) kontraksi uterus
sebelum tanda dan gejala persalinan spontan terjadi( Emi, 2000). Dengan tujuan
timbulnya katifitas uterus yang mampu untuk menghasilkan pembukaan serviks
dan penurunan janin serta menghindari terjadinya hiperstimulasi dan gawat
janin. Konraksi yang diharapkan berlangsung selama 45-60 deik setiap 3 menit
(Hary, 2000).
Induksi banyak dilakukan guna mempercepat proses persalinan. Prosedur
induksi dengan menambah kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan
janinnya dalam usaha menuju well born baby dan well health mother, sehingga
dibutuhkan indikasi yang tepat, waktu yang baik, dan disertai evaluasi yang
cermat. Kemudian, untuk menanggapi atau menghadapi komplikasi dan tindakan
leboh lanjut, induksi persalinan harus dilakukan di rumah sakit yang memiliki
fasilitas tindakan operasi (Ida Bagus, 2000).
2.1.2 Indikasi dan kontarindikasi induksi persalinan
Menurut Yayan (2009), berikut adalah beberapa keadaan yang dapat
menjadi indikasi dan kontraindikasi dilakukannya prosedur induksi persalinan :
a. Indikasi
1. Ibu hamil tidak mersasakan adanya kontraksi (his). Padahal
kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih
(lewat 9 bulan).
2. Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya
ibu menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau
mengidap diabetes.
3. Ukuran janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam
kandungan diduga akan beresiko/ membahaykan hidup janin.
4. Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
4

5. Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.


Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan,
antara lain adalah sebagai berikut :
Indikasi darurat
1. Hipertensi gestasuional yang berat
2. Diduga komplikasi janin yang akut
3. PIT (IUGR) atau Intra Uterine Growth Restriction yang berat, adalah
keadaan dimana bayi gagal tumbuh sesui harapan (lebih kecil) dari ukuran
normalnya saat berada di dalam rahim.
4. Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan.
5. APH (Antepartum Hemoragik) yang bermakna dari koriamnionitis. APH
merupakan perdarahan dari traktus genitalis yang terjadi antara kehamilan
minggu ke-28 dan awal partus. Sedangkan koriamnionitis adalah infeksi
bakteri terutama yang berasal dari traktus urogenitalis ibu. Awal mula
infeksi berasal dari vagina, anus, kemudian menjalar ke rahim.
Indikasi segera (Urgent)
1. KPD (ketuban pecah dini) saat aterm (usia kehamilan ibu antara 38-42
minggu) atau dekat aterm.
2. PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat) tanpa bukti adanya komplikasi akut
3. DM yang tidak terkontrol
4. Penyakit iso-imun saat atrem atau dekat aterm
Indikasi tidak segera (non-urgent)
1. Kehamilan post-term
2. DM terkontrol baik
3. Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya
4. Kematian janin
5. Problem logistik (persalinan cepat, jalan ke rumah sakit)

Untuk dapat melakukan induksi perlu diperhatikan beberapa kondisi


dibawah ini, yaitu :
5

1. Sebaiknya serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dam
menipis serta sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu
serviks mengarah ke depan.
2. Tidak ada disproposri sefalopelvik (CPD)
3. Tidak terdapat kelainan letak janin yang tidak dapat dibetulkan
4. Sebaiknya kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul
Jika kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi persalinan
mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.
b. Kontraindikasi
1. Disproposi sefalopelvik
2. Insufisiensi plasenta
3. Malposisi dan malpresentasi
4. Plasenta previa
5. Gemeli
6. Distensi rahim yang berlebihan
7. Grande multipara
8. Cacat rahim
2.1.3 Metode induksi persalinan
Menurut Ema (2008), keberhasilan induksi bergantung pada kondisi serviks
yang matang. Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut,serviks berada
pada posisi anterior, penipisannya lebih dari 50% dan dilatasi 2 cm atau lebih.
Menurut Bishop, ada 13 point scoring untuk memperoleh kemungkinan klien
dilakukan induksi persalinan. Di Indonesia, pelaksanaan induksi didasarkan pada
scoring yang sedikit berbeda. Ketetuan penilaian menurut Saifudin (2002) jika
skor lebih dari dan sama dengan 6, induksi cukup dilakukan dengan oksitosin.
Sedangkan jika skor kurang dari dan sama dengan 5, perlu dilakukan
pematangan serviks terlebih dahulu dengan pemberian prostaglandin atau
pemasangan foley kateter.
6

Tabel 2.1
Berikut beberapa metode yang digunakan dalam proses induksi :
1. Pemecahan ketuban (Amniotomi)
Pemecahan ketuban dengan disengaja merupakan salah satu bentuk
induksi maupun akselerasi persalinan. Dengan keluarnya sebagian air
ketuban terjadi pemendekan otot rahim sehingga otot rahim lebih efektif
berkontraksi. Pemecahan ketuban mendukug pembentukan prostaglandin
yang akan merangsang persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus.
Pemecahan ketuban harus dilakukan dengan memperhitungkan
banyak hal diantaranya adalah ada tidaknya polihidroamnion, presentasi
muka, tapi pusat terkemuka, vasa previa, adanya presentasi selain kepala.
Presentasi bagian bawah selain kepala merupakan kontraindikasi
dialkukannya amniotomi.
Kepala janin yang belum masuk ke pintu atas panggul atau janin kecil
juga merupakan kontraindikasi pemecahan ketuban, karena kedua kondisi
tersebut menjadi faktor pemicu terjadinya prolaps tali pusat. Prolaps tali
pusat dapat menimbulkan asfiksia intra uterin yang akibatnya talipusat
terjepit di antara panggul dan kepala janin.
Selain itu, ketuban dan kulit ketuban merupakan sesuatu yang
berfungsi melindungi janin dala, rahim, perlindungan terhadap infeksi dan
perlindungan trhadap taruma.
7

Koriamnionitis (infeksi korion dan manion) sering terjadi akibat


pecahnya ketuban yang lama (lebih dari 24 jam). Klien dengan
koriamnionitis mengalami demam pada ibu, takikardia pada ibu dan janin,
uterus lunak, dinding vagina hangat, cairan ketuban purulen dan berbau
tidak sedap. Amniotomi dini (pembukaan 2 cm) cenderung mengakibatkan
amnionitis lebih lanjut, hiperstimulasi uterus, dan gawat janin
dibandingkan dengan amniotomi pada akhir (pembukaan 5 cm).
Ada beberapa teknik yang digunakan dalam tindakan amniotomi yaitu
sebagai berikut :
1) Stripping of the membrane ( melepaskan ketuban dari bagian
bawah rahim)
Merupakan teknik melepaskan ketuban dari dinding segmen
bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin dengan jari tangan.
Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya his.
2) Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua elektrode, yang satu diletakkan di dalam serviks,
sedang yang lain ditempelkan pada kulit dindign perut, kemudian
dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk
menimbulkan kontraksi rahim, bentuk alat ini bermacam-macam
bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-bawa
dan ibu tidak perlu tinggal di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu
dijelaskan dan disetujui pasien.
3) Rangsangan pada puting susu
Rangsangan puting susu dapat mempengaruhi hipofisis anterior
untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim.
Pada salah satu puting susu, atau daerah puting dan aerola mamae
diberi minyak pelicin, kemudian dilakukan massase selama 30-60
menit, kemudian istirahat beberapa jan dan silakukan lagi, sehingga
dalam satu hari maksimal 3 jam. Tidak dianjurkan melakukan tindakan
ini pada kedua payudara secara bersamaan, karena ditakutkan
terjadinya perangsangan berlebihan.
8

2. Pemberian oksitosin drip


Oksitosin adalah suatu peptida yang diperlukan dari bagian hipofisis
posterior. Pada kondisi oksitosin yang kurang dapat memperlambat proses
persalinan, sehingga diperlukan pemberian oksitosin intravena melalui
infuse. Oksitosin meningkatkan kerja sel otot polos yang diam dan
memperlambat konduksi aktivitas elektrik sehingga mendorong
pengerahan serat-serat otot yang lebih banyak berkontraksi dan akiabtnya
akan meningkatkan kekuatan dari kontraksi yang lemah.
Sensitivitas uterus sangat bervariasi dari satu persalinan ke persalinan
berikutnya walaupun pada ibu yang sama, oleh karena itu pemberian dosis
harus disesuaikan dengan aktivitas dan kontraksi . distress janin dapat
terjadi akibat stimulasi berlebihan. Selain itu oksitosin telah terbukti
meningkatkan rasa nyeri yang dialami ibu dan meningkatkan risiko
hiperstimulasi.
Pemberian oksitosin intravena melalui infuse perlu prosedur yang
benar dan pengawasan yang intensif guna menghindari beberapa hal
sebagai berikut:
a. Gawat janin akibat hiperstimulasi uterus
b. Terjadi ruptur uteri terlebih pada ibu yang multipara
c. Pada ibu dengan serviks yang belum matang, pemberian oksitosin akan
menimbulkan kegagalan persalinan pervaginam. Pada kondisi serviks
yang belum matang diperlukan 12-18 jam untuk mematangkan serviks
sebelum dilakukan pemberian oksitosin
Oleh karena itu, sebelum dilakuakn tindakan pemberian oksitosin
drip, perlu dilakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap skor bishop,
tekanan darah, denyut nadi, kontraksi uterus, relaksasi uterus, denyut
jantung janin, dan kecepatan cairan infuse oksitosin.
Induksi mulai diberikan melalui infuse dekstrose atau garam fisiologis
dengan ketentuan sebagai berikut :
1) 2,5 unit oksitosin dalam 500 cc dekstrose atau garam fisiologis,
pemberian muali dari 10 tetes permenit.
9

2) Tetesan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit sampai kontraksi adekuat.


Kontraksi yang diharapkan 3 kali kontraksi yang lamanya lebih dari 40
detik. Ketika kontraksi uterus adekuat telah tercapai maka infuse
dipertahankan sampai terjadi kelahiran bayi.
3) Pada kondisi uterus berkontraksi lebih dari 60 detik atau lebih dari 4
kali dalam 10 menit (hiperstimulasi) saat berlangsung induksi
persalinan, maka infuse segera dihentikan dan diberikan Terbutalin 250
mcg Intra Vena, pelan-pelan selama 5 menit. Atau, salbutamol 5 mg
dalam 500 ml cairan ringer laktat atau garam fisiologis dengan 10 tetes
permenit.
4) Pada konisi ibu yang telah diinduksi, namun kontraksi adekuat yang
diharapkan tidak tercapai, maka konsentrasi dinaikkan menjadi 5 unit
dalam 500 cc dekstrose atau garam fisiologis. Dimulai dengan 30
tetesan permenit dan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit.
5) Apabila konsentrasi sudah dinaikkan, namun kontraksi juga belum
adekuat. Pada ibu primipara konsentrasi oksitosin dinaikkan menjadi
10 unit dalam 500 dekstrose atau graam fisiologis, diberikan mulai 30
tetes permenit dan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit.
3. Pemberian prostaglandin
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi
persalinan.pemberian prostaglandin mengurangi angka kegagalan induksi,
sehingga dapat meningkatkan jumlah persalinan pervaginam.
Prostaglandin dapat diberikan melalui rute intravena, per oral, intra
servikal, atau transvaginal.
Ada dua unsur yang sejak lama digunakan pada induksi persalinan yaitu
prostaglandin E1, yang dikenal dengan nama Misoprosotol atau Cytotec
dan prostaglandin E2, yang dikenal dengan nama Cervidil atau Previdil.
10

Prostaglandin E1 (Misoprotol atau Prostaglandin E2 (Cerviidl atau


Cytotec Previdil)
Berfungsi dalam menigkatkan Diberikan 3 mg atau 2-3 mg pada
kematangan serviks forniks posterior vagina. Diulang
dika setiap 6 jam tidak ada
kontraksi.
Digunakan hanya pada kasus-kasus Pemberian prostaglandin
tertentu seperti pre-eklampsia berat diberhentikan dan dimulai dengan
atau eklampsia, kematian janin lebih pemberian oskitosin drip jika
dari 4 minggu dan belum inpartu dan ketuban pecah, pematangan
terdapat tanda-tanda gangguan serviks telah tercapai, persalinan
pembekuan darah. telah berlangsung, atau pemakaian
prostaglanding sudah 24 jam.
Diberikan secara per-oral, sublingual, Cervidil aman dan nymaan
dan pervaginam (di forniks posterior digunakan pada ibu yang rawat
vagina). jalan
Misoprostol pervaginam diberikan Prepisil adalah gel yang diberikan
dengan dosis 25 mcg, dan diberikan melalui spuit yang berisi 0,5 mg
ulang setleh 6 jam tidak ada his dinoprosotol kedalam serviks
(konraksi), jika 2 kali pemberian tidak (didalam ostium uteri internum)
terdapat his, maka dosis dinaikkan
menjadi 25 mcg setiap 6 jam (jika
melebihi menyebabka ruptur uteri)
Tabel 2.2
4. Pemasangan kateter foley
Merupakan alternatif lain disamping pemberian protaglandin untuk
meningkatkan serviks dan induksi persalinan. Pemasangan kateter ini tidak
disaranakn pada riwayat perdarahan, ketuban pecah, pertumbuhan janin
terhambat, atau adanya infeks vagina.
Kateter foley dipasang dengan menggunaakn forceps desinfeksi
tingkat tinggi (DTT), dan dipastikan bahwa ujung kateter telah melewati
11

ostium uteri internum. Setelah dipasang balon kateter dikembangkan


dengan 10 cc air. Kateter didiamkan sampai timbul kontraksi uterus atau
sampai batas maksimal 12 jam.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian, pada ibu yang pernah
mengalami persalinan (nulipara), induksi persalinan yang lebih baik
adalah pemasangan balon kateter dibandingkan dengan misoprosotol.
2.1.4 Komplikasi
Menurut Ema (2008) berikut komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan
induksi :
a. Gangguan kenyamanan berupa nyeri persalinan
b. Meningkatkan kebutuhan obat analgetik baik general maupun epidural
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
c. Resiko hiperstimulasi uteri akibat terjadinya ruptur uteri
d. Nausea, vomitus, diare,
e. Aktifitas uterius yang tidak terkoordinasi, penurunan output urine,
hipotensi, edema pulmonary, kelahiran cesaria akibat dari induksi
oksitosin
f. Timbulnya decelerasi variable, resiko infeksi, dan perubahan posisi janin
pada induksi dengan metode amniotomi
g. Pada kondisi panggul yang sempit, amniotomi dapat menyebabkan edema
serviks, kaput sekadanu, dan
2.1.5 Risiko melakukan induksi

Menurut Yayan (2009), risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi


diantaranya adalah :

a. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan. Itu sebabnya induksi harus


dilakukan dalam pengawasan yang ketat dari dokter yang menangani. Jika
ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkan, biasanya
proses induksi dihentikan dan dilakukan operasi caesar.
b. Janin akan merasa tidak nyaman sehingga dapat membuat bayi mengalami
gawat janin (stress pada bayi). Itu sebabnya selama proses induksi
12

berlangsung, penolong harus memantau gerak janin. Bila dianggap terlalu


beresiko menimbulkan gawat jnain, proses induksi dihentikan.
c. Dapat merobek bekas jahitan operasi caesar. Hal ini bisa terjadi pada
sebelumnya pernah di operasi caesar, lalu menginginkan kelahiran normal.
d. Emboli. Meski kemungkinannya sangat kecil sekali namun tetap harus
diwaspadai. Emboli terjadi apabila air ketuban yang pecah masuk ke
pembuluh darah dan menyangkut di otak ibu, atau paru-paru. Bila terjadi
dapat merenggut nyawa ibu seketika.
2.1.6 Asuhan keperawatan
2.1.6.1 Pengkajian
A. Anamnesa
Berisi mengenai identitas lengkap pasien. Seperti nama, jenis kelamin,
umur, tempat dan tanggal lahir.
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat kesehatan dahulu
pasien mungkin sebelumnya memiliki riwayat penyakit hipertensi
diabetes melitus, atau sebelumnya pernah mengalami HKK (Hipertensi
Karena Kehamilan).
3. Riwayat kesehatan sekarang
4. Riwayat kehamilan sebelumnya
5. Riwayat melahirkan sebelumnya
6. Riwayat kesehatan keluarga
C. Pameriksaan fisik (per sistem)
Pengkajian nyeri PQRST :
P (paliatif) : nyeri diakibatkan oleh adanya kontraksi (his) uterus akibat
dari induksi persalinan
Q (Quantity) : nyeri terasa seperti melilit ( sensasi dan persepsi nyeri
berbeda pada setiap pasien. Nyeri terjadi selama kurang lebih 4 menit
sekali.
R (rasio) : nyeri pada sekitar uterus, hingga nyeri panggul.
13

S (Skala) : ditunjukkan nyeri skala 8


T (Timing) : nyeri dirasakan secara akut dan bertahap, nyeri dirasakan
setia 40-60 detik sekali selama 4 menit.
1. Sirkulasi
Peningkatan tekanan darah (TD), yang dapat menandakan ansietas atau
hipertensi karena kehamilan (HKK); penurunan TD dapat menandakan
hipotensi telentang atau dehidrasi. Pola pernapasan dispnea akibat
nyeri.
2. Makanan/ cairan
Penurunan berat nadan ibu 2,5-3 lb dapat dihubungkan dengan
pascamaturitas atau penurunan berat badan janin.
3. Neurosensori
Refleks tendon mungkin cepat 3+ pada HKK; adanya klonus
menandakan eksitabilitas berat.
4. Nyeri/ ketidaknyamanan
Nyeri yang diakibatkan oleh kontraksi (his) uterus akibat rangsangan
induksi secara mekanis (amniotomi, pemasangan kateter foley)
maupun kimiawi (oksitosin dan prostaglandin). Pola kontraksi dapat
diketahui melalui palpasi uterus. Pasien tampak berkeringat dan
meringis.
5. Keamanan
Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa kontraksi ( pada atau
mendekati term). Peningkatan suhu (infeksi pada adanya pecah
ketuban lama). Denyut jantung janin (DJJ) mungkin lebih dari 160
dpm bila praterm, hipoksik, atau septic. Ukuran janin dapat
menentukan penurunan berat badan; kematian janin. Ukuran janin
dapat menandakan distres janin pada presentasi verteks. Fundus dapat
lebih rendah dari yang diantisipiasi untuk term, pada retardasi
pertumbuhan intaruterus berkenaan dengan keterlibatan vaskular
maternal. Riwayat adanya koriamnionitis, diabetes, hipertensi,
pascamaturitas.
14

6. Seksualitas
Persalinan yang tergesa-gesa (atau cepat) pada kehamilan sebelumnya;
serviks mungkin matang (kira-kira 50% penonjolan dan dilatasi 2-3).
Peningkatan perdarahan vagina mungkin menandakan plasenta previa
atau abrupsio plasenta, mungkin gestasi lebih dari 42 minggu.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Hitung darah lengkap dengan differensial, menentukan adanya anemia
dan infeksi, serta tingkat hidrasi.
2. Golongan darah dan faktor Rh bila tidak dilakukan sebelumnya.
3. Urinalisis : menunjukkan infeksi traktu urinarius, protein, atau
glukosa.
4. Rasio lesitin terhadap sfingomielin (rasio L/S), guna memastikan
adanya pecah ketuban.
5. pH kulit kepala, guna menandakan derajat hipoksia.
6. Ultrasonografi, menentukan usia gestasi, ukuran janin, adanya gerakan
jantung janin, dan lokasi plasenta.
7. Pelvimetri, mengidentifikasi disproporsi sefalopelvik (CPD) atau
posisi janin.
8. Tes stress kontraksi dan tes non-stress, untuk mengevaluasi janin/
fungsi plasenta.
2.1.6.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds : Ketuban pecah dini Nyeri akut
- Pasien mengatakan berhubungan dengan
nyeri seperti melilit Belum ada tanda-tanda agen cidera biologi
- Pasien mengatakan kontraksi (kontraksi uterus atau
mersakan nyeri his akibat induksi)
setiap beberapa detik Dilakukan induksi
selama 4 menit. persalinan
Do :
- Pasien tampak Kontraksi (his)uterus
15

berkeringat
- Pasien tampak Nyeri
meringis
- Skala nyeri 8
- Pasien terpasang
cairan induksi infuse
oksitosin
Tabel 2.3
2.2.6.3 Intervensi keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut b.d agen Kontrol Nyeri : Manajemen nyeri
cidera biologis Kriteria hasil : Aktivitas :
(kontraksi atau his 1. Mengenali kapan 1. Melakukan
uterus akibat terjadinya nyeri pengkajian nyeri
induksi persalinan) 2. Menggunakan tindakan komprehensif yang
pengurang nyeri tanpa meliputi lokasi,
analgetik karakteristik, durasi,
3. Melaporkan nyeri yang frekuensi kualitas,
terkontrol intensitas, atau
Tingkat nyeri : beratnya nyeri dan
Kriteria nyeri : faktor penyebab
1. Panjang episode nyeri 2. gunakan metode
2. Mengerang dan penilaian sesuai
menangis dengan tahapan
3. Menggosok area yang perkembangan yang
terkena dampak memungkinkan
4. Ekspresi nyeri wajah untuk memonitor
5. Tidak bisa beristirahat perubahan nyeri dan
6. Berkeringat akan dapat
7. Frekuensi nafas membantu
8. Tekanan darah mengidentifikasi
16

faktor pencetus
aktual dan potensi.
( mis, catatan
perkembangan)
3. kendalikan faktor
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon pasien
4. kurangi atau
eliminasi faktor-
faktor yang dapat
mecetuskan atau
meninkatkan nyeri
5. ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
6. ajarkan pengunaan
teknik
nonfarmakologi
(khususnya teknik
nafas dalam)
7. berikan informasi
yang akurat untuk
meningkatkan
pengtehuan dan
respo keluarga
erhadap pengalaman
nyeri
8. kolaborasi dengan
tim medis
17

Bab 3
Penutup

3.1 Kesimpulan
Induksi adalah usaha atau tindakan merangsnag (stimulan) kontraksi
uterus sebelum tanda dan gejala persalinan spontan terjadi( Emi, 2000).
18

Dengan tujuan timbulnya katifitas uterus yang mampu untuk menghasilkan


pembukaan serviks dan penurunan janin serta menghindari terjadinya
hiperstimulasi dan gawat janin. Konraksi yang diharapkan berlangsung
selama 45-60 deik setiap 3 menit (Hary, 2000). Induksi banyak dilakukan
guna mempercepat proses persalinan. Prosedur induksi dengan menambah
kekuatan dari luar tidak boleh merugikan ibu dan janinnya dalam usaha
menuju well born baby dan well health mother,
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan.

También podría gustarte