Está en la página 1de 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KARSINOMA SEL SKUAMOSA

OLEH
Alexander Sutiyo :1703051
Ni Wayan Gari Suandewi:1703024
Oshin Marsella :1703048
Restuning Tias Saraswati :1703032

PROGRAM STUDI S-1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BETHESDA YAKKUM

YOGYAKARTA TAHUN 2017/2018


vKATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Integumen : Skuamosa Sel Karsinoma” ini tepat pada waktunya.

Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa juga pada
orang tua yang selalu memberikan dukungan serta doa dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah


ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan
guna kesempurnaan makalah ini. Atas perhatian dan waktunya, kami
sampaikan terimakasih.

Yogjakarta, 17 September 2018

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma Sel Skuamosa kulit adalah suatu proliferasi dari keratinosit epidermis
yang merupakan tipe sel epidermis yang paling banyak dan merupakan salah sau
dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Faktor predisposisi
karsinoma sel skuamosa kulit antara lain radiasi sinar ultra violet, bahan
karsinogen, arsenik dan lain-lain. Di Amerika serikat karsinoma sel skuamosa
kulit merupakan tumor ganas kulit non melanoma ke -2 terbanyak stelah
karsinoma sel basal an merupakan 20% keganasan kulit. Pada data American
Cancer Society didapatkan perbandingan antara karsinoma sel skuamosa kulit
dengan karsinoma sel basal 1:3. Karsinoma sel skuamosa kulit lebih sering
dijumpai pada orang kulit putih daripada klit berwarna dan lebih banyak
dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita, terutama pada usia 40-50
tahun. Insiden karsinoma sel skuamosa meningkat seiring dengan bertambahnya
usia.

B. Tujuan

1. Tujuan pembuatan makalah ini untuk memberikan wawasan kepada


mahasiswa mengenai penyakit karsinoma sel skuamosa baik Definisi,
penatalaksanaan, dan Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien
penderita karsinoma Sel Skuaomosa

2. Menambah referensi makalah dalam bidang KMB terutama pada sistem


Integumen.
BAB II

TINJAUAN TEORI

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Karsinoma sel skuamosa (SCC) adalah bentuk paling umum kedua dari kanker kulit
dan menyumbang 20% dari keganasan kulit. Karsinoma sel skuamosa merupakan
poliferasi malikna yang timbul dari dalam epidermis. Karsinoma sel skuamosa
sering muncul pada kulit yang rusak karena sinar matahari dan individu lanjut usia.
Kebanyakan karsinoma sel skuamosa dapat segera diidentifikasi dan dibuang
dengan prosedur bedah midor. Lesi invasive lebih besar dan lebih memerlukan
manajemenn oprasi agresif, terapi radiasi, atau keduanya. Risiko karsinoma sel
skuamosa sangat tinggi untuk terjadinya metastasis.

Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu jenis kanker yang berasal dari
lapisan tengah epidermis. Jenis kanker ini menyusup ke jaringan di bawah kulit
(dermis). Kulit yang terkena tampak coklat-kemerahan dan bersisik atau
berkerompeng dan mendatar, kadang menyerupai bercak pada psoriasis, dermatitis
atau infeksi jamur (Price Sylvia, 2005).

Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis skuamosa atau
mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi bentuk kanker ini dapat terjadi
misalnya di lidah, bibir, esofagus, serviks, vulva, vagina, bronkus atau kandung
kencing. Pada permukaan mukosa mulut mulut atau vulva, leukoplakia merupakan
predisposisi yang penting. Tetapi kebanyakan karsinoma sel skuamosa tumbuh di
kulit (90-95%) (Price Sylvia, 2005).
Squamous Cell Carcinoma atau disebut juga Karsinoma Sel Skuamosa merupakan
kanker yang sering terjadi pada rongga mulut yang secara klinis terlihat sebagai plak
keratosis, ulserasi, tepi lesi yang indurasi, dan kemerahan
B. Klasifikasi
Klasifikasi dari karsinoma sel skuamosa kulit mempergunakan sistem
TNM dari UICC, yaitu :
T untuk besar tumor primer, dibagi atas :

Tx keadaan awal, tumor sulit dijumpai


Tis karsinoma insitu, sel-sel tumor belum menginfiltrasi lapisan
papilaris
dermis
T0 tumor primer tidak ditemukan
T1 diameter tumor terbesar < 2 cm, terletak superfisial atau di
lapisan
epidermis atau tumbuh exofitik
T2 diameter tumor terbesar 2 – 5 cm atau sudah ada infiltrasi
minimal ke
dermis
T3 diameter tumor terbesar > 5 cm atau sudah ada infiltrasi ke dalam
dermis
T4 tumor yang sudah mengenai unsur lain : fascia, otot, tulang
rawan,
tulang

Diameter dari tumor juga berpengaruh terhadap timbulnya metastase dan terjadinya
kekambuhan karena pada lesi yang luas umumnya gambaran differensiasinya
moderat dan buruk kemungkinannya terjadinya kekambuhan menjadi lebih besar.
N untuk limfonodi yang terkena dibagi atas :

Nx keadaan awal dari penyebaran ke limfonodi regional sulit diketahui


N0 tidak dijumpai kelenjar limfe regional yang membesar
N1 ada pembesaran kelenjar limfe regional
M untuk metastase jauh yang terjadi:
Mx keadaan awal untuk mengetahui metastase sulit
M0 tidak ada metastase jauh
M1 ada metastase jauh pada organ lain (paru, tulang, hepar, otak, pleura)

Metastase karsinoma sel skuamosa kulit yang sebelumnya normal yaitu 3 %,


mukokutan metastase 11 %, skar luka bakar atau adanya lesi sebelumnya metastase
10 – 30 %. Sedangkan proses terjadinya metastase dari sakit selang 1 bulan 2,5 %, 6
bulan 40 %, 1 tahun 70 %.

Stadium klinis berdasarkan TNM yaitu :

Stadium I = T1N0M0

Stadium II = T2 – T3 N0M0

Stadium III = T4N0M0 atau any TN1M0

Stadium IV = Any T Any N dan M1

Stadium klinis ini berpengaruh terhadap kekambuhan karsinoma sel skuamosa kulit
karena pada stadium yang lebih tinggi sudah terjadi metastase pada kelenjar limfe
regional ataupun T dari tumor yang lebih besar atau sudah infiltrasi lebih dalam.
Pertumbuhan sel kanker juga dikarenakan zeta chain TCR (T cell receptor) yang
hilang. Makin banyak zeta chain yang hilang maka makin agresif atau makin tinggi
stadiumnya.

C. Epidemiologi

Lebih dari 90% kanker rongga mulut adalah kanker sel skuamosa. Setiap tahun
kurang dari 3% kejadian kanker terjadi di Amerika Serikat, di negara-negara
berkembang jumlah tersebut lebih besar lagi dan lebih banyak terjadi pada pria
daripada wanita dengan perbandingan 6:1 pada tahun 1950, dan 2:1 pada tahun
1997. Perubahan tersebut dikarenakan peningkatan jumlah perokok wanita pada 3
dekade terakhir. (Corwin Elizabeth, 2000)

Pada negara berkembang terdapat peningkatan jumlah penderita dibawah usia 40


tahun, hal ini dikarenakan meningkatnya perubahan genetik pada populasi dewasa
muda dan perubahan zat karsinogenik penyebab kanker tersebut (Corwin Elizabeth,
2000).

Karsinoma sel skuamosa merupakan salah satu dari 10 jenis kanker yang paling
sering terjadi di seluruh dunia, dengan insidensi pada pria 5% dan wanita 2%.
Karsinoma sel skuamosa pada rongga mulut pada umumnya terjadi pada usia di atas
50 tahun. Di Amerika Serikat prevalensi kanker mencapai 34.000 kasus baru per
tahun.

D. Anatomi fisiologi

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat
tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7–3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5–1,9 meter
persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak,
umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak
tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong (Suzanne, 2004).

Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap
bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui
vasodilatasi pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Setelah kehilangan
seluruh kulit, maka ciran tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit-elektrolit
yang penting akan menghilang dari tubuh, akan menguap dan lektrolit-elektrolit
akan hilang dalam beberapa jam saja. Contoh dari keadaan ini adalah penderita luka
bakar. Bau yang sedap atau tidak sedap dari kulit berfungsi sebagai pertanda
penerimaan atau penolakan sosial dan seksual. Kulit juga merupakan tempat sensasi
raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jalinan ujung-ujung saraf yang bertautan
(Suzanne, 2004).

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat (Suzanne, 2004).
Gambar 2: 1 Infiltrasi Sel Skuamosa
(Hiperkromasi nukleus, fokal diseratosis)

Sumber: (Corwin, 2000)


Secara anatomis kulit tersusun atas 3 lapisan pokok terdiri dari:
a. Lapisan epidermis
b. Lapisan dermis
c. Subkutis
d. Sedangkan alat-alat tambahan yang juga terdapat pada kulit antara lain kuku,
rambut, kelenjar sebacea, kelenjar apokrin, kelenjar ekrin. Keseluruhan
tambahan yang terdapat pada kulit dinamakan appendices atau adnexa kulit
(Suzanne, 2004).

E. Etiologi

Penyebab pasti belum diketahui dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor
risiko yang terkait dengan perkembangan karsinoma sel skuamosa, meliputi hal-hal
berikut:
1. Faktor Genetik: Seseorang yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker
memiliki risiko terkena kanker sebanyak 3 sampai 4 kali lebih besar dari yang
tidak memiliki riwayat keluarga menderita kanker.
2. Usia tua lebih dari 50 tahun.
3. Jenis kelamin laki-laki. Laki-laki leih cenderung mengalami karsinoma sel
skuamosa dibanding wanita, karena pajanan terhadap UV yang lebih besar
4. Kulit putih terang, rambut pirang atau cokla terang, mata hijau, biru, atau abu-
abu. Queensland, Australia, memiliki angka kejadian kanker kulit tertinggi di
dunia karena jumlah pajanan UV yang tinggi dan kebanyakan peduduknya
adalah orang Inggris atau Irlandia yng mempuya kulit sensitif UV
5. Kulit yang mudah mengalami luka bakar akibat sinar matahari (jenis Fitzpatrick
I dan II)
6. Geografi (lebih dekat ke katulistiwa)
7. Sejara kanker kulit nonmelanoma sebelumnya. Sekali terkena karsinoma sel
skuamosa, ada kemungkinan untuk seseorang tersebut terkena kanker karsinoma
sel skuamosa kembali
8. Paparan sinar UV matahari dengan kumulatif tinggi
9. Paparan karsinogen kimia (misalnya Arsen, Tar, merokok) 75% dari seluruh
kanker mulut dan faring di Amerika Serikat berhubungan dengan penggunaan
tembakau yaitu termasuk merokok dan mengkonsumsi alkohol. Penggunaan
alkohol dengan rokok bersama-sama secara signifikan memiliki resiko yang
lebih tinggi daripada digunakan secara terpisah. Merokok cerutu dan merokok
menggunakan pipa mempunyai resiko yang lebih tinggi terhadap kanker mulut
dibandingkan dengan merokok kretek
10. Imunosupresi kronis.
11. Infeksi Human Papiloma Virus (HPV)

F. Patofisiologi

Squamosa Cell Carsinoma (SCC) adalah tumor ganas pada keratinosit epidermis.
Beberapa kasus karsinoma sel skuamosa terjadi de novo (yaitu dnegan tidak adanya
lesi precursor), namun beberapa karsinoma sel sekuamosa berasal dari sinar
matahari yang disebabkan oleh lesi prakanker yang dikenal sebagai keratosis
actinic, pasien dengan keratosis actinic multiple memberikan manifestasi
peningkatan resiko untuk mengembangkan karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel
WOC
skuamosa yang mampu infiltrasi pertumbuhan local, meyebar ke kelenjar getah
bening regional dan metastasis jauh, paling sering ke paru-paru.
Paparan sinar UV dan Usia diatas 50
Faktor genetik
zat karsinogen tahun

Resiko terkena Imunitas


Kanker

Mutasi DNA

Lesi prakanker Kerusakan Integritas


(keratosis actinic) Kulit

Karsinoma Sel Menembus membrane


Skuamosa basal dermoepidermis

Apoptosis menurun, Metastasis Tampak plak merah


di pembulu limfa berskuama

Mengenai Kelenjar Gangguan


Getah Bening Rasanyaman
Nyeri

Prosedur Diagnostik Tahap Infasif


(Pembedahan,
Kemoterapi, dll)
Tampak Nodular dan
Hiperkeratosis

Lesi Ulseratif
Kurangnya
Ansietas
pengetahuan
Tumor membesar, dapat
diraba, bengkak yang
melekat
G. Manifestasi Klinis
Karsinoma sel skuamosa kulit pada umumnya sering terjadi pada usia 40 – 50 tahun
dengan lokasi yang tersering adalah pada daerah yang banyak terpapar sinar
matahari seperti wajah, telinga, bibir bawah, punggung, tangan dan tungkai bawah.2
Secara klinis ada 2 bentuk karsinoma sel skuamosa kulit :
1. Karsinoma sel skuamosa kulit in situ
Terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit yang telah ada
sebelumnya seperti solar keratosis, kronis radiasi keratosis, hidrokarbon
keratosis, arsenikal keratosis, kornu kutanea, penyakit Bowen dan eritroplasia
Queyrat. Karsinoma sel skuamosa kulit insitu ini dapat menetap di epidermis
dalam jangka waktu lama dan tak dapat diprediksi, dapat menembus lapisan
basal sampai ke dermis dan selanjutnya bermetastase melalui saluran getah
bening regional.
2. Karsinoma sel skuamosa kulit invasif
Karsinoma sel skuamosa kulit invasif dapat berkembang dari karsinoma sel
skuamosa kulit insitu dan dapat juga dari kulit normal, walaupun jarang.
Karsinoma sel skuamosa kulit yang dini baik yang muncul pada karsinoma
insitu, lesi pramaligna atau kulit yang normal, biasanya adalah berupa nodul
keciol dengan batas yang tidak jelas, berwarna sama dengan warna kulit atau
agak sedikit eritema. Permukaannya mula - mula lemb ut kemudian berkembang
menjadi verukosa atau papilamatosa. Ulserasi biasanya timbul di dekat pusat
dari tumor, dapat terjadi cepat atau lambat, sering sebelum tumor berdiameter 1-
2 cm. Permukaan tumor mungkin granular dan mudah berdarah, sedangkan
pinggir ulkus biasanya meninggi dan mengeras, dapat dijumpai adanya krusta.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsy
2. Ct-scan
3. Rongten thorak
4. Pemeriksaan darah lengkap
5. Ureum kreatinin
6. Elektrolit

I. Penatalaksanaan
1. Eksisi Bedah
Tujuan utamanya adalah untuk mengangkat keseluruhan tumor. Cara yang
terbaik untuk mempertahankan penampilan kosmetika adalah dengan
menempatkan garis insisi di sepanjang garis tegangan kulit yang normal dan
garis anatomis tubuh yang dialami. Dengan cara ini, jaringan parut yang
terbentuk tidak akan mudah terlihat. Ukuran insisi tergantung pada ukuran dan
lokasi tumor, kendati biasanya meliputi rasio panjang terhadap lebar yaitu 3:1.
Memadainya eksisi dengan pembedahan dipastikan melalui evaluasi
mikroskopik terhadap potongan-potongan spesimen. Apabila tumornya
berukuran besar, pembedahan rekonstruksi dengan menggunakan skin flap atau
graft kulit mungkin diperlukan. Luka insisi ditutup lapis demi lapis untuk
memperbesar efek kosmetika. Perban tekan dipasang pada luka untuk
penyangga. Infeksi jarang dijumpai sesudah tindakan eksisi yang sederhana jika
tindakan aseptik bedah yang benar tetap dipertahankan selama dan sesudah
operasi.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi sering dilakukan untuk kanker kelopak mata, ujung hidung, dan
daerah pada atau di dekat struktur yang vital (misalnya : nervus fasialis). Terapi
ini hanya dikerjakan pada pasien yang berusia lanjut karena perubahan akibat
sinar-x dapat terlihat sesudah 5 hingga 10 tahun kemudian dan perubahan
malignan pada sikatriks dapat ditimbulkan oleh sinar-x setelah 15 hingga 30
tahun kemudian.
3. Kemoterapi
Formulasi kemoterapi topikal dari 5-flourouracil (5-FU) digunakan untuk
pengobatan actinic keratosis dan dangkal karsinoma sel basal. Keberhasilan
pengobatan pada pasien dengan sel karsinoma skuamosa juga telah dilaporkan.
Karsinoma sel skuamosa invasif tidak harus ditangani dengan kemoterapi
topikal. Suatu bentuk dari FU 5 (capecitabine), yang disetujui oleh food and
Drug Administration (FDA) dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sel
karsinoma skuamosa dengan penyebaran ke daerah kulit yang luas (Muttaqin,
2011)

J. Komplikasi
Karsinoma sel squamosa yang tidak diobati pada kulit dapat menghancurkan
jaringan sehat di dekatnya di dekatnya, menyebar ke kelenjar getah bening atau
organ lain, dan dapat berakibat fatal, meskipun ini jarang terjadi. Resiko karsinoma
sel skuamosa agresif pada kulit dapat meningkat pada kasus di mana kanker :
1. Sangat besar atau dalam
2. Melibatkan membran mukosa kulit
3. Terjadi pada seseorang dengan sistem kekebalan yang lemah, atau seseorang
yang memiliki leukemia kronis
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Struktur integument dikaji melalui temuan dari pemeriksaan diagnostik, wawancara
pengkajian riwayat kesehatan untuk mengumpulkan data subjektif, dan pengkajian
fisik untuk mengumpulkan data objektif.
a. Anamnese
1) Keluahan utama
Tanyakan apa yang dirasakan saat ini, misalnya:
a) Apakah anda melihat adanya perubahan ukuran, bentuk, atau warna
tahi lalat, kutil, tanda lahir, atau jaringan parut?
b) Apakah anda memiliki tahi lalat, kutil, tanda lahir, atau jaringan parut
yang gatal, nyeri, berkerak, atau berdarah?
2) Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan riwayat penyakit yang dialami sekarang, misalnya:
a) Sejak kapan adanya perubahan ukuran, bentuk, atau warna tahi lalat,
kutil, tanda lahir, atau jaringan parut?
b) Apakah anda pernah mengalami terbakar sinar matahari yang parah?
3) Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan riwayat penyakit yang pernah di derita, misalnya:
a) Apakah anda pernah di rawat di Rumah Sakit?
b) Apakah anda pernah mengalami kanker kulit yang diangkat dari bagian
tubuh anda?
4) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan riwayat penyakit keluarga, misalnya:
a) Apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama?
b) Apakah ada anggota keluarga anda yang pernah diobati karena kanker
kulit?

a. Pemeriksaan Fisisk
1) Minta pasien untuk melepaskan semua pakaian dan memakai baju
periksa. Pastikan pencahayaan baik, cahaya yang alami dan terang paling
baik untuk inspeksi lesi. Pasien boleh duduk, berdiri atau baring.
2) Lakukan inspeksi dan palpasi kulit. Meregangkan kulit dengan kuat
selama pengkajian untuk menfasilitasi pengkajian lesi nodular atau
bersisik serta lesi pada dermis, kaji hal berikut:
a) Lesi yang jelas
b) Bengkak yang terlihat
c) Perubahan kontur normal dan batas nevi
d) Pembesaran kelenjar limfe
e) Perubahan warna kulit atau mukosa
f) Area ulserasi, sisik, krusta, atau erosi
3) Urutan pengkajian adalah sebagai berikut:
a) Kepala dan leher: seluruh kulit kepala, kelopak mata, telinga luar,
saluran pendengaran, permukaan eksternal hidung, permukaan
internal hidung, rongga mulut, kulit wajah, kelenjar pada wajah
(parotid, submaksilaris, sublingual)
b) Tiroid dan leher, termasuk kelenjar limfe
c) Dada dan abdomen, dengan perhatian khusus di bawab payudara
yang menggantung, pada lipatan kulit, dan di area yang tertutup
rambut
d) Punggung dan bokong, dengan perhatian khusus pada area diantara
bokong
e) Ekstremitas, dengan perhatian khusus pada aksila, dasar kuku,
jaringan antara jari tangan dan jari kaki serta telapak kaki
f) Genital eksternal, dengan perhatian khusus pada lipatan kulit,
membrane mukosa, dan area yang tertutup rambut
4) Ukur dan catat semua deskripsi tentang lesi kulit pada bagan anatomi.
Ambil foto (jika mungkin) setiap lesi yang mencurigakan, dan masukan
foto lesi tersebut pada catatan pasien untuk rujukan di masa yang akan
dating

B. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan pasca tindakan eksisi bedah
b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit

C. Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan pasca tindakan eksisi bedah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria hasil:
1) Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 0-1
2) Pasien dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau
menurunkan nyeri
3) Pasien tidak gelisah

Intervensi :

1) Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST


Rasional: menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana
intervensi yang diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari
intervensi manajemen nyeri keperawatan.
2) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi
dan non invansive
Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan non
farmakologi leinnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
3) Lakukan manajemen nyeri keperawatan
a) Atur posisi fisiologis dan imobilisasi ekstremitas yang mengalami
selulitis
Rasional: posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke jaringan
yang mengalami peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya
adalah pada arah yang berlawanan dengan letak dari selulitis. Bagian
tubuh yang mengalami inflamasi local dilakukan imobilisasi untuk
menurunkan respon peradangan dan meningkatkan kesembuhan.
b) Manajemen lingkungan: ciptakan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung.
Rasional: lingkungan yang tenang akan menurunkan stimulus nyeri
eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan
kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung
yang berada di ruangan.
c) Ajarkan teknik dikstraksi pada saat nyeri
Rasional: dikstraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorphin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri, sehingga menurunkan persepsi nyeri.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga akan berkurang
b. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
kecemasan pasien berkurang.
Kriteria hasil: pasien mengatakan kecemasan berkurang , mengenal
perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya, kooperatif terhadap tindakan, dan wajah rileks.
Intervensi
a) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, damping pasien, serta
lakukan tindakan apabila menunjukkan perilaku merusak
Rasional: reaksi verbal dan non verbal dapat menunjukkan rasa agitasi,
marah, dan gelisah.
b) Hindari konfrontasi
Rasional: konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan
kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan
c) Beri dukungan psikologis
Rasional: dukungan ini mencakup upaya membiarkan pasien untuk
mengekspresikan perasaannya tentang keseriusan neoplasma kulit,
pengertian terhadap kekesalan, serta depresi yang diperlihatkan pasien,
dan penyampaian kesan bahwa perawat dapat memahami semua
perasaan ini.
d) Bina hubungan saling percaya
Rasional: mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaan terhadap
seorang yang mereka percayai. Mendengarkan keprihatinan mereka dan
selalu siap untuk memberikan perawatan yang terampil, serta penuh
kehangatan merupakan intervensi yang paling penting untuk mengurangi
ansietas
e) Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya
Rasional: dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekawatiran yang
tidak diekspresikan
f) Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat
Rasional: memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan serta
menghilangkan cemas serta perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivitas dan pengalihan
(misalnya: membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi. Pengaturan
agar anggota keluarga dan setiap teman dekatnya untuk lebih banyak
mencurahkan waktu mereka bersama pasien dapat menjadi upaya yang
bersifat suportif
g) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti cemas sesuai
indikasi, contohnya: diazepam
Rasional: meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu kanker kulit yang belum diketahui
penyebabnya, diduga salah satu faktor penyebabnya adalah paparan sinar ultra
violet. Kasus karsinoma sel skuamosa lebih banyak terjadi pada orang kulit
putih dan banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita terutama pada usia
40-50 tahun. Penatalaksaan karsinoma sel skuamosa dengan insisi bedah,
kemoterapi, dan radioterapi. Prognosa pada kasus karsinoma sel skuamosa akan
baik apabila ditangangi pada stadium awal. Masalah keperawatan pada
karsinoma sel skuamosa biasanya terjadisetelahtindakan pembedahan.

B. Saran

Bagi mahasiswa keperawatan, setelah membaca makalah ini hendaklah dapat


benar benar memahami konsep medis dan keperawatan dari karsinoma sel
skuamosa. Serta terus memperbaharui pengetahuan keperawatan khususnya
mengenai karsinoma sel skuamosa.
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. 2009. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan Edisi 8 Buku 2. Indonesia 1st Elsevier Singapore
Lemone, Priscilla, dkk.2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Integumen Diagnosis Keperawatan NANDA pilihan, NIC&NOC. Jakarta: EGC

Mayo Foundation for Medical Education and Research. www.mayoclinic.org. Diakses


tanggal 13 September 2018.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem integumen. Jakarta :


Salemba Medika
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Gangguan sistem integument.
Jakarta: Salemba medika

Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta
: EGC.
ANALISI JURNAL

STUDI KASUS MAKSILEKTOMI INFERIOR PADA KARSINOMA SEL


SKUAMOSA PALATUM DURUM

1. Apa tujuan jurnal studi kasus tersebut?


Kasus ini dibuat untuk memahami penatalaksanaan karsinoma Palatum Durum
2. Apa latar belakang dari jurnal tersebut?
Keganasan pada daerah kepala dan leher sering ditemukan di seluruh dunia
dengan angka prognosis keganasan di rongga mulut lebih buruk dibandingkan
lokasi lainnya. Karsinoma palatum durum merupakan satu diantara keganasan
yang ditemukan pada rongga mulut. Angka kejadian palatum durum hanya 5%
dari seluruh keganasan rongga mulut dengan 53% diantaranya merupakan
Karsinoma Sel Skuamosa. Etiologi karsinoma Palatum durum berkaitan erat
dengan gaya hidup merokok dan alkohol, diet rendah anti oksidan dan Virus
HPV 16. Faktor resiko munculnya karsinoma palatum durum yaitu higienitas
rongga mulut yang jelek, ritasi mekanik seperti kawat gigi palsu, sifilis dan
kekurangan asupan vitamin. Gejala klinis karsinoma palatum durum umumnya
asimtomatis. Keluhan yang tersering adalah nyeri dan rasa tidak enak di rongga
mulut. Kadang didapati keluhan gigi goyah pada pasien. terapi pilihan pada
karsinoma palatum durum yaitu eksisi tumor. Tumor yang berukuran kecil
dilakukan eksisi transoral. Maksilektomi inferior menjadi pilihan apabila tumor
berada di palatum dasar sinus maksilaris dan rongga hidung, bila tumor
memenuhi semua rongga palatum durum, tindakan yang dilakukan adalah
maksilektomi total. Tindakan operasi dapat dikombinasikan dengan radioterapi,
tergantung dari karakteristik tumor.
3. Siapa sampel jurnal studi kasus tersebut?
Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke Poliklinik THT-KL RSUP dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 5 Oktober 2012 dengan keluhan utama bengkak di
langit-langit mulut sejak 3 bulan sebelumnya, semakin lama dirasakan semakin
membesar, bengkak terasa nyeri sejak 1 bulan terakhir
4. Bagaimana proses studi kasus tersebut?
Pasien diperiksa keadaan umum, pemeriksaan laboratorium dan radiologi
kemudian dilakukan tindakanoperasi, setelah operasi pasien kontrol ulang ke
RS, hasil dari proses tersebut dibuat laporan kasus
5. Apa perlakuan yang diberikan dalam jurnal studi kasus tersebut?
Pada pemeriksaan umum pasien , kondisi pasien tampak sakit sedang, kesadaran
Compos Mentis, temperature 36,70C, nadi 80x/menit, frekuensi nafas 20x/menit.
Pada pemeriksaan telinga dan hidung dalam batas normal. Pada pemeriksaan
rongga mulut tampak masa di Palatum durum sisi kiri berwarna kemerahan,
ukuran ± 2,5x1x0,5 cm, permukaan tidak rata, kenyal, terfiksir, dirasakan nyeri
bila ditekan. Pada pemeriksaan tenggorok tampak arkus faring simetris, uvula di
tengah, tonsil T1-T1 kripta tidak membesar destristus berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan tumor palatum durum, dilakukan
biopsy tumor palatum dalam anestesi lokal, jaringan yang diambil diperiksakan
ke laboratorium patologi Anatomi. Setelah tiga minggu membawa hasil
pemeriksaan histopatologi dengan kesan: Squamosa Cell Carsinoma (SCC)
Moderately Differentiated Keratinized. Hasil pemeriksaan CT Scan rongga
mulut memperlihatkan lesi isodens inhomogen di daerah palatum terutama
sinistra, batas tidak tegas, tepi ireguler, tampak destruksi pada os maksila
sehingga lesi meluas ke anterior dan cavum nasi sinistra. Didapatkan kesan:
tumor palatum dengan destruksi os maksila dan perluasan ke cavum nasi
sinistra. Hasil pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal, ronsen thorak
dalam batas normal. Berdasarkan itu ditegakkan diagnosis pasien Karsinoma
Sel Skuamosa Palatum Durum (Moderately Differentiated Keratinized) pada
tanggal 1 Desember 2012 pasien dilakukan operasi maksilektomi inferior dalam
anestesi umum dengan pendekatan insisi Weber Ferguson. dilakukan penandaan
insisi pada lateral dorsum nasi sejajar nasomaksila sinstra, lalu dilakukan
infiltrasi epineprin 1:200.000 pada daerah yang akan di insisi. Operasi dimulai
dengan membuat insisi Weber Ferguson pada wajah sisi kiri mulai dari setinggi
kantus medial kiri menelusuri dinding lateral dorsum nasi hingga kea la nasi kiri
menembus subkutis dan fasia sampai tampak otot wajah, insisi dibelikkan
mengikuti bentuk ala nasi kemudian diteruskan ke dalam dasar hidung,
pertengahan kolumela dan filtrum bibir atas. Perdarahan dirawat.kulit pipi
diretraksi ke lateral, tampak masa mendekstruksi dinding anteroinferior os
maksila dan palatum durum. Dilakukan disekdi secara tumpul dan tajam unuk
memisahkan palatum yang telah mengalami destruksi akibat masa tumor dengan
jaringansekitar. Dilakukan reseksi setengah palatum durum (sisi kiri) dengan
gigli slaw, mulai dari tuberositas maksila kiri sejajar dengan batas palatum
palatum mole dengan palatum durum lelu diteruskan ke anterior palatum durum
sampai ke prosesus alveolaris antara insisivus 1 dan 2 kanan. Setelah direseksi
didapatkan specimen setengah palatum durum sisi kiri. Sisa pinggir tulang bekas
pemotongan yang masih tajam dihaluskan dengan menggunakan bor. Defek
operasi dievalusi, tampak rongga maksila kiri dan kavum nasi kiri menjadi satu,
tidak tampak perdarahan aktif, defek operasi lalu dipasang tampon yang diolesi
antibiotic dengan bagian ujung diletakkan pada cavum nasi sinistra. Dipasang
opturator untuk menutup defek operasi dan menyangga tampon. Untuk intake
dipasang NGT melalui kavum nasi dekstra. Pasca operasi pasien dirawat dan
diberikan terapi ceftriaxone injeksi 2x1 gram drip tramadol 1 ampul dalam 1
kolf RL 8 jam/kolf. Tampon dibuka pada hari ke tiga setelah operasi. Hasil
evaluasi tampak krusta kecoklatan menutupi sebagian besar defek operasi
dengan beberapa bagian masih terlihat secret kental kekuningan . tidak tampak
perdarahan aktif. Pasien pulang pada hari ke lima diberikan terapi oral
siprofloxacin 2x500 mg, asam mefenamat 3x500 mg, ranitidine 1x150 mg. dua
minggu kontrol paska operasi masih terdapat keluhan tidak nyaman saat
menelan karena makanan dan minuman terasa masuk ke rongga hidung, untuk
itu NGT masih dipertahankan. Pasien dikonsulkan kembali ke bagian gigi dan
mulut untuk pembuatan obturator yang lebih sesuai. Luka bekas operasi tampak
baik. Hasil pemeriksaan hispatologi pasca operasi adalah: Squamous Cell
Carcinoma Well to Moderately Differentiated Keratinized. Untuk tatalaksana
selanjutnya pasien dianjurkan menjalani radioterapi di RSCM Jakarta
6. Apa hasil dari Studi Kasus tersebut?
Prognosis Karsinoma Sel Skuamosa palatum durum ini cukup baik, yang
dinyatakan oleh Truitt, 199 yaitu pada kasus yang telah dilakukan operasi diikuti
dengan pemberian radioterapi, angka harapan hidup lima tahun adalah sebesar
76%, hal ini karena bagian dari tulang maksila inferior yang dikenai tumor tidak
sulit untuk direseksi dan karakteristik tumor yang respon terhadap radioterapi.
7. Apa kelemahan dari studi kasus tersebut?
Pada kasus ini pasien setelah di operasi menolak anjuran untuk menjalani
radioterapi karena alasan finansial, hal ini dapat memperburuk prognosis.

También podría gustarte