Está en la página 1de 19

TUGAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

‘’ANALISIS KEBIJAKAN TENTANG PENGGUNAAN ALAT PENANGKAP IKAN


JENIS CANTRANG ( PUKAT TARIK ) DI INDONESIA’’

OLEH
ARYA SETIAWAN
NIM.1555111007

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMERDAYA PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, saya panjatkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmatNya kepada saya, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ‘’analisis kebijakan tentang penggunaan alat penangkap
ikan jenis cantrang ( pukat tarik ) di indonesia’’

Adapun penyusunan makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin,


sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat waktu. Namun tidak lepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun
segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil hikmah
dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi maupun ilmu terhadap pembaca.

Kupang,8 desember 2017

penulis

i
DAFTAR ISI

Halman judul……………………………………………………………… i

Kata pengantar…………………………………………………………….. ii

Daftar isi…………………………………………………………………... iii

Bab 1 pendahuluan

Latar belakang……………………………………………………… 1

Rumusan masalah……………………………………...................... 1

Maksud dan tujuan…………………………………………………. 1

Bab 2 Tinjauan pustaka

2.1 definisi alat tangkap cantrang……………………………… 2

2.2 sejarah alat tangkap cantrang……………………………… . 2

2.3 konstruksi alat tangkap cantrang……………………………. 2

2.4 karakteristik cantrang…………………………..…………… 3

2.5 bahan dan spesifikasi cantrang……………………………… 3

2.6 hasil tangkapan……………………………………….…….. 3

2.7 daerah penangkapan………………………………………...

2.8 teknik operasi

2.9 dampak penggunaan alat tangkap cantrang

2.10 pro dan kontra kebijakan pemerintah

2.11 analisis kebijakan

2.12 rekomendasi

Bab 3 penutup

3.1 kesimpulan…………………………………………………. 4

3.2 saran………………………………………………………... 4

Daftar pustaka……………………………………………………………....

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penggunaan alat penangkap ikan cantrang di Indonesia banyak digunakan oleh para
nelayan di pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah terutama bagian utara. Alat penangkap
ikan jenis cantrang dalam pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang
terdapat di Eropa dan beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut
menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Cantrang merupakan alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang yang
dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.
Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring,
tali penarik (warp), pelampung dan pemberat. Daerah penangkapan (fishing ground) cantrang
tidak jauh dari pantai, pada bentuk dasar perairan berlumpur atau lumpur berpasir
dengapermukaan dasar rata. Daerah penangkapan yang baik untuk alat tangkap Cantrang
yaitu harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Dasar perairan rata dengan substrat pasir, lumpur atau tanah liat berpasir.
2. Arus laut cukup kecil (< 3 knot).
3. Cuaca terang tidak ada angin kencang.
Alat penangkap ikan jenis cantrang semakin popular di kalangan nelayan, contohnya
di daerah jawa timur khususnya di laut bagian utara, berdasarkan data tahun 2009 jumlah
nelayan perikanan tangkap di Jawa Timur sebanyak 234.467, dimana jumlah nelayan
perikanan tangkap didaerah utara sebanyak 185.846 tersebar di 14 kabupaten atau kota.
Sedangkan produksi perikanan tangkap dengan jenis alat tangkap cantrang sebanyak
15.876,50 ton ( jatimprov.go.id). Dengan melihat data tersebut sebagian nelayan Jawa Timur
bertumpu pada alat tangkap ini untuk menopang perekonomian mereka sebagai pekerjaan
primer para nelayan cantrang. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Gellwynn Jusuf
mengatakan pada berita di portalkbr.com, di Jawa Tengah penggunaan alat cantrang
bukannya berkurang malah semakin meningkat. Salah satunya, jumlah kapal yang
menggunakan alat tangkap canreang ini telah mencapai 10.758 di 2015, atau meningkat 100
persen dari 2007 yang hanya 5.100.

iii
1.2 Rumusan masalah

2.1 Definisi Alat Tangkap Cantrang

2.2 Sejarah Alat tangkap Cantrang

2.3 konstruksi alat tangkap cantrang

2.4 Karakteristik

2.5 Bahan Dan Spesifikasinya

2.6 Hasil tangkapan

2.7 Daerah penangkapan

2.8 Teknik operasi (setting dan houling)

2.9 Dampak Penggunaan Alat Tangkap Ikan Jenis Cantrang

2.10 Pro dan Kontra Kebijakan Pemerintah

2.11 Analisis Kebijakan

2.12 Rekomendasi

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini agar mahasiswa lebih memahami dampak
dari penggunaan alat tangkap cantrang.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Alat Tangkap Cantrang

George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Alat tangkap cantrang dalam
pengertian umum digolongkan pada kelompok Danish Seine yang terdapat di Eropa dan
beberapa di Amerika. Dilihat dari bentuknya alat tangkap tersebut menyerupai payang tetapi
ukurannya lebih kecil.

Cantrang merupakan alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan demersal
yang dilengkapi dua tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung sayap jaring.
Bagian utama dari alat tangkap ini terdiri dari kantong, badan, sayap atau kaki, mulut jaring,
tali penarik (warp), pelampung dam pemberat.

2.2 Sejarah Alat tangkap Cantrang

Danish seine merupakan salah satu jenis alat tangkap dengan metode penangkapannya
tanpa menggunakan otterboards, jaring dapat ditarik menyusuri dasar laut dengan
menggunakan satu kapal. Pada saat penarikan kapal dapat ditambat (Anchor Seining) atau
tanpa ditambat (Fly Dragging). Pada anchor seining, para awak kapal akan merasa lebih
nyaman pada waktu bekerja di dek dibandingkan Fly dragging. Kelebihan fly dragging
adalah alat ini akan memerlukan sedikit waktu untuk pindah ke fishing ground lain
dibandingkan Anchor seining (Dickson, 1959).

Setelah perang dunia pertama, anchor seining dipakai nelayan Inggris yang
sebelumnya menggunakan alat tangkap Trawl. Dari tahun 1930 para nelayan Skotlandia
dengan kapal yang berkekuatan lebih besar dan lebih berpengalaman menyingkat waktu dan
masalah pada anchor seining pada setiap penarikan alat dengan mengembangkan modifikasi
operasi dengan istilah Fly Dragging atau Scotish Seining. Pada Fly Dragging kapal tetap
berjalan selagi penarikan jaring dilakukan.

v
Dilihat dari bentuknya alat tangkap cantrang menterupai payang tetapi ukurannya
lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan hasil tangkapannya cantrang menyerupai trawl, yaitu
untuk menangkap sumberdaya perikanan demersal terutama ikan dan udang. Dibanding
trawl, cantrang mempunyai bentuk yang lebih sederhana dan pada waktu penankapannya
hanya menggunakan perahu motor ukuran kecil. Ditinjau dari keaktifan alat yang hampir
sama dengan trawl maka cantrang adalah alat tangkap yang lebih memungkinkan untuk
menggantikan trawl sebagai sarana untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan demersal. Di
Indonesia cantrang banyak digunakan oleh nelayan pantai utara Jawa Timur dan Jawa Tengah
terutama bagian utara (Subani dan Barus, 1989)

2.3 konstruksi alat tangkap cantrang

1. Konstruksi Umum

Dari segi bentuk (konstruksi) cantrang ini terdiri dari bagian-bagian :

a) Kantong (Cod End)

Kantong merupakan bagaian dari jarring yang merupakan tempat terkumpulnya hasil
tangkapan. Pada ujung kantong diikat dengan tali untuk menjaga agar hasil tangkapan
tidak mudah lolos (terlepas).

b) Badan (Body)

Merupakan bagian terbesar dari jaring, terletak antara sayap dan kantong. Bagian ini
berfungsi untuk menghubungkan bagian sayap dan kantong untuk menampung jenis
ikan-ikan dasar dan udang sebelum masuk ke dalam kantong. Badan tediri atas
bagian-bagian kecil yang ukuran mata jaringnya berbeda-beda.

c) Sayap (Wing).

Sayap atau kaki adalah bagian jaring yang merupakan sambungan atau perpanjangan
badan sampai tali salambar. Fungsi sayap adalah untuk menghadang dan
mengarahkan ikan supaya masuk ke dalam kantong.

d) Mulut (Mouth)

vi
Alat cantrang memiliki bibir atas dan bibir bawah yang berkedudukan sama. Pada
mulut jaring terdapat:

1) Pelampung (float): tujuan umum penggunan pelampung adalah untuk memberikan


daya apung pada alat tangkap cantrang yang dipasang pada bagian tali ris atas
(bibir atas jaring) sehingga mulut jaring dapat terbuka.

2) Pemberat (Sinker): dipasang pada tali ris bagian bawah dengan tujuan agar bagian-
bagian yang dipasangi pemberat ini cepat tenggelam dan tetap berada pada
posisinya (dasar perairan) walaupun mendapat pengaruh dari arus.

3) Tali Ris Atas (Head Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian sayap
jaring, badan jaring (bagian bibir atas) dan pelampung.

4) Tali Ris Bawah (Ground Rope) : berfungsi sebagai tempat mengikatkan bagian
sayap jaring, bagian badan jaring (bagian bibir bawah) jaring dan pemberat.

e) Tali Penarik (Warp)

Berfungsi untuk menarik jarring selama di operasikan.

2.4 Karakteristik

Menurut George et al, (1953) dalam Subani dan Barus (1989). Dilihat dari bentuknya
alat tangkap cantrang menyerupai payang tetapi ukurannya lebih kecil. Dilihat dari fungsi dan
hasil tangkapan cantrang menyerupai trawl yaitu untuk menangkap sumberdaya perikanan
demersal terutama ikan dan udang, tetapi bentuknya lebih sederhana dan pada waktu
penangkapannya hanya menggunakan perahu layar atau kapal motor kecil sampai sedang.
Kemudian bagian bibir atas dan bibir bawah pada Cantrang berukuran sama panjang atau
kurang lebih demikian. Panjang jarring mulai dari ujung belakang kantong sampai pada ujung
kaki sekitar 8-12 m.

2.5 Bahan Dan Spesifikasinya

a. Kantong

Bahan terbuat dari polyethylene. Ukuran mata jaring pada bagian kantong 1 inchi.

vii
a. Badan

Terbuat dari polyethylene dan ukuran mata jaring minimum 1,5 inchi.

a. Sayap

Sayap terbuat dari polyethylene dengan ukuran mata jaring sebesar 5 inchi.

a. Pemberat

Bahan pemberat terbuat dari timah atau bahan lain.

a. Tali ris atas

Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.

a. Tali ris bawah

Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene.

a. Tali penarik

Terbuat dari tali dengan bahan polyethylene dengan diameter 1 inchi.

2.6 Hasil tangkapan

Hasil tangkapan dengan jaring Cantrang pada dasarnya yang tertangkap adalah jenis
ikan dasar (demersal) dan udand seperti ikan petek, biji nangka, gulamah, kerapu, sebelah,
pari, cucut, gurita, bloso dan macam-macam udang (Subani dan Barus, 1989).

2.7 Daerah penangkapan

langkah awal dalam pengperasian alat tangkap ini adalah mencari daerah
penangkapan (Fishing Ground). Menurut Damanhuri (1980), suatau perairan dikatakan
sebagai daerah penangkapan ikan yang baik apabila memenuhi persyaratan dibawah ini:

1. Di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun.

2. Alat tangkap dapat dioperasikan denagn mudah dan sempurna.

3. Lokasi tidak jauh dari pelabuhan sehingga mudah dijangkau oleh perahu.

viii
4. Keadaan daerahnya aman, tidak biasa dilalui angin kencang dan bukan daerah badai
yang membahayakan.

Penentuan daerah penangkapan dengan alat tangkap Cantrang hampir sama dengan
Bottom Trawl. Menurut Ayodhyoa (1975), syarat-syarat Fishing Ground bagi bottom trawl
antara lain adalah sebagai berikut:

Karena jaring ditarik pada dasar laut, maka perlu jika dasar laut tersebut terdiri dari
pasir ataupun Lumpur, tidak berbatu karang, tidak terdapat benda-benda yang
mungkin akan menyangkut ketika jaring ditarik, misalnya kapal yang tengelam,
bekas-bekas tiang dan sebagainya.

Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan depth yang sangat menyolok.

Perairan mempunyai daya produktivitas yang besar serta resources yang melimpah.

2.8 Teknik operasi (setting dan houling)

1. Persiapan

Operasi penangkapan dilakukan pagi hari setelah keadaan terang. Setelah ditentukan
fishing ground nelayan mulai mempersiapkan operasi penangkapan dengan meneliti bagian-
bagian alat tangkap, mengikat tali selambar dengan sayap jaring.

2. Setting

Sebelum dilakukan penebaran jaring terlebih dahulu diperhatikan terlebih dahulu arah
mata angin dan arus. Kedua faktor ini perlu diperhatikan karena arah angin akan
mempengaruhi pergerakan kapal, sedang arus akan mempengaruhi pergerakan ikan dan alat
tangkap. Ikan biasanya akan bergerak melawan arah arus sehingga mulut jaring harus
menentang pergerakan dari ikan.

Untuk mendapatkan luas area sebesar mungkin maka dalam melakukan penebaran
jaring dengan membentuk lingkaran dan jaring ditebar dari lambung kapal, dimulai dengan

ix
penurunan pelampung tanda yang berfungsi untuk memudahkan pengambilan tali selambar
pada saat akan dilakukan hauling. Setelah pelampung tanda diturunkan kemudian tali
salambar kanan diturunkan →

sayap sebelah kanan → badan sebelah kanan → kantong → badan sebelah kiri → sayap
sebelah kiri → salah satu ujung tali salambar kiri yang tidak terikat dengan sayap dililitkan
pada gardan sebelah kiri. Pada saat melakukan setting kapal bergerak melingkar menuju
pelampung tanda.

3. Hauling

Setelah proses setting selesai, terlebih dahulu jarring dibiarkan selam ± 10 menit
untuk memberi kesempatan tali salambar mencapai dasar perairan. Kapal pada saat hauling
tetap berjalan dengan kecepatan lambat. Hal ini dilakukan agar pada saat penarikan jaring,
kapal tidak bergerak mundur karena berat jaring. Penarikan alat tangkap dibantu dengan alat
gardan sehingga akan lebih menghemat tenaga, selain itu keseimbangan antara badan kapal
sebelah kanan dan kiri kapal lebih terjamin karena kecepatan penarikan tali salambar sama
dan pada waktu yang bersamaan. Dengan adanya penarikan ini maka kedua tali penarik dan
sayap akan bergerak saling mendekat dan mengejutkan ikan serta menggiringnya masuk
kedalam kantong jaring.

Setelah diperkirakan tali salambar telah mencapai dasar perairan maka secepat
mungkin dilakukan hauling. Pertama-tama pelampung tanda dinaikkan ke atas kapal → tali
salambar sebelah kanan yang telah ditarik ujungnya dililitkan pada gardan sebelah kanan →
mesin gardan mulai dinyalakan bersamaan dengan mesin pendorong utama hingga kapal
bergerak berlahan-lahan → jaring mulai ditarik → tali salambar digulung dengan baik saat
setelah naik keatas kapal → sayap jaring naik keatas kapal → mesin gardan dimatikan →
bagian jaring sebelah kiri dipindahkan kesebelah kanan kapal → jaring ditarik keatas kapal
→ badan jaring → kantong yang berisi hasil tangkapan dinaikkan keatas kapal. Dengan
dinaikkannya hasil tangkapan maka proses hauling selesai dilakukan dan jaring kembali
ditata seperti keadaan semula, sehingga pada saat melakukan setting selanjutnya tidak
mengalami kesulitan.

x
2.9 Dampak Penggunaan Alat Tangkap Ikan Jenis Cantrang.
Cantrang adalah sejenis pukat tarik yang biasanya digunakan untuk menangkap
udang dan ikan demersal. Menurut beberapa penelitian, cantrang diindikasikan sebagai alat
tangkap ikan yang kurang ramah lingkungan karena hampir mirip dengan trawl. Metode
menangkap ikan dengan mengunakan cantrang dengan cara membabi buta, menggunakan
perahu/kapal dengan jaringnya yang berkantong, bersayap dan mempunyai mulut jaring yang
lebar, panjang dan dalam. Sehingga lebih banyak ikan yang ditangkap dalam waktu singkat.
Tentu ini secara ekonomi adalah efisien dan efektif. Namun efek dari jaring cantrang itu,
banyak juga ikan kecil-kecil maupun ikan yang tidak bisa dikonsumsi ikut tertangkap. Ikan-
ikan yang tidak berguna ini biasanya mati begitu saja dan dibuang kembali ke laut. Di sinilah
efek negatif jaring ini sangat kuat untuk merusak lingkungan. Dan sebenarnya dalam jangka
panjang akan merugikan kepentingan ekonomi bangsa juga. Karena penggunaan cantrang ini,
maka banyak ikan-ikan kecil yang ikut mati terjaring. Akibatnya pada kurun waktu tertentu,
ikan-ikan tersebut akan habis karena tidak sempat regenerasi dengan alami.
Dampak penggunaan cantrang dikhawatirkan akan menghambat keberlanjutan
sumberdaya ikan demersal. Ikan demersal mempunyai nilai ekonomis tinggi karena
citarasanya khas dan digemari konsumen. Ikan demersal adalah ikan yang hidup di dasar
perairan. Jenis-jenis memilki sifat ekologi yaitu sebagai berikut : 1. Mempunyai adaptasi
dengan kedalaman perairan 2. Aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran
ruaya yang lebih sempit jika dibandingkan dengan ikan pelagis 3. Jumlah kawanan relatif
kecil jika dibandingkan dengan ikan pelagis 4. Habitat utamanya berada di dekat dasar laut
meskipun berbagai jenis diantaranya berada di lapisan perairan yang lebih atas. 5. Kecepatan
pertumbuhannya rendah 6. Komunitas memiliki seluk beluk yang komplek 7. Dibanding
sumberdaya ikan pelagis, potensi sumberdaya ikan demersal relatif lebih kecil akan tetapi
banyak yang merupakan jenis ikan dengan nilai ekonomis yang tinggi. Kecepatan
pertumbuhan yang rendah dan potensi yang relatif kecil sehingga rentan dari kepunahan
akan tetapi bernilai ekonomis tinggi , maka perikanan demersal harus dikelola dengan baik.
Selain dampak ekologis, cantrang juga berdampak sosial yaitu rawan terjadinya konflik hal

xi
terjadi antar nelayan akibat penggunaan cantrang. Seperti yang dialami nelayan daerah Pati,
Jawa Tengah, yang memasuki wilayah Pulau Madura, Jawa Timur.

2.10 Pro dan Kontra Kebijakan Pemerintah


Berdasarkan dampak penggunaan alat tangkap ikan jenis cantrang tersebut
dikeluarkanlah Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO. 2/PERMEN-KP/2015 tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) Dan Pukat Tarik (Seine
Nets) Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Pada pasal 4 ayat 1 dan
2 disebutkan jenis pukat tarik berkapal (boat or vessel seines) adalah cantrang. Dengan
keluarnya peraturan menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat di Jawa Timur. Seperti
di beritakan di Kota Probolinggo ribuan nelayan dari pesisir Pantai Mayangan, Kota
Probolinggo menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD. Mereka memprotes
kebijakan menteri kelautan dan perikanan yang melarang nelayan menggunakan pukat tarik
khususnya cantrang. Masyarakat nelayan mayangan kota probolinggo mengaku kehidupan
mereka selama ini sudah bergantung dengan hasil tangkapan mereka di tengah laut. Para
nelayan mengakui bahwa hasil tangkapan dengan cantrang jonggrang memberi kontribusi
yang cukup besar dan selama ini menjadi andalan nelayan. Biasanya dengan cantrang
jonggrang, para nelayan bisa menangkap ikan-ikan jenis demersal seperti kurisi, mangla,
cumi-cumi, udang, dorang, dan putihan. Jika peraturan ini diberlakukan sudah dipastikan
penghasilan mereka para nelayan jauh sangat berkurang dari biasanya.( tvrijatim.com ).
Kebijakan itu juga berpotensi melumpuhkan mata pencaharian 3 ribu nelayan, dan 500
pedagang ikan di Kota Probolinggo. Bahkan sekitar 180 unit kapal motor nelayan terancam
mangkrak. Di sisi lain, kebijakan itu juga mengancam lapangan pekerjaan bagi 8 juta
nelayan di 22 kota/kabupaten se-Jawa Timur. (m.beritametro.co.id).

Selain yang kontra juga ada banyak kelompok nelayan yang merespon Permen Mentri
Kelautan dan Perikanan tentang larangan pemakaian pukat tari. Di antaranya kalangan
nelayan kecil yang sangat berterima kasih. Kebijakan tersebut merupakan solusi dari
kebuntuan dan ketidakjelasan peraturan yang telah berjalan selama puluhan tahun
mengakibatkan rusaknya ekosistem alam laut hingga berdampak terhadap minimnya

xii
pendapatan dan hancurnya ekonomi masyarakat nelayan tradisional secara umum. Dampak
positif pemberlakuan Kepmen tersebut penghasilan masyarakat nelayan meningkat secara
perlahan.

2.11 Analisis Kebijakan


Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya banyak kepentingan dalam pembangunan
perikanan yang berkelanjutan. Pembangunan perikanan yang berkelanjutan dapat diartikan
sebagai pemanfaatan hasil perikanan yang dapat dipertanggungjawabkan, baik terhadap
generasi setelah kita maupun terhadap lingkungan. Bentuk pertanggungjawaban pada
generasi setelah kita dapat dilakukan dengan cara menjaga kelestarian sumberdaya perikanan
yang ada. Sedangkan bentuk tanggungjawab kita terhadap lingkungan dapat kita lakukan
dengan cara lebih memperhatikan kelestarian lingkungan. Disamping itu Pembangunan
perikanan yang berkelanjutan juga terkait dengan keberlanjutan keseluruhan aspek,
mulai dari aspek ekonomi, soial dan ekonomi.

Dalam upaya pemanfaatan hasil perikanan yang berkelanjutan peran pemerintah


sangatlah penting dalam membuat kebijakan dan peraturan dalam pembangunan perikanan.
Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan NO. 2/PERMEN-KP/2015 secara subtansi
kebijakan ini secara substansi tepat. Pasalnya, menjamin keberlanjutan sumber daya ikan dan
ekosistemnya. Jenis alat tangkap ini sejatinya varian pukat harimau yang mengancam
ekosistem pesisir dan sumber daya ikan. Permen ini juga menjawab tentang pelestarian
sumberdaya perikanan yang tidak diperhatikan, hal ini berkaitan dengan sumber daya
manusia (SDM) yaitu masyarakat perikanan. Dalam kenyataan kesadaran masyarakat
perikanan dalam melestarian sumberdaya ikan sangatlah minim dan cenderung merusak.
Pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang akan meminimalisir over fishing, perusakan
terumbu karang dan tentunya menjaga pelestarian suberdaya perikanan, hal ini masuk dalam
aspek ekologi.
Jika di lihat aspek sosial, ekonomi masyarakat perikanan tangkap misalnya di daerah
Jawa Timur bagian utara. Para nelayan menganggap alat tangkap cantrang adalah alat

xiii
tangkap yang efektif dan efesien, mudah dalam pengoperasiannya dan produktifitasnya
tinggi. Sehingga para nelayan terus bertumpu dan menggantungkan pada alat tangkap
cantrang dan malah terus bertambah penggunaannya sehingga menjadi kebiasaan para
nelayan menggunaan alat tangkap tersebut. Secara perekonomianpun di rasa oleh nasyarakat
nelayan meningkat dari pada menggunakan alat tangkap lainnya.
Dengan melihat aspek ekologi pelestarian ikan dan kebutuhan masyarakat secara
sosial dan ekonomi. Maka pemerintah harus tetap melaksanakan peraturan tersebut dengan
menggunakan solusi dan setrategi tertentu agar tidak terjadi gesekan dengan nelayan
cantrang.

2.12 Rekomendasi
Dari analisa kebijakan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015 terlihat 2 kepentingan yang
saling bertubrukan, dimana pemerintah ingin melaksanakan pembangunan perikanan
berkelanjutan dengan menjaga populasi ikan, disisi lain banyak masyarakat nelayan yang
bertumpu pada penggunaan alat cantrang dan ingin terus menggunakan alat tersebut untuk
memenuhi kebutuhan ekonominya. Untuk itu agar peraturan tersebut tetap terlaksana tampa
merugikan nelayan cantrang, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat menjadi rujukan
pemerintah dalam menjalankan peraturan tersebut yaitu ;
1. Pemerintah harus kontinyu mensosialisasikan Permen NO. 2/PERMEN-KP/2015
kepada nelayan cantrang di seluruh Indonesia dengan melibatkan pemerintah
daerah, tokoh-tokoh masyarakat., dan nelayan itu sendiri di setiap daerah masing-
masing.
2. Terus membangun kesadaran masyarakat dalam melaksanakan pembangunan
perikanan berkelanjutan berbasis ekosistem, dimana sumber daya perikanan tidak
boleh di eksploitasi habis tapi juga untuk generasi berikutnya.
3. Redesign alat tangkap nelayan cantrang agar alat tangkap tersebut menjadi ramah
lingkungan sesuai petunjuk teknis Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 2 Tahun 2011, tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat
penangkap ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia.

xiv
4. Penggantian alat tangkap cantrang dengan alap pengkap ikan yang ramah
lingkungan secara bertahap dan adanya pendampingan terus menerus oleh pihak
pemerintah.
5. Pemerintah harus berpijak pada pengelolaan perikanan berbasis kerakyatan
dimana keterlibatan penguna ( user ) yaitu masyarakat nelayan dalam pengelolaan
perikanan secara berkelanjutan sangatlah penting karena tidak ada program
pengelolaan yang sukses tampa terlibatnya pengguna. Pennguna harus mengambil
bagian dalam semua fase pengembangan rencana pengelolahan dan implementasi
program pengelolahan perikanan berkelanjutan. Misalnya melibatkan masyarakat
nelayan dalam membuat peraturan pengelolahan perikanan di Indonesia.

Dengan adanya rekomendasi tersebut diharapkan konflik adanya Peraturan Mentri


Kelautan dan Perikanan NO. 2/PERMEN-KP/2015 dapat di minimalisir dan tentunya
semua berharap pembangunan perikanan yang berkelanjutan dapat terwujud dan
meningkatkan perekonomian masayarakat nelayan di Indonesia.

xv
BAB III

PENUTUP

Sumber :

xvi
Ardidja,S (2005). Metode Penangkapn Ikan Jl.1. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Ardidja,S (2005). Metode Penangkapn Ikan Jl.2. Cianjur : CV. Baruna Ilmu Indonesia
Cahyani, TR ( 2013 ). Kajian Penggunaan Cantrang Terhadap Kelestarian Sumberdaya
Ikan Demersal. Universitas Diponegoro. Semarang
Mallawa,A (2006). Pengelolahan Sumberdaya Ikan Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat.
Penelitian Program COREMAP II Kab. Selayar
Nainggolan, C (2012). Metode Penangkapan Ikan. Tangerang : Penerbit Universitas Terbuka.
Sondita, A.F.A.(2012). Manajemen Sumber Daya Perikanan. Jakarta : Penerbit Universitas
Terbuka.
Wardhani, RK , dkk ( 2012.) Analisis Usaha Alat Tangkap Cantrang (Boat Seine) Di
Pelabuhan Perikanan Pantai Tawang Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries
Resources Utilization Management and Technology Volume 1, Nomor 1, Th. 2012
Hlm 67-76
http://yunias19ocean.blogspot.com/2010/06/kebijakan-pengelolaan-perikanan-tangkap.html
http://jurnalmaritim.com/2015/02/susi-kembali-perbolehkan-cantrang-kenapa/
http://www.tvrijatim.com/index.php?p=news&action=shownews&pid=894#.VOnwDSzZjcc
http://m.beritametro.co.id/nasional/nelayan-demo-keputusan-menteri-susi
http://www.portalkbr.com/berita/nasional/3386630_4202.html

xvii
xviii

También podría gustarte