Está en la página 1de 3

SEJARAH SINGKAT CADAS PANGERAN

13 Juli 2011 pukul 11.00

SEJARAH SINGKAT CADAS PANGERAN

'''Cadas Pangeran''' adalah nama suatu tempat, kira-kira enam kilometer sebelah barat daya kota
Sumedang, yang dilalui jalan raya Bandung—Cirebon. Pemberian nama ini terkait dengan
pembangunan Jalan Raya Pos Daendels yang melintasi daerah ini. Karena medan yang berbatu
cadas, lima ribuan jiwa pekerja kehilangan nyawanya. Hal ini membuat marah penguasa
Kabupaten Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX (1791-1828) yang lebih populer dengan
sebutan Pangeran Kornel, dan ia memprotes Daendels atas kesemena-menaan dalam
pembangunan jalan itu.

Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels yang memprakarsai
pembangunan jalan "maut" tersebut pada tahun 1809. Dahsyatnya, proyek jalan itu hanya
membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Jalur Anyer-Panarukan itu dibangun mula-mula sebagai
jalan raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Namun, keberhasilan
Daendels itu tak terlepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau
rodi tanpa bayaran sesen pun. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang melawan
maupun meninggal dunia akibat kerja rodi.

Maklum saja, Daendels terkenal dengan kekejamannya dan berlaku sangat keras, yang disukai
oleh Kaisar Prancis Napoleon--Prancis saat itu menguasai Kerajaan Belanda. Sebaliknya, bagi
bangsa Indonesia, kekejian Daendels sangat dibenci hingga ia mendapat julukan "Mas Galak"
atau "Mas Guntur". Julukan itu sesuai dengan tindak tanduknya yang kerap menekan kekuasaan
raja-raja atau penguasa setempat, khususnya terhadap wong cilik. Walau begitu, sejumlah
"inlader" akhirnya nekat menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh
rakyat memberontak terhadap kehendak "Si Tuan Besar" itu.

Satu di antara yang menonjol adalah Peristiwa Cadas Pangeran. Betapa tidak, ribuan pekerja rodi
yang meninggal paling banyak terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang
lebih tiga km. Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan
longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun tertimpa
batu-batu besar. Banyak pula yang terjerembab ke jurang selama pembangunan jalan itu. Belum
lagi sejumlah binatang buas yang kerap memangsa beberapa buruh rodi yang keletihan di malam
hari.

Kabar mengenai ribuan penduduk Sumedang yang tewas akibat kerja rodi tentu membuat gusar
penguasa setempat saat itu, yaitu Pangeran Kusumahdinata atau lebih dikenal dengan sebutan
Pangeran Kornel. Dia pun merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels.
Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya ke lokasi pembuatan jalan
yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas yang masih
berkeliaran. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan Pangeran Kornel
mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat memprihatinkan. Bahkan, mereka
cuma mempergunakan peralatan atau perkakas yang tergolong sederhana untuk memapras
tebing.

Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan makanan
yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak yang terjangkit sejumlah penyakit, seperti
malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari, turut
menambah kesengsaraan para pekerja.

Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di
hadapan para pekerja dan masyarakat Sumedang. Disusunlah rencana pemberontakan terhadap
Mas Galak. Setelah rencana dianggap matang, Pangeran Kornel bersama sejumlah pengawalnya
pergi ke lokasi kerja rodi tersebut. Dia pun sabar menanti kedatangan Daendels.

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu datang juga. Di kejauhan tampak Daendels menunggang kuda
dengan didampingi segelintir pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi
pembuatan jalan di daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Gubernur
Jenderal yang kejam itu, tepatnya di Desa Ciherang.

Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangannya disambut sendiri oleh penguasa
setempat. Tanpa rasa curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Bukan
kepalang terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan kiri.
Tak cuma itu, penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.

Dengan pancaran mata yang tajam tanpa berkedip, Pangeran Kornel terus menatap lawannya.
Sontak, keangkuhan Daendels luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari
Pangeran Kornel atau Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya
kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu.

Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel menjawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada
rakyat Sumedang terlalu berat. Setelah mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang
Daendels duel satu lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa regent
(bupati) Sumedang yang bernama Pangeran Kusumahdinata lebih baik berkorban sendiri
ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.

Mendengar alasan yang tegas dan jelas tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak
menguntungkan baginya, Daendels pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan
mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat
Sumedang diperkenankan hanya membantu saja.

Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa
ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun
berkecamuk di sana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjungan mereka.
Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan
pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan korban yang tak sedikit. Sedangkan Pangeran
Kornel yang gagah berani itu gugur di ujung bedil pasukan Belanda.

Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu dinamakan Cadas Pangeran. Ini untuk
mengenang keberanian Pangeran Kornel yang rela gugur dalam memperjuangkan atau membela
kepentingan rakyat Sumedang yang sangat dicintainya.(ANS/Dari Berbagai Sumber dan Tradisi
Sejarah Lisan Masyarakat Pasundan)

También podría gustarte