Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Pengertian
Pengertian tentang limfoma maligna antara lain menurut Danielle, (1999)
bahwa limfoma adalah malignansi yang timbul dari sistem limfatik. Pengertian lain
tentang limfoma maligna menurut Susan Martin Tucker, (1998) adalah suatu
kelompok neoplasma yang berasal dari jaringan limfoid. Sedangkan menurut
Suzanne C. Smeltzer, ( 2001), mengemukakan bahwa limfoma maligna adalah
keganasan sel yang berasal dari sel limfoid. Pengertian lain tentang limfoma
maligna menurut Doenges, (1999) adalah kanker kelenjar limfoid. Pengertian lain
yang diperoleh dari www.trigonum.or.id, (2007) mendefinisikan bahwa limfoma
maligna ialah tumor padat yang berasal dari jaringan limfoid.
Limfoma Hodgkin
A. Pengertian
Limfoma hodgin merupakan limfoma yang khas ditandai oleh adanya sel
reed Sternberg dengan latar belakang sel-sel radang pleomorf
B. Epidemiologi
C. Etiologi
Penyebab limfoma Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui secara pasti,
namun salah satu yang paling dicurigai adalah virus Epstein-barr. Biasanya dimulai
pada satu kelenjar getah bening dan menyebar ke sekitarnya secara per kontiunatum
atau melalui sistem saluran kelenjar getah beningke kelenjar-kelenjar sekitarnya.
Meskipun jarang sesekali menyerang juga organ-organ ekstranodal seperti
lambung, testis. dan tiroid, pada penemuan statistik, penyakit ini didapatklan pada
kelas sosioekonomi lebih tinggi dan insidennya meningkat pada keluarga dengan
riwayat penyakit Hodgkin
D. Klasifikasi
Pada umumnya limfoma Hodgkin diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi
RYE yang membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 golongan
1. Tipe Limphocyte predominance
Merupakan 5 % dari penyakit Hodgkin
Pada tipe ini limfodit kecil merupakan sel latar belakang yang domnan, hanya
sedikit sel R-S yang dijumpai
Dapat bersifat nodular atau difus
2. Tipe mixed cellularity
Terdapat sebanyak 30 % dari penyakit Hodgkin
Jumlah sel R-S mulai banyak dijumpai dalam jumlah seimbang dengan limfosit
3. Tipe lymphocyte depleted
Kurang dari 5% limfoma Hodgkin tetapi merupakan tipe yang paling agresif
Sebagian besar terdiri dari atas sel R-S sedangkan limfosit jarang sekali ditemui
4. Tipe nodular sclerosis
Tiep ini merupakan tipe yang paling sering dijumpai yaitu 40-69 % dari seluruh
penyakit Hodgkin
Ditandai oleh fibrosis dan sklerosis yang luas
Sel esinofil banyak dijumapai, juga terdapat sel R-S
E. Gejala Klinis
F. Tingkatan Penyakit
Stadium II Penyakit menyerang dua atau lebih KGB pada satu sisi diafragma
(atas atau bawah diafragma); atau satu organ ekstralimfatik dan
satu atau lebih KGB pada satu sisi diafragma (IIE)
Stadium III Penyakit menyerang KGB pada kedua sisi diafragma, yang dapat
disertai dengan keterlibatan limpa (IIIS) atau terlokalisasi pada
satu organ ekstralimfatik (IIIE) atau keduanya (IIISE)
Stadium IV Penyakit menyerang KGB secara difus mengenai satu atau lebih
organ ekstralimfatik, dengan atau tanpa disertai keterlibatan
pada KGB
H. Pemeriksan Penunjang
I. Penatalaksanaan
Terapi untuk penyakit Hodgkin adalah :
1. Radioterapi
a. Merupakan moalitas terapi utamauntuk penyakit Hodgkin yang terlokalisasi
derajat I dan II. Dosis radiasi adalah 4000-5000 rad
b. Diberikan dengan tekhnik penyinaran extended field (lesi di atas atau di bawah
diafragma) atau total nodal irradiation (TNI) untuk lesi di atas dan di bawah
diafragma
2. Kemoterapi
Merupakan pilihan utama untuk penyakit derajat III dan IV. Kombinasi
yang paling utama digunakan adalah sebagai berikut :
a. Regimen MOPP
Mustargen : 6 Mg/m2 IV hari ke-1 dan 8
Oneovin : 1,4 mg/m2 IV hari ke-1 dan 8
Procarbazine : 100 mg/m2 oral hari ke-1 sampai dengan 4
Prednison: 60-80 mg/m2/hari oral hari ke-1 sampai5
b. Regimen ABVD
Doxorubicin ()Adriamycin) : 25 mg/m2 IV hari ke-1 dan 15
Bleomycine 10 mg/m2 Iv hari ke-1 dan 15
Vimblastin 6 mg/m2 IV hari ke-1 dan 15
Dacar
c. Kombinasi regimen MOPP dan ABVD
d. Regimen Hybrid MOP/ABV
e. Kombinasi radioterapi dan kemoterapi
J. Komplikasi Akibat Terapi
Komplikasi
1. Radioterapi : dapat menimbulkan nausea, disfagia, oesofagitis dan hipotiroid
2. Kemoterapi : dapat menimbulkan mielosupresi, sterilitas, dan timbulnya
keganasan hematologis sekunder : AML dan Limfoma non-Hodgkin
3. Komplikasi yang dialami pasien dengan limfoma maligna dihubungkan
dengan penanganan dan berulangnya penyakit. Efek-efek umum yang merugikan
berkaitan dengan kemoterapi meliputi : alopesia, mual, muntah, supresi sumsum
tulang, stomatitis dan gangguan gastrointestinal. Infeksi adalah komplikasi
potensial yang paling serius yang mungkin dapat menyebabkan syok sepsis. Efek
jangka panjang dari kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis
pulmonal.
4. Efek samping terapi radiasi dihubungkan dengan area yang diobati. Bila
pengobatan pada nodus limfa servikal atau tenggorok maka akan terjadi hal-hal
sebagai berikut : mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan
penurunan produksi saliva.Bila dilakukan pengobatan pada nodus limfa abdomen,
efek yang mungkin terjadi adalah muntah, diare, keletihan, dan anoreksia
A. Pengertian
B. Insidens
Lebih dari 45.0000 klien didiagnosa sebagai limfoma non Hodgkin (LNH)
setiap tahun di Amerika serikat. Di Indonesia frkuensi relative LNH jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan limfoma Hodgkin
C. Etiologi
D. Kalsifikasi
Klasifikasi KIEl membagi LNH menjadi dua golongan besar berikut ini :
1. LNH dengan derajat keganasan rendah
2. LNH dengan derajat keganasan tinggi
Kalsifikasi Kiel sudah menyesuaikan dengan kompartmen dari kelenjar
getah bening serta membedakan asal sel, apakah dari limfosit B atau limfosit T
F. Gejala Klinis
Gejala klinis yang dirasakan pada sebagian besar klien asimptomatik adalah
1. Pemebesaran kelenjar getah bening yang asimetris
2. Demam berkeringat pada malam hari
3. Hepatomegali dan splenomegali
4. Dapat timbul komplikasi saluran cerna
5. Demam, kelelahan atau terjadi penurunan berat badan
6. Nyeri punggung dan leher yang di sertai dengan hiperefleksia
7. Anemia infeksi dan perdarahan dapat dijumpai pada kasus yang mengenai
sumsum tulang secara difus
G. Pemeriksaaan diagnsotik
H. Penatalaksanaan
Alternatif: Alternatif:
Kombinasi terapi (dengan Asimtomatik atau bulk
kemoterapi) kecil:
Kemoterapi regimen
tunggal
Total-body irradiation
Keganasan Rekomendasi: Rekomendasi:
Menengah/Tinggi Kemoterapi CHOP diikuti Kemoterapi CHOP
dengan involved-field Radiasi adjuvan atau
radiation therapy profilaksis
Profilaksis kraniospinal
TBI
TBI digunakan sebagai terapi paliatif pada LNH keganasan rendah.
Sedangkan pada keganasan menengah dan tinggi dimana angka kekambuhan cukup
tinggi yaitu 50-60%, perlu dilakukansalvage therapy yang terdiri dari kemoterapi d
an terapi mieloablatif. TBI termasuk dalam komponen mieloablatif.
Oleh karena lapangan radiasi dari TBI sangat luas (seluruh tubuh) maka
biasanya toleransi pasien rendah sehingga dosis TBI pun diatur sedemikian rupa
yaitu dengan total dosis adalah 150 cGy dalam 10 fraksi, 2 kali setiap minggu.
Rituximab
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kelompok limfoma dunia (GELA atau
Group d’Etude des Lymphomes de l’adulte) menyimpulkan, kombinasi rituximab
dengan CHOP memberi angka kesembuhan yang lebih baik daripada CHOP saja.
Penelitian yang dipimpin oleh Prof Mark Hertzberg dari University of Sydney ini
menunjukkan adanya perbedaan angka harapan hidup yang cukup signifikan.
Sekitar 53% pasien LNH yang diterapi kombinasi dapat hidup setelah 3 tahun
pengobatan, sedangkan yang diterapi CHOP saja hanya 35%. Rituximab
merupakan antibodi monoklonal yang bekerja spesifik hanya pada sel tumor
sehingga efek toksisistasnya kecil.
B. Patofisiologi
Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya bermula
dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limpa, traktus
gastrointestinal (misalnya dinding lembung), hati, atau sumsum tulang. Sel limfosit
dalam kelenjar limfe
juga berasal dari sel-sel indik multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel
induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi menjadi sel progenitor
limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami
pematangan dalam kelenjar thymus untuk menjadi limfosit T, dan sebagian lagi
menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi
menjadi sel limfosit B. Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai maka
limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi bentuk aktif dan berpoliferasi.
Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas seluler. Sedangkan limfosit B
aktif menjadi imunoblas yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk
imunoglobulin. Perubahan limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat
terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang
tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya
rangsangan imunogen). Hal ini terjadi didalam kelenjar getah bening, dimana sel
limfosit tua berada di luar centrum germinativum sedangkan imunoblast berada di
bagian paling sentral centrum germinativum. Apabila membesar maka dapat
menimbulkan tumor dan apabila tidak ditangani secara dini maka menyebabkan
limfoma maligna.
Penyebab tumor ini tidak diketahui dengan jelas, namun terdapat beberapa
faktor risiko antara lain : imunodefisiensi, agen infeksius, paparan lingkungan dan
pekerjaan (seperti pekerja hutan, petrnak dan pertanian), terkena paparan
ultraviolet, merokok, dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani. Tanda dan
gejala yang timbul antara lain kelelahan, malaise penurunan berat badan,
peningkatan suhu, kerentanan infeksi, disfagia anoreksia, mual, muntah, konstipasi,
anemia, timbul edema anasarka, tekanan darah turun, sesak nafas bila tumbuh di
daerah dada dan kelainan/pembesaran organ. Apabila kondisi ini berlangsung terus-
menerus, maka dapat menimbulkan komplikasi yaitu efusi pleura, fraktur tulang,
paralisis dan kematin pasti terjadi dalam 1 sampai 3 tahun bila tanpa penanganan.
C. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien limfoma maligna terdiri atas penatalaksanaan
medis/farmakoterapi dan penatalaksanaan keperawatan.
1. Penatalaksanaan medis/farmakoterapi. Menurut Brunner and Suddarth, (2001),
Danielle Gale, (1999) :
a. Kemoterapi oral seperti klorambusil (leukeran) dengan atau tanpa prednison.
Karena penyakit ini menjadi progresif lalu direkomendasikan pendekatan yang
agresif, dengan menggunakan kemoterapi kombinasi yang meliputi siklofosfamid,
vinkristin, vinblastin, bleomisin dan doksorubisin. Efek jangka panjang dari
kemoterapi meliputi kemandulan, kardiotoksik, dan fibrosis pulmonal.
b. Terapi radiasi dilakukan hanya jika penyakit ini terlokalisasi pada daerah-daerah
tertentu. Tujuan terapi radiasi adalah menghancurkan sel-sel tumor. Efek samping
terapi radiasi bila pada area nodus limfa servikal atau tenggorokan, maka akan
terjadi mulut kering, disfagia, mual, muntah, rambut rontok, dan penurunan
produksi salifa serta peningkatan karies gigi, sedangkan bila pada area nodus limfa
abdomen, maka akan terjadi muntah, diare keletihan, anoreksia dan supresi sumsum
tulang.
c. CT scan hati dan limpa dilakukan untuk mengidentifikasi keterlibatan organ
tersebut terhadap tumor.
d. Thorax foto tulang pelvis vertebra, dan tulang panjang, dilakukan untuk
mengidentifikasi keterlibatan organ tersebut terhadap tumor.
e. Biopsi sumsum tulang untuk menentukan keterlibatan sumsum tulang, invasi
sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
f. Biopsi nodus limfa untuk membuktikan keterlibatan nodus mediastinal.
g. Skintigrafi Gallium-67 berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya
penyakit nodus, khususnya diatas diafragma.
h. Ultrasound abdominal untuk mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal.
i. Tomografi paru keseluruhan atau skan CT dada dilakukan bila adenopati hilus
terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa mediastinum.
j. Tindakan pembedahan laparatomy dilakukan bila penyakit ini diduga
berada di bawah diafragma tetapi berisiko terjadi perdarahan atau
poliferasi.
D. Pengkajian
Pengkajian pada klien limfoma maligna menurut Doenges, (1999) diperoleh data
sebagai berikut :
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan, atau malaise umum, kehilangan prodiktifitas dan
penurunan toleransi latihan.
Tanda : penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda : takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena
karena pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterusskelera dan
ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu oleh
pembesaran nodus limfa, pucat (anemia), diaforesis, keringat malam hari.
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress, takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan
kemungkinan takut mati, tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan
terapi radiasi).
Tanda : berbagai perilaku, misal marah menarik diri, pasif
4. Eliminasi
Gejala : perubahan karakteristik urine dan feses, riwayat obstruksi intususepsi, atau
sindroma malabsorpsi (infiltrasi dari nodus limfa retro peritoneal)
Tanda : nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi
(hepatomegali), nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi
(splenomegali), penurunan haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi
uretral/gagal ginja), disfungsi usus dan kandung kemih.
5. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia/kehilangan nafsu makan, disfagia (tekanan pada esofagus)
Adanya penurunan berat badan.
Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompensasi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa), edema
ekstermitas bawah sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari
pembesaran nodus limfa intraabdominal (non-hodgkin), Asites (obtruksi vena kava
inferior sehubungan dengan pembesaran nodus limfa intra abdominal)
6. Neurosensori
Gejala : nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pleksus sakral, kelemahan otot, parestesia.
Tanda : status mental ; letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar,
paraplegia (kompresi btang spinal dari tubauh vertebral, keterlibatan diskus pada
kompresi/degenerasi atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena, mis pada sekitar
mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral) nyeri tulang umum
(keterlibatan tulang limfomatus), nyeri segera pada area yang terkena setelah
minum alkohol.
Tanda : fokus pada diri sendiri, prilaku berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada
Tanda : dispnea ; takikardia, batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan
; peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor,
sianosis, parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf
laringeal).
9. Keamanan
Gejala : riwayat sering/adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat
ulkus/perforasi perdarahan gaster, demam, keringat malam tanpa menggigil,
kemerahan/pruritus umum
Tanda : demam menetap tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri,
membengkak/membesar, pembesaran tonsil, pruritus umum, sebagian area
kehilangan pigmentasi melanin (vitilago).
10. Seksualitas
Gejala : masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak
mempengaruhi, tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.
E. Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan
diagnosa keperawatan. Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan pada klien
post operasi laparatomy + biopsy dengan indikasi limfoma maligna sebagai berikut
:
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi
bedah
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan berlebihan, misal : muntah, perdarahan, diare.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan
cadangan energi, peningkatan laju metabolik dari produksi leukosit masif.
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan
proses pencernaan.
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
darah dan nutrisi kejaringan sekunder pembedahan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang
akurat mengenai perawatan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2002). Text Book of Medical – Surgical Nursing (Agung,
Penerjemah). Philadelphia : Lippincott (Sumber asli diterbitkan 1997).
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Hand Book Of Nursing Diagnosis. (Monica Ester,
Penerjemah). Philadelphia. PA 19106.USA (Sumber asli diterbitkan 1999).