Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
Nori Anggraini
Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
FKIP Universitas Muhammadiyah Tangerang
nory_agg@yahoo.com
ABSTRAK
A. Pendahuluan
Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat yang memegang teguh adat istiadat dan
agama Islam sebagai pandangan hidup secara agamis dan sosial. Pandangan tersebut tertuang
dalam falsafah adat, yaitu Adat basandi syarak, Syarak basandi kitabullah1 (adat bersendikan
1
Secara keseluruhan pepatah adat itu berarti adat Minangkabau berdasarkan kepada atau dikuatkan oleh hukum
agama, sedangkan agama tersebut berdasarkan hukum Allah yang terdapat dalam Al-Qur`an, atau dengan kata lain
“adat Minang adalah adat yang islami” (Syarifuddin, 2003:18).
agama, agama bersendikan Alqur`an). Falsafah2 Adat basandi syarak, Syarak basandi kitabullah
merupakan pertemuan antara adat Minangkabau dengan agama Islam. Falsafah adat ini adalah
hasil kebulatan tekat antara pemuka adat dengan pemuka agama yang mewakili lapisan
masyarakat Minangkabau. Dari falsafah tersebut tercermin bahwa ada keinginan bersama untuk
menjadikan agama Islam sebagai adat yang dipakai sehari-hari oleh warga Minang, Adat Minang
adalah adat yang islami. (Syarifudin, 2003:16).
Dalam kehidupan masyarakat adat Minang, dikenal tiga unsur pimpinan yaitu ninik
mamak3, alim ulama4, dan cerdik pandai5 yang bisa disebut tungku tigo sajarangan6 (tungku tiga
sejerangan). Dihubungkan dengan falsafah adat dapat diartikan “Segala sesuatu dikaji dan diteliti
oleh cerdik pandai, kemudian difatwakan oleh ulama berdasarkan hukum agama, selanjutnya
dilaksanakan secara praktis oleh ninik mamak bersama dengan anak kemenakannya”. Di sinilah
letak kekuatan masyarakat Minangkabau dengan menyatunya tiga unsur kepemimpinan dalam
kehidupan (Ronidin, 2006:176).
Sebagai salah satu produk sastra, novel Indonesia memperlihatkan kekhasannya yang
berkaitan erat dengan kultur etnik yang sekian lama mengeram, mendekam, dan mengalir
menjadi pola pikir, prilaku, dan sikap hidup, tata krama dan etika, tindakan dan ekspresi diri,
2
Falsafah ialah satu disiplin ilmiah yang mengusahakan kebenaran yang umum dan asas. Perkataan falsafah dalam
bahasa Melayu berasal daripada bahasa Arab ةفسلفyang juga berasal daripada perkataan yunani Φιλοσοφία
philosophia, yang bermaksud "cinta kepada hikmah". Secara umumnya, falsafah mempunyai ciri-ciri merupakan satu
usaha pemikiran yang tuntas dan tujuannya adalah untuk mendapatkan kebenaran.
3
Mamak adalah saudara laki-laki ibu. Dalam masyarakat Minangkabau, hubungan kekerabatan antara seorang anak
dengan saudara laki-laki ibunya disebut dengan hubungan mamak jo kemenakan (mamak dan kemenakan) (Zulfadli,
2003:31).
4
Ulama adalah pemimpin yang mengayomi umat beragama, khususnya umat Islam. Umat agama lain juga punya
“ulama” yang berfungsi :mengembalakan” umatnya masing-masing. Dari pengertian ini, fungsi ulama telah lebih
luas karena yang dipimpinnya adalah masyarakat, yaitu masyarakat agama tertentu, atau kelompok umat
beragama tertentu (Agus, 2003:35).
5
Cerdik Pandai adalah golongan intelektual atau ilmuwan yang generalis, bukan spesialis. Karena mereka
mempunyai banyak perhatian terhadap yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Misalnya tentang ekonomi,
politik, sosial, agama, kebudayaan, dan teknologi (Navis, 1999:23).
6
Tungku Tigo Sejerangan adalah tiga persoalan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, sudah
ada yang bertanggung jawab, yaitu niniak mamak di mana ia bertanggung jawab atas persoalan adat, kemudian
alim ulama yang bertanggung jawab atas persolan syari’at di nagari, serta cerdik pandai yang kemudian akan
membina kecakapan anak nagari (Ronidin, 2006:135)
pandangan dan orientasi tentang alam dan lingkungan, bahkan juga sampai pada wawasan
estetiknya (Mahayana, 2007). Novel merupakan salah satu produk sastra yang memegang
peranan penting dalam memberikan berbagai kemungkinan dalam menyikapi kehidupan. Hal ini
dimungkinkan karena di dalam novel terungkap berbagai persoalan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat yang bersifat universal dan sangat kompleks.
Salah satu novel warna lokal7 Minangkabau yang menceritakan tentang persoalan
keagamaan adalah novel Dari Surau ke Gereja karya Helmidjas Hendra. Novel ini mengangkat
tema perpindahan agama di ranah Minangkabau. Fenomena perpindahan agama di ranah Minang
sebagai persoalan keagamaan dan adat istiadat tertuang dalam karya sastra sebagai cerminan
sosial kehidupan masyarakat. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang merupakan hasil imajinasi
dan bentuk penghayatan pengarang terhadap gambaran kehidupan masyarakat di sekelilingnya.
Gambaran tersebut merupakan kenyataan sosial yang mencakup hubungan masyarakat, antara
masyarakat dan seseorang, dan antar peristiwa (Damono, 1984:1).
Persoalan perpindahan agama ini direfleksikan pengarang dalam novel Dari Surau ke
Gereja karya Helmidjas Hendra. Dari Surau ke Gereja merupakan simbol dari fenomena
perkembangan keberagamaan yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau. Surau8 merupakan
bahasa Minang yang berarti tempat beribadah umat Islam di Minangkabau, sedangkan gereja
merupakan tempat beribadah bagi umat Kristiani.
Konflik utama adalah perpindahan agama yang makin marak di ranah Minang yang
melatarbelakangi lahirnya LSM UMPAN, yang diketuai oleh kaum intelektual muda. Selain
bergerak di bidang perpindahan agama, LSM UMPAN juga bergerak di bidang anti
pendangkalan aqidah, dan pemberantasan penyakit masyarakat. Diceritakan juga bahwa LSM
tesebut tidak mempermasalahkan aliran perbedaan paham dalam beribadah dan perbedaan
ideologi politik. Permasalahan dalam cerita ini tidak hanya perpindahan agama, tetapi juga
pergeseran nilai-nilai adat istiadat dalam masyarakat Minangkabau itu sendiri. Mamak yang tidak
lagi peduli kepada kemenakan, peran mamak lebih dominan daripada peran ayah dalam sebuah
7
Abrams dalam A Glosarry of Literary Terms (1971:89) mengemukakan bahwa warna lokal (local color) adalah
sebuah fiksi yang mempresentasekan dengan jelas latar, dialek, adat-istiadat (budaya), kebiasaan, pakaian, dan cara
berpikir sebagai karakteristik dan identitas dari suatu daerah atau wilayah tertentu.
8
Surau adalah tempat laki-laki muda Minangkabau menjalani rutinitas belajar mengaji, belajar ilmu silat, belajar
adat istiadat, belajar ilmu pengobatan. (Ronidin, 2006:9).
keluarga, adat yang hanya dipakai untuk acara berhelat9 saja, sistem kekerabatan yang
matrilineal10 sementara falsafah adat adalah adat bersendikan syara`, syara` bersendikan
kitabullah seperti yang telah dijelaskan di atas. Puncak dari masalah ini adalah ketika kakak dari
salah satu cerdik pandai yang notabene sebagai aktivis anti pemurtadan sendiri akhirnya keluar
dari Islam setelah menikah dengan seorang Kristiani.
Dari masalah-masalah yang diangkat dalam novel inilah yang melatarbelakangi keinginan
Peneliti untuk mengetahui fenomena perkembangan keberagamaan, khususnya mengambarkan
perpindahan agama. Hal tersebut dihubungkan dengan falsafah adat yang berbunyi adat
bersendikan syara`, syara` bersendikan kitabullah tersebut yang ada dalam novel Dari Surau Ke
Gereja tersebut di ataslah yang melatarbelakangi penelitian ini untuk menggunakan kajian teori
sosiologi sastra Alan Swingewood.
Teori sosiologi sastra dipilih sebagai landasan teori karena novel adalah produk
masyarakat yang berbicarakan fenomena dalam masyarakat, dikonsumsi oleh masyarakat, dan
disiplin ilmu yang mempelajari persoalan-persoalan masyarakat. Swingewood memberikan
konsep tentang sosiologi dan sastra. Sosiologi adalah pendekatan ilmiah yang menekankan
analisis objektif tentang manusia dan masyarakat, tentang kelembagaan kemasyarakatan, dan
proses-proses sosial. Sastra terkait dengan manusia dalam dunia kemasyarakatan, adaptasinya
dengan dunia kemasyarakatan itu, dan keinginannya melakukan perubahan terhadap dunia
kemasyarakatan (Swingewood dan Laurenson, 1972:12). Berdasarkan hal tersebut, maka teori
yang paling tepat dalam penelitian ini adalah teori yang mengakomodasi konsep-konsep baik
sosiologi maupun sastra, yaitu sosiologi sastra.
Berdasarkan pada latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini berhubungan
dengan Fenomena perkembangan keberagamaan yang tercermin dalam novel Dari Surau ke
Gereja yang diinterpretasikan adanya indikasi fenomena sebagai berikut: (1) kedudukan suami
dalam rumah tangga; (2) sistem matrilineal; (3) fungsi ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai
9
Baralek adalah pesta, meski untuk pesta-pesta adat namun sering disosialisasikan sebagai pesta perkawaninan
(Islandar, 2004:183).
10
Matrilini adalah sistem dari pola egaliti. Menurut pikiran alam Minangkabau egaliti itu disebut “sama”. Yang
artinya persamaan, kesamaan, kebersamaan antara sesame kita manusia. Dengan demikian matrilini merupakan
system untuk memantapkan kedudukan perempuan agar sederajat dengan laki-laki secara hokum, sosial dan
kebudayaan. Untuk itu perempuan diberi kekuatan pengimbang, yakni dengan kepemilikan atas harta dan anak,
sedangkan laki-laki memperoleh hak kepemimpinan (Navis, 1999:60-61)
(tungku tigo sajarangan); (4) adat Minangkabau tidak lagi operasional tapi menjadi seremonial;
(5) masyarakat Minangkabau bergeser dari masyarakat agamis menjadi sekuler; (6) terjadinya
perpindahan agama dalam masyarakat Minangkabau. Berdasarkan implikasi masalah
perkembangan keberagamaan tersebut memunculkan permasalahan yang akan dirumuskan
sebagai berikut:
1. Kedudukan agama dan adat sebagai falsafah hidup masyarakat Minangkabau serta
fungsi tungku tigo sarangan (ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai) dalam novel
Dari Surau Ke Gereja karya Helmidjas Hendra.
2. Perkembangan keberagamaan masyarakat Minangkabau terkait dengan adanya
perpidahan agama masyarakat Minangkabau yang terjadi dalam novel Dari Surau Ke
Gereja karya Helmidjas Hendra.
Novel Dari Surau Ke Gereja karya Helmidjas Hendra ini di latarbelakangi karena adanya
perpindahan agama yang terjadi di Sumatera Barat. Pada bagian awal cerita Helmidjas Hendra
menceritakan sebuah LSM. Lembaga ini lahir karena adanya fenomena perpindahan agama
masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat yang dibentuk oleh sekelompok kaum cerdik pandai
muda Sumatera Barat. LSM tersebut sebagai wadah pergerakan menangani masalah perpindahan
keyakinan, pendangkalan aqidah, dan pemberantasan penyakit masyarakat. Melalui rekayasa
perkawinan, bantuan sosial, pemerasan dan hipnotisme (Hendra, 2008:11). Dengan adanya
pergerakan dari eksternal, sebaiknya masyarakat Minangkabau tidak terjebak oleh kemarahan
mengenai perpindahan keyakinan, melainkan harus memperkokoh diri dengan ajaran Islam
bidang aqidah dan memaksimalkan kembali fungsi lembaga adat yang selama ini sudah mulai
tidak berperan dalam masyarakat.
5. Faktor Penyebab Perpindahan Agama
Novel ini menceritakan beberapa tokoh yang mengalami perpindahan agama karena
beberapa hal yang berbeda-beda. Penyebab perpindahan keyakinan dalam novel ini di
latarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Pada tahun 1960, misi Baptis dari The Foreign Mission Board of The Southern Baptis
Convention datang ke Sumbar. Mulanya, misionaris ini membuka kursus bahasa Inggris,
dan poliklinik untuk membantu pengobatan masyarakat. Lama-lama mereka memaksakan
kehendak untuk membangun gereja dan rumah sakit di Bukittinggi. Ulama setempat yang
dipimpin Buya H Mansur Daud Dt Palimo Kayo melakukan perlawanan.
(http://www.sabili.co.id/indonesia-kita/fakta-dan-data-pemurtadan-di-padang)
Isu permutadan di Minangkabau menjadi tema utama dalam novel Dari Surau ke Gereja.
Pergerakan Kristenisasi dalam kutipan di atas menunjukkan bahwa adanya usaha dari agama
Kristen (Protestan dan Katolik) untuk memperluas penyebaran agama mereka di Minangkabau.
Pergerakan peyebarluasan agama Kristen tersebut menjadikan keresahan bagi umat Islam di
Minangkabau, mereka menganggap Kristenisasi sebuah ancaman yang akan merusak agama dan
adat Istiadat mereka.
Sebaliknya, kaum cerdik pandai atau kaum intelektual Minangkabau menganggap bahwa
upaya penyebaran agama lain bukanlah menjadi ancaman bagi umat Islam, melainkan hal yang
wajar karena semua agama berhak untuk mengembangkan agama masing-masing. Hal yang
diperlukan adalah membentengi umat Islam dengan menanamkan keimanan yang kuat sesuai
dengan ajaran agama Islam hingga tidak mudah terpengaruh oleh agama lain.
Sebagai tindakan preventif dari masyarakat Minangkabau yang beragama Islam, beberapa
kalangan intelektual (cerdik pandai) berinisiatif membentuk organisasi resmi sebagai wadah
untuk pergerakan memperkuat benteng keimanan masyarakat Minangkabau melalui LSM-LSM
dan organisasi Islam. Hal ini berarti peran dari intelektual atau kaum cerdik pandai selalu ada di
garda depan dalam masyarakat Minangkabau.
Fenomena kristenisasi yang terjadi Minangkabau, masuk sebagai fakta dalam karya sastra
sebagai fakta literer (Fact in Fiction). Novel Dari Surau ke Gereja karya Helmidjas Hendra,
mengambarkan cerminan kehidupan beragama masyarakat Minangkabau, khususnya tentang
adanya pergerakan krsitenisasi terhadap masyarakat Minangkabau.
D. Kesimpulan
Tiga persoalan prinsip dalam kehidupan bermasyarakat di Minangkabau, sudah ada yang
bertanggung jawab, yaitu niniak mamak di mana ia bertanggung jawab atas persoalan adat,
kemudian alim ulama yang bertanggung jawab atas persolan syari‟at di nagari, serta cadiak
pandai yang kemudian akan membina kecakapan anak nagari. Semua hal tersebut merupakan
pemberdayaan dalam kehidupan bermasyarakat, agar masyarakat Minangkabau tumbuh dan
berkembang dengan kecakapannya yang memiliki pemahaman adat dan syari‟at, hal ini
merupakan implementasi dari falsafah adat masyarakat minangkabau “adat basandi syarak,
syarak basandi kitabullah” .
Ketika ketiga unsur pipminan, perannya mulai berkurang dalam masyarakat
Minangkabau, maka terjadi perkembangan yang tidak lagi sesuai dengan tatanan adat istiadat
Minangkabau. Masyarakat mulai menentukan sendiri jalan dan pikirannya kearah yang mereka
inginkan. Peran pemimpin menjadi mulai tidak diperhitungkan bahkan nyaris dilupakan,
sehingga fungsi adat dan agama tidak lagi menjadi rel dalam kehidupan masyarakat
Minangkabau. Budaya hidup sekuler, modernis, bahkan berujung dengan perpindahan agama
terjadi di Minangkabau.
Untuk mengembalikan dan membentengi masyarakat Minangkabau untuk kembali hidup
dengan falsafah adat (agama dan adat Minang). Ketiga unsur harus merapatkan barisan sebagai
pimpinan agar falsafah adat menjadi pedoman dan petunjuk bagi masyarakat untuk menjalani
hidup sebagai manusia yang beradat dan beragama.
Sebagai salah satu novel warna lokal Minangkabau, novel Dari Surau Ke Gereja karya
Helimidjas Hendra merupakan sebuah kritikan pengarang terhadap kebudayaan Minangkabau
terkait adanya peristiwa perpindahan agama yang terjadi di masyarakat Minangkabau yang
memegang teguh adat dan agama Islam sebagaimana yang tertuang dalam falsafah adat
bersendikan syara`, syara` bersendikan kitabullah. Fungsi tungku tigo sajarangan, tali tigo
sapilin (ninik-mamak, cerdik pandai, alim ulama) sebagai orang yang menjadi panutan dalam
masyarakat Minangkabau.
Faktor-faktor penyebab terjadinya perpindahan agama pada masyarakat Minangkabau
disebabkan karena pemikiran dan cara pandang yang berbeda tentang adat Minangkabau yang
menganut agama tunggal (Islam), melalui perkawinan, alasan ekonomi, dana danya kristenisasi.
Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan adat terjadinya perpindahan keyakinan
tersebut disebabkan masih lemahnya peran tungku tigo sajarangan (ninik-mamak, cerdik pandai,
alim ulama) dalam pembinaan agama, adat istiadat, dan bidang keilmuan.
Daftar Pustaka
Agus, Bustanuddin. 2005. “Ulama Minangkabau: Peran yang Makin Menciut” dalam Menggugat
Minangkabau (Ed. Herwandi dan Zaiyardam Zubir). Padang: Andalas University Press.
Chamamah-Soeratno, Siti, 1990. ”Hakikat Penelitian Sastra”. Gatra No. 10/11/12. Edisi Khusus.
_________.2001. “Penelitian Sastra: Tinjauan tentang Teori dan Metode Sebuah Pengantar”
dalam Metodologi Penelitian Sastra. (Ed. Jabrohim). Yogyakarta: Hanindita.
Damono, Sapardi Djoko.1984. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Depdikbud.
Gazalba, Sidi. 1969. Konflik antara Adat, Agama, dan Pengaruh Barat, Seminar Islam di
Minangkabau: Padang.
Herwandi. 2005. “Menghadiakan Gala atau Manjua Adat” dalamMenggugat Minangkabau (Ed.
Herwandi dan Zaiyardam Zubir). Padang: Andalas University Press.
Hendra, Helmidjas. 2009. Dari Surau ke Gereja: Murtad di Ranah Minang. Jakarta: Pustaka
Aweha.
Iskandar, Harry Efendi.2005. “Korupsi Berjamaah di Rumah Gadang” dalam Menggugat
Minangkabau (Ed. Herwandi dan Zaiyardam Zubir). Padang: Andalas University Press.
Mahayana, Maman. S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moleong. Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kulaitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Navis, A. A. 1999. Yang Berjalan Sepanjang Jalan: Kumpulan Karangan Pilihan. Jakarta:
Grasindo.
Ronidin. 2006. Minangkabau di Mata Anak Muda. Padang: Andalas University Press.
Syarifuddin, Amir. 2003. Adat Basandi Syara`, Syara` Basandi Kitabullah. Padang: PPIM.
Swingewood, Allan. 1972. Introduction: Sosiology of Literature, dalam Swingewood and Diana
Laurenson (Eds). The Sociology of Literature. London: Mac Gibbon 7 Kee Limited.
Teeuw, A. 1997. Citra Manusia dalam Karya Sastra. Jakarta: Gramedia.
Zulfadli, 2009. “Pergeseran Nilai Budaya Minangkabau dalam Novel Bulan Susut Karya Ismet
Fanany”. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.