Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi Secara
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif Di
Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan
Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang Patologis
2.2 Etiologi
Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai
melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada
manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12
mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.
a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
1
b. Penurunan tekanan onkotik plasma
tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.
edema paru.
Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh
b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
Syndrome).
Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan
alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan
dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan
Starling Force.
Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl
thiourea).
2
Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
Insufisiensi Limfatik:
Lymphangitic Carcinomatosis.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism
Eclampsia
Post cardioversion
Post Anesthesia
2.3 Patofisiologis
ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak
tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler
keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan
yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang
potensial mengalami alo adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium
kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan
masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya
pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan
2.4 Klasifikasi
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru
Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru
Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya
faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Cronic.
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ
jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus
atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan
yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung
yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk
(datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan
dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh
darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-
4
2. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema
Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat
b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma,
luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi
pada paru-paru.
c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis
d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat
parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,
pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)
dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada
pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).
g. overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis
aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin
intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.
5
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-
paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita
hamil.
1. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co. Keluhan pada
stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.
2. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi
kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan
di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di
daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi
yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.
3. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara
berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang
berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang
6
2.5 Web Of Coution
7
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan fisik
a. Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.
b. Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
e. Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.
f. Laboratorium
d) Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
f) darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, ekg, enzim jantung
g. Foto thoraks pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan x-ray dada. Radiograph
(x-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan
bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada
setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang
8
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary
edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang
mungkin mendasarinya.
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma b-type natriuretic peptide (bnp) atau
n-terminal pro-bnp. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah
yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari bnp
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai
yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.
Pulmonary artery catheter (swan-ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
dari 18 mmhg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmhg biasanya menyokong non-
9
2.6 Penatalaksanaan
1. Posisi ½ duduk.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, pao2 tidak bisa
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor ekg, oksimetri bila ada.
5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (ntg) dan
6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
7. bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : dopamin 2 – 5 ug/kgbb/menit atau
9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
10. Penggunaan aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau
pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-
kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif,
11. Penggunaan inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat
diberikan digitalis seperti deslano-side (cedilanide-d). Obat lain yang dapat dipakai adalah
10
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 51 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
B. Keluhan Utama
Saat masuk rumah sakit pasien mengeluhkan sesak nafas yang sangat tidak nyaman, pasien juga berkeringat
dingin.
11
C. Riwayat Kesehatan
Keluarga pasien mengatakan pasien sudah merasakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, namun siang ini
pasien mengatakan bahwa sesaknya semakin meningkat, pasien juga berkeringat dingin, sehingga
pasien dibawa ke IGD RSU Haji Surabaya. Pasien tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.
Keluarga pasien mengatakan jika pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu,
beberapa bulan ini pasien sudah tidak rutin mengkonsumsi obatnya. Pasien tidak memiliki riwayat
Keluarga pasien mengatakan bahwa dari keluarga tidak memili penyakit hipertensi maupun diabetes
melitus.
D. Pengkajian
Airway
Jalan nafas pasien tidak paten, terdapat penumpukan sekret dijalan nafas pasien,nafas pasien
terlihat sesak.
Breathing
Respiratory rate : 36 x/menit, menggunakan otot bantu nafas, nafas pasien dalam, menggunakan pernafasan
cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan yaitu Ronchi pada lapang dada.
Circulation
TD = 170/100 mmHg, nadi = 120x/menit, nadi irregular, halus teraba di arteri radialis, cepat, CRT > 3 detik.
Disability
Exposure
12
2. Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisiologis
1. Respirasi
Pengembangan paru pasien asimetris, pada saat bernafas pasien menggunakan otot
pernafasan, terdapat suara nafas tambahan berupa ronchi lokasi nya di seluruh lapang
sekret, sputum pasien kental berwarna putih, pernafasan pasien tampak takipnea dan
irreguler, pasien diberikan alat bantu nafas berupa oksigen masker dengan 8 Lpm.
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada
A : Ronkhi
2. Kardivaskuler
Suara jantung S1-S2 tunggal, irama jantung pasien irreguler, CRT < 2 detik, tidak
13
3. Neurologis
Reaksi pupil pasien isokor dengan diameter pada mata kiri 2mm, dan mata kanan
4mm, reflek pupil terhadap cahaya masih baik pada mata kanan dan kiri. Tidak
terdapat tanda-tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala, mual-muntah dan lain-
lain
4. Abdomen
Bentuk flat, jejas (-),bising usus(+) 10x/menit,distensi abdomen (-), asites (-), tidak
ada pembesaran pada hepar dan lien, nyeri tekan (-),timpani, tidak ada mual muntah,
5. Integumen
Akral kulit pasien dingin dan pasien berkeringat dingin, turgor kulit pasien baik,
tidak terdapat luka ataupun perdarahan, dan tidak ada kelainan pada kulit.
6. Perkemihan
Jumlah urin pada saat dipasang kateter sebanyak 100 cc dengan warna kuning pekat.
7. Muskuloskeletal
Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas namun pada saat pengkajian pasien
hanya terfokus pada sesaknya nya sehingga untuk mengkaji lebih dalam tidak bisa.
Pada ekstremitas atas maupun bawah tidak terdapat kelainan dan untuk kekuatan otot
dan reflek tidak terkaji, tidak ada jejas, nyeri tekan dan CRT < 2 detik.
8. Endokrin
yang berarti.
9. Psikososial.
Konsep diri pasien tanggapan pasien terhadap tubuhnya pasien merasa tidak ada
yang salah dengan tubuhnya dan merasa suka dengan tubuhnya, semua bagian tubuh
14
pasien di sukai dan syukuri. Pasien dalam keluarga bertugas sebagai kepala rumah
tangga dan merasa sudah menjalankan sebagaimana tugasnya, dan pasiennya merasa
senang dan mampu pada perannya sebagai yang mencari nafkah untuk keluarga.
Pasien berharap sakitnya ini segera disembuhkan dan pasien segera bisa beraktifitas
seperti sediakala. Hubungan pasien dengan keluarga terlihat harmonis terlihat dari
anak dan istrinya bergantian menjaga pasien. Pasien mengatakan tidak nyaman
dengan keadaan yang seperti sekarang untuk sholat. Persepsi pasien terhadap
E. Pemerikasaan labolatorium
HB 14,1 g/dl
HEMATOKRIT 40,5 %
BUN 14 g/dl
SGOT 23 u/l
SGBT 25 u/l
CLORIDA 92 mmol/l
CORRECTED 37,0 C
15
PO2 81,0 mmHg 75,0 – 100.0
MEASURED 37 C -
CALCULATED DATA
15,4 131 mmol/l
HCO3ACT
O2SAT 97,3
PO2/F1O2 2,45
PO2(a/A)(T) 0,38
F1o2 33,0 %
16
17
F. Terapi dan Diet.
Terapi medis :
infus PZ 7tpm
Inj. Lanzoprazole 30 mg
Inj. Furosemide 20 mg
Morfina 10mg
Peroral
1.
Preceptee
(……………………….)
18
1.1 Analisa Data
Takipnea
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan)
20
1.2 Rencana Tindakan
1. Ketidakefektifan pola Pola nafas kembali efektif setelah 1. Berikan HE pada pasien 1. Informasi yang adekuat dapat
pernafasan
dilakukan tindakan keperawatan tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
berhubungan dengan
selama 1 × 24 jam, dengan kriteria 2. Atur posisi semi fowler dalam memberikan terapi
menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap hasil: 3. Observasi tanda dan gejala 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
penumpukkan cairan
1. Tidak terjadi hipoksia atau sianosi sumbatan proses respirasi dapat
dalam paru. hipoksemia
2. Tidak sesak 4. Berikan terapi oksigenasi berjalan dengan lancar.
3. RR normal (16-20 × /
menit) 5. Observasi tanda-tanda vital 3. Sianosis merupakan salah satu tanda
4. Tidak terdapat kontraksi
otot bantu nafas 6. Observasi timbulnya gagal manifestasi ketidakadekuatan suply
5. Tidak terdapat sianosis
nafas. O2 pada jaringan tubuh perifer .
21
terjadinya hipoksia.
22
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
2. Gangguan pertukaran Fungsi pertukaran gas dapat 1. Berikan HE pada pasien 1. Informasi yang adekuat dapat
gas
maksimal setelah dilakukan tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
berhubungan dengan
tindakan keperawatan selama 1 × 2. Atur posisi pasien semi dalam memberikan terapi
perubahan membran
kapiler- 24 jam dengan kriteria hasil: fowler 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak
alveolus(perpindahan
1. Tidak terjadi sianosis 3. Bantu pasien untuk ada sumbatan proses respirasi dapat
cairan ke dalam area
2. Tidak sesak melakukan reposisi berjalan dengan lancer
intertitial/alveoli)
3. RR normal (16-20 × / secara sering 3. Posisi yang berbeda menurunkan
23
(PaCO2): 35-45 mm Hg dengan kerja jantung yang menurun
22-26 mEq/liter
pH: 7.35-7.45
24
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL
3. Penurunan Curah Curah jantung tercukupi untuk 1. Catat suara jantung 1. S1 dan S2 mungkin lemah karena
Jantung kebutuhan individual 2. Monitor Tanda tanda terdapat kelemahan dalam memompa.
Kriteria hasil : vital Irama gallop sering ada (S2 dan S3).
1. Menunjukkan tanda vital 3. Palpasi denyut peripher Murmur merupakan gambaran adanya
2. bebas gejala gagal jantung. kulit,pucat,cyanosis 2. pada awal tekanan darah meningkat
25
sesuai indikasi. Denyut dapat yang cepat atau reguler
26
sertai oleh gejala-gejala bendungan.
dan air.
27
1.4 Implementasi dan Evaluasi
TANGGAL/JAM IMPLEMENTASI
28
14. Catat suara jantung
Jam 15.00 – 16:00 18. Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi cemas
dan depresi.
29
30
TANGAL DAN
DIAGNOSA EVALUASI
JAM
gastrointestinal
Ny. L mengatakan An E tidak Diare kurang lebih 6x/hari dengan konsntrasi
O:
BAB 6x/hari
A:
cairan aktif
P:
31
Intervensi dilanjutkan nomer 1,2,3,4,5,6
S:
O:
Deficit nutrisi berhubungan dengan
- Membran Mukosa kering
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
- Nadi : 137x/menut
- CRT 3 detik
P:
Intervensi dilanjutkan
32
S:
O:
C : Badan tampak lesu, Turgor kulit buruk, Mukosa kering, kulit sawu
A:
P:
Intervensi di lanjutkan
33
S:
rumah sakit
O:
A:
P:
Intervensi dihentikan
34
RESUME JURNAL
ENDOTRAKEAL
menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah
sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu
sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku
registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan
JanuariOktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien
dan yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata – rata
pasien yang dirawat di ICU adalah 41 -42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami
kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal
gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah maka sangat diperlukan
Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh penderita di ruang ICU yang sedang
terpasang ETT dengan Sampel penelitian adalah penderita yang sedang terpasang
ETT dan terdapat lendir. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang
sedang dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terpasang ETT,
35
dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang dilakukan tindakan Resusitasi Jantung
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi yang terdiri
dari identitas umum responden yang terdapat pada bagian atas lembar observasi
namun peneliti tidak mencantumkan uji validitas dan rebilitas alat ukur tersebut
kembali suhu tubuh respon Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode
Design, yang mengungkapkan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok
Dalam penelitian ini akan dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada atau tidaknya
5. Were there any untoward events during the conduct of the study ?
Adapun hambatan yang terjadi dalam penelitian ini adalah tidak adanya keseragaman
dalam menggunakan ukuran kanul suction. Sebab ukuran dapat mempengaruhi dan
memberikan perbedaan pada nilai saturasi oksigen pada pasien yang dilakukan
tindakan suctioning
Hasil penelitian ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maggiore, et al
36
Mechanical Ventilation by Changing Practice, dimana 46,8% responden mengalami
Dalam hasil penelitian ini bisa di terapkan ke praktik klinik, penggunaan tindakan
dengan sesuai SPO yang baik dan dan benar karena hal ini dap berpengaruh pada
saturasi pasien
37