Está en la página 1de 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Akumulasi Cairan Di Paru Yang Terjadi Secara

Mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).

Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terjadinya Penumpukan Cairan Secara Masif Di

Rongga Alveoli Yang Menyebabkan Pasien Berada Dalam Kedaruratan Respirasi Dan

Ancaman Gagal Napas.

Acute Lung Oedema (Alo) Adalah Terkumpulnya Cairan Ekstravaskuler Yang Patologis

Di Dalam Paru. (Soeparman;767).

2.2 Etiologi

1. Ketidakseimbangan Starling Forces:

a. Peningkatan tekanan kapiler paru:

Edema paru akan terjadi hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai

melebihi tekanan osmotic koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada

manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah antara 8-12

mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya edema paru tersebut.

Etiologi dari keadaan ini antara lain:

a) Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri

(stenosis mitral).

b) Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel

kiri.

c) Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan

arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).

1
b. Penurunan tekanan onkotik plasma

Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing

enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi. Tetapi hipoalbuminemia saja

tidak menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler paru.

Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia akan menyebabkan

edema paru.

c. Peningkatan tekanan negatif intersisial:

Edema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat dari udara pleural, contoh

yang sering menjadi etiologi adalah:

a) Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).

b) Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut

bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).

d. Peningkatan tekanan onkotik intersisial

Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

a) Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress

Syndrome).

Keadaan ini merupakan akibat langsung dari kerusakan pembatas antara kapiler dan

alveolar. Cukup banyak kondisi medis maupun surgical tertentu yang berhubungan

dengan edema paru akibat kerusakan pembatas ini daripada akibat ketidakseimbangan

Starling Force.

 Pneumonia (bakteri, virus, parasit).

 Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, NO).

 Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alpha-naphthyl

thiourea).

 Aspirasi asam lambung.

 Pneumonitis radiasi akut.

2
 Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).

 Disseminated Intravascular Coagulation.

 Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin, leukoagglutinin.

 Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.

 Pankreatitis Perdarahan Akut.

 Insufisiensi Limfatik:

b) Post Lung Transplant.

 Lymphangitic Carcinomatosis.

 Fibrosing Lymphangitis (silicosis).

c) Tak diketahui/tak jelas

 High Altitude Pulmonary Edema.

 Neurogenic Pulmonary Edema.

 Narcotic overdose.

 Pulmonary embolism

 Eclampsia

 Post cardioversion

 Post Anesthesia

 Post Cardiopulmonary Bypass

2.3 Patofisiologis

ALO kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau volume yang mendadak

tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler

dengan tekanan melebihi 25 mmhg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal mempertahankan

keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan

yang menumpuk di alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung yang

potensial mengalami alo adalah semua keadaan yang menyebabkan peningkatan tekanan atrium

kiri >25 mmhg.


3
Sedangkan alo non-kardiogenik timbul terutama disebabkan oleh kerusakan dinding

kapiler paru yang dapat mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga menyebabkan

masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut akan mengakibatkan terjadinya

pengeluaran sekret encer berbuih dan berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan

mengakibatkan gangguan pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-

kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru

Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru

Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya

faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Cronic.

1. Cardiogenic Pulmonary Edema

Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada organ

jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa tidak bagus

atau jantung tidak kuat lagi memompa. Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan

yang tinggi dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung

yang buruk. Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk

(datang dari beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan

dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat

menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh

darah dari paru-paru. Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari pembuluh-

pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

4
2. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema

Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal berikut:

a. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)

Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon

peradangan yang mendasarinya, dan ini menurus pada alveoli yang bocor yang dapat

dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.

b. Kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah, trauma,

luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain, atau radiasi

pada paru-paru.

c. Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat

menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada

pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut, dialysis

mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.

d. High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang cepat

ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.

e. Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure yang

parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di paru-paru,

menyebabkan neurogenic pulmonary edema.

f. Paru yang mengembang secara cepat dapat adakalanya menyebabkan re-expansion

pulmonary edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis

(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural effusion)

dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat berakibat pada

pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral pulmonary edema).

g. overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary edema. Overdosis

aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat menjurus pada aspirin

intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin menyebabkan pulmonary edema.

5
h. Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema

mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-

paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute

lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita

hamil.

2.5 Manifestasi Klinis

ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),

1. Stadium 1

Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan mengganggu

pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi co. Keluhan pada

stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas saat melakukan aktivitas.

2. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi

kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis menebal. Adanya penumpukan cairan

di jaringan kendor interstisial akan lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di

daerah basal karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi

yang dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan tersengal.

3. Stadium 3

Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami gangguan secara

berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita tampak mengalami sesak napas yang

berat disertai batuk berbuih kemerahan (pink froty). Kapasitas vital dan volume paru yang

lain turun dengan nyata.

6
2.5 Web Of Coution

7
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan fisik

a. Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.

b. Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,

kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme

sehingga disebut sebagai asma kardiale.

c. Takikardia dengan s3 gallop.

d. Murmur bila ada kelainan katup.

e. Elektrokardiografi.

Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung

penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa

ditemukan.

f. Laboratorium

d) Analisa gas darah po2 rendah, pco2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.

e) enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

f) darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, ekg, enzim jantung

(ck-mb, troponin t), angiografi koroner.

g. Foto thoraks pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan x-ray dada. Radiograph

(x-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung dan

pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan

bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap pada

setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.

X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak

tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang

lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang

signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru yang

8
normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari pulmonary

edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang penyebab yang

mungkin mendasarinya.

h. Pengukuran plasma b-type natriuretic peptide (bnp)

Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari

pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma b-type natriuretic peptide (bnp) atau

n-terminal pro-bnp. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah

yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari bnp

nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)

adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai

yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai

penyebabnya.

i. Pulmonary artery catheter (swan-ganz)

Pulmonary artery catheter (swan-ganz) adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)

yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui

ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau

pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari

paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam

pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure

dari 18 mmhg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,

sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmhg biasanya menyokong non-

cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter swan-ganz dan interpretasi

data dilakukan hanya pada intensive care unit (icu).

9
2.6 Penatalaksanaan

1. Posisi ½ duduk.

2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.

3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, pao2 tidak bisa

dipertahankan ≥ 60 mmhg dengan o2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi co2,

hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka

dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor ekg, oksimetri bila ada.

5. Menurunkan preload dan mengeluarkan volume cairan intra paru. Nitrogliserin (ntg) dan

furosemide merupakan obat pilihan utama.

6. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya

dihindari).

7. bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : dopamin 2 – 5 ug/kgbb/menit atau

dobutamin 2 – 10 ug/kgbb/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat

ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard

9. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.

10. Penggunaan aminophyline, berguna apabila oedema paru disertai bronkokonstriksi atau

pada penderita yang belum jelas oedema parunya oleh karena faktor kardiogenik atau non-

kardiogenik, karena selain bersifat bronkodilator juga mempunyai efek inotropok positif,

venodilatasi ringan dan diuretik ringan.

11. Penggunaan inotropik. Pada penderita yang belum pernah mendapatkan pengobatan, dapat

diberikan digitalis seperti deslano-side (cedilanide-d). Obat lain yang dapat dipakai adalah

golongan simpatomi-metik (dopamine, dobutamine) dan golongan inhibitor phos-

phodiesterase (amrinone, milrinone, enoxumone, piroximone)

10
BAB III

TINJAUAN KASUS

Nama Kelompok : Kelompok 1


Program Studi : Profesi Ners FIK UMSurabaya
No. Rekam Medik : 5128xx
Nama Pasien : Tn. M
Ruangan : Ruang IGD
Tanggal pengkajian : Senin, 7-2-2018 Jam : 10.30

Diagnosa medis : ALO

ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. M

Umur : 51 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Ngagel reto / 96

B. Keluhan Utama

Saat masuk rumah sakit pasien mengeluhkan sesak nafas yang sangat tidak nyaman, pasien juga berkeringat

dingin.

11
C. Riwayat Kesehatan

1. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga pasien mengatakan pasien sudah merasakan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu, namun siang ini

pasien mengatakan bahwa sesaknya semakin meningkat, pasien juga berkeringat dingin, sehingga

pasien dibawa ke IGD RSU Haji Surabaya. Pasien tidak memiliki alergi makanan ataupun obat-obatan.

2. Riwayat penyakit dahulu

Keluarga pasien mengatakan jika pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu,

beberapa bulan ini pasien sudah tidak rutin mengkonsumsi obatnya. Pasien tidak memiliki riwayat

penyakit diabetes melitus.

3. Riwayat penyakit keluarga

Keluarga pasien mengatakan bahwa dari keluarga tidak memili penyakit hipertensi maupun diabetes

melitus.

D. Pengkajian

1. Pengkajian Primer (Primary Survey)

Airway

Jalan nafas pasien tidak paten, terdapat penumpukan sekret dijalan nafas pasien,nafas pasien

terlihat sesak.

Breathing

Respiratory rate : 36 x/menit, menggunakan otot bantu nafas, nafas pasien dalam, menggunakan pernafasan

cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan yaitu Ronchi pada lapang dada.

Circulation

TD = 170/100 mmHg, nadi = 120x/menit, nadi irregular, halus teraba di arteri radialis, cepat, CRT > 3 detik.

Disability

Kesadaran : Composmestis, GCS (E 4 M 4 V5), pasien gelisah

Exposure

Tidak ada jejas dan luka di seluh tubuh pasien.

12
2. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : pasien tampak berkeringat dingin.

2. Tanda-tanda Vital : TD : 170 / 100 mmHg, n : 120x/menit, RR : 36 x/menit.

3. Kesadaran : Composmetis, GCS (E4 M5 V6)

Pengkajian fisiologis

1. Respirasi

Pengembangan paru pasien asimetris, pada saat bernafas pasien menggunakan otot

pernafasan, terdapat suara nafas tambahan berupa ronchi lokasi nya di seluruh lapang

dada, batuk pasien tidak produktif sehingga mengakibatkan terjadinya akumulasi

sekret, sputum pasien kental berwarna putih, pernafasan pasien tampak takipnea dan

irreguler, pasien diberikan alat bantu nafas berupa oksigen masker dengan 8 Lpm.

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris, retraksi otot dada (+), tidak ada

lesi, penggunaan otot bantu pernapasan, penurunan tekanan ekspirasi

P : Nyeri tekan (+), vocal vremitus teraba

P : Terdengar hipersonor pada lapang paru kanan dan kiri

A : Ronkhi

2. Kardivaskuler

Suara jantung S1-S2 tunggal, irama jantung pasien irreguler, CRT < 2 detik, tidak

terdapat edema pada pasien.

13
3. Neurologis

Reaksi pupil pasien isokor dengan diameter pada mata kiri 2mm, dan mata kanan

4mm, reflek pupil terhadap cahaya masih baik pada mata kanan dan kiri. Tidak

terdapat tanda-tanda peningkatan TIK seperti nyeri kepala, mual-muntah dan lain-

lain

4. Abdomen

Bentuk flat, jejas (-),bising usus(+) 10x/menit,distensi abdomen (-), asites (-), tidak

ada pembesaran pada hepar dan lien, nyeri tekan (-),timpani, tidak ada mual muntah,

dan tidak ada asites.

5. Integumen

Akral kulit pasien dingin dan pasien berkeringat dingin, turgor kulit pasien baik,

tidak terdapat luka ataupun perdarahan, dan tidak ada kelainan pada kulit.

6. Perkemihan

Jumlah urin pada saat dipasang kateter sebanyak 100 cc dengan warna kuning pekat.

Pasien tidak mengalami kesulitan dalam membuang air kecil.

7. Muskuloskeletal

Kemampuan pergerakan sendi pasien bebas namun pada saat pengkajian pasien

hanya terfokus pada sesaknya nya sehingga untuk mengkaji lebih dalam tidak bisa.

Pada ekstremitas atas maupun bawah tidak terdapat kelainan dan untuk kekuatan otot

dan reflek tidak terkaji, tidak ada jejas, nyeri tekan dan CRT < 2 detik.

8. Endokrin

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik pasien tidak mengalami masalah

yang berarti.

9. Psikososial.

Konsep diri pasien tanggapan pasien terhadap tubuhnya pasien merasa tidak ada

yang salah dengan tubuhnya dan merasa suka dengan tubuhnya, semua bagian tubuh

14
pasien di sukai dan syukuri. Pasien dalam keluarga bertugas sebagai kepala rumah

tangga dan merasa sudah menjalankan sebagaimana tugasnya, dan pasiennya merasa

senang dan mampu pada perannya sebagai yang mencari nafkah untuk keluarga.

Pasien berharap sakitnya ini segera disembuhkan dan pasien segera bisa beraktifitas

seperti sediakala. Hubungan pasien dengan keluarga terlihat harmonis terlihat dari

anak dan istrinya bergantian menjaga pasien. Pasien mengatakan tidak nyaman

dengan keadaan yang seperti sekarang untuk sholat. Persepsi pasien terhadap

penyakit yang dideritanya adalah suatu cobaan dari Allah S.W.T.

E. Pemerikasaan labolatorium

Parameter Hasil Nilai Normal

HB 14,1 g/dl

LEKOSIT 13,100 /mm3

TROMBOSIT 246,000 /mm3

HEMATOKRIT 40,5 %

GDA STIK 135 g/dl

BUN 14 g/dl

CREATIN SERUM 1,7 g/dl

SGOT 23 u/l

SGBT 25 u/l

ALBUMIN 3,8 g/dl

KALIUM 4,2 mmol/l

NATRIUM 131 mmol/l

CLORIDA 92 mmol/l

CORRECTED 37,0 C

PH 7,540 7.350 – 7.450

PCO2 18,5 mmHg 32.0 – 45.0

15
PO2 81,0 mmHg 75,0 – 100.0

MEASURED 37 C -

PH 7,540 7.350 – 7.450

PCO2 18,5 mmHg 32.0 – 45.0

PO2 81,0 mmHg 75,0 – 100.0

CALCULATED DATA
15,4 131 mmol/l
HCO3ACT

HCO3ACT 21,1 mmol/l

BE(ECF) 7,1 mmol/l

BE(B) 4,2 mmol/l

CTCO2 16,0 mmol/l

O2SAT 97,3

PO2/F1O2 2,45

PO2(a-a) 132,2 mmHg

PO2(a/A)(T) 0,38

ENTERED DATA temp 37,0 c

F1o2 33,0 %

CKMB 17 u/l 7-25

16
17
F. Terapi dan Diet.

Terapi medis :

 infus PZ 7tpm

 Inj. Lanzoprazole 30 mg

 Inj. ISDN (Isosorbide Dinitrate) 1mg/ml

 Inj. Furosemide 20 mg

 Morfina 10mg

Peroral

DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN

1.

Surabaya, Januari 2018

Preceptee

(……………………….)

18
1.1 Analisa Data

No Data Pohon masalah Problem


1. DS: Pasien mengatakan Akumulasi cairan berlebihan Ketidak efektifan
Sesak nafas
pola nafas
DO : Cairan menumpuk di rongga
- RR 36 x / menit
pleura
- TD 170/100mmHg
- Nadi 120x /menit
- Kedalaman =dalam
Penurunan ekspansi paru
- Takipnea
- Bunyi nafas Ronkhi
- Irama = irregular
Penuruna oksigen pada
- Pernapasan cuping hidung
- Penurunan tekanan ekspirasi pembuluh darah

Takipnea

Pola nafas tidak efektif


2. DS: Akumulasi cairan berlebihan Gangguan
- Pasien mengatakan sesak
pertukaran Gas
napas
- Pasien mengatakan cepat Menumpuk di paru
lelah
DO :
- RR = 36x/menit, dalam, Alveoli berisi cairan
irregular
- Hiperkapnia
- Hipoksia Gangguan pertukaran Gas
- Napas cuping hidung
- Pasien tampak pucat,
gelisah
3. DS: Alveoli berisi cairan Penurunan curah
- Pasienmengatakansesak
jantung
nafas,
- Pasienmengatakan jantungn
ya berdebar-debar Gangguan pertukaran gas
- Pasien mengeluhlemah, oksigen
lelah, letih

DO: Okseigen ke jantung berkurang


- Perubahan EKG
- Takikardia
- TD : 170/100mmHg Penurunan kontraktilitas
- Nadi 120x /menit miokardial
- Pasien tampak pucat, lelah,
letih
19
- CRT <2 detik Penurunan curah jantung
- Pasien tampak gelisah

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam paru.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolus(perpindahan cairan ke dalam area intertitial/alveoli)
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontakilitas miokardial
(penurunan)

20
1.2 Rencana Tindakan

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA


NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL

1. Ketidakefektifan pola Pola nafas kembali efektif setelah 1. Berikan HE pada pasien 1. Informasi yang adekuat dapat
pernafasan
dilakukan tindakan keperawatan tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
berhubungan dengan
selama 1 × 24 jam, dengan kriteria 2. Atur posisi semi fowler dalam memberikan terapi
menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap hasil: 3. Observasi tanda dan gejala 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
penumpukkan cairan
1. Tidak terjadi hipoksia atau sianosi sumbatan proses respirasi dapat
dalam paru. hipoksemia
2. Tidak sesak 4. Berikan terapi oksigenasi berjalan dengan lancar.
3. RR normal (16-20 × /
menit) 5. Observasi tanda-tanda vital 3. Sianosis merupakan salah satu tanda
4. Tidak terdapat kontraksi
otot bantu nafas 6. Observasi timbulnya gagal manifestasi ketidakadekuatan suply
5. Tidak terdapat sianosis
nafas. O2 pada jaringan tubuh perifer .

7. Kolaborasi dengan tim 4. Pemberian oksigen secara adequat

medis dalam memberikan dapat mensuplai dan memberikan

pengobatan cadangan oksigen, sehingga mencegah

21
terjadinya hipoksia.

5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda

terjadinya gangguan nafas disertai

dengan kerja jantung yang menurun

timbul takikardia dan capilary refill

time yang memanjang/lama.

6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses

respirasi diperlukan intervensi yang

kritis dengan menggunakan alat bantu

pernafasan (mekanical ventilation).

7. Pengobatan yang diberikan berdasar

indikasi sangat membantu dalam

proses terapi keperawatan

22
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL

2. Gangguan pertukaran Fungsi pertukaran gas dapat 1. Berikan HE pada pasien 1. Informasi yang adekuat dapat
gas
maksimal setelah dilakukan tentang penyakitnya membawa pasien lebih kooperatif
berhubungan dengan
tindakan keperawatan selama 1 × 2. Atur posisi pasien semi dalam memberikan terapi
perubahan membran
kapiler- 24 jam dengan kriteria hasil: fowler 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak
alveolus(perpindahan
1. Tidak terjadi sianosis 3. Bantu pasien untuk ada sumbatan proses respirasi dapat
cairan ke dalam area
2. Tidak sesak melakukan reposisi berjalan dengan lancer
intertitial/alveoli)
3. RR normal (16-20 × / secara sering 3. Posisi yang berbeda menurunkan

menit) 4. Berikan terapi oksigenasi resiko perlukaan akibat imobilisasi

4. BGA normal: 5. Observasi tanda – tanda 4. Pemberian oksigen secara adequat

 Partial pressure of vital dapat mensuplai dan memberikan

oxygen (PaO2): 75-100 6. Kolaborasi dengan tim cadangan oksigen, sehingga

mm Hg medis dalam mencegah terjadinya hipoksia

 partial pressure of memberikan pengobatan 5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda

carbon dioxide terjadinya gangguan nafas disertai

23
(PaCO2): 35-45 mm Hg dengan kerja jantung yang menurun

 oxygen content (O2CT): timbul takikardia dan capilary refill

15-23% time yang memanjang/lama.

 oxygen saturation 6. Pengobatan yang diberikan

(SaO2): 94-100% berdasar indikasi sangat membantu

 bicarbonate (HCO3): dalam proses terapi keperawatan

22-26 mEq/liter

 pH: 7.35-7.45

24
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA
NO. INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN HASIL

3. Penurunan Curah Curah jantung tercukupi untuk 1. Catat suara jantung 1. S1 dan S2 mungkin lemah karena

Jantung kebutuhan individual 2. Monitor Tanda tanda terdapat kelemahan dalam memompa.

Kriteria hasil : vital Irama gallop sering ada (S2 dan S3).

1. Menunjukkan tanda vital 3. Palpasi denyut peripher Murmur merupakan gambaran adanya

dalam batas normal 4. Lihat warna ketidaknormalan/stenosis dari katup.

2. bebas gejala gagal jantung. kulit,pucat,cyanosis 2. pada awal tekanan darah meningkat

5. Nilai perubahan karena peningkatan SVR, lama

tanggapan panca indera kelamaan badan/body jantung tidak

seperti: lethargy, bisa bertambah panjang agar bisa

kebingungan, disoientasi untuk kompensasi dan bisa terjadi

cemas dan depresi. hipotensi berat.

6. Kollaborative dalam 3. Penurunan CO akan menyebabkan

pemberian O2 lewat kelemhn denyut pada arteri radialis,

canul nasal/masker poplitea,dorsalis pedis dan posttibial.

25
sesuai indikasi. Denyut dapat yang cepat atau reguler

7. Collaborative pemberian dan mungkin juga terdapat pulsus

diuretic alternans (denyut yang kuat di selingi

8. Collaborative pemberin denyut yang lemah)

digoxin 4. Pucat menunjukkan berkurangnya

perfusi perifer sebagai akibat

sekunder dari ketidakadekuatnya CO

5. Menunjukkan tidak adekuatnya

perfusi cerebralsebagai akibat

sekunder dari penurunan CO

6. meningkatnya persediaanya O2 untuk

kebutuhan myokard untuk

menanggulangi efek hypoxia/iskemia.

7. Pengurangan preload penting dalam

pengobatan pada pasien cardiac out

put yang relative normal yang di

26
sertai oleh gejala-gejala bendungan.

Pemberian loup diuretics akan

mengurangi reabsorbsi dari sodium

dan air.

8. meningkatkan kekuatan kontraksi

jantung dan melambatkan kecepatan

denyut jantung (heart rate) dengan

menurunkan kecepatan konduksi dan

memperpanjng periode retrakter dari

AV junction untuk meningkatkan

efisiensi jantung/cardiac out put.

27
1.4 Implementasi dan Evaluasi

TANGGAL/JAM IMPLEMENTASI

1. Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya

2. Atur posisi semi fowler

3. Observasi tanda dan gejala sianosi

4. Berikan terapi oksigenasi

5. Observasi tanda-tanda vital

6. Observasi timbulnya gagal nafas.

7. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan

8. Berikan HE pada pasien tentang penyakitnya

9. Atur posisi pasien semi fowler

10. Bantu pasien untuk melakukan reposisi secara sering

11. Berikan terapi oksigenasi

12. Observasi tanda – tanda vital

13. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan

28
14. Catat suara jantung

15. Monitor Tanda tanda vital

16. Palpasi denyut peripher

17. Lihat warna kulit,pucat,cyanosis

Jam 15.00 – 16:00 18. Nilai perubahan tanggapan panca indera seperti: lethargy, kebingungan, disoientasi cemas

dan depresi.

19. Kollaborative dalam pemberian O2 lewat canul nasal/masker sesuai indikasi.

20. Collaborative pemberian diuretic

21. Collaborative pemberin digoxin

29
30
TANGAL DAN
DIAGNOSA EVALUASI
JAM

09/01/2018 Diare berhubungan dengan inflamasi S:

gastrointestinal
Ny. L mengatakan An E tidak Diare kurang lebih 6x/hari dengan konsntrasi

cair dan berampas.

O:

BAB 6x/hari

BAB cair dan berampas

Bising Usus : 16x/menit

A:

Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan Masalah diare teratasi sebagian

cairan aktif
P:

31
Intervensi dilanjutkan nomer 1,2,3,4,5,6

S:

Ny L mengatakan An E lemah dan lemas

O:
Deficit nutrisi berhubungan dengan
- Membran Mukosa kering
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
- Nadi : 137x/menut

- CRT 3 detik

- Volume urine menurun

BB Turun 9,8kg menjadi 9 kg

Ansietas berhubungan dengan dampak A:

hospitalisasi (orangtua) masalah finansial Masalah hipocalemia teratasi sebagian

P:

Intervensi dilanjutkan

32
S:

Ny. L mengatakan nafsu makan An E menurun, dari 3x/hari menjadi

2x/hari (dengan porsi yang kurang)

O:

A : BB saat ini : 9 Kg TB saat ini : 79cm (turun 8 ons)

B : Hb : 11,3, hemaktrokit : 32,9

C : Badan tampak lesu, Turgor kulit buruk, Mukosa kering, kulit sawu

matang , rambut hitam

D : Anak makan 2x/hr Nasi Tim (porsi berkurang)

A:

Masalah defisit nutrisi teratasi sebagian

P:

Intervensi di lanjutkan

33
S:

Ny L mengatakan sudah tidak cemas dengan kondisi anaknya dan biaya

rumah sakit

O:

Terlihat tidak bingung, tidak gelisah, bisa tersenyum lebih tenang

A:

Masalah ansietas teratasi

P:

Intervensi dihentikan

34
RESUME JURNAL

Jurnal pertama : PENGARUH TINDAKAN PENGHISAPAN LENDIR

ENDOTRAKEAL

TUBE (ETT) TERHADAP KADAR SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN YANG

DIRAWAT DI RUANG ICU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO.

1. Why was study done ?

Berdasarkan data peringkat 10 penyakit tidak menular (PTM) yang terfatal

menyebabkan kematian berdasarkan Case Fatality Rate (CFR) pada rawat inap rumah

sakit pada tahun 2010, angka kejadian gagal napas menempati peringkat kedua yaitu

sebesar 20,98% (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Data yang diperoleh dari buku

registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado mulai dari bulan

JanuariOktober 2013 total pasien yang dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien

dan yang mengalami kejadian gagal napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata – rata

pasien yang dirawat di ICU adalah 41 -42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami

kejadian gagal napas adalah 13-14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal

akibat gagal napas

Mengingat pentingnya pelaksanaan tindakan penghisapan lendir (suction) agar kasus

gagal nafas yang dapat menyebabkan kematian dapat dicegah maka sangat diperlukan

pemantauan kadar saturasi oksigen yang tepat.

2. What a sample size

Populasi pada penelitian ini yaitu seluruh penderita di ruang ICU yang sedang

terpasang ETT dengan Sampel penelitian adalah penderita yang sedang terpasang

ETT dan terdapat lendir. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah pasien yang

sedang dirawat di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, terpasang ETT,

berlendir/sekret dan akan dilakukan tindakan suction. Sedangkan kriteria eksklusi

35
dalam penelitian ini adalah pasien yang sedang dilakukan tindakan Resusitasi Jantung

Paru (RJP). Dengan menggunakan purposive sampling

3. Are the measurements of major variables valid & reliable?

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar observasi yang terdiri

dari identitas umum responden yang terdapat pada bagian atas lembar observasi

namun peneliti tidak mencantumkan uji validitas dan rebilitas alat ukur tersebut

4. How were the data analyzed ?

Pada penelitian ini menggunakan desain Quasi eksperimental dengan bentuk

rancangan one group pretest-postest. Peneliti mengukur suhu tubuh sebelum

dilakukan eksperimen kemudian setelah dilakukan eksperimen peneliti mengukur

kembali suhu tubuh respon Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode

Pre-eksperimen dengan menggunakan desain penelitian One-Group Pretest-Posttest

Design, yang mengungkapkan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok

subyek. Suatu kelompok diberi perlakuan, tetapi sebelumnya diberikan pre-test,

setelah itu dilakukan post-test.

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji statistik untuk mengetahui ada atau tidaknya

pengaruh antara nilai (O2 – O1 ) dengan menggunakan uji statistik t-test.

5. Were there any untoward events during the conduct of the study ?

Adapun hambatan yang terjadi dalam penelitian ini adalah tidak adanya keseragaman

dalam menggunakan ukuran kanul suction. Sebab ukuran dapat mempengaruhi dan

memberikan perbedaan pada nilai saturasi oksigen pada pasien yang dilakukan

tindakan suctioning

6. How do the results fit with previous research in the area?

Hasil penelitian ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Maggiore, et al

(2013), tentang Decreasing the Adverse Effects of Endotracheal Suctioning During

36
Mechanical Ventilation by Changing Practice, dimana 46,8% responden mengalami

penurunan saturasi oksigen dan 6,5% disebabkan karena tindakan suction.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan suction dapat

menyebabkan terjadi penurunan kadar saturasi oksigen.

7. What does this research mean for clinical practice ?

Dalam hasil penelitian ini bisa di terapkan ke praktik klinik, penggunaan tindakan

penghisapan lender endotrakeal tube (ETT) namun di dibutuhkan kewaspadaan

dengan sesuai SPO yang baik dan dan benar karena hal ini dap berpengaruh pada

saturasi pasien

37

También podría gustarte