Está en la página 1de 8

ANALISIS KEBIJAKAN POSYANDU

PENDAHULUAN

Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di


suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di tiap kelurahan/RW.
Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare) dan Gizi
(Penimbangan balita). Untuk sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur
(WUS) (Muninjaya, 2004). Posyandu diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang
dibantu oleh petugas kesehatan setempat, dimana dalam satu unit posyandu idealnya
melayani sekitar 100 balita (120 Kepala Keluarga) yang disesuaikan dengan kemampuan
petugas dan keadaan setempat.
Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan,
penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam
bentuk partisipasi penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat meningkatkan status
gizi balita. Kegiatan ini membutuhkan partisipasi aktif ibu-ibu yang memiliki anak balita
untuk membawa balita-balita mereka ke posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh
kembang balita melalui berat badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006).
Salah satu program utama posyandu adalah Imunisasi. Perkembangan Imunisasi adalah
suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen,
sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Siregar &
Matondang, 2005). Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per
tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank,
2009). Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang
Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis
(penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat
penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity).(Depkes RI, 2006)
Di Indonesia, program imunisasi merupakan kebijakan nasional. Program Imunisasi di
Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status
Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi
di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih.(Depkes RI,2006)
Program imunisasi merupakan sebuah keberhasilan dalam mencegah penyakit infeksi, hal
ini terbukti dari menurunnya insiden penyakit menular di Amerika Serikat dan negara lain
sejak pertengahan abad ke-20. Di Amerika sejak tahun 1990, cakupan imunisasi dasar telah
mencapai lebih dari 90% (Ranuh, 2000)
Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di Indonesia saat ini. Menurut
Organisasi medis kemanusiaan dunia Médecins Sans Frontières (MSF) atau Dokter Lintas
Batas , setiap tahunnya, satu dari lima anak – atau sekitar 19 juta anak-anak di seluruh dunia
tidak terjangkau pelayanan imunisasi. Program imunisasi juga masih menjadi masalah di
Indonesia. Karena sejak 2006, Indonesia termasuk sebagai salah satu dari enam negara yang
teridentifikasi memiliki jumlah tertinggi anak-anak yang tidak terjangkau imunisasi. (Mahdi,
2012)
Di wilayah Indonesia bagian timur, khususnya wilayah Papua untuk distribusi
pelaksanaan imunisasi belum mampu menjangkau seluruh masyarakat. Padahal sudah jelas
tertera anggaran dana APBD untuk kesehatan khususnya program imunisasi sebesar 10%.
Namun, faktanya masih banyak balita yang belum mendapat pelayanan Lima Imunisasi Dasar
Lengkap (LIL). Di sisi lain, kurangnya pengawasan dari Dinas Kesehatan Pusat serta
distribusi vaksin yang belum mencukupi kebutuhan di Papua juga mempengaruhi
keberlangsungan program imunisasi di Papua.
Menurut MSF, sekitar 70 persen dari anak-anak di Kongo, India, Nigeria, Ethiopia,
Indonesia, dan Pakistan belum terjangkau program imunisasi rutin tersebar. Rencana Aksi
Vaksinasi Global senilai 10 milyar dolar AS akan sulit tercapai jika masalah-masalah utama
pelaksanaan program imunisasi rutin masih belum terpecahkan.(Mahdi,2012)
Secara global, 20 persen bayi yang lahir setiap tahunnya tidak mendapatkan imunisasi
dasar yang dapat melindungi mereka dari berbagai penyakit mematikan yang sebenarnya
dapat dicegah melalui imunisasi. Penyakit campak, TBC, Polio masih tetap menghantui
negara-negara Asia.(MSF,2012)
Indonesia bersama seluruh negara anggota WHO di Regional Asia Tenggara telah
menyepakati tahun 2012 sebagai Tahun Intensifikasi Imunisasi Rutin atau Intensification of
Routine Immunization (IRI). Hal ini sejalan dengan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional
atau GAIN UCI yang bertujuan meningkatkan cakupan dan pemerataan pelayanan imunisasi
sampai ke seluruh desa di Indonesia. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan
mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Melalui tantangan 100 % UCI desa/kelurahan pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia
telah berupaya untuk menyediakan pelayanan imunisasi, khususnya bagi balita. Namun,
imunisasi tersebut belum bisa menjangkau seluruh balita di Indonesia, khususnya di wilayah
Indonesia Timur. Sehingga masih ditemukan kasus – kasus balita yang terkena berbagai
penyakit ganas dan menular lainnya. Padahal, sudah jelas bahwa pemerintah telah
mencanangkan program dan kebijakan imunisasi untuk kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Tentunya hal ini perlu dikaji lagi proses pelaksanaan dan tingkat keberhasilan
program imunisasi dengan melihat berbagai indikator seperti ada atau tidaknya ketimpangan
kebijakan, sasaran, penyedia layanan kesehatan dan peran pemerintah sendiri sebagai
regulator. Tindakan ini sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi kelebihan dan
kekurangan dari program imunisasi sehingga kedepannya diharapkan dapat berjalan sesuai
dengan harapan masyarakat dan rencana kerja pemerintah.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat yang pada dasarnya merupakan salah satu
wujud peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan, tempat masyarakat dapat
memperoleh pelayanan KB – kesehatan ibu dan anak (KIA), Gizi, Imunisasi,dan
penanggulangan diare pada waktu dan tempat yang sama ( Effendy, 1998 ).
Kegiatan di posyandu merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat
dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat oleh masyarakat dan untuk masyarakat,
yang dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan, yang telah mendapatkan pendidikan dan
pelatihan dari tim puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar ( Effendy,1998 ).
Landasan Hukum Program Posyandu
1. Undang-undang Dasar tahun 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan
2. Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
5. Surat Edaran Mendagri Nomor 411.3/1116/SJ tahun 2001 tentang
Revitalisasi Posyandu.
6. Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457 tahun 2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
8. Undang-undang Nomor 32 tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.
9. Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
10. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat.
12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131 tahun 2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional.
13. Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
14. PP No.7 tahun 2005 tentang RPJMN

Salah satu program layanan dasar di Posyandu adalah Imunisasi. Program imunisasi
sendiri memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat, khususnya pada balita.

A. Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan
penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. (Depkes RI, 2005).
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Depkes-Kessos RI,
2000).

1. Dasar – Dasar Imunisasi


Manusia dalam kehidupannya tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit.
Agen-agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali tersebar
dalam lingkungan hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang lalu, manusia
telah berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit atau ancaman dari luar,
contohnya di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa ular supaya tubuhnya kebal
terhadap gigitan ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai oleh Edward Jenner, dengan
mengembangkan vaksin cacar pada tahun 1877. Jenner mengembangkan vaksin cacar atau
smallpox dari bahan cacar sapi atau cowpox berdasar penelitiannya.
Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai
mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme
pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan
spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan
membran mukosa, selsel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor
humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua
pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada
dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya.
Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem
imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu
menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi
pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem
pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi
tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang
menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).
Saat ini banyak penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi. Misalnya vaksin
Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit tuberculosis, Toksoid Diphteri
untuk mencegah penyakit difteri, Vaksin pertusis untuk mencegah penyakit pertusis, toksoid
tetanus untuk mencegah penyakit tetanus, vaksin hemophilus influenza untuk mencegah
penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh kuman haemophyllus influenza, dll. Bahkan saat
ini sedang dikembangkan pembuatan vaksin demam berdarah, Human immunodeficiency
virus/Acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit infeksi lain yang
banyak menimbulkan kerugian baik bagi individu, masyarakat maupun negara.

2. Imunisasi Di Indonesia
Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pemerintah, bertanggungjawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi,
kelompok umur serta tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi
dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat
memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi
rutin dapat diperoleh pada :
a. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas,
Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin
b. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah
misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi
Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah.
c. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter
praktik swasta atau rumah sakit swasta.

3. Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi :


a. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
c. Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut.
d. Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara.
e. Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi.
f. Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman
Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI).

2. Tujuan imunisasi di Indonesia


a. Tujuan Umum
Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat PD3I.
b. Tujuan Khusus
a. Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/
kelurahan pada tahun 2010
b. Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di
bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005.
c. Eradikasi polio pada tahun 2008.
d. Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005)

3. Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan :


Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin
diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15
hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan
imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur
disebut dengan imunisasi lanjutan.
Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio,
DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan Tetanus
Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus Toksoid. Pada kejadian
wabah penyakit tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan
diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi
tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam
wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN)
dan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah

4. Kebijakan dan Strategi:


a. Program Imunisasi
1) Kebijakan RPJMN 2010 – 2014,
- Tercapainya cakupan imunisasi dasar lengkap kepada 90 % bayi 0-11 bulan
- Tercapainya UCI di seluruh desa dan kelurahan
2) Renstra Kem. Kesehatan 2010 – 2014,
Cakupan imunisasi menjadi indikator yang harus dicapai pada setiap tahun melalui penilaian:
- Cakupan pemberian imunisasi pada bayi 0-11 bulan (80% pada tahun 2010)
- Persentase anak SD yang mendapatkan imunisasi (98% pada tahun 2010)
- Persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) (80% pada tahun 2010)
3) Target Imunisasi Tahun 2010-2014
- UCI desa 100% pd tahun 2014
- Cakupan HB-0 80% pd tahun 2010
- Cakupan 98% dosis ke 2 campak melalui BIAS
- Eliminasi MNT pada tahun 2010
- TT bagi WUS di Kab/Kota risiko tinggi tetanus
- Validasi data MNTE bertahap tahun 2010-201
- Reduksi kematian akibat campak sebesar 90% pd tahun 2010 dibanding 2000

4) Indikator Keberhasilan
GAIN ( Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional) UCI selama 5 tahun ( 2010
s/d 2014 )
- 80% UCI desa/kelurahan pada tahun 2010
- 85% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011
- 90% UCI desa/kelurahan pada tahun 2012
- 95% UCI desa/kelurahan pada tahun 2011
- 100% UCI desa/kelurahan pada tahun 2014
5) Strategi
- Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat
- Membangun kemitraan dan jejaring kerja
- Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat suntik
- Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas
kegiatan serta tindakan perbaikan
- Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/ terlatih
- Pelaksanaa sesuai standar
- Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan
efisien.
- Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan

También podría gustarte