Está en la página 1de 11

BAB 1

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme merupakan salah satu penyakit gangguan kelenjar endokrin yang

disebabkan karena peningkatan produksi hormone tiroid secara berlebihan oleh kelenjar

tiroid. Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita dan 0,2% pria di seluruh populasi dengan

insiden munculnya kasus pertahun sebanyak dua puluh orang penderita tiap satu juta

populasi.

Berbagai manifestasi klinik yang muncul akibat penyakit ini dapat mengganggu

aktivitas pasien sehari-hari. Manifestasi klinik yang dirasakan pasien dapat berupa gangguan

psikiatri seperti rasa cemas berlebihan dan emosi yang mudah berubah, gangguan percemaran

berupa diare, hingga gangguan kardiovaskuler berupa takikardi an palpitasi.

Pada pasien hipertiroidisme, tetapi yang diberikan dapat berupa terapi konservatif

dengan pemberian obat anti tiroid maupun terapi pengurangan atau ablasi kelenjar tiroid

dengan iodine radioaktif dan tiroidektomi (pengangkatan kelenjar tiroid) yang disesuaikan

dengan etiologi penyakit dan pilihan pasien. Dari ketiga pilihan terapi tersebut, terapi dengan

obat anti tiroid merupakan salah satu terapi yang banyak digunakan. Obat anti tiroid yang

digunakan secara luas sebagai lini pertama adalah golongan thionamide, yang terdiri dari

propylthiouracil dan methimazole.

Obat anti tiroid umumnya digunakan selama lebih dari enam bulan hingga pasien

mencapai remisi dan pengobatan dapat hentikan. Selama menggunakan obat anti tiroid pasien

dapat mengalami efek samping berupa muncul ruam kulit, gangguan hepar dan

agranulositosis.
Pada penggunaan obat anti tiroid, rasionalitas terapi memegang peranan penting

dalam menjamin penggunaan obat yang tepat, aman dan efektif. Dengan pemilihan jenis obat

anti tiroid dan pemberian obat yang tepat, kondisi euthyroid dan remisi dapat lebih cepat

tercapai dan memperpendek durasi terapi. Dan dengan penggunaan obat yang sesuai dengan

kondisi pasien dapat mengurangi risiko efek samping muncul.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipotiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya

kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah. Peningkatan kadar

hormon tiroid menyebabkan paparan yang berlebihan pada jaringan-jaringan tubuh yang

menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yng terkait dengan fungsi hormon

dalam berbagai proses metabolisme tubuh.

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, penyakit graves adalah bentuk paling umum dari

hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian tahunan

penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode 20- tahun,

dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok multi nodular (15-

20%dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defesiensi yodium. Kebanyakan orang

amerika serikat menerima yodium cukup, dan kejadian gondok multinodular kurang dari

kejadian di wilayah dunia dengan defisiensi yodium,. Adenoma toksik merupakan penyebab

3-5% kasus tirotoksikosis.

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10 per

100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia di atas 60

tahun. Prevalensi kasus hipertoride di Amerika terdapat pada wanita sebesar (1,9%) dan pria

(0,9%).
2.3 Etiologi

Hipertirodisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis atau

hipotalamus. Peningkatan TSH akibat multifungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan

TSH dan TRF karena umpan balik negative HT terhadap pelepasan keduanya.

Hipertiroidisme akibat mulfungsi hipofisis memberikan gambar kadar Htdan TSH yang

tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negative dari HT dan TSH. Hipertiroidisme

akibat mulfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH

yang berlebihan.

 Penyebab utama

- Penyakit Grave

- Toxic multinodular goitre

- Solitary toxic adenoma

 Penyebab lain

- Tiroiditis

- Penyakit troboblastis

- Ambilan hormone tiroid secara berlebihan

- Pemakaian yodium yang berlebihan

- Kanker putuitari

- Obat –obatan seperti amiodarone

2.3 Patofisiologi

Penyebab hipertirodisme biasanya adalah penyakit graves, goiter toksika. Pada

kebanyakan penderita hipertiroidisme, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari

ukuran normalnya, disertai dengan anyak hiperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel folikel

kedalam folikel, sehingga jumlah sel-sel ini lebih meningkatkan beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar juga, setiap sel meningkat kecepatan

sekresinya beberapa kali lipat dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar dari pada normal.

Pada hipertiroidisme, konsentrasi TSH plasma menurun, karena pada sesuatu yang

“menyerupai”TSH, biasanya bahan-bahan ini adalah antibodi immunolobulin yang

disebut TSI(tyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berkaitan dengan reseptor

membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Karena pada pasien

hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSImeningkat.

2.4 Gejala Klinis

1. Umum : berat badan turun, keletihan, apatis, berkeringat, dan tidak tahan panas

2. Kardiovaskuler : palpitasi, sesak nafas, angina, gaggal jantung, sinustakikardi,

fibrilasi atrium, nadi kolaps.

3. Neuromuskular : gugup, gelisah, agitasi, tremor, koreoatetosis, psikosis, kelemahan

otot, secara emosional mudah terangsang (hipereksitabel), iritabel dan terus menerus

merasa khawatir, serta tidak dapat duduk diam.

4. Gastrointestinal : penderita mengalami peningkatan selera makan dan konsumsi

makanan, penurunan berat badan yang progresif, kelelahan otot yang abnormal

perubahan defekasi dengan konstipasi atau diare, serta muntah.

5. Reproduksi : oligomenorea, infertilitas

6. Kulit: warna kulit penderita biasanya agak kemerahan(fushing) dengan warna salmon

yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak serta basah namun demikian pasien

yang berusia lanjut mungkin kulitnya agak kering, tangan gemeteran, eritema

palmaris, miksedema pretibia, rambut tipis.

7. Struma: difus dengan /tanpa bising nodosa


8. Mata : lakrimasi meningkat, kemosis (edema konjungtiva), proptosis, ulserasi kornea,

optalmoplegia, diplobia, edema pupil, penglihatan kabur.

2.5. Klasifikasi

a. Goiter toksik difusa (Graves ‘ Disease)

Graves ‘disease lebih banyak ditemukan pada wanita dari pada pria, gejalanya

dapat timbul pada berbagai usia, terutama pada usia 20-40 tahun. Faktor keturunan

juga dapat mempengaruhi terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu

dimana zat antibodi menyerang sel dalam tubuh.

b. Nodular thyroid Disease

Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid membesar dan tidak

disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti belum di ketahui. Tetapi umumnya

timbul sering dengan bertambahnya usia.

c. Subacute thyroiditis

Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan infalamasi, dan

mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah besar kedalam darah. Umumnya

gejala menghilang setelah beberapa bulan, tetap bisa timbul lagi pada beberapa orang.

d. Postpartum thyroiditis

Timbul pada 5-10% wanita pada 3-6 bulan pertama setelah melahirkan dan

terjadi selama 1-2 bulan. Umumnya kelenjar akan kembali normal secara perlahan-

lahan.

2.6 Faktor resiko

Terjadinya hipertiroidisme

Faktor-faktor resiko seseorang terkena hipertiroidismesebagai berikut:


1. Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau pernah

menjalani operasi kelenjar tiroid

2. Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan gangguan

abnormal.

3. Adanya riwayat gangguan tiroid keluarga

4. Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik

5. Mengunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti amiodarone

6. Berusia leebih dari 60 tahun

2.7 Diagnosis

Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan

tanda klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan

radiodiagnostik. Untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan

kadar TSHserum, T3 bebas, T4 bebas,dan iodine radioaktif seperti pada gambar.

Jika kadar TSH dalam


Ukur TSH serum, kadar Tidak Apakah kadar TSH diatas Tidak
rentang normal,
dibawah normal normal (>5mIU/L)? pertimbangkan penyebab
(<0,5mIU/L)? lain dari gejala klinik.
Ya
Ya

Ukur kadar T3 dan T4


Tidak bebas. Jika tinggi, rujuk
Ukur T3 dan T4 bebas, Jika kadar T3 dan T4
pemeriksaan kelenjar
Terjadi peningkatan? normal, curigai tiroid dengan MRI untuk
Ya hipertiroidisme subklinik. memeriksa adanya tumor

Tidak Jika uptake RAI rendah atau Tidak


Lakukan pemeriksaan normal, ukur tiroglobulin. Jika kadar tiroglobulin
RAI, Terjadi peningkatan? rendah , curigai
Apakah uptake RAI hipertiroidisme oksigen
Ya
tinggi?
Ya

Curigai tiroiditis subklinis


Jika pola uptake menyebar
(diffuse), curigai Graves’
Disease

Jika pola uptake nodular,


curigai Multinodular Goiter
2.8 Diagnosa Banding

 Goiter (gondok)

Gondok adalah keadaan dimana terjadi pembesaran dari kelenjar tiroid. Bisa

dalam bentuk yang menyebar ataupun benjolan karena adanya kemiripan secara

otomatis dari kelenjar tiroid

 Toxic Nodular Goiter

Merupakan kelenjar tiroid terjadi pembesaran dengan gejal klinis intoleransi

panas, lemas, tremor, penurunan berat badan, nafsu makan bertambah, gondok,

takikardia.

 Goiter, Diffuse Toxic

Kelenjar tiroid dapat memperoduksi hormon tiroid secara berlebihan. Gejala

klinis penurunan berat badan, nafsu makan yang baik, berkeringat, lemas,

osteoporosis, kesulitan menelan, tremor, insomnia, penurunan konstrasi,

 Thyroid papillary Carsinoma

Bentuk ganas pada kelenjar tiroid. Sangat jarang terjadi, namun apabila terjadi

dapat menyebabkan hiperfungsi hormon-hormon tiroid sehingga sekresinya

berlebihan di dalam darah menyebabkan tirotoksikosis dan hipertiroid.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

1. Radiologi

USG atau CT scan tiroid (menunjukan ada tidaknya goiter)

2. Pemeriksaan tes Lab

Yang digunakan untuk memastikan hipertirodisme antara lain: kadar tiroksin

dan triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan peningkatan

kolestrol serum.
2.10 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien

hipertiroidisme adalah sebagai berikut:

1. Jenis obat Anti Tiroid

Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan

methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamida.

a. Propylthiouracil

Dosis awal Propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4-

98 minggu dosis diturunkan menjadi 50- 200 mg sekali atau dua kali dalam

sehari. Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah

propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine (T4 )

menjadi bentuk aktif tri- iodothyronine (T3) di perifer, sehingga terapi pilihan

dalam thyroid storm atau peningkatan hormon tiroid secara akut .

b. Methimazole

Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertirodisme

karena efek samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil, faktor

kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih baik di bandingkan

propylthiouracil. Sedangkan pada ibu menyusui methimazole terbukti aman

diberikan hingga dosis 20-30 mg/ hari .

2. Metode Terapi obat anti tiroid

a. Block and replacement

Pada metode block and replacement pasien diberikan obat anti tiroid

golongan thionamide(propylthiouracil atau methimazole) dosis tinggi

tanpa adanya penesuaian dosis bersamaan dengan levothyroxine.

b. Titrasi
Pada Titrasi pemberian dosis disesuaikan dengan kondisi

hipertirodisme masing-masing pasien. Dosis awal untuk methimazole 15-

40 mg/hari diberiakan single dose dan dosis awal untuk propylthiouracil

300-400mg/hari diberikan multiple dose. Perinsip dari regemen dosis

dengan metode titrasi adalah mencapai kondisi euthyroid secepatnya dan

menghindari kondisi hipotiroidisme.

3. Tiroidektomi

Terioidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid. Metode

terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak

pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan

direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat

besar.

2.11 KOMPLIKASI

 Komplikasi

Hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik

 Komplikasi lainnya adalah penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati graves,

dermopati graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobatan dengan

obat antitiroid.

2.12 PROGNOSIS

Prognosis untuk pasien dengan hipertiroid umumnya baik dengan

penatalaksanaan yang tepat.


2.13 PENCEGAHAN

Pencegahan primer

 Untuk menghindari diri dari berbagai resiko.

 Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku

makanan, menguranggi konsumsi yodium.

Pencegahan sekunder

 Mendeteksi secara dini suatu penyakit, mengupayakan orang yang telah sakit,

agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit.

Pencegahan tersier

 Untuk mengembalikan fungsi mental, fisik dan sosial penderita setelah prose

penyakitnya dihentikan.

También podría gustarte