Está en la página 1de 26

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah “Metode Memahami Hadits” dapat

terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan makalah ini dapat

terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara langsung

maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Niwari, M.A, dosen mata kuliah Ulumul Hadits.

2. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari

sempurna, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan demi kesempurnaan

makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat kepada

semua pihak pada umumnya dan pada penulis khususnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Kediri, 20 November 2015

Tim Penyusun

Metode-metode Memahami Hadits i


DAFTAR ISI

Metode-metode Memahami Hadits ii


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu aspek penelitian hadits adalah memahami hadits itu

sendiri. Aspek memahami hadits merupakan produk ijtihad.1 Hadits

didatangkan sesuai dengan kondisi masyarakat yang dihadapi Rasulullah.

Adakalanya karena ada pertanyaan dari seorang sahabat atau adakalanya

terjadi di tengah masyarakat. Hadits dilihat dari sedi kondisi audiensi, tempat,

dan waktu terjadinya. Adakalanya bersifat universal, temporal, kasuistik, dan

lokal. Demikian juga bahasa yang digunakan Nabi, bisa saja mengandung

bahasa hakikat atau kiasan.

Para ulama dahulu telah banyak mencoba melakukan penafsiran

atau pemahaman terhadap hadits yang terdapat dalam al-kutub al-sittah, yakni

dengan menulis kitab-kitab syarah terhadap al-kutub al-sittah tersebut.

Meskipun kitab-kitab syarah tersebut banyak disusun, tetapi upaya untuk

menemukan metode yang digunakan oleh ulama dalam penyusunan kitab

syarah hadits tersebut hampir tidak pernah tersentuh.

Berdasarkan fakta di atas, mengetahui cara atau metode

pemahaman hadits yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab

syarah menjadi sebuah keniscayaan. Hal tersebut dilakukan untuk

memperoleh kerangka umum bangunan metodologi dalam pemahaman

hadits.
1
Zainuddin, MZ, Studi Hadits (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), 170.

Metode-metode Memahami Hadits 1


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya

adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian metode pemahaman hadits?

2. Bagaimana metode memahami hadits sesuai dengan petunjuk Al-

Quran?

3. Bagaimana metode memahami hadits dengan cara menghimpun hadits-

hadits yang setema?

4. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode tahliliy?

5. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode ijmaliy?

6. Bagaimana metode memahami hadits dengan metode muqarin?

7. Bagaimana memahami hadits sesuai dengan latar belakang, situasi dan

kondisi, serta tujuannya?

8. Bagaimana cara memahami hadits sesuai tekstual dan kontekstual?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian metode pemahaman hadits.

2. Untuk mengetahui metode memahami hadits sesuai dengan petunjuk

Al-Quran.

3. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan menghimpun

hadits yang setema

4. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode tahliliy.

5. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode ijmaliy.

Metode-metode Memahami Hadits 2


6. Untuk mengetahui metode memahami hadits dengan metode muqarin.

7. Untuk mengetahui pemahaman hadits sesuai dengan latar belakang,

situasi dan kondisi, serta tujuannya.

8. Untuk mengetahui cara memahami hadits sesuai tekstual dan

kontekstual.

Metode-metode Memahami Hadits 3


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Pemahaman Hadits


Kata “metode” berasal dari bahasa Yunani methodos, yang berarti

cara atau jalan. Dalam bahasa inggris, kata ini ditulis method, dan bahasa arab

menerjemahkannya dengan thariqat dan manhaj. Dalam bahasa Indonesia,

kata tersebut mengandung arti: cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.

Istilah pemahaman dalam hadits meliputi hal: menjelaskan maksud,

arti, kandungan, atau pesan hadits, dan disiplin ilmu. Jadi, metode

pemahaman hadits adalah cara-cara yang diterapkan dalam memahami hadits.

B. Memahami hadits sesuai dengan petunjuk Al-Quran


Untuk memahami hadits dengan baik, jauh dari penyimpangan,

pemalsuan, dan penakwilan yang keliru, kita harus memahaminya sesuai

dengan petunjuk al-quran, yaitu dalam bingkai tuntunan-tuntunan ilahi yang

kebenaran dan keadilannya bersifat pasti.2 Sesuai dengan surat Al-an’am ayat

115:

}١١٥{ ‫س ِمي ُع ْٱل َع ِلي ُم‬


َّ ‫عد ًًْل ًَّل ُم َب ِد َل ِل َك ِل َٰ َمتِِۦه َو ُه َو ٱل‬
َ ‫ص ْدقًا َو‬ ْ ‫َوت َ َّم‬
ِ َ‫ت َك ِل َمتُ َر ِبك‬

Artinya: “Dan telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran)

sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah

2
Yusuf Al-Qardhawi, Pengantar Studi Hadis, terj. Agus Suyadi R (Bandung: CV.Pustaka Setia,
2007), 153.

Metode-metode Memahami Hadits 4


kalimat-kalimatnya dan dialah yang maha mendengar lagi maha

mengetahui.”

Jelaslah bahwa al-quran adalah ruh dari eksistensi islam dan

merupakan asas bangunannya. Sedangkan hadits adalah penjelasan terinci

tentang isi konstitusi tersebut, baik secara teoritis maupun praktis. Tugas

Rasulullah SAW adalah menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan

kepada mereka.

Oleh karena itu, tidak mungkin sebuah penjelasan bertentangan

dengan apa yang hendak dijelaskan. Penjelasan nabi senantiasa berkisar pada

al-quran dan tidak pernah melampauinya.3

C. Menghimpun hadits-hadits yang bertema sama


Untuk memahami hadits nabi dengan baik, kita harus menghimpun

hadits-hadits yang bertema sama. Hadits-hadits yang mutasyabih,

dikembalikan kepada yang muhkam, yang mutlaq digabungkan dengan yang

muqayyad, yang ‘am ditafsirkan dengan yang khas. Dengan demikian, makna

yang dimaksud akan semakin jelas dan satu sama lain tidak dipertentangkan.4

D. Metode Tahliliy (Analitis)


a. Pengertian metode tahliliy

Metode tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan

memaparkan segala aspek yang terkandung dalam hadits tersebut, serta

3
Ibid., 153.
4
Ibid.,171.

Metode-metode Memahami Hadits 5


menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai dengan

kecenderungan dan keahlian pensyarah.5

Dalam menyajikan penjelasan atau komentar seorang pensyarah

hadits mengikuti sistematika hadits sesuai dengan urutan hadits yang

terdapat dalam sebuah kitab hadits yang dikenal dari al-kutub al-sittah.

Pensyarah memulai penjelasannya dari kalimat demi kalimat, hadits demi

hadits secara berurutan. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek yang

dikandung hadits seperti kosa kata, konotasi kalimatnya, latar belakang

turunnya hadits (jika ditemukan), kaitannya dengan hadits lain dan

pendapat-pendapat yang beredar di sekitar pemahaman hadits tersebut,

baik yang berasal dari sahabat, para tabi’in, maupun para ulama hadits.

b. Ciri-ciri metode tahliliy

Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode

tahliliy biasanya berbentuk ma’tsur (riwayat) atau ra’yu (pemikiran

rasional). Syarah yang berbentuk ma’sur ditandai dengan banyaknya

dominasi riwayat-riwayat yang datang dari sahabat, tabi’in, atau ulama

hadits. Sementara syarah yang berbentuk ra’yu banyak didominasi oleh

pemikiran rasional pensyarahnya.6

Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahliliy,

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

5
Nizar Ali, Memahami Hadits Nabi (Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahmah, 2001), 29.
6
Ibid., 30.

Metode-metode Memahami Hadits 6


1. Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna

yang terkandung didalam hadits secara komprehensif dan

menyeluruh.

2. Dalam pensyarahan, hadits dijelaskan kata-demi kata, kalimat-demi

kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerapkan

sabab al-wurub dari hadits-hadits yang dipahami jika hadis tersebut

memiliki sabab wurudnya.

3. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan

oleh para sahabat, tabi’in, atau para ahli syarah hadits lainnya dari

berbagai disiplin ilmu.

4. Disamping itu dijelaskan pula hubungan antara satu hadits dengan

hadits yang lainnya.

5. Selain itu, kadangkala syarah dengan metode ini diwarnai

kecenderungan pensyarah pada salah satu mazhab tertentu.

Sehingga, timbul berbagai corak pensyarahan, seperti corak fiqh dan

corak lain yang dikenal dalam pemikiran islam.

c. Contoh

Dalam kitab syarah Fath al-Bâriy bi Syarh Shahih al-Bukhâriyal-

‘Asqalâniy memaparkan sebagai berikut:

‫حدثنا الحميدي عبد هللا بن الزبير قال حدثنا يحيى بن سعيد األنصاري قال أخبرنـي محمدابن‬

‫إبراهيم التيمي أنه سمع علقة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي هللا عنه على‬

‫الـمنبر قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول إنما األعمال بالنيات و إنما لكل امرئ ما‬

‫نوى فمن كانت هجرته الى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هجر إليه‬.

Metode-metode Memahami Hadits 7


‫قوله حدثنا (الحميدي (هو أبو بكر(عبد هللا بن الزبير) بن عيسى منسوب إلى حميد بن أسامة بطن‬

‫من بني أسد بن عبد العزى بن قصي رهط خديجة زوج النبي صلى هللا عليه و سلم يجتمع معها‬

‫في أسد ويجتمع مع النبي صلى هللا عليه وسلم في قصي وهو إمام كبير مصنف رافق الشافعي في‬

‫الطلب عن بن عيينة وطبقته و أخذ عنه الفقه و رحل معه إلى مصر ورجع بعد وفاته ‘لى مكة‬

‫‘لى أن مات بها سنة تسع عشرة و مائتين فكأن البخاري امتثل قوله صلى هللا عليه و سلم قدموا‬

‫قريشا فافتتح كتابه بالرواية عن الحميدي لكونه أفقه قرشي أخذ عنه و له مناسبة أخرى ألنه مكي‬

‫كشيخه فناسب أن يذكر في أول ترجمة بدء الوحي ألن ابتداءه كانبمكة ومن ثم ثنى بالرواية عن‬

‫مالك ألنه شيخ أهل المدينة وهي تالية لمكة في نزول الوحي و في جميع الفضل و مالك و ابن‬

‫عيينة قرينان قال الشافعي لوًلهما لذهب العلم من الحجاز قوله (حدثنا سفيان) هو ابن عيينة بن‬

‫أبي عمران الهاللي أبو محمد المكي أصله و مولده الكوفة و قد شارك مالكا في كثير من شيوخه‬

‫و عاش بعده عشرين سنة وكان يذكر أنه سمع من سبعين من التابعين قوله (عن يحي بن سعيد)‬

‫حدثنا يحي بن سعيد (األنصاري) اسم جده قيس بن عمرو و هو صحابي و يحي من صغار‬

‫‪.‬التابعين و شيخه(محمد بن إبراهيم) بن الحارث بن خالد(التيمي) من أوساط التابعين…وهللا اعلم‬

‫وقد اعترض على المصنف في إدخاله حديث األعمال هذا في ترجمة بدء الوحي و أنه ًل تعلق له‬

‫به أصال بحيث أن الخطابي في شرخه و اإلسماعيلي في مستخرجه أخرجاه قبل الترجمة‬

‫ًلعتقادهما أنه إنما أورده للتبرك به فقد واستصوب أبو القاسم بن منده صنيع اإلسماعيلي في ذلك‬

‫وقال بن رشيد لم يقصد البخاري بإراده سوى بيان حسن نيته فيه في هذا التأليف و قد تكلفت‬

‫مناسبته للترجمة فقال كل بحسب ماظهر له انتهى و قد قيل إنه أراد أن يقيمه مقام الخطبة للكتاب‬

‫ألنه في سياقه أن عمر قاله على المنبر بمحضرة الصحابة فـإذا صلح أن يكون في خطبة المنبر‬

‫صلح أن يكون في خطبة الكتاب وحكى الملهب أن النبي صلى هللا عليه وسلم خطب به حين قددم‬

‫المدينة مهاجرا فنـاسب إيراده في بدء الوحي ألن األحوال التي كانت قبل لهـجرة كانت كالمقدمة‬

‫لها ألن بالهجرة افتتح اإلذن في قـتال المشركين ويعقبه النصر والظفر والفتح انتهى وهذا وجه‬

‫حسن إًل أنني ألم أر ماذكره من كونـه صلى هللا عليه وسلم يقول ياأيها الناس إنـما األعمال بالنية‬

‫‪Metode-metode Memahami Hadits‬‬ ‫‪8‬‬


‫الحديث ففي هذا إلى أنه كان في حال الخطبة أما كونه في ابتداء قدومه إلى المدينـة فلم أر مايدل‬

‫عليه ولعل قائله استند إلى ماروى في قصة مهاجر أم قيس قال بن دقيق العيد نقلوا أن رجال هاجر‬

‫من مكة إلى المدينة ًل يريد بذلك فضيلة الهجرة وإنما هاجر ليتزوج امرأة تسمى أم قيس فلهذا‬

‫خص في الحديث ذكر المرأة دون سائر ما ينوي به انتهى وهذا لو صح لم يستلزم البداءة بذكره‬

‫أول الهجرة النبويه وقصة مهاجر أم قيس رواها سعيد بن منصور قال أخبرنا أبو معاوية عن‬

‫اآلعمش عن شقيق عن عبد هللا هو بن مسعود قال من هاجر يبتغي شيئا فإنما له ذلك هاجر رجل‬

‫ليتزوج امرأة يقال لها أم قيس فكان يقال له مهاجر أم قيس ورواه الطبراني من طريق أخرى عن‬

‫األعمش بلفظ كان فينا رجل خطب امرأة يقال لها أم قيس فأبت أن تتزوجه حتى يهاجر فهاجر‬

‫……فتزوجها فكنا نسميه مهاجر أم قيس‬

‫فزادت على مانقل عمن تقدم كما سيأتي مثال لذالك في الكالم على حديث بن عمر في غسل …‬

‫الجمعة إن شاءهللا تعالى قوله على المنبر بكسر الميم و الالم للعهد أي منبر المسجد النبوي و وقع‬

‫في رواية حماد بن زيد عن يحي في ترك الحيل سمعت عمر يخطب قوله إنما األعمال بالنيات كذا‬

‫أورد هنا وهو من مقابلة الجمع بالجمع أي كل عمل بنيته و قال الخوبي كأنه أشار بذلك إلى أن‬

‫النية تتنوع كما تتنوع األعمال مكن قصد بعمله وجه هللا أو تحصيل موعوده أو اتقاء لوعيده ووقع‬

‫في معظم الروايات بإفراد النية ووجه أن محل النية القلب وهو متحد فناسب افرادها بخالف‬

‫األعمال فأنـها متعلقة بالظواهر و هي متعددة فناسب جمعها وألن النية ترجع إلى اإلخالص وهو‬

‫واحد للواحد الذي ًل شريك له ووقع في صحيح بنحبان بلفظ األعمال بالنيات بحذف إنما و جمع‬

‫األعمال و النيات و هي ما وقع في كتاب الشهاب للقضاعي و وصله في مسنده كذلك وأنكره أبو‬

‫موسى المديني كما نقله النووي و أقره و هو متعقب برواية بن حبان بل و قع في رواية مالك عن‬

‫يحي الثوري و في الهجرة من رواية حماد بن زيد و وقع عنده فى النكاه بلفظ العمل بالنية بإفراد‬

‫كل منهما والنية بكسر النون و تشديد التحتانية على المشهور و في بعض اللغات بتحفيفها قال‬

‫الرماني قوله إنما األعمال بالنيات هذا التركيب يفيد الحصر عند المحققين و اختلف في وجه‬

‫‪Metode-metode Memahami Hadits‬‬ ‫‪9‬‬


‫افادتـه فقيل ألن األعمال جمع محلى باأللف و الالم مفيد لالستغراق و هو ملتزم للقصر ألن معناه‬

‫كل عمل بنية فال عمل اًل بنية و قيل ألن إنما للحصر و هل افادتـها له بالمنطوق أو بالمفهوم أو‬

‫تفيد الحصر بالوضع أو العرف أو تفيده بالحقيقة أو المجاز…‪.‬الى األخر‬

‫ألن المراد باألعمال أعمال العبادة و هي ًل تصح من الكافر وإن كان مخاطبا بها معاقبا على …‬

‫تركها وًل يرد العتق و الصدقة ألنـهما بدليل آخر قوله بالنيات الباء للمصاحبة و يحتمل أن تكون‬

‫للسببية بمعنى أنها مقومة للعمل فكأنها سبب في ايجاده و على األول فهي من نفس العمل فيشترط‬

‫أن ًل تتخلف عن أوله قال النووي النية القصد و هي عزيمة القلب و تعقبه الكرماني بأن عزيمة‬

‫القلب قدر زائد على أصل القصد واختلف الفقهاء هل هي ركن أو شرط والمرجح أن ايجادها‬

‫ذكرا في أول العمل ركن واستصحابـها حكما بمعنى أن ًليأتي بمناف شرعا شرط و ًلبد من‬

‫‪.‬محذوف يتعلق به الجار و المجرور فقيل تعتبر و قيل تصح و قبل تحصل و قيل تستقر‬

‫قال الطبي كالم الشارع محمول على بيان الشرع ألن المخاطبين بذلك هم أهل اللسان فكأنـهم …‬

‫خوطبوا بما ليس لهم به علم إًل من قبل الشارع فيتعين الحمل على مايفيد الحكم الشرعي و قال‬

‫البيضاوي النية عبارة عن انبعاث القلب نحو مايراه موافقا لغرض من جلب نفح أو دفع ضر حاًل‬

‫أو ماآل‬

‫و الشرع خصصه باًلرادة المتوجهة نحو الفعل ًلبتغاء رضاء هللا وامتثال حكمه و النية في‬

‫الحديث محمولة على المعنى اللغوي ليحسن تطبيقه على مابعده و تقسيمه أحوال المهاجر فإنـه‬

‫‪….‬تفصيل لما أجمل‬

‫‪Metode-metode Memahami Hadits‬‬ ‫‪10‬‬


Dari kutipan syarah di atas dapat diketahui bahwa dalam menerangkan

hadîts, pensyarah mengemukakan analisis tentang periwayat (râwi) sesuai

dengan urutan sanad, sabab al-wurud, juga menyajikan hadîts atau riwayat

lain yang berhubungan dengan hadîts tersebut, bahkan ayat al-Qur’an

yang berkenaan dengan hadîts. Pensyarah menggunakan riwayat riwayat

dari para ulama. Syarah banyak didominasi oleh pendapat mereka,

sehingga dari uraian yang demikian panjang, pendapat dari pensyarah

hampir-hampir tidak diketemukan. Selain itu juga, disajikan penjelasan

kosa kata yang terdapat didalamnya. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa meskipun syarah yang memakai metode analitis ini mengandung

uraian yang lebih rinci, namun karena berbentuk al-ma’tsur , pendapat

dari pensyarah tetap sukar ditemukan. Inilah salah satu ciri utama yang

membedakan secara mencolok dengan Syarh bi-al-ra’yi.7

d. Kelebihan dan kekurangan metode tahliliy

 Kelebihan yang dimiliki oleh metode tahliliy antara lain:

1. Ruang lingkup pembahasan sangat luas, karena dapat mencakup

berbagai aspek. Seperti kata frasa, kalimat, asbab al-wurud,

munasabah, dan lain sebagainya yang dapat digunakan dalam

bentuk yang ma’tsur.

2. Memuat berbagai ide dan gagasan

 Kekurangan yang dimiliki oleh metode tahliliy adalah:

7
Ibid.,37.

Metode-metode Memahami Hadits 11


1. Menjadikan petunjuk hadits parsial atau terpecah-pecah, sehingga

seolah-olah hadits memberikan pedoman secara tidak utuh dan

tidak konsisten, karena syarah yang diberikan pada sebuah hadits

berbeda dari syarah yang diberikan pada hadits lain yang sama

karena kurang memperhatikan hadits lain yang mirip atau sama

redaksinya dengannya.

2. Melahirkan syarah yang subyektif.8

E. Metode Ijmaliy (Global)


a. Pengertian metode ijmaliy

Metode ijmaliy adalah menjelaskan atau menerangkan hadits-

hadits sesuai dengan urutan dalam kitab hadits yang ada dalam kutub al-

sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna literal hadits

dengan bahasa yang mudah dimengerti dan enak dibaca.9

b. Ciri-ciri metode ijmaliy

1. Pensyarah langsung melakukan penjelasan hadits dari awal sampai

akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul.

2. Penjelasan umum dan sangat ringkas.

Namun, perlu diingat bahwa ciri metode ijmaliy ini tidak terletak pada

jumlah hadits-hadits yang disyarahkan, apakah keseluruhan kitab atau

sebagian saja. Yang menjadi tolak ukur adalah pola atau sistematika

8
Ibid., 38-41.
9
Afdillanisa, “Metode Pemahaman Hadits”, Biru Langit, http://afdillanisa.wordpress.com//, 10
Mei 2014, diakses tanggal 13 November 2015.

Metode-metode Memahami Hadits 12


pembahasan. Selama pensyarah hanya mensyarah hadits secara singkat,

maka dapat dikategorikan dalam syarah global.

c. Kelebihan dan kekurangan metode ijmaliy

 Kelebihan:

1. Ringkas dan padat

2. Bahasa mudah dipahami

 Kekurangan:

1. Menjadikan petunjuk hadits-hadits bersifat parsial

2. Tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai

F. Metode Muqarin (Komparatif)


a. Pengertian

Metode muqarin adalah metode memahami hadits dengan cara

memahami hadits yang memiliki redaksi yang sama atau mirip dalam

kasus yang sama, atau memiliki redaksi yang berbeda dalam kasus yang

sama, membandingkan berbagai pendapat ulama syarah dalam mensyarah

hadits.10

b. Ciri-ciri

a. Membahas perbandingan berbagai hal yang dibicarakan oleh hadits

tersebut

b. Perbandingan pendapat para pensyarah mencakup ruang lingkup yang

sangat luas, karena uraiannya membicarakan berbagai aspek, baik

10
Nizar Ali, Memahami Hadits, 46.

Metode-metode Memahami Hadits 13


‫‪mencakup makna hadits maupun korelasi (munasabah) antara hadits‬‬

‫‪dengan hadits.‬‬

‫‪c. Contoh‬‬

‫‪Diantara kitab yang menggunakan syarh muqârin adalah Umdah al-Qâry‬‬

‫‪Syarh Shahih al-Bukhâriy karya Badr al-Din Abu Muhammad Mahmud‬‬

‫‪bin Ahmad al-’Aini, berikut ini adalah syarahnya tentang hadîts‬‬

‫إنما األعمال بالنيات‬

‫حدثنا الحميدي عبد هللا بن الزبير قال حدثنا يحيى بن سعيد األنصاري قال أخبرنـي محمدابن‬

‫إبراهيم التيمي أنه سمع علقة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي هللا عنه على‬

‫الـمنبر قال علقمة بن وقاص الليثي يقولسمعت عمر بن الخطاب رضي هللا عنه يقول سمعت‬

‫رسول هللا عليه وسلم يقوإلنما األعمال بالنية وإنما ًلمرىءما نوى فمن كانت هجرته إلى هللا‬

‫ورسوله‬

‫فهجرته إلى هللا ورسوله ومن كانت هجرتهإلى دنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما‬

‫هاجر إليه السادس في بابترك الحيل عنأبي النعمان محمد بن الفضل حدثنا حماد بن زيد عن يحيى‬

‫عن محمد عن علقمة قال سمعت عمر يخطب قال سمعت النبي يقول يأيها الناس إنما األعمال‬

‫بالنية وإنما ًلمرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى هللا ورسوله فهجرته إلى هللا ورسوله ومن‬

‫هاجر‬

‫لدنيا يصيبها أو امرأة يتزوجها فهجرته إلى ما هاجر إليه قد حصل من الطرق المذكورة أربعة‬

‫ألفاظ “إنما األعمال بالنيات” و” األعمال بالنية” و “العمل بالنية” وادعى النووي في تلخيصه‬

‫قلتـهاز والرابع “إنـما األعمال بالنية” وأورده القضاعي في الشهاب بلفظ “األعمال بالنيات”‬

‫بحذف “إنما” و الحافظ أبو موسى األصبـهاني‪ً :‬ل يصح إسنادها‪,‬وإقره النووي على ذلك في‬

‫تلخيصه وغيره‪,‬وهو غريب منهما‪,‬وهي رواية صحيحة أخرجها ابن حبان في صحيحه…و أورده‬

‫الرافعي في شرحه الكبير بلفظ آخر غريب وهو “ليس للمرء من عمله إًل نواه”…‪.‬وفي البيهقي‬

‫‪.‬في حديث آخر مرفوعا”ًل عمل لـمن ًل نية له…‪.‬لكن اسناده جهالة‬

‫‪Metode-metode Memahami Hadits‬‬ ‫‪14‬‬


‫األول‪ :‬احتجت األئمة الثالثـة في وجوب النية في الوضوء والغسل فقالوا‪ :‬التقدير فيه صحة ‪….‬‬

‫األعمال بالنيات واأللف و الالم فيه ًلستغراق الجنس‪,‬فيدخل فيه جميع األعمال من الصوم و‬

‫الصالة و الزكاة و الوضوء…ومن الثاني أن النيات إنما تكون مقبولة إذا كانت مقرونـة‬

‫باإلخالص انتهي‪ .‬وذهب أبو حنيفـة و أبو يوسف و محمد و زفر والنواوي واألوزاعي و الحسن‬

‫بن حي ومالك في رواية إلى أن الوضوء ًل يحتاج إلى نية‪,‬وكذلك الغسل‪ .‬و زاد األوزعي و‬

‫الحسن التيمم‪.‬وقال عطاء ومجاهد‪ً :‬ل يحتاج صيام رمضان إلى نية إًل أنيكون مسافرا أو مريضا‬

‫…‬

‫الثاني احتجت به أبو حنيفة و مالك وأحمد في أن من أحرم بالحج في غير أشهر الحج أنه ًل …‬

‫ينعقد عمرة ألنـه لم ينوها فإنما له مانواه‪,‬وهو أحد أقوال الشافعي‪,‬إًل أن األئمة الثالثة قالوا‪ :‬ينعقد‬

‫…إحرامه بالحج ولكنـه يكره‪,‬ولم يخـتلف قول الشافعي أنـه ًل ينعقد بالحج‬

‫‪.‬الثالث‪ :‬احتجت به مالك في اكتفائه بنية واحدة في أول شهر رمضان…‬

‫‪Syarah diatas diawali dengan menjelaskan pemakaian mufradat (suku‬‬

‫‪kata), urutan kata, kemiripan redaksi. Jika yang akan diperbandingkan‬‬

‫‪adalah kemiripan redaksi misalnya, maka langkah-yang ditempuh dapat‬‬

‫‪disimpulkan sebagai berikut :‬‬

‫‪a. Mengidentifikasi dan menghimpun hadîts- yang redaksinya‬‬

‫‪bermiripan.‬‬

‫‪b. Memperbandingkan antara hadîts- yang redaksinya mirip tersebut,‬‬

‫‪yang membicarakan satu kasus yang sama, atau dua kasus yang‬‬

‫‪berbeda dalam satu redaksi yang sama.‬‬

‫‪Metode-metode Memahami Hadits‬‬ ‫‪15‬‬


c. Menganalisa perbedaan yang terkandung di dalam berbagai redaksi

yang mirip, baik perbedaan itu mengenai konotasi hadis maupun

redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya

dalam hadîts, dan sebagainya.

d. Memperbandingkan antara berbagai pendapat ulama tentang hadîts-

yang dijadikan objek bahasan.

d. Kelebihan dan kekurangan

 Kelebihan:

1. Memberikan wawasan pemahaman yang relative lebih luas kepada

para pembaca bila dibandingkan dengan metode lain.

2. Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat

orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda.

3. Pemahaman dengan metode muqarin sangat berguna bagi mereka

yang ingin mengetahui berbagai pendapat tentang sebuah hadits.

4. Pensyarah didorong untuk mengkaji berbagai hadits serta

pendapat-pendapat para pensyarah yang lainnya.

 Kekurangan:

1. Metode ini tidak relevan bagi pembaca tingkat pemula.

2. Metode ini tidak dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan

sosial yang berkembang ditengah masyarakat.

Metode-metode Memahami Hadits 16


3. Metode ini terkesan lebih banyak menulusuri pemahaman yang

pernah diberikan oleh ulama daripada mengemukakan pendapat

baru.11

G. Memahami Hadits Sesuai Dengan Latar Belakang, Situasi, dan Kondisi


Serta Tujuannya
Salah satu metode yang tepat dalam memahami sunnah Nabi SAW

adalah melihat sebab-sebab khusus atau alasan tertentu yang menjadi latar

belakang suatu hadits, baik yang tersurat maupun tersirat, atau yang dipahami

dari kejadian yang menyertainya.12

Untuk memahami hadits dengan baik dan mendalam, kita perlu

mengetahui konteks yang menjelaskan situasi dan kondisi munculnya suatu

hadits, sehingga diketahui maksud hadits tersebut dengan saksama, bukan

atas dasar perkiraan semata atau dipahami sesuai dengan makna lahiriah yang

jauh dari tujuan sebenarnya.13

Seperti diketahui, para ulama telah menetapkan bahwa untuk

memahami al-quran dengan baik diperlukan pemahaman atas asbabun an-

nuzul, sehingga tidak mengalami kesalahan. Jika asbabun an-nuzul

diperlukan dalam memahami dan menafsirkan al-quran, maka asbab al-

wurud lebih diperlukan lagi dalam memahami hadits.

H. Memahami Hadits Secara Tekstual dan Kontekstual


a. Tekstual

11
Ibid., 51-52.
12
Yusuf al-qardhawi, Pengantar Studi Hadits, 202.
13
Ibid., 202.

Metode-metode Memahami Hadits 17


Kata tekstual berasal dari kata teks yang berarti nash, kata-kata

asli dari pengarang,kutipan dari kitab suci untukpangkal ajaran (alasan),

atau sesuatu yang tertulis untuk dasar untuk memberikan pelajaran dan

berpidato. Selanjutnya, dari kata tekstual muncul istilah kaum tekstualis

yang artinya sekelompok orang yang memahami teks hadis berdasarkan

yang tertulis pada teks, tidak mau menggunakan qiyas, dan tidak mau

menggunakan ra’ yu. Dengan kata lain, maksud pemahaman tekstual

adalah pemahaman makna lahiriyah nash (zhahir al-nashsh).14

b. Kontekstual
Kata kontekstual berasal dari kata konteks yang berarti sesuatu
yang ada di depan atau di belakang (kata,kalimat, atau ungkapan) yang
membantu menentukan makna. Selanjutnya, dari kata kontekstual muncul
istilah kaum kontekstualis yang artinya sekelompok orang yang
memahami teks dengan memperhatikan sesuatu yang ada di sekitarnya
karena ada indikasi makna-makna lain selain makna tekstual. Dengan kata
lain, pemahaman makna kontekstual adalah pemahaman makna yang
terkandung di dalam nash (bathin al-nashsh). Sementara itu, kontekstual
di bedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Konteks internal, seperti mengandung bahasa kiasan, metafora serta
simbol.
b. Konteks eksternal, seperti kondisi audiensi dari segi kultur,sosial
serta asbab al wurud.

Sebagian ulama menyebut makna tekstual dan kontekstual dengan


sebutan mafhum al-nashsh dan ma’qul al-nashsh dan sebagian lagi ada yang
menyebutnya manthuq al-nashsh dan mafhum al-nashsh. Ada beberapa

14
Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 146.

Metode-metode Memahami Hadits 18


ketentuan umum dalam memahami hadis secara benar, sesuai dengan
perkembangan zaman, dan utuh, baik secara tekstual maupun kontekstual.15

c. Contoh

Berikut contoh hadis yang dipahami secara tekstual dan

kontekstual, baik dalam konteks internal maupun konteks eksternal.

1. Hadis Bersifat Universal

‫عن جابريقول قل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الحرب خدعة‬

Dari Jabir berkata bahwa Rasulullah bersabda, “perang itu penipuan.”


(HR.Muttafaq ‘Alaih)

Setiap peperangan selalu memerlukan strategi (menipu lawan).


Ketentuan itu berlaku secara universal serta tidak pandang waktu dan
tempat. Kalimat yang digunakan singkat dan padat, tetapi memiliki
makna yang luas karena strategi akan selalu berkembang sesuai dengan
dengan perkembangan zaman.

2. Hadis Bersifat Temporal


‫عن أنس بن مالك أن رسول هللا عليه و سلم قال األئمة من قر يش إذا ماحكموا‬
‫فعدلوا وإذا عا هدوا وفوا وإذا استر حموا رحموا‬

Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda, “pimpinan itu


harus dari bangsa Quraisy. Ketika menghukumi perkara mereka adil,
ketika berjanji mereka memenuhinya, dan ketika diperlukan kasih sayang
mereka pun berkasih sayang.” (HR.Al- Nasa’i, Ahmad, Al-hakim)

Pada masa sahabat disepakati bahwa diantara persyaratan seorang


khalifah harus berketurunan Quraisy. Akan tetapi, karena kemampuan
bangsa Quraisy semakin lemah, Abu Bakar Al-Baqilani menggugurkan
persyaratan tersebut dan Ibnu Khaldun memberikan interpretasi makna

15
Ibid., 147.

Metode-metode Memahami Hadits 19


Quraisy menjadi suku yang kuat, cerdik, pandai, religius sehingga
mampu menguasai suku-suku lain, mempersatukan umat, dan menjaga
stabilitas pemerintahan.

3. Hadis Kasuistik
‫حد ثنا عثمان بن الهيثم حدثنا عوف عن الحسن عن أبي بكرة قال لقد نفعني هللا بكلمة‬
‫سمعتها من رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أيام الجمل بعدما كدت أن ألحق بأصحب‬
‫الجمل فأقاتل معهم قال لم بلغ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم أن أهل فارس قد ملكوا‬
‫عليهم بنت كسرى قال لن يفلح قوم ولوا أمر هم امرأة‬

Dari Abu Bakrah, ia berkata, “sungguh Allah memberi manfaat


kepadaku dengan kalimat yang aku dengar dari Rasulullah pada hari
perang jamal setelah aku mengikuti pasukan jamal dan aku berperang
bersama mereka.” “ia melanjutkan, “setelah berita sampai kepada
Rasulullah bahwa penduduk persia mengangkat putri Kisra sebagai
penguasa, beliau bersabda, “tidak akan menang sebuah kaum yang
menyerahkan urusannya kepada seorang perempuan.” (HR.Al-Bukhari)

Hadis diatas menyangkut kasus khusus, yaitu penduduk persia


yang mengangkat putri Kisra sebagai penguasa. Jika redaksinya dilihat
secara utuh, hadis ini tidak bersifat umum. Hadis ini bukan tentang
larangan seorang wanita untuk menjadi seorang pemimpin, melainkan
usaha apa pun yang dilakukan oleh musuh-musuh islam senantiasa sia-
sia. Meskipun demikian, ulama berbeda dalam menanggapinya.
Mayoritas ulama melarang wanita menjadi hakim dan memutuskan suatu
perkara. Ibnu Al-Thaba’i menerima kesaksian wanita dan sebagian Al-
Malikiyah memperbolehkannya secara mutlak.

4. Hadis Bersifat Lokal


‫عن جعفر بن محمد عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه و سلم صلى الظهر و العصر بأ‬
‫ذان واحد بعر فة ولم يسبح بينهما وإ قا متين وصلى المغرب والعشاء بجمع بأذان‬
‫واحد وإقا متين ولم يسبح بينهما‬

Metode-metode Memahami Hadits 20


Dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya bahwa Nabi SAW
melaksanakan shalat zuhur dan asar dengan satu azan dan dua iqomah di
Arafa serta tidak membaca tasbih di antara keduanya. Beliau juga
melaksanakan shalat magrib dijamak dengan shalat isya’ dengan satu
azan dan dua iqamah serta tidak bertasbih di antara keduanya. (HR. Abu
Dawud)
Al-Bukhari juga meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Umar
bahwa jamak shalat tersebut di Arafah adalah sunnah Rasulullah. Jumhur
mempersyaratkan jamak shalat bagi musafir yang memenuhi syarat.
Sementara itu, Malik Al-Auza’i dan Al-syafi’iyah berpendapat bahwa
shalat jamak di Arafah adalah kerena ibadah haji, bukan kerena musafir
hadis tersebut dilaksakan secara kontesks lokal, yaitu hanya berlaku di
Arafah saja dan bagi yang melaksanakan ibadah haji. Bagi musafir selain
di Arafah dan bagi yang tidak beribadah haji – sekalipun di Arafah – tidak
diperkenalkan melaksanakan shalat jamak, kecuali memenuhi syarat
tertentu.
5. Hadis Dengan Bahasa Kiasan
‫عن أبي هريرة عن النبي صلى هللا عليه وسلم قا ل من كا ن يؤمن با هللا واليوم اًل‬
‫خر فال يؤذي جاره واستوصوا بالنساء خيرا فإنهن خلقن من ضلع وإن أعوج شيء‬
‫في الضلع أعال ه فإن ذهبت تقيمه كسرته وإن تركته لم يزل أعوج فا ستوصوا با‬
‫لنساء خيرا‬
Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW beliau bersabda, “barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak menyakiti tetangga.
Berpesanlah dengan cara yang baik kepada kaum wanita. Sesungguhnya
mereka diciptakan dari tulang rusuk (Adam) dan sesungguhnya sesuatu
yang paling bengkok adalah tulang rusuk yang atas. Jika engkau biarkan,
ia akan selalu bengkok. Oleh sebab itu, berwasiatlah kepeda mereka
dengan baik. (HR. Al-Bukhari)
Hadis ini dipahami oleh ulama’ salaf secara harfiah. Namun,
dipahami secara metafora oleh ulama kontemporer, bahkan ada yang
menolak kebenarannya. Mereka yang memahami makna metafora

Metode-metode Memahami Hadits 21


beralasan bahwa hadis tersebut memperingatkankaum laki-laki agar
menghadapi kaum perempuan secara bijaksaana kerena ada karakter
bawaan yang cenderung bengkok seperti tulanngrusuk. Mereka tidak akan
mampu mengubah atau meluruskannya. Kalau mereka tetap berusaha keras
meluruskannya, tulang rusuk tersebut dapat patah.
M. Quraish Shahib mengutip pendapat ulama kontemporer seperti
Al-Thaba’i bahwa QS. Al-Nisa’ (4): 1 menegaskan bahwa istri Adam
diciptakan dari tulang rusuk Adam. Demikian juga Rasyid Ridha dalam
tafsir Al-Manar menyatakan, seandainya tidak ada kisah kejadian Adam
dan Hawa dalam kitab Perjanjian Lama, tidak akan pernah terlintas dalam
benak seorang muslim bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam.
Pemahaman hadis tersebut memang membuka perbedaan antara
ulama terdahulu dan ulama kontemporer karena petunjukanya tidak pasti
(zhanni) dan memang tidak ada dalil yang pasti (qath’i), baik dari Al-
Qur’an maupun hadis, yang menyatakan bahwa Hawa diciptakan dari
tulang rusuk Adam. Dengan demikian, hadis adakalanya dipahami dengan
makna tekstual (harfiah) dan adakalanya dipahami dengan makna
kontekstual (metafora).16

16
Ibid., 149-153.

Metode-metode Memahami Hadits 22


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam metode pemahaman hadits, ada berbagai metode yang dapat

dilakukan untuk memahami hadits, yaitu memahami hadits sesuai petunjuk

Al-Quran, menghimpun hadits-hadits yang setema, memahami hadits dengan

metode tahliliy, ijmaliy, muqarin, memahami hadits berdasarkan latar

belakang, situasi dan kondisi serta tujannya, dan memahami hadits

berdasarkan teks dan kontekstualnya.

Dengan perkembangan ilmu pengetahuan, maka tak diragukan lagi

akan muncul metode maupun pendekatan baru untuk memahami hadits,

karena hadits merupakan salah satu sumber pokok hukum Islam kedua setelah

Al-Quran yang tak kan lepas dari kajian maupun penelitian.

B. Saran
Penulis menyarankan bagi pembaca untuk mempelajari lebih lanjut

mengenai metode-metode memahami hadits, agar dapat memahami hadits

melalui metode-metode tersebut.

Metode-metode Memahami Hadits 23


DAFTAR PUSTAKA

Afdillanisa. “Metode Pemahaman Hadits”. Biru Langit (online), 2014,

(http://afdillanisa.wordpress.com//, diakses tanggal 20 November 2015).

Al-Qardhawi, Yusuf. Pengantar Studi Hadis. Terj. Agus Suyadi R. Bandung: CV

Pustaka Setia, 1990.

Ali, Nizar. Memahami Hadis Nabi. Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahmah, 2001.

Khon, Abdul Majid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta: Amzah,

2014.

MZ, Zainuddin. Studi Hadits. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,2013.

Metode-metode Memahami Hadits 24

También podría gustarte