Está en la página 1de 7

Mengenal dan Memahami Pajak Tangguhan:

Konsep, Makna, dan Implikasi


5 November 2016 admin Dilihat 40.610 Kali 3 Komentar aset, deffered tax, kewajiban,
tangguhan

Secara mendasar ada tiga pertanyaan penting yang harus dapat dijawab oleh Wajib Pajak untuk
dapat memahami Pajak Tangguhan (Deffered Tax). Pertanyaan itu antara lain: Apa yang
dimaksud dengan Pajak Tangguhan? Mengapa harus ada Pajak Tangguhan? Dan terakhir, apa
dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya? Pemahaman yang
memadai tentang konsep, makna, dan implikasi mengenai Pajak Tangguhan akan sangat
membantu menjawab ketiga pertanyaan ini. Pajak Tangguhan sendiri dapat dipahami dari sudut
pandang Akuntansi sebagai akun Aset atau Liabilitas. Aset Pajak Tangguhan merupakan elemen
Laporan Neraca sedangkan Liabilitas Pajak Tangguhan merupakan elemen Laporan Rugi Laba.
Dari sudut pandang Perpajakan, Pajak Tangguhan adalah nilai pajaknya dapat memberi pengaruh
menambah atau mengurangi beban pajak tahun yang bersangkutan. Uraian dibawah ini mencoba
untuk memberikan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar diatas.

Apa yang dimaksud dengan Pajak Tangguhan?

Definisi resmi dari istilah Pajak Tangguhan (aset dan liabilitas) dapat ditelusuri pada Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 46 tentang Akuntansi atas Pajak Penghasilan (PPh) yang
merupakan adopsi dari International Accounting Standar (IAS) 12. Aset Pajak Tangguhan,
sebagaimana disebutkan didalam definisi nomor 04 PSAK 46 adalah jumlah pajak penghasilan
(PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan sebagai akibat adanya: perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan; akumulasi rugi pajak belum dikompensasi; dan akumulasi
kredit pajak belum dimanfaatkan, dalam hal peraturan perpajakan mengizinkan. Sementara itu,
Liabilitas Pajak Tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang pada periode masa depan
sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Dari definisi ini yang harus dipahami
adalah konsep tentang “pemulihan pada periode mendatang” untuk Aset Pajak Tangguhan dan
“terutang pada periode mendatang” untuk Liabilitas Pajak Tangguhan. Pemahaman tentang
kedua konsep ini dapat diperoleh dari jawaban atas pertanyaan berikutnya sebagaimana
diuraikan oleh subbahasan selanjutnya.

Mengapa harus ada Pajak Tangguhan?

Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun (yang dikenal dengan
istilah beban pajak kini), Wajib Pajak menggunakan pendekatan Akuntansi Komersial
(berdasarkan PSAK) mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang dijadikan
pengurang, metode peyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan nilai sisa
aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan besaran penyisihan/biaya
cadangan. Hasil penerapan ini tertuang didalam Laporan Keuangan yang oleh Wajib Pajak
dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial. Namun demikian, untuk
kepentingan pelaporan SPT Tahunan, hasil perhitungan yang sudah dijabarkan didalam Laporan
Keuangan komersial tidak bisa dijadikan dasar penentuan beban pajak kini. Artinya PPh yang
dhitung Wajib Pajak atas dasar laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban
pajak kini. Hal ini dikarenakan untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan,
pendekatan yang digunakan adalah ketentuan perpajakan (berdasarkan UU Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaan dibawahnya). Pendekatan ini kerap
kali berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan menurut Akuntansi Komersial.
Perbedaan ini ada yang bersifat mutlak (tetap) ada juga yang sifatnya relatif (sementara).

Perbedaan mutlak ini terjadi misalnya karena perbedaan pengakuan unsur pendapatan seperti
misalnya pada penghasilan yang bersifat final dan telah dikenakan PPh Final tidak boleh lagi
diperhitungkan sebagai unsur pendapatan atau pengakuan biaya yang boleh dikurangkan,
beberapa item biaya mutlak dilarang dijadikan sebagai pengurang menurut ketentuan perpajakan.
Sementara itu laba yang sifatnya relatif ini dikarenakan perbedaan pengakuan nilai sisa atau
penentuan jangka waktu masa manfaat dalam menghitung beban penyusutan. Perbedaan
semacam ini menyebabkan perbedaan yang sifatnya tidak mutlak selamanya, melainkan hannya
sementara saja karena sifatnya hanya perbedaaan waktu dan angka tahun pembagi, dan pada titik
tertentu akan beban pajak yang ditimbulkan akan tiba pada besaran nominal yang sama. Laba
bersih yang dihasilkan melalui proses rekonsiliasi fiskal, yakni penghitungan sebagaimana diatur
menurut ketentuan perpajakan, diistilahkan sebagai Penghasilan Kena Pajak. Sehingga pada titik
ini, jelas dapat dibedakan makna dari istilah laba komersial sebelum pajak (komersial) dengan
Penghasilan Kena Pajak (fiskal).

Jika tarif pajak diterapkan pada laba pada Laba Komersial (Laba Akuntansi) dengan Penghasilan
Kena Pajak (Laba Pajak), maka hasilnya besar kemungkinan akan berbeda. Perbedaan ini yang
disebut dengan istilah Pajak Tangguhan. Jika Laba Akuntansi lebih besar daripada Laba Pajak
maka akan terbentuk Kewajiban Pajak Tangguhan, sebaliknya bila Laba Akuntansi lebih
kecil daripada Laba Pajak maka akan terbentuk Aset Pajak Tangguhan. Singkatnya, Pajak
Tangguhan tidak bisa dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan
yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Pajak Tangguhan dalam bentuk
aset/manfaat membuat Wajib Pajak mengetahui bahwa seharusnya nilai beban pajak yang harus
dibayar dapat dipulihkan pada masa mendatang sedangkan Pajak Tangguhan dalam bentuk
kewajiban menimbulkan adanya beban pajak yang akan terutang pada masa yang akan datang.
Ini berkaitan dengan konsep definisi Pajak Tangguhan sebagaimana dijelaskan pada subbahasan
pertama dalam artikel ini.

Apa dampak Pajak Tangguhan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakannya?

Jawaban atas pertanyaan ini akan menunjukkan contoh nyata dari sejumlah konsep yang sudah
diperkenalkan pada dua subbahasan diatas. Untuk dapat memberikan jawaban pertanyaan ini
maka akan disajikan dalam bentuk contoh soal agar bentuk nyata mengenai konsep pemulihan
atau pembebanan beban pajak pada masa mendatang dapat tergambar dengan lebih jelas.

Contoh soal I:

PT Runsoed Ultimate Challenge (RUC) memperoleh laba sebelum pajak tahun 2015
Rp1.200.000.000,- dengan catatan koreksi fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut:
Beda Permanan
1. Pendapatan bunga deposito Rp40.000.000,-
2. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp30.000.000,-
3. Pendapatan sewa bangunan Rp60.000.000,-
4. Beban bunga pajak Rp20.000.000,-
5. Beban pemberian fasilitas dalam bentuk natura Rp50.000.000,-
6. Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,-
7. Beban Pajak Penghasilan Rp15.000.000,-
Beda Temporer
1. Penyusutan komersial Rp60.000.000 lebih rendah dari penyusutan fiskal
2. Amortisasi fiskal Rp30.000.000 lebih rendah dari amortisasi komersial
Kredit Pajak yang sudah dibayar selama tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
2. PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
3. PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
4. PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-

Pertanyaan: a) Berapa Penghasilan Kena Pajak untuk tahun 2015? b) Berapa PPh Kurang/ Lebih
bayar untuk tahun 2014? c) Tentukan apakah aset atau kewajiban pajak tangguhan yang timbul?
d) Buat jurnal dan penyajian laba bersih dalam laporan laba rugi PT RUC!

Jawab:

Perhitungan Penghasilan Kena Pajak


Laba sebelum pajak (komersial) Rp1.200.000.000,-
Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal
Koreksi Beda Tetap
(+) (–)
Pendapatan bunga
Rp40.000.000,- – Rp40.000.000,- (Rp40.000.000,-)
deposito
Pendapatan sewa
Rp60.000.000,- – Rp60.000.000,- (Rp60.000.000,-)
bangunan
Pendapatan Jasa Giro Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,- (Rp50.000.000,-)
Laba Sebelum Pajak (Fiskal) Rp1.050.000.000,-
Beban Jamuan tanpa
Rp30.000.000,- Rp30.000.000,- – Rp30.000.000,-
Daftar Nominatif
Beban Bunga Pajak Rp20.000.000,- Rp20.000.000,- – Rp20.000.000,-
Beban pemberian fasilitas
Rp50.000.000,- Rp50.000.000,- – Rp50.000.000,-
dalam bentuk natura
Beban PPh Rp15.000.000,- Rp15.000.000,- – Rp15.000.000,-
Total Koreksi Beda Tetap Pada Beban Rp115.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap) Rp1.165.000.000,-
Koreksi Fiskal Koreksi Fiskal
Koreksi Beda Waktu
(+) (–)
Penyusutan Komersil < Fiskal (Rp60.000.000,-) (Rp60.000.000,-)
Amortisasi Fiskal < Komersial Rp30.000.000,- Rp30.000.000,-
Total Penghasilan Kena Pajak (Setelah Koreksi Beda Tetap dan Beda
Rp1.135.000.000,-
Waktu)

1. Dari rekonsiliasi fiskal diatas diketahui bahwa Penghasilan Kena Pajak adalah
Rp1.135.000.000,- atau lebih kecil dari Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-.
Sehingga sesuai dengan ketentuan bila Laba Sebelum Pajak (komersial) lebih besar dari
Penghasilan Kena Pajak (fiskal) akan muncul Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar tarif
PPh Badan dikali dengan perbedaan temporer (beda waktu) yang terjadi.

1. Perhitungan PPh Kurang/ Lebih Dibayar (Beban Pajak Kini)

Pajak Penghasilan Terutang 25% x Rp1.135.000.000,- Rp283.750.000,-


PPh Dibayar Dimuka (Kredit Pajak)
PPh Pasal 22 Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23 Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24 Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25 Rp45.000.000,-
Total Kredit Pajak Rp90.000.000,-
PPh Kurang Dibayar (Beban Pajak Kini) Rp193.750.000,-

1. Perhitungan Kewajiban Pajak Tangguhan

Kewajiban Pajak Tangguhan = Tarif PPh Badan x Jumlah Beda Temporer

= 25% x Rp30.000.000,-

= Rp7.500.000,-
1. Jurnal Pencatatan

Beban Pajak Kini Rp283.750.000,- –


Beban Pajak Tangguhan Rp7.500.000,- –
Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp7.500.000,-
PPh Pasal 22 (Kredit Pajak) – Rp20.000.000,-
PPh Pasal 23 (Kredit Pajak) – Rp10.000.000,-
PPh Pasal 24 (Kredit Pajak) – Rp15.000.000,-
PPh Pasal 25 (Kredit Pajak) – Rp45.000.000,-
Kewajiban PPh Pasal 29 – Rp193.750.000,-

Penyajian Pada Laporan Keuangan (Laporan Laba Rugi)

Laba Sebelum Pajak Rp1.200.000.000,-


Beban Pajak Kini (Rp283.750.000,-)
Beban Pajak Tangguhan (Rp7.500.000,-)
Total Laba Bersih Rp908.750.000,-

Sehingga setelah diperhitungkan dengan beban pajak kini (PPh Pasal 29 akhir tahun) dan beban
pajak tangguhan, jumlah laba bersih PT RUC adalah Rp908.750.000,-.

Contoh soal II:

Pada tahun 2011 PT Maju Terus membeli komputer seharga Rp10.000.000,-. Menurut ketentuan
PSAK, komputer tersebut disusutkan selama 5 tahun dengan nilai residu Rp2.000.000,-.
Sementara menurut pajak masa manfaatnya seharusnya hanya 4 tahun. Jika PT Maju Terus
memiliki laba kotor belum termasuk biaya penyusutan sebesar Rp5.000.000,- sama untuk
rentang waktu selama 5 tahun dan ternyata pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual
dengan harga Rp3.000.000,-. Maka bantulah PT Maju Terus untuk menganalisis kemungkinan
munculnya Pajak Tangguhan dan bagaimana memperlakukannya dalam pembukuan dan
pelaporan keuangan perusahaan serta jelaskan adanya pemulihan nilai pajak terutang melalui
kasus ini.

Jawab:

Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Akuntansi = (Rp10.000.000 – Rp2.000.000) : 5 Tahun

= Rp1.600.000,- (2011 s.d. 2015)

Perhitungan Penyusutan/ Tahun Menurut Pajak = (Rp10.000.000) : 4 Tahun


= Rp2.500.000,- (2011 s.d. 2014)

Analisis Penentuan Pajak Tangguhan (Dalam Rp000)

Tahun
Keterangan
2011 2012 2013 2014 2015
Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000
Beban Penyusutan (Akuntansi) Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600 Rp1.600
Laba Bersih Sebelum Pajak Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400 Rp3.400
Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp850 Rp850 Rp850 Rp850 Rp850

Laba Kotor Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000 Rp5.000


Beban Penyusutan (Pajak) Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 –
Penghasilan Kena Pajak Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp2.500 Rp5.000
Beban Pajak Kini (PPh 25%) Rp625 Rp625 Rp625 Rp625 Rp1.250

Perbedaan Sementara Rp900 Rp900 Rp900 Rp900 (Rp1.600)


Kewajiban (Manfaat) Pajak
Rp225 Rp225 Rp225 Rp225 (Rp400)
Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp225 Rp450 Rp675 Rp900 Rp500

Dari tabel analisis diatas, terlihat bahwa sampai dengan tahun keempat nilai Laba Sebelum Pajak
(Akuntansi) lebih besar daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400 > Rp2.500) sehingga
menimbulkan adanya Kewajiban Pajak Tangguhan sebesar selisih beda sementara dikali tarif
yang berlaku yaitu (Rp2.500-Rp1.600) x 25% = Rp225. Dengan jurnal yang digunakan pada
setiap tahun adalah sebagai berikut:

Beban Pajak Tangguhan Rp225.000,- –


Kewajiban Pajak Tangguhan – Rp225.000

Kewajiban Pajak Tangguhan ini harus dibayar oleh PT Maju Terus pada setiap tahun sesuai
dengan alokasinya sebesar Rp225.000,-

Namun hal ini tidak terjadi pada tahun kelima dimana yang terjadi adalah Laba Sebelum Pajak
lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (Rp3.400< Rp5.000) sehingga menimbulkan adanya
Aset Pajak Tangguhan sebesar (Rp1.600- Rp0) x 25%= Rp400. Hal ini terjadi karena pada tahun
ke-5 menurut ketentuan perpajakan tidak diperbolehlan dilakukan penyusutan atas komputer
mengingat masa manfaatnya menurut pajak hanya selama 4 tahun. Dengan jurnal yang
digunakan pada setiap tahun adalah sebagai berikut:

Kewajiban Pajak Tangguhan Rp400.000,- –


Manfaat Pajak Tangguhan – Rp400.000

Adanya Manfaat Pajak Tangguhan ini juga sekaligus menghapus atau memulihkan sebesar
Rp400.000,- atas Kewajiban Pajak Tangguhan yang muncul dari tahun- tahun sebelumnya.
Pemulihan ini mengakibatkan Kewajiban Pajak Tangguhan PT Maju Terus mengalami
pengurangan menjadi hanya tersisa Rp500.000,-

Ketika pada akhir tahun ke-7 komputer tersebut dijual, maka nilai keuntungan yang diakui
menurut Akuntansi dan menurut Pajak berbeda, secara Pajak laba yang diperoleh adalah sebesar
harga jual yaitu Rp3.000.000,- karena komputer tersebut sudah tidak lagi memiliki nilai namun
menurut Akuntansi laba dihitung dengan mengurangkan terlebih dahulu dengan nilai sisa
Rp2.000.000,- sehingga laba yang didapat hanya Rp1.000.000,-. Akibat perbedaan ini maka
menurut pajak, beban PPh adalah Rp750.000,- (Rp3.000.000,- x 25%) dan menurut Akuntansi,
beban pajak adalah Rp250.000,- (Rp1.000.000,- x 25%). Karena Laba Sebelum Pajak
(Akuntansi) lebih kecil daripada Penghasilan Kena Pajak (dari penjualan komputer) sehingga
menimbulkan adanya Aset/Manfaat Pajak Tangguhan sebesar Rp500.000,- (Rp3.000.000-
Rp1.000.000,-) x 25%. Nilai ini akan menghapus Kewajiban Pajak Tangguhan yang masih
tersisa sehingga tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayar pada masa yang akan datang.

También podría gustarte