Está en la página 1de 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakekatnya keperawatan adalah suatu professi yang menjunjung tinggi
nilai – nilai kemanusiaan dan mendahulukan kepentingan kesehatan masyarakat.
Pelayanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan humanistik dengan
menggunakan pendekatan holistik, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang
mengacu pada standar pelayanan keperawatan serta menerapkan kode etik dalam
melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan.
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau dan setiap orang berhak mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan baginya. Kinerja
seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien.
Di Indonesia secara legal telah ditetapkan Standar Asuhan Keperawatan
(SAK) dan diberlakukan serta diterapkan di seluruh rumah sakit di Indonesia
melalui SK Direktorat Pelayanan Medik No. YM 00.03.2.6.7637 tahun 1993
tentang SAK di rumah sakit.
Alasan diberlakukanya SAK yaitu sebagai salah satu kriteria asuhan profesional,
tolok ukur mutu asuhan keperawatan, salah satu dasar hukum asuhan keperawatan
profesional. Kemudian tujuan diberlakukannya SAK antara lain, secara umum
untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan, sedangkan secara khusus untuk
mengetahui mutu asuhan keperawatan, mengetahui kemampuan perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Meningkatkan tingkat kepuasan pasien terhadap
asuhan keperawatan dan melindungi kepentingan pasien dan perawat.
Maka dari itu sebagai perawat yang profesonal kita hendaknya dapat
memberikan asuhan keperawatan sesuai standart yang telah ditetapkan untuk
memberikan pelayanan keperawwatan kepada pasien. Untuk itu perawat harus

1
mengetahui tentang standar asuhan keperawatan yang nantinya akan diaplikasikan
dalam pelayanan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mutu ?
2. Apa yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan ?
3. Dimensi mutu asuhan keperawatan ?
4. Bagaimana ciri mutu asuhan keperawatan ?
5. Apa yang dimaksud dengan standar ?
6. Apa Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan) ?
7. Apa yang menjadi Komponen utama SAK (Standar I-VI) ?
8. Pelaksanaan Evaluasi Penerapan SAK ; instrumen A, B, dan C.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana mutu pelayanan kesehatan serta standar
asuhan dalam keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa itu mutu.
b. Untuk mengetahui apa itu mutu pelayanan kesehatan.
c. Untuk mengetahui dimensi mutu asuhan keperawatan.
d. Untuk mengetahui ciri mutu asuhan keperawatan.
e. Untuk mengetahui apa itu standar.
f. Untuk mengetahui tujuan dari SAK (Standar Asuhan Keperawatan).
g. Untuk mengetahui komponen utama SAK (Standar I-VI).
h. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan evaluasi penerapan SAK
:instrumen A, B, dan C.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Mutu
Dalam Munijaya (2004), berpendapat bahwa mutu adalah derajat dipenuhinya
persyaratan yang ditentukan. Mutu adalah kesesuaian terhadap kebutuhan, bila
mutu rendah merupakan hasil dari ketidak sesuaian. Mutu tidak sama dengan
kemewahan. Suatu produk atau pelayanan yang sesuai dengan segala spesifikasinya
akan dikatakan bermutu, apapun bentuk produknya. Diakui bahwa ada korelasi erat
antara beaya dan mutu. Mutu harus dapat dicapai, dapat diukur, dapat memberi
keuntungan dan untuk mencapainya diperlukan kerja keras. Suatu sistem yang
berorientasi pada peningkatan mutu akan dapat mencegah kesalahan-kesalahan
dalam penilaian.
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan
(American Society for Quality Control).
B. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu Pelayanan Kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman,
yang dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan,
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (WHO, 1995).
Mutu layanan kesehatan sebagai “derajat layanan bagi individu dan populasi
yang meningkatkan kecenderungan hasil akhir yang diinginkan dan konsisten
dengan pengetahuan profesional terkini (Marquis, 2003).”
C. Dimensi Mutu Asuhan Keperawatan
Dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian dirasakan adanya dimensi
mutu pelayanan yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya yang
dikaitkan dengan kepuasan pelanggan. Selanjutnya oleh Parasuraman (1990)

3
dimensi tersebut difokuskan menjadi 5 dimensi (ukuran) kualitas jasa/pelayanan,
yaitu :
1. Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan,
karyawan dan alat-alat komunikasi.
2. Realibility (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah
dijanjikan secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
3. Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan
(konsumen) dan menyediakan jasa/ pelayanan yang cepat dan tepat.
4. Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah-tamahan para
karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan
keyakinan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas
dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5. Empaty (empati); meliputi pemahaman pemberian perhatian secara individual
kepada pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan
memahami kebutuhan pelanggan.
D. Ciri mutu asuhan keperawatan
Ciri mutu asuhan keperawatan yang baik adalah (Munijaya,2004) :
1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan.
2. Sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar,
efisiensi, dan efektif.
3. Aman bagi pasien dan dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa.
4. Memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5. Aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etik dan tata nilai masyarakat
diperhatika dan dihormati.
E. Pengertian Standar
Standar adalah tingkat kesempurnaan yang telah ditentukan sebelumnya dan
menjadi panduan untuk praktik. Standar memiliki karakteristik yang berbeda;
standar ditentukan sebelumnya, disusun oleh orang yang berwenang, dan
dikomunikasikan dan diterima oleh yang yang dipengaruhi oleh standar itu. Karena
digunakan sebagai alat ukur, standar harus objektif, dapat diukur, dan dapat dicapai
(Marquis, 2003).

4
Standar merupakan pernyataan absah, model yang disusun berdasarkan
wewenang, kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai dan sesuai,
dapat diterima, dan layak (Nursalam,2011).
Asuhan Keperawatan (Nursing care) adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan
pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien, pada
beberapa tatanan pelayanan kesehatan, dengan metodologi proses keperawatan,
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam
lingkup wewenang serta tanggungjawab keperawatan (Suarli,2009).
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang
diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dinilai, Standar
Asuhan Keperawatan berarti suatu pernyataan kualitas yang dapat diinginkan dan
dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan kepada pasien/klien, hubungan antara
kualitas dan standar dapat dikuantifikasikan sebagai bukti pelayanan meningkat atau
memburuk (Suarli,2006) .
Standar Praktek Keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu
pekerjaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat, dan benar, yang dirumuskan
sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan serta merupakan alat ukur dalam
penilaian penampilan kerja seorang perawat. Standar praktek menguraikan apa yang
harus dilakukan, mengidentifikasi tanggung jawab dan melaksanakan tanggung
jawab tersebut (Nursalam,2011).
F. Tujuan SAK (Standar Asuhan Keperawatan)
Tujuan standar keperawatan adalah meningkatkan kualitas asuhan keperawatan,
mengurangi biaya asuhan keperawatan, melindungi perawat dari kelalaian dalam
melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik
(Nursalam, 2011) :
1) Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
Perawat berusaha mencapai standar yang telah ditetapkan, dan termotivasi,
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat bersifat mendasar terhadap peningkatan kualitas hidup pasiennya.
2) Mengurangi biaya asuhan keperawatan

5
Apabila perawat melakukan kegiatan yang telah ditetapkan dalam standar,
maka beberapa kegiatan keperawatan yang tidak perlu dapat dihindarkan. Hal
ini berarti perawat akan menghemat biaya baik bagi perawat maupun bagi
pasien. Dengan adanya standar maka permasalahan pasien akan cepat
ditemukan dan teratasi sehingga hari perawatan pasien semakin pendek dan
akan mengurangi biaya perawatan bagi pasien.
3) Melindungi perawat dan melindungi pasien dari kelalaian
Standar keperawatan harus dapat menguraikan prosedur yang wajib dilakukan
dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga perawat akan dapat
memahami setiap tindakan yang akan dilakukan. Hal ini akan dapat
menghindarkan kesalahan dan kelalaian dalam melakukan asuhan keperawatan.
G. Komponen SAK (Standar I-VI)
Standar Asuhan Keperawatan secara resmi telah diberlakukan untuk diterapkan
di seluruh rumah sakit melalui SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.
YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993. Standar asuhan keperawatan terdiri dari :
1. Standar I : Pengkajian keperawatan.
a. Pengertian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses pengumpulan data yang simetris dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu
pengkajian yang benar, akurat, lengkap, dan sesuai dengan kenyataan
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosis keperawatan dan
dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari
American Nursing Association (ANA).
b. Pengumpulan data
1) Tipe data

6
Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu data subjektif dan data objektif. Penjelasan mengenai
kedua tipe tersebut adalah sebagai berikut:
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut
tidak dapat ditentukan oleh perawat secara independen tetapi
melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh
dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan, dan
ide tentang status kesehatannya. Misalnya, penjelasan klien
tentang nyeri, lemah, frustasi, mual, atau malu. Data yang
diperoleh dari sumber lainnya, seperti dari keluarga, konsultan,
dan profesi kesehatan lainnya juga dapat dikategorikan sebagai
data subjektif jika didasarkan pada pendapat klien (Risnah,2011).
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh
perawat data ini diperoleh melalui kepekaan perawat
(sense)selama melakukan pemeriksaan fisik melalui 2S (sight,
smell) dan HT (hearing, touch/taste). Yang termasuk data objektif
adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya edema, dan
berat badan. Focus pengumpulan data meliputi:
1) Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini.
2) Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini
digunakan.
3) Fungsi status sebelumya dan saat ini.
4) Terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan.
5) Risiko untuk masalah potensial.
6) Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi
klien.
2) Karakteristik data

7
Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan
harus mempunyai karakteristik yang lengkap, akurat dan nyata, serta
relevan. Penjelasan mengenai karakteristik-karakteristik tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Lengkap
Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan
masalah keperawatan klien. Oleh karena itu data yang terkumpul
harus lengkap agar dapat membantu perawat mengatasi masalah
klien. Misalnya, klien menolak untuk makan dan hal ini sudah
terjadi dua hari. Perawat harus mengkaji lebih dalam mengenai
masalah klien tersebut dengan menanyakan apakah klien memang
sengaja tidak makan atau apakah klien sedang tidak mempunyai
nafsu makan. Selain itu, perhatikan dan kaji lebih dalam apakah
klien mengalami perubahan pola makan atau apakah mengalami
hal-hal yang patologis. Setelah itu, amati respons klien tersebut.
b) Akurat dan Nyata
Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja melakukan
kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk mencegah hal itu
terjadi, perawat harus berpikir secara akurat (tepat) dan
menampilkan data-data yang nyata untuk membuktikkan
kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat, diamati, dan
diukur serta memvalidasi semua data yang meragukan. Jika
perawat merasa kurang jelas atau kurang mengerti terhadap data
yang telah dikumpulkan, maka perawat harus berkonsultasi
dengan perawat yang lebih mengerti. Pada proses
pendokumentasian keperawatan, perawat harus menguraikan
perilaku klien dan bukan memperkirakan atau
menginterpretasikan perilaku klien (Risnah,2011).
c) Relevan
Pendokumentasian data yang komprehensif harus mengumpulkan
banyak data sehingga akan mengambil waktu yang diperlukan

8
perawat untuk mengidentifikasi data-data tersebut. Kondisi ini
dapat diantisipasi dengan melakukan pendokumentasian data
fokus yang relevan dan sesuai dengan masalah klien pada situasi
khusus sehingga akan didapatkan data yang komprehensif namun
cukup singkat dan jelas.
3) Sumber data
Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien
tetapi dari orang terdekat (keluarga) klien, catatan klien, riwayat
penyakit terdahalu, konsultasi dengan terapis, hasil, pemeriksaan
diagnostik, catatan medis, dan sumber kepustakaan. Penjelasan
mengenai sumber-sumber data tersebut adalah sebagai berikut:
a) Klien
Klien adalah sumber data utama (primer) dan perawat dapat
menggali informasi yang sebenarnya mengenai masalah klien. Jika
klien mengetahui bahwa informasi yang disampaikannya akan
membantu memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan
dengan mudah memberikan informasi kepada perawat. Perawat
harus mampu mengidentifikasi masalah ataupun kesulitan-kesulitan
klien agar dapat memperoleh data yang benar dengan lancar.
b) Orang Terdekat
Pada klien yang mengalami gangguan dalam berkomunikasi ataupun
kesadaran yang menurun data dapat diperoleh dari orang tua,
suami,/istri, atau teman klien. Pada yang masih anak-anak, data
dapat diperoleh dari ibu atau orang menjaga anak selama di rumah
sakit.
c) Catatan Klien
Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan dapat
dipergunakan sebgai sumber data dalam riwayat keperawatan.
Untuk menghindari pengulangan yang tidak perlu maka sebelum
mengadakan interaksi kepada klien, perawat hendaknya membaca
catatan klien telebih dahulu. Hal ini membantu perawat untuk focus

9
dalam mengkaji data dan memperluas data yang akan diperoleh dari
klien.\
d) Riwayat Penyakit
Pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan merupakan riwayat
penyakit yang diperoleh dari terapis. Data yang diperoleh
merupakan data fokus pada identifikasi patologis yang bertujuan
untuk menentukan rencana intervensi medis.
e) Konsultasi
Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan tim
kesehatan spesialis, khususnya dalam menentukan diagnosis medis
atau dalam merencanakan dan melakukan tindakan medis. Informasi
tersebut dapat diambil guna membantu menegakkan diagnosis
medis.
f) Hasil Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik dapat digunakan
perawat sebagai data objektif yang disesuaikan degan masalah
kesehatan klien. Hasil pemeriksaan diagnostik dapat membantu
terapis untuk menetapkan diagnosis medis dan membantu perawat
untuk mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
g) Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya
Anggota tim kesehatan lain juga merupakan personel yang
berhubungan dengan klien. Mereka memberikan intervensi,
mengevaluasi, dan mendokumentasikan hasilnya pada status klien
sesuai dengan spesialisasinya masing-masing. Catatan kesehatan
yang terdahulu dapat dipergunakan sebagai sumber data yang
mendukung rencana asuhan keperawatan.
h) Perawat Lain
Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain, maka
perawat harus meminta data-data klien sebelumnya kepada perawat
yang dulu merawatnya. Hal ini dimaksudkan untuk kesinambungan
dari asuhan keperawatan yang telah diberikan.

10
i) Kepustakaan
Untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, perawat
dapat membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien.
Membaca literatur sangat membantu perawat dalam memberikan
asuhan keperawan yang benar dan tepat.
4) Metode pengumpulan data
Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga metode, yaitu komunikasi, observasi, dan
pemeriksaan fisik. Metode tersebut sangat bermanfaat bagi perawat
dalam melakukan pendekatan kepada klien pada tahap pengumpulan
data, perumusan diagnosis keperawatan, dan perencanaan secara
rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai metode-metode tersebut
adalah sebagai berikut:
a) Komunikasi
Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan suatu
teknik yang mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan
perasaan. Teknik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal
maupun nonverbal, empati, dan rasa kepedulian yang tinggi. Teknik
verbal meliputi pertanyaan terbuka atau tertutup, menggali jawaban
dan memvalidasi respons klien. Teknik nonverbal meliputi
mendengarkan secara aktif, diam, sentuhan, dan kontak mata.
Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh
riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang
khusus dan harus didokumentasikan sehingga rencana asuhan
keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien.
Wawancara/anamnesis merupakan metode p[engumpulan data
secara langsung antara perawat dan klien. Data wawancara adalah
semua ungkapan klien, tenaga kesehatan, atau orang lain yang
berkepentingan termasuk keluarga, teman, dan orang terdekat klien.

11
Wawancara dilakukan dengan penuh keterbukaan, keramahan,
menggunakan bahasa yang sederhana dan kenyamanan pasien
terjamin. Semua hasil wawancara dicatat dalam format proses
keperawatan.
Hal yang perlu ditanyakan pada klien antara lain biodata, keluhan
utama, juga rowayat kesehatan klien dan keluarga (sekarang atau
masa lalu). Untuk membantu klien menyampaikan keluhanya ada
baiknya perawata menggunakan analisa gejala PQRST.
P-Provocative/Palliative : Apa penyebab keluhan tersebut ? faktor
apa saja yang memperberat atau mengurangi keluhan ?
Q-Quality/Quantity : Bagaimana keluhan tersebut dirasakan ?
apakah terlihat atau terdengar ? seberapa sering keluhan tersebut
diarasakan ?
R-Region/Radiation :Dimana keluhan tersebut dirasakan ? apakah
menyebar ?
S-Severity Scale : Apakah keluhan tersebut mengganggu aktivitas ?
jika dibuat skala, seberapa pernahkah keluhan tersebut anda rasakan ?
T-Timing : Kapan keluhan tersebut muncul ? seberapa sering
keluhan tersebut muncul ? apakah keluhan tersebut muncul secara
tiba-tiba.
Interaksi antara perawat dengan klien harus berdasarkan
komunikasi. Komunikasi yang dilakukan perawata dengan klienya
merupakan komunikasi terappeutik. Komunikasi terapeutik
merupakan suatu tekhnik yang mengajak klien dan keluarga untuk
bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup
keterampilan secara verbal maupun nonverbal, empati, dan rasa
kepedulian yang tinggi.
Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh
riwayat keperawtan. Riwayat keperawatan merupakan data khusus
dan harus didokumentasikan, sehingga rencana asuhan keperawatan
dapat dibuat sesuai dengan kebuthan klien.

12
b) Observasi
Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi
merupakan metode pengumpulan data melalui pengamatan visual
dengan menggunakan panca indera. Observasi merupakan kegiatan
mengamati perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data
tentang masalah kesehatan klien. Observasi memerlukan ketrampilan
disiplin dan praktik klinik sebagai bagian dari tugas perawat.
Kegiatan observasi meliputi 2S-HFT (sight, smell, hearing, feeling,
taste). Kegiatan tersebut mencakup aspek fisik, mental, sosial, dan
spiritual.
c) Pemeriksaan Fisik
Pemerikasaan fisik dalam pengkajian keperawatan dipergunakan
untuk memperoleh data objektif dari klien. Tujuan dari pemeriksaan
fisik ini adalah untuk menentukan status kesehatan klien,
mengidentifikasi masalah kesehatan dan memperoleh data dasar guna
menyusun rencana asuhan keperawatan. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilaksanakan bersamaan dengan wawancara. Fokus pemeriksaan fisik
yang dilakukan perawat adalah pada kemampuan fungsional klien.
Pemeriksaan fisik adalah proses inspeksi bagian tubuh dan sistem
tubuh guna menentukan ada/tidaknya penyakit yang didasarkan pada
jhasil pemeriksaan fisik dan laboratotium. Pemeriksaan fisik
berfokus pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang
dialaminya. Cara pendekatan sistematis yang daoat digunakan
perawat dalam melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari
ujung rambut sampai ujung kaki (head to toe) dan pendekatan
berdasarkan sistem tubuh (review of system).
c. Analisis data
Analisis data adalah kemampuan dalam mengembangnkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakng ilmu pengetahuan.
Langkah-langkah dalam menganalisis data sebagai berikut.
1) Pengelompokan data

13
a) Data fisiologis/biologis
1. Riwayat kesehatan dan penyakit
2. Masalah kesehatan saat ini
3. Masalah gangguan fungsi sehari-hari
4. Masalah resiko tinggi
5. Pengaruh perkembangan terhadap kehidupan
b) Data spikologis
1. Perilaku
2. Pola emosional
3. Konsep diri
4. Gambaran diri
5. Penempilan intelektual
6. Tingkat pendidikan
7. Daya ingat
c) Data sosial
1. Status ekonomi
2. Kegiatan rekreasi
3. Bahasa dan komunikasi
4. Pengaruh kebudayaan
5. Sumber-sumber masyarakat
6. Faktor resiko lingkungan
7. Hubungan sosial\hubungan dengan keluarga
8. pekerjaan
d) Data spiritual
1. Nilai-nilai/norma
2. Kepercayaan
3. Keyakinan
4. Moral
Data-data yang telah dikumpulkan selanjutnya dikelompokkan.
Banyak cara untuk mengelompokkan data;masing-masing perawat dapat
memilih cara yang terbaik. Salah satu cara adalah teori Abraham Maslow

14
yang berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kebutuhan dasar
umum yang terdiri dari beberapa tingkatan. Tingkatan kebutuhan dasar
fisik harus terpenuhi lebih dulu sebelum kebutuhan tingkat lebih tinggi.
Misalnya kebutuhan dasar akan makanan, cairan, dan oksigen harus
terpenuhi lebih dulu atau sekurang-kurangnya terpenuhi sebagaian, agar
kehidupan dapat berlanjur terus.
2) Validasi data
Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi
pada data yang telah dikumpulkan dengan melakukan perbandingan
data subjektif dan objektif yang didapatkan dari berbagai sumber
berdasar standar nili normal, untuk diketahui kemungkinan tambahan
atau pengkajian ulang tentang data yang ada .
d. Penentuan masalah kesehatan serta keperawatan
Dari analisis data yang dilakukan , dapat dirmuskan beberapa masalah
kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi dengan
asuhan keperawatan (masalah keperawatan)
Tetapi ada juga yang tidak dan memerlukan tindakan medis. Selanjutnya
disusun diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas masalah ditentukan berdasarkan kriteria penting dan segera.
Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan menimbulkan
komplikasi, misalnya turgor kulit yang jelek pada kasus diare. Segera
mencakup waktu, misalnya pada apsien stroke yang tidak sadar, maka
tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih
parah atau bahkan kematian.
2. Standar II : Diagnosa keperawatan.
a. Pengertian
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau risiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,
menurunkan, membatasi, mencegah, dan mengubah (Risnah,2011).

15
Diagnosis keperawatan adalah masalah actual dan potensial dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan
mempunyai kewengan untuk memberikan asuhan keperawatan.
Kewenangan tersebut dapat ditetapkan berdasarkan standar praktik
keperawatan yang berlaku di Indonesia (Risnah,2011).
North America nursing diagnosis association (NANDA) menyatakan
bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respons
individu (klien dan masyarakat) tentang masalah keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat. Semua diagnosis keperawatan harus
didukung oleh data, dimana menurut NANDA diartikan sebagai definisi
karakteristik. Definisi karakteristik tersebut dinamakan tanda dan gejala.
Tanda adalah sesuatu yang dapat di observasi dan gejala adalah sesuatu
yang dirasakan oleh klien.
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan
pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma kehidupan pasien.
Kriteria :
1. Diagnosa Keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan
pemenuhan kebutuhan pasien.
2. Dibuat sesuai dengan wewenang perawat
3. Komponennya terdiri dari masalah penyebab dan gejala/tanda atau
terdiri dari masalah dan penyebab.
4. Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terlihat
5. Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien kemungkinan besar
akan terjadi
6. Dapat ditanggulangi oleh perawat.
b. Tujuan
Tujuan diagnosis keperawatan
Untuk mengidentifikasi :
1. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau
penyakit.

16
2. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah
(etilogi)
3. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.
4. Langkah-langkah menegakkan diagnosis keperawatan.
c. Perbedaan antara diagnosis keperawatan dan diagnosis medis
Dalam penyusunan pernyataan diagnosis keperawatan perlu
dibedakan dengan penyusunan diagnosa medik, mengingat ada beberapa
hal yang terdapat dalam diagnosa keperawatan dan tidak ada dalam
diagnosa medik. Perbedaan diagnosa keperawatan dan diagnose medis
sebagaimana pada tabel 2.1 :
Tabel 2.1
Diagnosa medis Diagnosa keperawatan
Fokus ; factor- factor pengobatan Focus ; reaksi atau respons
penyakit klien terhadap intrvensi
keperawatan dan tindakan
medis/lainya
Orientasi : keadaan patologis Orientasi ; keadaan dasar
individu
Cenderung tetap dan mulai sakit Berubah sesuai perubahan
sampai sembuh respon klien
Mengarah pada tindakan medis Megarah pada fungsi mandiri
yang sebagian didelegasikan perawat dalam melaksanakn
kepada perawat intervensi dan evaluasinya
Diagnosis medis melengkapi Diagnosis keperawatan
diagnosis keperawatan melengkaapi diagnose medis

d. Klasifikasi dan analisa data


Setelah semua data telah diperoleh dan telah diidentifikasi maka dpat
ditegakkan diagnosis keperawatannya. Penegakkan diagnose keperawatan
harus melalui klasifikasi dan analisis data interprestasi data,dan validasi
data. Selanjutnya setelah semua langkah-langkah tersebut adalah

17
mengklasifikasi dan menganalisa data. Perawat harus memahami tentang
standar keperawatan agar dapat membandingkan keadaan kesehatan klien
yang tidak sesuai dengan standart tersebut.
Data-data klien yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data
dikelompokkan berdasarkan masalah kesehatan yang dialami klien dan
sesuai dengan kriteria permasalahanya. Setelah dikelompokkan maka
perawat dapat mengidentifikasi masalah kesehatan klien dan dapat mulai
menegakkan diagnose keperawatannya. Pengelompokan data dapat disusun
mengunakan pola respons manusia menurut taksonomi NANDA dan atau
mengunakan pola fungsi kesehatan menurut Gordon (1982)
Tabel 2.2 penggolongan masalah keperawatan
Respons manusia (taksonomi NANDA);9 pola
1. Pertukaran
2. Komunikasi
3. Berhubungan
4. Nilai-nilai
5. Pilihan
6. Bergerak
7. Penafsiran
8. Pengetahuan
9. Perasaan

ola fungsi kesehatan (Gordon, 1982 dikutip dalam asih,


1994) ; 11 pola
1. Persepsi kesehatan
2. Nutrisi ; pola metabolisme
3. Pola eliminasi
4. Aktivitas ; pola latihan
5. Tidur ; pola istirahat
6. Kognitif ; pola perceptual

18
7. Persepsi diri : pola konsep diri
8. Peran ; pola hubungan
9. Seksualitas : pola reproduktif
10. Koping ; pola toleransi sters
11. Nilai ;pola keyakinan
e. Merumuskan diagnosa keperawatan
Ketika merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien tertentu,
perawat pertama-tama harus mengidentifikasi kesamaan antara data
pengkajian yang sudah terkumpul. Hal-hal yang sama mengacu pada
pengkategorian data yang saling berhubungan yang menunjukan adanya
masalah dan perlunya intervensi keperawatanm. Masalah keperawatn
pasien kemudian dirumuskan menjadi disgnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut Capernito (2000) dapat dibedakan
menjadi 5 kategori yaitu : Aktual, risiko, potensial, sejahtera dan sindrom.
3. Standar III : Perencanaan keperawatan.
Perencanaan Keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan,
komponen perencanaan keperawatan meliputi :
Prioritas masalah-masalah, kriterianya:
a. Masalah-masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas pertama.
b. Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan
prioritas kedua
c. Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga
d. Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang berlingkungan,
sumber daya dan fasilitas yang ada.
e. Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.
f. Kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya mudah dimengerti
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang telah diidentifikasi pada
diagnosis keperawatan. Tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosis
keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.

19
Secara sederhana, rencana keperawatan dapat diartikan sebagai suatu
dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi
keperawatan. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan
merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan keperawatan
kepada klien. Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu
perencanaan yang baik.
a. Tujuan Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan
administrasi dan tujuan klinik (Carpenito, 2000) :
1. Tujuan Administratif
a) Mengidentifikasi fokus keperawatan: klien (individu) atau kelompok.
b) Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan
lainnya.
c) Menyusun kriteria guna penanggulangan asuhan keperawatan dan
evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
d) Menyediakan kriteria klasifikasi klien.
2. Tujuan Klinik
a) Menjadi suatu pedoman dalam penulisan.
b) Mengomunikasikan asuhan keperawatan yang akan
diimplementasikan dengan perawat lainnya seperti apa yang akan
diajarkan, apa yang harus diobservasi, dan apa yang akan
dilaksanakan.
c) Menyusun kriteria hasil (outcomes) guna pengulangan asuhan
keperawatan dan evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
d) Rencana intervensi yang spesifik dan langsung bagi perawat untuk
melaksanakan intervensi kepada klien (individu) dan keluarganya.
b. Langkah-Langkah Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan yang akan disusun harus mempunyai
beberapa komponen yaitu (Risnah,2011) : prioritas masalah, kriteria hasil,
rencana intervensi, dan pendokumentasian. Komponen-komponen tersebut

20
sangat membantu pada proses evaluasi keberhasilan asuhan keperawatan yang
telah diimplementasikan.
1) Menentukan Prioritas Masalah
Melalui pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respons klien
yang aktual atau potensial yang memerlukan suatu intervensi. Dalam
menentukan perencanaan perlu disusun suatu system untuk menentukan
diagnosis yang akan pertama kali diintervensi.
Secara realistis, perawat tidak dapat mengharapkan dapat mengatasi semua
diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif yang terjadi kepada
sebagian klien (individu), keluarga, dan masyarakat. Dengan
mengidentifikasi prioritas diagnosis keperawatan dan masalah kolaboratif,
perawat dapat memprioritaskan peralatan yang diperlukan.
Menurut Carpenito (2000) ada perbedaan antara prioritas diagnosis dan
diagnosis yang penting, yaitu:
(1) Prioritas diagnosis adalah diagnosis keperawatan atau masalah
keperawatan yang jika tidak diatasi saat ini maka akan berdampak
buruk terhadap keadaan fungsi status kesehatan klien.
(2) Diagnosis yang penting adalah diagnosis keperawatan atau masalah
kolaboratif di mana intervensi dapat ditunda untuk beberapa saat tanpa
berdampak terhadap status kesehatan klien.
2) Menyusun Kriteria Hasil
Tujuan klien dan tujuan keperawatan merupakan standar atau ukuran
yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau keterampilan
perawat. Tujuan klien merupakan pernyataan yang menjelaskan perilaku
klien, keluarga, atau masyarakat yang dapat diukur setelah dilakukan
intervensi keperawatan. Sebaliknya, tujuan keperawatan adalah pernyataan
yang menjelaskan intervensi-intervensi yang dapat diukur berdasarkan
kemampuan dan kewenangan perawat. Kriteria hasil (outcomes) untuk
diagnosis keperawatan mewakili status kesehatan klien yang dapat diubah
atau dipertahankan melalui rencana asuhan keperawatan yang mandiri,
sehingga dapat dibedakan antara diagnosis keperawatan dan masalah

21
kolaboratif. Hasil dari diagnosis keperawatan tidak dapat membantu
mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan jika tindakan medis juga
diperlukan.
Pedoman Penyusunan Kriteria Hasil :
1) Berfokus pada klien.
Kriteria hasil harus ditujukan kepada klien. Kriteria hasil harus
menunjukkan hal yang akan dilakukan klien, kapan klien akan
melakukannya, dan sejauh mana hal itu dapat dilakukan.
Berikut adalah pedoman penyusunan kriteria hasil berdasarkan SMART
:
S = Spesific (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)
M = Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya
tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan
dibau)
A = Achievable (Tujuan harus dapat dicapai)
R = Reasonable (Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah)
T = Time (Tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)
2) Singkat dan jelas.
Kriteria hasil harus menggunakan kata-kata yang singkat dan jelas. Hal
ini akan memudahkan perawat untuk mengidentifikasi tujuan dan
rencana intervensi. Oleh karena itu dalam menuliskan kriteria hasil
perlu membatasi kata-kata “klien akan….” Pada awal kalimat.
3) Dapat diobservasi dan diukur.
Kriteria hasil yang dapat diobsevasi dan diukur meliputi pertanyaan
“apa” dan “sejauh mana”. Kata “dapat diukur” (measurable)
menjelaskan perilaku klien atau keluarga yang diharapkan akan terjadi
pada saat tujuan telah tercapai. Intervensi harus mencerminkan bahwa
perawat melihat dan mendengarkan. Contoh kata yang dapat diukur
meliputi menyatakan, melaksanakan, mengidentifikasi, adanya

22
penurunan dalam … , adanya peningkatan pada … , tidak adanya … ,
mengkhususkan, dan memberikan intervensi.
4) Mempunyai batas waktu.
Batas pencapaian hasil harus dinyatakan pada kriteria hasil. Komponen
waktu dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
a) Jangka panjang: suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
jangka waktu lama, biasanya lebih dari satu minggu atau satu
bulan. Kriteria hasil tersebut ditujukan pada unsur masalah
(problem) dalam diagnosis keperawatan.
b) Jangka pendek: suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
waktu yang singkat, biasanya kurang dari satu minggu. Kriteria
hasil tersebut ditujukan pada unsur etiologi atau tanda dan gejala
(E/S) dalam diagnosis keperawatan aktual maupun risiko.
5) Realistis
Kriteria hasil harus dapat dicapai sesuai dengan sarana dan prasarana
yang tersedia, meliputi biaya, penalaran, fasilitas, tingkat pengetahuan,
afek/emosi, dan kondisi fisik. Kelebihan dan kekurangan staf perawat
harus menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan
kriteria hasil.
6) Ditentukan oleh perawat dan klien
Selama pengkajian, perawat mulai melibatkan klien dalam intervensi.
Misalnya pada saat wawancara, perawat memperlajari apa yang dapat
dikerjakan atau dilihat klien sebagai masalah utama sehingga mucul
diagnose keperawatan. Kemudian perawat dan klien mendiskusikan
kriteria hasil dan memvalidisasi rencana intervensi.
4. Standar IV : Intervensi keperawatan.
a. Pengertian
Intervensi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan
yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan

23
serta pemulihan kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dan
keluarganya.
Intervensi keperawatan berorientasi pad 15 komponen dasar
keperawatan yang dikembangkan dengan prosedur teknis perawatan
(Nursalam & Efendi, Ferry, 2008) :
1) Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
2) Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien.
3) Menjelaskan setiap details keperawatan yang awal dilakukan
kepada pasien/keluarganya.
4) Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
5) Menggunakan sumber daya yang ada.
6) Menunjukkan sikap sabar dan ramah dalam berinteraksi dengan
klien/keluarganya.
7) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan
keperawatan.
8) Menerapkan prinsip aseptic dan antiseptic.
9) Menerapkan etika keperawatan.
10) Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi, dan
mengutamakan keselamatan pasien.
11) Memaksimalkan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien.
12) Merujuk dengan secure bila ada masalah yang mengancam
keselamatan pasien.
13) Mencatat semua tindakan yang akan dilakukan.
14) Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
15) Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman dengan prosedur
teknis yang dilakukan.
b. TahapanAsuhan Keperawatan
Penyusunan asuhan keperawatn melalui tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, intervensi, dan pendokumentasian.
1) Tahap persiapan

24
Tahap awal pelaksanaan asuhan keperawatan menuntut perawat
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk melakukan
intervensi. Persiapan tersebut meliputi kegiatan meninjau ulang
(review) asuhan keperawatan yang telah diidentifikasi pada tahap
perencanaan, menganalisis pengetahuan dan keterampilan keperawatan
yang diperlukan, mengetahui komplikasi dan intervensi keperawatan
yang mungkin timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang
diperlukan, mempersiapkan lingkungan yang kondusif sesuai dengan
intervensi yang dilaksanakan, mengidentifikasi aspek hukum dan kode
etik keperawatan terhadap resiko yang mungkin muncul akibat
dilakukan intervensi.
2) Tahap intervensi
Menurut Nursalam (2011) pendekatan asuhan keperawatan
meliputi intervensi independen, dependen, dan interdependen.
a) Independen
Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilaksanakan oleh perawata tanpa petunjuk dan instruksi dari
dokter atau profesi kesehatan lainnya. Tipe dari aktivitas yang
dilaksanakan perawata secara independen didefinisikan
berdasarkan diagnosis keperawatan. Intervensi tersebut merupakan
suatu respons dimana perawat mempunyai kewenangan untuk
melakukan asuhan keperawatan secara pasti berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya.
Lingkup asuhan keperawatan independen adalah :
(1) Mengkaji klien dan keluarga melalui riwayat keperawatan
dan pemeriksaan fisik untuk mengetahui status kesehatan
klien.
(2) Menegakkan diagnose keperawatan sesuai respons klien yang
memerlukan intervensi keperawatan.
(3) Mengidentifikasi asuhan keperawatan yang sesuai untuk
mempertahankan atau memulihkan kesehatan klien.

25
(4) Melaksanakan rencana pengukuran untuk memotivasi,
menunjukkan, mendukung, dan mengajarkan kepada klien
dan keluarga.
(5) Merujuk kepada profesi kesehatan lain jika ada indikasi dan
diizinkan oleh tenaga keperawatan lain.
(6) Mengevaluasi respons klien terhadap asuhan keperawatan
dan medis yang telah dilakukan.
(7) Mengikutsertakan klien atau profesi kesehatan lain dalam
meningkat mutu pelayanan kesehatan.
Asuhan keperawatan independen terdiri dari:
a) Tindakan diagnostik
Tindakan yang dilakukan pada saat pengkajian (pengumpulan
data) dan digunakan untuk menegakkan suatu diagnosis
keperawatan. Tindakan tersebut meliputi:
a. Wawancara dengan klien untuk mendapatkan data subjektif,
keluhan klien, persepsi klien tentang penyakitnya, dan
riwayat penyakit klien.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik untuk mendapatkan data
objektif yang meliputi observasi kesadaran, TTV, dan
pemeriksaan fisik.
c. Melakukan pemeriksaan laboratorium sederhana (Hb) dan
membaca hasil pemeriksaan laboratorium, rontgen dan
pemeriksaan diagnostic lainnya.
b) Tindakan terapeutik
Tindakan yang dilakukan untuk mengurangi, mencegah, dan
mengatasi masalah klien. Misalnya, klien yang mengalami
paralisis karena stroke dan tidak sadar. Maka tindakan terapeutik
yang dilakukan perawat dalam mencegah terjadinya gangguan
integritas kulit adalah dengan melakukan mobilisasi dan
memberikan bantal air pada bagian tubuh yang tertekan dan/atau
yang paralisis.

26
c) Tindakan edukatif (mengajarkan)
Tindakan ini dilakukan untuk mengubah perilaku klien melalui
tindakan promosi dan pendidikan kesehatan. Misalnya perawata
mengajarkan klien dengan Diabetes Melitus tentang cara
melakukan aktivitas yang sesuai seperti cara pemberian insulin,
mengenali tanda-tanda terjadinya hipoglikemia, serta cara
mengatasinya.
d) Tindakan merujuk
Tindakan ini lebih ditekankan pada kemampuan perawat dalam
mengambil suatu keputusan klinik tentang keadaan klien dan
kemampuan perawat untuk bekerja sama dengan profesi
kesehatan lainnya. Misalnya, pada klien dengan pasca trauma di
kepala ditemukan adanya tanda-tanda peningkatan TIK, maka
perawat harus mengonsultasikan atau merujuk klien kepada
dokter ahli saraf untuk mendapatkan penanganan yang tepat dan
cepat sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang lebih
parah.
b) Interdependent
Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatan yang
memerlukan kerja sama dengan profesi kesehatan lainnya seperti
tenaga social, ahli gizi, fisioterapi, dan dokter. Misalnya, klien
dengan kehamilan dan Diabetes Melitus, perawat dan ahli gizi
berkolaborasi untuk menentukan kebutuhan nutrisi yang sesuai
bagi ibu dan bayi. Ahli gizi menentukan rencana nutrisi dan
pengajaran, sedangkan perawat mengajarkan manfaat gizi dan
memonitor kemampuan klien untuk menghabiskan porsi makanan
yang diberikan.
c) Dependent
Asuhan keperawatan dependen berhubungan dengan
pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut
menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilakukan.

27
Contoh: dokter menuliskan perawatan colostomy. Intervensi
keperawatannya adalah mendefinisikan perawatan colostomy
berdasarkan kebutuhan individu (klien).
Tindakan tersebut meliputi:
(1) Melakukan perawatan colostomy setiap dua hari atau sewaktu-
waktu kantong feses bocor.
(2) Mengganti kantong feses secepatnya. Dapat menggunakan
sabun dan air untuk melepaskan darah yang melekat.
(3) Mencuci lokasi sekitar colostomy dengan sabun dan air dan
dibiarkan sampai benar-benar kering.
(4) Mengkaji adanya tanda dan gejala iritasi kulit dan stoma.
Contoh asuhan keperawatan dependen lainnya adalah perawat
menemukan klien (anak--anak) mengalami peningkatan suhu tubuh
yang cukup tinggi. Pada kasus tersebut perawat tidak mempunyai
kewenangan untuk memberikan obat antipiretik dan memberikan
cairan melalui intravena tetapi perawat mempunyai tugas delegasi
untuk memasukkan obat dan memberikan cairan melalui intravena.
Intervensi berorientasi pada 14 komponen keperawatan dasar
meliputi:
1) Memenuhi kebutuhan oksigen
Criteria:
a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur
b) Mengatur posisi pasien
c) Memberikan obat dengan prinsip 5 tepat dan 1 W pasien (tepat
pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu waspada
terhadap reaksi)
2) Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
Criteria:
a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur
b) Mengatur posisi pasien sesuai jenis tindakan.
c) Memberikan cairan dan makanan sesuai program

28
d) Mencocokkan jenis cairan dan mengobservasi tetesan liur
e) Memeriksa kondisi darah dan golongan darah set pemberian
tranfusi darah
3) Memenuhi kebutuhan eliminasi
Criteria:
a) Menyiapkan alat sesuai dengan jenis tindakan dan umur
b) Memperhatikan suhu cairan (pada pemberian huknah)
c) Menjaga privasi pasien
d) Mengobservasi dan mencatat konsistensi feses
4) Memenuhi kebutuhan keamanan
Criteria:
a) Memasang alat pengaman pada pasien yang tidak sadar, gelisah,
anak, dan pasien usia lanjut.
b) Memberi label ibu dan bayi, sidik jari bayi kaki kanan dan kiri
c) Menyimpan alat-alat dan obat berbahaya ditempat yang telah
disediakan.
d) Menyiapkan lingkungan yang aman, lantai tidak licin, cukup
penerangan/cahaya.
e) Menyediakan alat dalam keadaan siap pakai.
5) Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik
Kriteria:
a) Memperhatikan privasi pasien
b) Memperhatikan kebersihan perseorangan.
6) Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria:
a) Mengatur posisi yang tepat
b) Mengatur ventilasi dan penerangan/cahaya.
c) Mencegah kebisingan suara
d) Memperhatikan kebersihan lingkungan
7) Memenuhi kebutuhan spiritual
a) Menyediakan sarana ibadah sesuai kebutuhan pasien

29
b) Mendampingi pasien saat mendapat bimbingan spiritual.
8) Memenuhi kebutuhan emosional
Kriteria:
a) Memperhatikan kebutuhan pasien
b) Mendengarkan keluhan pasien
c) Memberikan penjelasan tentang tindakan, pengobatan
d) Melaksanakan program orientasi kepada pasien dan
keluarganya.
9) Memenuhi kebutuhan komunikasi
Kriteria:
a) Memperhatikan intonasi suara
b) Memperhatikan pesan-pesan pasien
c) Membantu dan memberI kemudahan kepada pasien dan
keluarga untuk berkomunikasi
10) Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologi
kriteria:
a) Mengobservasi TTV sesuai kebutuhan pasien dan kondisi pasien
b) Melakukan tes alergi pada setiap pemberian obat tertentu dan
dicatat hasilnya.
c) Mengobsevasi reaksi pasien.
11) Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses
penyembuhan
Kriteria:
Melaksanakan tindakan perawatan dan program pengobatan dengan
memperhatikan prinsip 5 tepat dan 1 W (tepat pasien, tepat dosis,
tepat waktu, tepat cara, dan waspada terhadap reaksi) ekonomis dan
aman bagi pasien.
12) Memenuhi kebutuhan penyuluhan
Kriteria:
a) Mengidentifikasi kebutuhan penyuluhan
b) Melaksanakan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan

30
c) Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
13) Memenuhi kebutuhan rehabilitasi
Kriteria :
a) Menyiapkan alat sesuai kebutuhan
b) Melatih pergerakan mobilisasi pasien sedini mungkin kondisi
pasien, baik secara aktif maupun pasif
c) Membantu dan melatih pasien menggunakan alat bantu sesuai
kondisi
d) Mengobservasi reaksi pasienn

5. Standar V : Evaluasi keperawatan.


a. Pengertian evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkap proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisis, perencanaan, dan implementasi intervensi
(Risnah,2011).
b. Tujuan evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respons klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil
keputusan ( Risnah, 2011) :
1) Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai
tujuan yang ditetapkan).
2) Memodifikasi rencana asuhan keperawatan ( jika klien mengalami
kesulitan untuk mencapai tujuan).
3) Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan
waktu lebih lama untuk mencapai tujuan).
c. Sasaran evaluasi

31
Sesuai dengan rencana evaluasi maka sasaran evaluasi adalah sebagai
berikut :
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria/rencana yang telah
disusun
2) Hasil tndakan keperawatan, berdasarkan kriteria keberhasilan yang
telah dirumuskan dalam rencana evaluasi
d. Mengukur pencapaian tujuan klien
Perawat menggunakan keterampilan pengkajian untuk mendapatkan data
yang akan digunakan dalam evaluasi. Faktor yang dievalusi mengenai
status kesehatan klien terdiri atas beberapa komponen, yaitu KAPP
(Kognitif, Afektif, Psikomotor, dan Perubahan fungsi tubuh) (Risnah,2011)
:
1) Kognitif (pengetahuan)
Tujuanya adalah mengidentifikasi kebutuhan spesifik yang diperlukan
setelah lien diajarkan tenatng tekhnik-tekhnik tertentu. Lingkup
avaluasi pada kognitif meliputi pengetahuan klien terhadap
penyakitnya, mengontrol gejala-gejalanya, pengobatan diet, aktivitas,
persediaan alat-alat, risiko komplikasi, gejala yang harus dilaporkan,
pencegahan, pengukuran, dan lain-lain. Evaluasi kognitif dapat
diperoleh melalui wawancara atau tes tertulis.
2) Afektif (status emosional)
Penilaian afektif klien cenderung bersifat subjektif dan sangt
sukar dievaluasi. Hasil penilaian afektif ditulis dalam bentuk perilaku
yang akan memberikan suatu indikasi terhadap status emosi klien. Hasil
tersebut meliputi tukar menukar perasaan tentang sesuatu, cemas yang
berkurang, ada kemauan untuk berkomunikasi dan seterusnya.
Perawat mengobservasi secara langsung melalui ekspresi wajah,
postur tubuh, nada suara, dan isi pesan secara verbal pada waktu
melakukan wawancara. Umpan balik dari profesi kesehatan lain.
Perawat dapat mengkonfirmasikan profesi kesehatan lain untuk
memberikan umpan balik mengenai hasil observasi keadaan klien.

32
Umpan balik dapat dilakukan melalui komunikasi secara informal, pada
saat rapat tentang keadaan klien, dan di dalam laporan pergantian dinas.
Dengan adanya umpan balik dan tukar menukar informasi tersebut
maka perawat akan mendapatkan banyak keuntungan.
3) Psikomotor
Hal ini dilakukan dengan mengevaluasi perilaku klien secara
langsung. Melihat apa yang telah dilakukanklien sesuai dengan yang
diharapkan merupakan cara yang terbaik untuk mengevaluasi
psikomotor klien. Contoh : setelah akhir pelajaran tentang cara injeksi
insulin, maka klien dapat , melakukan injeksi insulin dengan cara yang
benar.
4) Perubahan fungsi tubuh
Evaluasi pada komponen perubahan fungsi tubuh mencakup
beberapa aspek status kesehatan klien yang dapat diobservasi. Untuk
mengevaluasi perubahan fungsi tubuh maka perawat memfokuskan
pada bagaimana fungsi kesehatan klien berubah setelah dilakukan
asuhan keperawatan. Evaluasi tersebut dapat dilakuakn dengan cara
observasi secara langsung, wawancara dan pemeriksaan fisik.
e. Evaluasi pencapaian tujuan
Hal-hal yang dievaluasi adalah kemampuan klien menunjukan
perilaku sesuai dengan yang ditetapkan dalam tujuan rencana keperawatan.
Jika masalah klien telah dipecahkan, perawat memberi tanda pada rencana
keperawatan bahwa tujuan telah tercapai dan dicatat pada kolom evaluasi
serta ditandatangani oleh perawat yang bersangkutan. Bila tujuan hanya
sebagaian atau sama sekali tidak tercapai, maka harus dilakukan pengkajian
ulang.
6. Standar VI : Catatan asuhan keperawatan.
Ada beberapa model dokumentasi keperawatan menurut Nursalam
(2001) antara lain :
a) SOR (Source-Oriented Record)

33
Model ini menempatkan catatan atas dasar disiplin orang atau yang
mengelola pencatatan. Bagian penerimaan klien mempunyai lembar isian
tersendiri, dokter menggunakan lembar untuk mencatat instruksi, lembaran
riwayat penyakit dan perkembangan penyakit, perawat menggunakan
catatan keperawatan, begitu pula disiplin lain mempunyai catatan masing-
masing.
Catatan berorientasi pada lima komponen yaitu :
1) Lembar penerimaan berisi biodata.
2) Lembar order dokter.
3) Lembar riwayat medik / penyakit.
4) Catatan perawat.
5) Catatan dan laporan khusus
b) POR ( Problem – Oriented Record ) / Catatan Berorientasi pada
Masalah.
Model ini memusatkan data tentang didokumentasikan dan disusun
menurut masalah klien. Sistem dokumentasi jenis ini mengintegrasikan
semua data mengenai masalah yang dikumpulkan oleh dokter, perawat
atau tenaga kesehatan lain yang terlibat dalam pemberian layanan kepada
klien.
Model ini terdiri dari empat komponen yaitu :
1) Data dasar, ini berisi semua informasi yang telah didapat dari klien
ketika masuk rumah sakit yang mencakup pengkajian, riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium.
2) Daftar masalah, ini berisi tentang masalah yang telah diidentifikasi dari
data dasar. Selanjutnya masalah disusun secara kronologis sesuai
tanggal identifikasi masalah.
3) Daftar awal rencana asuhan, ditulis oleh tenaga yang menyusun daftar
masalah, dokter menulis instruksi, perawat menulis instruksi
keperawatan atau rencana asuhan keperawatan.

34
4) Catatan perkembangan, berisi perkembangan / kemajuan dari tiap-tiap
masalah yang telah dilakukan tindakan dan disusun oleh semua anggota
yang terlibat.
c) Progress-Oriented record (Catatan berorientasi pada
perkembangan/kemajuan)
Berisikan perkembangan/kemajuan dari tiap masalah yang telah
dilakukan tindakan, disusun oleh semua anggota yang terlibat dengan
menambahkan catatan perkembangan pada lembar yang sama.
Terdapat tiga jenis progress orientasi record:
1) Catatan perawat : Harus diisi oleh perawat tiap 24 jam, meliputi berbagai
informasi tentang: Pengkajian, Tindakan keperawatan mandiri , Tindakan
keperawatan kolaboratif, Evaluasi keberhasilan tiap tindakan
keperawatan, Tindakan yang dilakukan oleh dokter tetapi mempengarui
tindakan keperawatan , Kunjungan berbagai tim kesehatan lain.
2) Lembar alur (flow sheet) : Memungkinkan perawat mencatat hasil
observasi atau pengukuran yang dilakukan secara berulang dan tidak
perlu ditulis secara naratif termasuk data klinik klien tentang TTV, BB,
jumlah masukan, dan keluaran cairan selama 24 jam, dan pemberian
obat. Flowsheed meruapakan cara paling efektif dan efisien untuk
mencatat informasi. Selain itu kelompok tenaga kesehatan dapat dengan
mudah mengetahui keadaan klien hanya dengan melihat grafik yang ada
di Flowsheet. Oleh karena itu flowsheet lebih sering digunakan di IGD
terutama data fisiologis.
3) Catatan Pemulangan dan Ringkasan Tujukan : Dipersiapkan ketika klien
akan dipulangkan atau dipindahkan pada tempat perawatan lain guna
mendapatkan perawatan lebih lanjut. Discharge notes ditunjukkan untuk
tenaga kesehatan yang akan meneruskan home care dan juga informasi
pada klien.
d) CBE (Charting By Exception)
CBE adalah sistem dokumentasi yang hanya mencatat secara naratif hasil
atau penemuan yang menyimpang dari keadaan normal atau standar.

35
Keuntungan CBE yaitu mengurangi penggunaan waktu untuk mencatat
sehingga lebih banyak waktu untuk asuhan langsung pada klien, lebih
menekankan pada data yang penting saja, mudah untuk mencari data yang
penting, pencatatan langsung ketika memberikan asuhan,pengkajian yang
terstandar, meningkatkan komunikasi antara tenaga kesehatan, lebih mudah
melacak respons klien dan lebih murah CBE mengintegrasikan 3 komponen
penting, yaitu :
1) Lembar alur (flowsheet)
2) Dokumentasi dilakukan berdasarkan standar praktik
3) Formulir diletakkan di tempat tidur klien sehingga dapat segera
digunakanuntuk pencatatan dan tidak perlu memindakan data.
e) PIE (Problem Intervention and Evaluation)
PIE adalah suatu singkatan dari (Identifikasi Problem, Intervenstion dan
Evaluation). Sistem pencatatan adalah suatu pendekatan orientasi
proses pada dokumentasi dengan penekanan pada proses keperawatan.
Format PIE tepat digunakan untuk sistem pemberian asuhan keperawatan
primer. Pada keadaan klien yang akut, perawat primer dapat melaksanakan
danmencatat pengkajian waktu klien masuk dan pengkajian sistem tubuh
dan diberitanda PIE setiap hari. Setelah itu Perawat Associate (PA) akan
melaksanakantindakan sesuai yang telah direncanakan. Karena PIE
didasarkan pada proseskeperawatan, akan membantu memfasilitasi
perbedaan antara pembelajaran di kelasdan keadaan nyata pada tatanan
praktik pendokumentasian yang sesungguhnya .
f) Focus (Process-Oriented System)
Pencatatan Focus adalah suatu proses orientasi dan klien fokus. Hal ini
digunakanproses keperawatan untuk mengorganisir dokumentasi asuhan.
Jika menuliskan catatan perkembangan, format DAR ( Data – Action–
Response ) dengan 3 kolum.
1) Data : Berisi tentang data subyektif dean obyektif yang mengandungdo
kumentasi fokus.

36
2) Action : Merupakan tindakan keperawatan yang segera atau yang akand
ilakukan berdasarkan pengkajian / evaluasi keadaan klien.
3) Response : Menyediakan keadaan respon klien terhadap tindakan medis
ataukeperawatan.
H. Pelaksanaan Evaluasi Penerapan SAK (Standar Asuhan Keperawatan);
Instrumen A, B, Dan C
Berdasarkan SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 tentang standar
pelayanan rumah sakit dan SK Dirjen Yanmed No: YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993
tentang standar pelayanan dan standar asuhan keperawatan bahwa dalam upaya
peningkatkan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit , perlu adanya suatu
evaluasi terus menerus dan bertahap terhadap bentuk pelayanan keperawatan yang
diberikan ke pasien.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan standar ini, perlu dilakukan
penilaian secara objektif dengan menggunakan metode penerapan dan instrument
penilaian yang baku yaitu Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan yang terdiri dari (Depkes RI, 2005):
1. Instrumen A : Pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan
2. Instrumen B : Angket yang ditujukan kepada pasien
3. Instrumen C : Pedoman observasi pelaksanaan tindakan keperawatan
a. Pengertian
Instrumen A,B,C adalah Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan
keperawatan yang dilaksanakan dengan cara yang obyektif dengan
menggunakan standar penerapan pendokumentasian yang ada .
b. Tujuan
Tujuan Evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan adalah dapat
dijadikan sebagai alat ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan
apakah pelayanan/asuhan keperawatan yang diselenggarakan rumah sakit sudah
sesuai standar yang telah ditetapkan. Apabila sudah sesuai dengan standar
berarti mutu pelayanan dapat dipertanggungjawabkan, hal ini berarti mutu
pelayanan yang diberikan ke pasien sudah baik.
c. Penjelasan Instrumen A,B,C

37
1. Instrumen A (Instrumen Studi Dokumentasi Penerapan Standar
Asuhan Keperawatan).
Instrumen A adalah Instrumen yang digunakan untuk menilai
pendokumentasian Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat.
Cara penilaian :
Membandingkan pendokumentasian yang dtemukan dalam status rekam
medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam standar
asuhan keperawatan yaitu Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan, Tindakan
keperawatan , Evaluasi dan Catatan Asuhan Keperawatan
Perawat Penilai :
a. Perawat terpilih dari ruangan tempat dilakukan evaluasi.
b. Perawat yang telah menguasai/memahami proses perawatan.
c. Perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan SAK.
Kriteria Status rekam Medik Yang dinilai :
a. Status pasien yang sudah pulang/minimal 3 hari di rawat.
b. Data dikumpulkan sebelum status dikembalikan ke rekam medik.
c. Untuk IBS/ IGD /Poli/ penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan
ke ruang lain/pulang.
d. Status rekam medik yang dievaluasi selama periode evaluasi minimal
20 per ruang.

Bentuk instrument A terdiri dari :


a. Kolom 1 : No urut yang dinilai.
b. Kolom 2 : Aspek yang dinilai.
c. Kolom 3 : No kode rekam medik yang dinilai.
d. Kolom 4 : Keterangan.

Cara pengisian instrument A.


a. Perawat penilai mengisi kolom 3 dan 4.

38
b. Kolom 3 terdiri dari 10 sub kolom yang diisi denagn kode berkas pasien
(1, 2, 3, …… dst), sesuai dengan urutan waktu pulang, pada periode
evaluasi.
c. Tiap sub kolom hanya digunakan untuk penilaian terhadap satu rekam
medik pasien.
Contoh : Sub kolom 01 digunakan untuk mengisi hasil penilaian rekam
medik dengan kode berkas 01.
Rekam medik yang telah digunakan untuk penilaian harus diberi tanda
dengan kode berkas agar tidak dinilai ulang.
d. Pada tiap sub kolom diisi dengan tanda “ V “ bila aspek yang dinilai
ditemukan dan tanda “ O “ bila aspek yang dinilai tidak ditemukan pada
rekam medik pasien yang bersangkutan.
e. Kolom keterangan diisi bila penilai menganggap perlu mencantumkan
penjelasan atau bila ada keraguan penilaian.
f. Sub total diisi sesuai dengan hasil penjumlahan jawaban nilai “ V “
yang ditemukan pada masing-masing kolom.
g. Total diisi dengan hasil penjumlahan sub total, 01 + 02 + 03 …… dan
seterusnya.
h. Tiap variable dihitung prosentasenya dengan cara :
Total
Prosentase = x 100 %
Jumlah berkas x jumlah aspek yang dinilai.
2. Instrumen B
Instrumen B adalah instrumen yang dgunakan untuk mengumpulkan data
tentang persepsi pasien/ keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di RS.
Aspek yang Dinilai:Data umum, Data pelayanan dan Saran
pasien/Keluarga.
Perawat Pengumpul Data :
a. Kepala Ruangan/Perawat terpilih dari ruangan, tempat dilakukan
evaluasi.
b. Perawat yang telah memahami cara pengisian Instrumen B.

39
Tanggung Jawab Perawat Pengumpul Data :
e. Memberikan Instrumen B kepada pasien/keluarga yang terpilih.
f. Memberikan penjelasan kepada pasien/keluarga cara pengiasian
instrumen.
g. Mengumpulkan instrumen yang telah diisi oleh pasien/keluarga.
h. Menyerahkan instrumen yang telah diisi ke tim penerapan SAK/tim mutu
Kriteria Responden:
a. Sukarela
b. Dapat membaca/menulis
c. Pasien yang telah ditetapkan pulang dan telah dirawat minimal 3 hari.
d. Jumlah responen minimal 20 tiap ruang.
3. Instrumen C
Instrumen C adalah instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data dan menilai pelaksanaan kegiatan keperawatan yang sedang dilakukan
perawat,
Observer adalah perawat penilai dan observe adalah perawat yang
sedang dinilai dalam melakukan kegiatan keperawatan / prosedur.
Aspek yang dinilai dalam instrument adalah : persiapan dan pelaksanaan tiap
kegiatan keperawatan.
Cara Penilaian : dengan membandingkan hasil observasi yang ditemukan
dengan standar asuhan keperawatan.
Kriteria Perawat penilai(Observer) :
a. Perawat yang terpilih dari ruangan lain.
b. Perawat yang telah memahami penggunaan Instrumen C.
c. Perawat yang telah mengikuti pelatihan penerapan SAK.
d. Untuk masing – masing ruangan di :
RSU klas C : 2 – 4 orang
RSU klas B : 4-6 orang
RSU klas A : 6-8 orang
Kriteria Perawat Dinilai :

40
a. Perawat yang sedang bertugas di ruangan yang telah dilaksanakan
evaluasi.
b. Perawat dengan latar belakang pendidikan minimal SPK dan pengalaman
kerja minimal 2 tahun.
e. Proses evaluasi instrumen A,B,C
1. Pengumpulan data
2. Rekapitulasi data dan analisa data
3. Dilaksanakan setiap periode

41
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pelayanan yang baik adalah pelayanan berorientasi terhadap upaya peningkatan
mutu untuk memenuhi harapan atau kepuasan pelanggan. Mutu sulit didefinisikan,
namun esensi mutu dan aplikasinya dalam pelayanan kesehatan dapat diukur,
dimonitor dan dinilai hasilnya. Mutu dalam pelayanan kesehatan adalah
kontroversial dan relatif. Oleh karena itu spesifikasi dalam dimensi mutu atau
kinerja yang diterapkan dalam proses yang benar dan dikerjakan dengan baik akan
dapat memberikan kepuasan pelanggan.
Mutu itu dinamis, upaya peningkatan mutu tidak pernah berhenti tetapi selalu
berkelanjutan sesuai dengan perkembangan iptek, tatanan nilai dan tuntutan
masyarakat serta lingkungannya, agar dapat tetap eksis dalam persaingan global.
Peningkatan mutu berarti peningkatan kinerja sehingga akan memperoleh kepuasan
pelanggan dengan mempertimbangkan efisiensi (biaya) itu sendiri. Meningkatkan
kinerja berarti meningkatkan mutu pelayanan telah dimulai agar dapat eksis dalam
persaingan global.
Indikator uatama pertama dari standar suatu rumah sakit pelayanan yang
diberikannya sehingga pasien mendapatkan kepuasaan terhadap pelayanan dari
rumah sakit tersebut.. Kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap
jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi provitabilitas rumah sakit, sedangkan
sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan
pelanggan dimana kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat,
begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hendaknya menerapkan standar
asuhan keperawatan sebagai landasan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu dan

42
professional sehingga dapat memberikan pelayanan yang aman, komprehensif demi
tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

43
DAFTAR PUSTAKA

Capernito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek klinis. Alih Bahasa
Tim Penerjemah PSIK UNPAD. Jakarta : EGC
Marquis, L. B. & Huston, C. J. 2003. Kepemimpininan Dan Manjemen Keperawatan
Teori Dan Aplikasi Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Munijaya, A. Gde. 2004 . Manajemen Kesehatan Edisi 2.Jakarta: Buku Kedokteran
Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional edisi:3. Jakarta : Salemba Medika.
Nursalam. 2011. Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek. edisi 2.
Jakarta : Salemba Medika.
Risnah. 2011. Metodelogi Asuhan Keperawatan. Makassar: Alauddin Press
Tim Departemen kesehatan RI. 2005. Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan
di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan.
Tim Departemen Kesehatan RI. 1997. Standar Asuhan Keperawatan Cetakan Kelima.
Jakarta : Departemen Kesehatan.
WHO. 1995. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

44

También podría gustarte