Está en la página 1de 9

Kan Islam secara gelobal tidak berangsur-angsur dan ayat al-Qur’an di

turunkan utuh seperti bentuk nya saat ini niscaya terasa berat beban taklif
ini di atas pundak kami dan tentu kami malah tidak masuk islam. Tetapi,kami
menerimanya sedikit-sedikit dan memahaminya satu persatu dengan cara
yang lemah lembut,tidak ada paksaan dan pembebanan yang disertai teror.
Sehingga,sempurna agama dan tercakuplah utuh semua syariat di dalam
nya.”

Mahasuci Zat Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui segala


gerak-gerik hamba-Nya.

Hikmah Hukuman Bagi Pelaku Homoseksual

Ketertarikan dengan sesame jenis bukan di seababkan oleh hubungan


dalam nasab atau keturunan,dalam arti bukan tindakan atau penyakit
keturunan dari bapak ke anak. Namun, hakikihnya penyimpangan ini
merupakan satu bentuk tindakan bejat dan jauh dari tata karma dan
perilaku seorang manusia. Bahkan, lebih bejat dari binatang karna binatang
tidak ada yang melakukannya.

Oleh karna itu setiap imam atau hakim berhak menentukan kadar
hukuman yang bisa membuat jerah bagi pelakunya, ini menurut imam Abu
Hanifah. Adapun Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa pelaku
homoseksual dijatuhi hukuman seperti hukuman orang yang melakukan
zina.

Intinya, dimanapun dan kapanpun saja homo seksual merupakan


tindakan yang menjadi sumber hal-hal yang kotor,keji,dan mungkar.

Hikmah Ancaman (Ta’zir)bagi pelaku masturbasi

Sesungguhnya onani masturbasi menggosok-gosok alat kelamin agar


keluar mani dan perilaku lain yang tersembunyi yang mengandung bahaya
terhadap dirinya sendiri, seperti menjadi rabun,kecerdasan otak menurun
dan jasmani nya lemah, namun si pelaku sendiri tidak merasakan hal itu;
maka semuanya ini merupakan salah satu faktor penyebab rusak nya
pergaulan. Dengan demikian, Allah membuat ketentuan bahwa hakim harus
menetapkan hukuman ta’zir yang konkret kepada pelaku ini sesuai ijtihad
masing-masing dari hakim.

Di waktu lain, ada kasus perkecualian seperti orang yang memiliki


syahwat bergejolak dan ia tidak mampu membendungnya atau
menyalurkannya kecuali dengan cara seperti ini. Pada kasus seprti ini,
sipelaku tidak jatuhi hukuman ta’zir, karena ia takut kalau ia nanti
terjerumus ke lembah perazinaan karna gairah yang sangat menggelora
yang sangat rentan untuk melakukan perzinaan.

Hikmah Hukuman atas Tuduhan Zina

Merupakan aib yang mencoreng muka jika ada orang yang berani dan
gampang menuduh orang lain berbuat zina. Aib bagi keduanya di mata
masyarakat sekitarnya.

Allah telah menetapkan atas pelakunya had berupa dera sebanyak 80


kali jika ternyata ia terbukti berbohong dan tidak mampu menghadirkan
saksi atau bukti lain yang menguatkan kesaksiannya sampai ia bertobat.
Hikmah dari hukuman ini bukan hanya mencegah siapapun untuk tidak
berbohong, tapi ada poin yang lebih penting. Yaitu, tuduhannya kepada
orang lain berbuat zina jika di benarkan orang lain apa yang dia tuduhkan
maka, maka martabat bertuduh akan danpastilah bersiar kabar bahwa dia
telah melakukan perbuatan dosa benar yaitu zina.

Fungsi dan peran di dalam masyarakatnya hancur apalagi kalau ia


berprofesi sebagai orang yang dituntut untuk selalu berbuat jujur yang
mampu menjaga harga dirinya, prilaku dan tindak tanduknya.

Ada juga hikmah lain, misalnya agar tidak mudah menuduh orang lain
seenaknya sendiri. Dan, ia kemudian akan ditolak segala hak-hak hukumnya,
tidak di terima pengaduan darinya, juga gugatan dan kesaksian sampai ia
bertobat. Ketentuan dalam penentuan hukum ini berdasaerkan dua hal.

1. Dera zina sebanyak 100 kali dan si penuduh 80 kali lebih kecil karena si
penuduh lebih kecil dosanya dari pada si pezina. Atas dasar
pertimbangan ini, Allah swt, mengurangi deranya. Pengurangan yang
realitas yang di landaskan atas dasar keadilan.
2. Qadzaf atau menuduh berbuat zina adala berita bohong. Maka, Allah
melarang, menerima kesaksiannya agar ia bertobat. Dan,
sebuahkesaksian tidak dapat di terima kecuali oleh orang-orang yang
jujur. Ada satu ucapan yang lahir dari sini, “Balasan diberikan sesuai
dengan jenis suatu pekerjaan.”

Disamping itu , ada juga hikmah lain yakni Allah swt. Bermaksud
menggabungkan siksa fisik (dera) dan siksa psikis (tidak di terimanya
kesaksian). Sehingga, dilain kesempatan ia tidak kembali melakukan hak
yang sama.
Hikmah Hukuman atas Budak Setengah dari Orang Merdeka

Hikmahnya karena hak-hak budak di cabut. Dia tidak memiliki nikmat


berupa kemerdekaan dan kebebasan seperti yang dimiliki manusia merdeka
pada umumnya. Sehingga, Allah mengatur hukuma baginya menjadi
setengah dari hukuman yang sudah di tetapkan buat orang merdeka. Kecuali
ia membunuh, maka ia harus diqishash karena tidak ada balasan yang
sepadan kecuali dibunuh.

Dispensasi ini merupakan wujud kasi saying Allah swt kepada kaum
hamba sahaya yang memposisikan dirinya sebagai kaum hamba sahaya
yang di hina dan selalu menghamba tanpa di gaji. Sehingga, keadilan dan
ramhat menjadi adil dan utuh mencakup kaum merdeka dan hamba sahaya.
Allah berfirman,

“Barang siapa di antara kamu (Orang Merdeka) yang tidak cukup


perbelanjaanya untuk mengwani wanita meradeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak budak yang kamu milik. Allah
mengetahui keimanan mu, sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain.
Karna itu, kawinilah mereka dengan seizing mereka dan berilah maskawin
mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang
melihara diri, buka peznah dan bukan (Pulah) wanita yang mengambil laki-
laki lain sebagai peliharaannya. Apabila mereka menjaga diri dengan kawin,
kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina), maka atas
mereka separuh hukuman dari hukuman bagi wanita-wanita merdeka
bersuami. (kebolehan mengawini budak) itu adalah bagi orang orang yang
takut kepada kesulitaan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan
kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan, Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (an-Nisaa’: 25)

Namun, ada pendapat yang mengatakan problematika ini bahwa


hukuman dijatuhkan berdasarkan kesalahan dan dosa. Beratringannya
kesalahan sesuai dengan kondisi waktu melakukan perbuatan tersebut.

Umumnya seorang hamba sahaya, kondisinya tidak sesempurna orang


merdeka karena ia tidak memiliki hak-hak yang dimiliki orang merdeka yaitu
hak untu hidup merdeka bebas dan hiak hidup normal seperti manusia
lainnya. Jika kesalahan atau dosa berkurang, maka hukumanya pun ikut
berkurang. Karena, hukum ditetapkan sesuai dengan kadar alas an dan
sebabnya. Pernyataan ini dikuatkan dengan firman Allah swt. Dalam surah
an-Nisaa’ ayat 25 diatas.
Pada kasus-kasus seperti peminum arak, pemabuk, penuduh zina,
maka orang merdeka dijatuhi hukuman berat yaitu dera 80 kali. Jika hal ini
terjadi pada hamba sahaya, maka ia didera setengah dari oramng merdeka
yaitu 40 kali deraan.

Tetapi, tidak untuk satu kasus yaitu pencuriaan. Semuanya, baik yang
merdeka maupun hamba sahaya, dihukum sama karena dalil yang
menunjukkan masih bersifat umum. Firman Allah,

“laki-laki yang mencuri dan wanita yang mencuri potonglah tangan


keduanya (sebagai) pebalasan dari apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha bijaksana.” (al-
Maaidah: 38)

Bahkan, berdasarkan pada ayat di atas, tidak ada perbedaan antara


pria dan wanita. Jika mencuri lebih dari satu nisab, maka wajib dipotong
tangannya.

Allah Maha Mengetahui tentang segala putusan-Nya, Maha bijaksana


atas segala hukum-Nya. Bagi-Nya meliputi segala, apa dan bagaimana masa
lalu, sekarang dan masa yang akan datang.

Hikmah Hukuman bagi Pencuri

Orang yang kurang memahami Islam secara komprehensif dan tidak


memperhatikan hakikat alasan-alasan di balik penerapan sanksi syariat yang
menerapkam yang beraneka macam bentuknya, tentu mereka akan
mengatakan bahwa sanksi bagi seorang pencuri yang semacam itu amat
merugikan manusia dan tidak membawa manfaat apa pun bagi umat.
Perkataan sepert itubisa dipertentangkan kembali dan itu hanya
menggambarkan suatu kebimbangan yang tiada arti.

Untuk mengkonter mereka yang mencela dan mengkritik penerapan


sanksi bagi pencuri, dengan semampunya saya akan menjelaskan kepada
mereka tentang bahaya mencuri. Kemudian saya akan menguak hikmah di
balik itu.

Pertama, dalam hidup ini, seseorang bekerja keras mencari rezeki


untuk memenuhi kebutuhan hidup. Cari mencari rezeki ini adakalanya
dengan membajak tanah dan menginvestasikannya. Saat musim panas,
karena sengatan matahari yang amat kuat, kulitnya melelehkan keringat dan
membasahi sekujur tubunya. Sedangkan pada musim dingin, jari jemarinya
menjadi using akibat cuaca yang amat dingin.
Begitulah aktivitas yang dijalani petani miskin, sebagaimana yang
sering kita liaht dengan mata kepala kita setiap hari. Mereka ada yang pergi
dengan berjalan kaki. Ada juga yang naik kendaraan untuk menghindari
terkaman binatang buas di tengah tengah luasnya padang sahara yang
bergunung-gunung dan berjurang cukup dalam. Bahaya selalu mengintai
seseorang setiap saat.

Bencana terbesar adalah ketika kehilangan bekal. Pada hakikatnya


orang yang kehilangan bekal ini tengah menghadapi dua bahaya besar, yaitu
kehilangan rasa aman dan kehilangan bekal itu sendiri. Dalam kondisi
semacam ini, kematian dan kerusakan tengah mengancam dan mendekati
seseorang dengan jarak kira-kira dua busur atau kurang. Belum lagi jarak
yang jauh dan sengatan panas dan cuaca dingin.

Mencari rezeki juga adakalaya dengan cara melaut. Profesi melaut


selamanya tidak terlepas dari bahaya. Manakala angina bertiup kencang,
terbentuklah gelombang atau ombak. Akibatnya, laut berguncang makin
keras dan kapal pun bergoyang-goyang berjalan di atas ombak yang
menggunung, apalagi ketika daratan masih jauh dan lembah begitu dalam.
Terkadang angina bertiup pelan sehingga membuat kapal macet. Ini jika
bukan berupa kapal mesin. Maka, dalam kemacetan ini, kesulitan makin
berkepanjangan, bekal mulai berkurang dan akhirnya habis. Begitulah resiko
perjalanan yang dihadapi para pelaut.

Adakalanya mencari rezeki mencari rezeki dengan cara berdagang di


daerah tempat tinggalnya. Dengan berdagang, sehari mereka bisa meraup
keuntungan, namun juga bisa menderita kerugian. Bahkan, terkadang
kehilangan modal. Saat bangkrut, seorang pedagang akan dilanda dua
kesedihan sekaligus, yaitu kesedihan karena jatuh rugi dan kesedihan karena
kehilangan modal.

Adakalanya mencari rezeki itu dengan menjadi kuli. Profesi semacam


ini terkadang berkaitan langsung dengan sebuah industri yang beroperasi
merobohkan gunung. Profesi ini bisa merusak tubuh.

Adakalanya mencari rezeki dengan bekerja di suatu instansi


pemerintahan atau lainnya. Seseorang yang bekerja pada instansi
pemerintah, biasanya akan selalu meraa kesal dan terhina. Ini karena
adanya pengaruh control para pemimpin , kecongkakan dan sanksi yang
ditimpakan kepadanya. Biasanya, sanksi yang ditimpakan itu berupa potong
gaji. Dari sini jelas bahwa bahwa pekerja menderita kerugian yang lebih
besar. Pekerjaan semacam ini sering mendorong para pekerja untuk lebih
memilih mengundurkan diri, sebagaimana yang terjadi di Timur dan Barat.
Kedua, harta yang diperoleh manusia dengan kerja keras akan
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adakalanya untuk membeli
bahan makanan (sebagai penopang kehidupan). Adakalanya untuk membeli
pakaian, yaitu untuk melindungi tubuh. Adakalanya untuk membantu para
fakir, miskin, orang yang bepergian (ibnu sabil), anak yatim, orang-orang
sakit, dan para tunawisma (jumlah mereka tidak terhitung).

Dari sini, manusia terdorong untuk bekerja keras demi mewujudkan


tujuan-tujuan tersebut. Setelah itu, tahu tahu-tahu datang seorang pencuri
yang merampas hasil jerih payahnya. Maka, pencuri telah merusak
kemakmuran, keamanan, dan kenyamanan umum. Ini jika ditinjau dari
sebab-sebab yang telah kami paparkan di atas.

Ketiga, pencuri terkadang melakukan pekerjaannya dengan cara


merampas, merampok, dan menyerang orang saat berada di rumah. Ia
membuat kekacauan dan mengganggu ketenangan waktu istirahat bagi
orang-orang yang kelelahan setelah seharian bekerja keras. Yang lebih parah
dari profesi itu, pencurian terkadang mengakibatkan pertumpahan darah
dan pembunuhan. Sehingga imbas dari profesi ini, banyak anak yatim dan
banyak wanita menjadi janda. Ini seperti yang terjadi di beberapa tempat.

Keempat, orang yang sudah terbiasa dengan profesi sebagai pencuri,


ia akan makin malas, lebih suka menganggur, dan ruang lingkup pekerjaan
yang tidak jelas. Selain itu, profesi ini akan mengakibatkan kemunduran dan
suasana yang tidak sehat. Manusia akan saling memakan antara satu sama
lain, hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Jika sudah demikian, pencuri bisa diibaratkan sebagian anggota tubuh


manusia yang rusak sehingga anggota tubuh yang lain harus diihindarkan
dari keburukannya. Termasuk hikmah sayariat adalah mengenakan sanksi
bagi anggota tubuh yang digunakan untuk mencuri, yaitu tangan dan kaki.
Apabila orang-orang sudah tidak melihat pencuri berkeliaran dijalanan,
maka tidak lagi terdengar kata-kata seperti, “ia telah mencuri”, “ada
pencuri”, “ sesuatu telah dicuri” dan lain sebagainya.

Sungguh orang-orang bisa tidur nyenyak di rumah dengan pintu


terbuka lebar-lebar. Brangkas uang tidak lagi perlu dijaga. Penjara menjadi
sepi. Pemerintah tidak perlu sibuk-sibuk memikirkan cara dan sarana yang
tepat untuk mencegah pencurian. Pemerintah tidak lagi membutuhkan
polisi dan tentara, kecuali hanya untuk berjaga menghadapi musuh.

Hikmah dari adanya sanksi potong kaki, ini bila pencuri melakukan dua
kali pencurian; atau sanksi penjar, bila dia sudah berulang kali mencuri,
adalah agar dia tidak berbuat zalim. Dengan disisakannya tangan dan kaki,
maka masih ada kemungkinan baginya untuk mencari rezeki. Sebab, maksud
dan tujuan pemotongan adalah untuk memberi pelajaran berharga,
sebaiknya potong tangan atau kaki dilakukan di depan orang banyak. Jika
ada orang yang berpendapat untuk memotong kedua tangan dan kaki orang
yang telah berulang kali melakukan pencurian, barangkali pendapatnya itu
disandarkan pada hikmah yang lain.

Sampai d sini,saya melihat musuh-musuh Islam mulai mengakui


adanya hikmah potong tangan dan kaki bagi para pencuri yang dilakukan
secara silang. Alangkah baiknya jika di antara beberapa pemerintahan dan
kerjaan mencoba menerapkan hukuman tersebut. Sungguh kita akan,
menyaksikan sesuatu pemandangan yang hebat dan manfaat bagi manusia.
Mahasuci Engkau ya Allah! Alangkah agungnya peraturan dan hikmah-Mu.

Inggris, sebelum tahun 1873, memberlakukan eksekusi sebagai sanksi


bagi para pencuri. Bila ada pencuri yang tertangkap, ia akan digantung
secara terang-terangan pada sebuah tali gantungan yang disebut Tiran.
Sekarang, tempatnya berada di sebuah alun-alun yang menghubungkan dua
ruas jalan di kota London, yaitu Jalan Edjwar dan Jalan Oxford.

Sebagian jurnalis Inggris, dalam sebuah tajuk berjudul “Tiang


Gantungan” yang diatasnya terpampang gambara 50 ribu orang digantung
menyebutkan, “Peristiwa penggantungan di Inggris berjalan secara terang-
terangan dan dilakukan di pasar maupun alun-alun. Orang-orang dari
berbagai penjuru kota datang berbondong-bondong untuk menyaksikan
pelaksanaan atau praktek penggantungan bagi para kriminal. Para pembesar
dan para wanita mengambil tempat dekat tiang gantungan, agar mereka
dapat menyaksikan jalannya eksekusi secara cermat.”

Salah satu tiang gantungan di Inggris namanya diabadikan dalam


sejarah adalah tiang gantungan “Tiran” yang berada dikota London. Tiang
gantungan ini terdiri dari tiga tiang panjang berbentuk segitigadan di
atasnya dimuati tiga tiang yang lain. Tiang gantungan tersebut memiliki
panggung yang cukup tinggiterbuat dari kayu, sehingga hal ini memudahkan
pengunjung untuk menyaksikan dengan jelas proses berjalannya eksekusi.

Dikatakan bahwa jumlah orang yang pernah digantung di situ


mencapai lebih dari 50 ribu orang. Orang yang pertama kali merasakan tiang
gantungan tersebut adalah Dr. Gostury pada tahun 1571 M. setelah itu,
tiang gantungannya tidak difungsikan lagi dan dihancurkan pada tahun 1783
M.

Penerapan hukum pada saat itu sangat kerass. Bahkan, mereka


memberi hukuman mati bagi pencuri niri-biri betina atau anak hewan yang
masih kecil. Para pencuri yang kaya raya, mereka membeli kehidupannya
dan kehidupan para pengikutnya dengan uang, meskipun mereka telah
divonis hukuman mati. Ini mereka tempuh dengan cara melakukan
penyogokan, penipuan, dan pemalsuan.

Menurut tradisi, para pencuri dihukum gantung hanya ekali seumuer


hidup. Maksudnya, bila seseorang sudah berada di tiang gantungan,
kemudian tali gantungan dilepas, dan ternyata orang itu bisa bertahan
hidup, maka dia tidak akan digantung untuk kedua kalinya. Maka dari itu,
sering terjadi orang yang divonis hukuman gantung berusaha untuk merusak
tali gantungannya agaria bisa bertahan hidup.

Para hadirin yang menyaksikan proses pelaksanaan hukuman gantung,


bersuka ria manakala melihat orang yang dihukum selamat dari tiang
gantungan dengn cara merusak tali gantungan, sebelum tali gantungan
mencekik lehernya. Coba bedakan peristiwa tesebut dengan hukum yang
diterapkan Islam.

Hikmah Hukuman Mati (Qihshash) dan Ganti Rugi Pembunuhan (Diyat)

Keberlangsungan kehidupan dunia ini bergantung pada manusia.


Apabila manusia memiliki keturunan yang sedikit atau mereka dilanda
bencana, maka hancurlah dunia itu. Itulah yang dikehendaki Allah swt..

Karena itu, Allah menjatuhkan hukuma yang berat bagi orang-orang


yang berusaha menciderai orang lain. Orang yang membunuh akan dibunuh,
dengan tujuan agar tidak ada lagi perbuatan zalim di antara sesame
manusia. Pembunuhan ini dapat menimbulkan kerusakan dimana-mana dan
dapat menghancurkan negara. Allah membagi hukuman tersebut menjadi
dua, adakalanya berupa hukuman mati (qishash) atau membayar ganti rugi
(diyat).

Adapun hikmah di balik pemberlakuan qishash yang berupa hukuman


mati adalah untuk menegakkan keadilan di antara manusia. Supaya suatu
pembalasan sesuai dengan amal perbuatan. Ini sesuai firman Allah,

“jiwa (dibalas) dengan jiwa.” (al-maa’idah: 45)

Hal ini termasuk persoalan yang realisitis, bahkan bagi suatu bangsa
yang biadab sekalipun. Bangsa-bangsa yang memiliki undang-undang
negara, sepakat bahwa dalam inti undang-undang mereka disebutkan,
”Barangsiapa yang membunuh, maka ia akan dibunuh.”
Menurut hemat saya, hikmahnya adalah apabila seorang pembunuh
tidak dibunuh, maka akan menyulut api kedengkian dalam diri keluarga
orang yang terbunuh atau wali terbunuh. Sebab, darah orang yang dibunuh
adalah hak bagi keluarga orang yang dibunuh atau walinya. Tugas orang
yang dibunuh (ketika ia belum meninggal) adalah membalas dendam atas
darah yang dialirkan oleh pembunuh. Apabila sang terbunuh tidak bisa
melaksanakan tugas tersebut, maka keluarga terbunuh akan menyiksa
sampai mati orang yang membunuh. Ketika keluarga terbunuh tidak
membunuh sang pembunuh, maka sang pembunuh meminta keluarganya
agar membunuh orang-orang yang dijumpainya dari keluarga terbunuh.
Akhirnya pembunuhan berlangsung dari antar individu menjadi antar
keluarga, kemudian antar suku dan antar golongan. Setelah itu kesedihan
berada dimana-mana.

Sekarang ini, banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi, lebih dipicu


oleh adanya pembalasan dari para keluarga terbunuh. Biasanya, hal ini
timbul karena sang pembunuh memperoleh balasan yang tidak setimpal dan
adil dari lembaga pengadilan atau orang-orang yang bertanggung jawab
menyelesaikan kasus pembunuhan.

Adapun hikmah diyat (yaitu yang diambil dengan cara damai) adalah
demi kemanfaatan ganda antara dua kubu yang bersitegang. Ketika sang
pembunuh mau membayar uang kepada keluarga terbunuh dengan cara
damai, maka disitu terdapat sisi keuntungan bagi mereka untuk menunjang
kebutuhan hidup mereka. Ini dari satu sisi.

Sisi yang lain, para keluarga korban adalahpenyebab satu-satunya


bagi hidupnya sang pembunuh. Hal ini menunjukkan kemuliaan hati para
keluarga korban. Dengan demikian, kita bisa mengkomparasikannya dengan
firman Allah.

“ Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,


hai orang orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (al-baqarah: 179)

Dari keterangan di atas, tidak diragukan lagi bahwa Allah telah


menciptakan hikmah dalam setiap sesuatu, dan tidak mungkin membiarkan
manusia sia-sia.

También podría gustarte