Está en la página 1de 47

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA

PADA Ny. M DENGAN DIAGNOSA “RHEUMATHOID ATHRITIS”


DI RUANG AWF UPT PSTW JOMBANG PARE

Oleh :
1.Niko Andi Wijaya
2.Eka Purwantinigsih
3.Nur Alfi Andriyani
4.Fera Ayu F. E. N
5.Siti Indah Nurhavivah
6.Bayu Angga A.P
7.Nur Virda Amalia
8.Dina Oktaviana
9.Gatin Yulia Wijayanti
10.Andreas Febrianto
11.Alfi Farihatuz Z.
12.Ririn Suprapti
13.Loly Dwi Kusuma P.

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN 2017/2018

LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada Ny.M dengan diagnose Medis
“RHEUMATHOID ARTHRITIS”di Wisma AWF UPT PSLU Jombang di Pare-
Kediri, sesuai praktik yang dilakukan:

NamaAnggota :
1. Niko Andi Wijaya
2. Eka Purwantinigsih
3. Nur Alfi Andriyani
4. Fera Ayu F. E. N
5. Siti Indah Nurhavivah
6. Bayu Angga A.P
7. Nur Virda Amalia
8. Dina Oktaviana
9. Gatin Yulia Wijayanti
10. Andreas Febrianto
11. Alfi Farihatuz Z.
12. Ririn Suprapti
13. Loly Dwi Kusuma P.

Program Studi : Pendidikan Profesi Ners


Semester : Genap (II)
Sebagai pemenuhan tugas praktek klinik Pendidikan Profesi Ners STIKES
PEMKAB JOMBANG yang telah disetujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Pare, April 2018
Mengetahui

PembimbingAkademik PembimbingKelompok

( ) ( )

PembimbingLahan ` Ketua Prodi


KasiBimbingandanPembinaanLanjut

( ) ( )
KATA PENGANTAR

ii
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

iii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

Latar Belakang.......................................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................................2
Tujuan Penulisan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
Definisi Lansia…………………………………………………………………...3
Karakteristik Lansia……………………………………………………………...4
Batasan Umur Lansia............................................................................................4
Tipe Lansia............................................................................................................5
Klasifikasi Lansia………………………………………………………………. .5
Teori Proses Menua...............................................................................................6
Tugas Perkembangan Lansia …………………………………………………… 9
Perubahan yang Terjadi Pada Lansia……………………………………..……...9
Latar Belakan.........................................................................................................15
Rumusan Masalah.................................................................................................16
Tujuan Penulisan...................................................................................................16
Definisi Insomnia..................................................................................................18
Klasifikasi Insomnia..............................................................................................18
Etiologi Insomnia..................................................................................................20
Faktor Resiko Insomnia........................................................................................21
Tanda dan Gejala Insomnia...................................................................................22
Diagnosis...............................................................................................................22
Tatalaksana............................................................................................................24
Komplikasi............................................................................................................27
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan.............................................................................................28
BAB III PENUTUP
Kesimpulan............................................................................................................45
Saran......................................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................46

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang
dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi
aspek biologis, tetapi juga meliputi psikologis dan social. Lansia adalah
tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya.
Perkembangan menunjukan suatu proses tertentu yaitu suatu proses
yang menuju kedepan dan tidak dapat diulang kembali, dalam
perkembangan manusia terjadi perubahan yang sedikit demi sedikit
bersifat tetap dan tidak dapat diulang kembali. Perkembangan menunjukan
pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan maju.
Perkembangan masa kanak-kanak menjadi seorang anak yang
puber, kemudian menjadi seseorang remaja dalam rentang usia beberapa
tahun remaja tersebut menjadi dewasa, setelah dewasa kemudian
menjadilah seseorang yang tua atau seseorang yang lansia yaitu berkisat
usia 60 tahun ke atas hingga meninggal. Dari awal masa perkembangan
kanak-kanak hingga menjadi seorang lansia baik dari segi, bentuk tubuh,
sifat moral, dan juga keberagamaan setiap individu tentu akan sangat
berbeda sekali, dan tentu banyak sekali faktor yang menyebabkan
perbedaan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam makalah ini
akan dibahas seperti apa masa lanjut usia itu.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mampu mengetahui dan memahami konsep dan teori lansia
2. Tujuan Khusus

1
a. Mampu mengetahui dan memahami definisi lansia
b. Mampu mengetahui dan memahami karakteristik lansia
c. Mampu mengetahui dan memahami batasan umur lansia
d. Mampu mengetahui dan memahami tipe lansia
e. Mampu mengetahui dan memahami klasifikasi lansia
f. Mampu mengetahui dan memahami teori proses penuaan pada
lansia
g. Mampu mengetahui dan memahami tugas perkembangan lansia
h. Mampu mengetahui dan memahami perubahan yang terjadi pada
lansia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. DEFINISI LANSIA
Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang
dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi
aspek biologis, tetapi juga meliputi psikologis dan social. Lansia adalah
tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya.

2
Menurut J.W. Santrock (J.W.Santrock, 2002, h.190), ada dua
pandangan tentang definisi orang lanjut usia atau lansia, yaitu menurut
pandangan orang barat dan orang Indonesia. Pandangan orang barat yang
tergolong orang lanjut usia atau lansia adalah orang yang sudah berumur
65 tahun keatas, dimana usia ini akan membedakan seseorang masih
dewasa atau sudah lanjut. Sedangkan pandangan orang Indonesia, lansia
adalah orang yang berumur lebih dari 60 tahun. Lebih dari 60 tahun karena
pada umunya di Indonesia dipakai sebagai usia maksimal kerja dan mulai
tampaknya ciri-ciri ketuaan.
Menurut Hurlock (2002), tahap terakhir dalam perkembangan ini
dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia enam puluh
sampai tujuh puluh tahun dan usia lanjut yang dimulai pada usia tujuh
puluh tahun hingga akhir kehidupan seseorang. Orangtua muda atau usia
tua (usia 65 hingga 74 tahun) dan orangtua yang tua atau usia tua akhir (75
tahun atau lebih) dan orang tua lanjut (85 tahun atau lebih) dari orang-
orang dewasa lanjut yang lebih muda.

B. KARAKTERISTIK LANSIA
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan)
2. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif
3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. Karakteristik penyakit
yang dijumpai pada lansia diantaranya:
a. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain
b. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan
c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut
f. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenic

3
C. BATASAN UMUR LANSIA
Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-
batasan umur yang mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1
ayat 2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai
usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.
2. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi
menjadi empat kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah
45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua
(old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90
tahun.
3. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu :
pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah
40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase
senium) ialah 65 hingga tutup usia.
4. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric
age): > 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu
sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75
tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

D. TIPE LANSIA
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkungan, kodisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho
2000 dalam Maryam dkk, 2008). Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Tipe arif bijaksana. Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan
diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan.
2. Tipe mandiri. Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.

4
3. Tipe tidak puas. Konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah. Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung. Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
6. Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe
independen (ketergantungan), tipe defensife (bertahan), tipe militan
dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).

E. KLASIFIKASI LANSIA
1. Menurut Departemen Kesehatan RI lansia dibagi sebagai berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa
virilitas
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c. Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) senium
2. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi
empat kriteria berikut ini:
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59
tahun
b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun
c. Usia tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun
3. Menurut pasal 1 Undang-Undang no. 4 tahun 1965:
Seseorang dikatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang
bersangkutan mencapai usia 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak
berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari,
dan menerima nafkah dari orang lain‖ (Santoso, 2009).

F. TEORI PROSES PENUAAN


Teori-teori yang mendukung terjadinya proses penuaan, antara lain:
teori biologis, teori kejiwaan sosial, teori psikologis, teori kesalahan
genetik, dan teori penuaan akibat metabolisme (Santoso, 2009).

5
1. Teori Biologis Teori biologis tentang penuaan dapat dibagi menjadi
teori intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik berarti perubahan yang timbul
akibat penyebab di dalam sel sendiri, sedang teori ekstrinsik
menjelaskan bahwa penuaan yang terjadi diakibatkan pengaruh
lingkungan.
a. Teori Genetik Clock Menurut teori ini menua telah terprogram
secara genetik untuk spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti
selnya mempunyai suatu jam genetik yang telah diputar menurut
suatu replikasi tertentu dan akan menghitung mitosis. Jika jam ini
berhenti, maka spesies akan meninggal dunia.
b. Teori Mutasi Somatik (Error Catastrophe Theory) Penuaan
disebabkan oleh kesalahan yang beruntun dalam jangka waktu
yang lama melalui transkripsi dan translasi. Kesalahan tersebut
menyebabkan terbentuknya enzim yang salah dan berakibat pada
metabolisme yang salah, sehingga mengurangi fungsional sel.
c. Teori Autoimun (Auto Immune Theory) Menurut teori ini proses
metabolisme tubuh suatu saat akan memproduksi zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap suatu zat,
sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d. Teori Radikal Bebas, Menurut teori ini penuaan disebabkan adanya
radikal bebas dalam tubuh.
e. Teori Pemakaian dan Rusak, Kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak).
f. Teori Virus, Perlahan-Lahan Menyerang Sistem Sistem Kekebalan
Tubuh (Immunology Slow Virus Theory). Menurut teori ini
penuaan terjadi sebagai akibat dari sistem imun yang kurang
efektif seiring dengan bertambahnya usia.
g. Teori Stres, Menurut teori ini penuaan terjadi akibat hilangnya sel-
sel yang biasa digunakan oleh tubuh.
h. Teori Rantai Silang, Menurut teori ini penuaan terjadi sebagai
akibat adanya reaksi kimia sel-sel yang tua atau yang telah usang
menghasilkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen.

6
i. Teori Program, Menurut teori ini penuaan terjadi karena
kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang
membelah sel-sel tersebut mati.

2. Teori Kejiwaan Sosial


a. Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory) Menurut Havigusrst dan
Albrecht (1953) berpendapat bahwa sangat penting bagi lansia
untuk tetap beraktifitas dan mencapai kepuasan.
b. Teori Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory) Perubahan yang
terjadi pada lansia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang
dimiliki.
c. Teori Pembebasan (Disengagement Theory) Teori ini menyatakan
bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang berangsurangsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya.

3. Teori Psikologi
Teori-teori psikologi dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah
satu teori yang ada. Teori tugas perkembangan yang diungkapkan oleh
Hanghurst (1972) adalah bahwa setiap tugas perkembangan yang
spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan memberikan persaan
bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini bergantung
pada maturasi fisik, penghargaan kultural, masyarakat, nilai aspirasi
individu. Tugas perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan
adanya penurunan kekuatan fisik dan kesehatan, penerimaan masa
pensiun dan penurunan pendapatan, respon penerimaan adanya
kematian pasangan, serta mempertahankan kehidupan yang
memuaskan.

4. Teori Kesalahan Genetik


Proses menjadi tua ditentukan oleh kesalahan sel genetik DNA di mana
sel genetik memperbanyak diri sehingga mengakibatkan kesalahan-
kesalahan yang berakibat pula pada terhambatnya pembentukan sel

7
berikutnya, sehingga 13 mengakibatkan kematian sel. Pada saat sel
mengalami kematian orang akan tampak menjadi tua.

5. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh


Mutasi yang terjadi secara berulang mengakibatkan kemampuan sistem
imun untuk mengenali dirinya berkurang (self recognition), sehingga
mengakibatkan kelainan pada sel karena dianggap sel asing yang
membuat hancurnya kekebalan tubuh.

G. TUGAS PERKEMBANGAN LANSIA


Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang
terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada
tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan
dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan
penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang
mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap
kehidupan sehari-hari.
Adapun tugas perkembangan pada lansia dalam adalah :
beradaptasi terhadap penurunan kesehatan dan kekuatan fisik, beradaptasi
terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan, beradaptasi terhadap
kematian pasangan, menerima diri sebagai individu yang menua,
mempertahankan kehidupan yang memuaskan, menetapkan kembali
hubungan dengan anak yang telah dewasa, menemukan cara
mempertahankan kualitas hidup (Potter & Perry, 2009).

H. PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000)
yaitu :
1. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh
terjadinya proses degeneratif yang meliputi :
a. Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih
besar ukurannya, serta berkurangnya jumlah cairan tubuh dan
berkurangnya intraseluler.

8
b. Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat
dalam respon dan waktu untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf
panca indera yang menyebabkan berkurangnya penglihatan, 10
hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi perasa dan penciuman
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan
misalnya glukoma dan sebagainya.
c. Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada
yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia di atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress. Hilangnya kemampuan pendengaran meningkat sesuai
dengan proses penuaan dan hal yang seringkali merupakan keadaan
potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek
kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi
perawatan, isolasi, paranoia dan penyimpangan fungsional.
d. Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap
sinar, kornea lebih terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga
menjadi katarak yang menyebabkan gangguan penglihatan,
hilangnya daya akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan
sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah
melihat dalam cahaya gelap, menurunnya lapang pandang sehingga
luas pandangnya berkurang luas.
e. Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta
menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
11 jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya
efektivitas pembuluh darah feriver untuk oksigenasi, perubahan
posisi dari tidur ke duduk, duduk keberdiri bisa mengakibatkan
tekanan darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan

9
pusing mendadak, tekanan darah meninggi diakibatkan oleh
meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.

2. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala
memori cocok dengan keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini
lebih cenderung disebut kerusakan memori berkenaan dengan usia atau
penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa
merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini
di anggap lumrah dan biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta
dari peneliti cross sectional dan logitudional didapat bahwa
kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori,
terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia
quotient) tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan
verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan
psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari factor waktu.

3. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh
produktivitasnya dan identitas di kaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan mengalami
kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan. Merasakan sadar
akan kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi semakin
kurang tertarik terhadap kehidupan akhirat dan lebih mementingkan
kematian itu sendiri serta kematian dirinya, kondisi seperti ini benar
khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin
memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung
untuk berkonsentrasi pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi
oleh perasaan seperti itu, hal ini secara langsung bertentangan dengan
pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka tampaknya
masih jauh dank arena itu mereka kurang memikirkan kematian.
4. Perubahan psikologis

10
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali
mengenai sikap mereka sendiri terhadap proses menua yang mereka
hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam kebingungan untuk
memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di sebut
disengagement theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat
dan diri pribadinya satu sama lain. Pemisahan diri hanya dilakukan
baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan lansia saja.
Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri 13 terhadap
lingkungan baru. Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap
terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang lamban dan kesiapan dan
kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka
memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia,
biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama
terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang baru terjadi

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

11
Lanjut usia (Lansia) merupakan salah satu fase kehidupan yang
dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi
aspek biologis, tetapi juga meliputi psikologis dan social. Lansia adalah
tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada
tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun
mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya.

B. SARAN
Setelah penyusun membuat makalah ini, penyusun menjadi tahu
tentang perkembangan yang terjadi pada lansia. Lansia adalah masa
dimana seseorang mengalami kemunduran, dimana fungsi tubuh kita
sudah tidak optimal lagi. Oleh karena itu sebaiknya sejak muda kita
persiapkan dengan sebaik-sebaiknya masa tua kita. Gunakan masa muda
dengan kegiatan yang bermanfaat agar tidak menyesal di masa tua. Bagi
yang masih memiliki keluarga yang tergolong lansia, selalu rawat mereka
dengan baik dan berusaha penuhi semua keutuhannya baik fisik maupun
psikisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, W. 2008.Gerontik dan Geriatik. EGC: Jakarta


Nugroho, W.2000.Keperawatan Gerontik & Geriatric. Edisi 3. EGC. Jakarta

12
Maryam, S dkk, 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya .Salemba
Medika:Jakarta
Almatsier, S.2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC
Azwar, A.2006. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Depkes: Jawa Timur
Nasrul, E.1998.Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi
2.Jakarta:EGC

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu.
Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun dan
beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami
kesulitan memulai tidur dan/atau mempertahankan tidur dalam setahun,
dengan 17% di antaranya mengakibatkan gangguan kualitas hidup.
Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka
pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering

13
disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi
dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang
ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah
beradaptasi dengan stressor. Namun, insomnia sementara sering berulang
ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien.
Insomnia jangka pendek berlangsung selama 1-6 bulan. Hal ini
biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat
situasional (seperti kematian atau penyakit) atau lingkungan (seperti
kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih
dari 6 bulan. Hal ini dapat dikaitkan dengan berbagai kondisi medis dan
psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk
insomnia.
Meskipun kurang tidur, banyak pasien dengan insomnia tidak
mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah
dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan
keadaan fisiologis hyperarousal. Bahkan, meskipun tidak mendapatkan tidur
cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan
untuk tidur siang.
Insomnia kronis juga memiliki banyak konsekuensi kesehatan seperti
berkurangnya kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas
hidup meningkat dengan pengobatan tetapi masih tidak mencapai tingkat
yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan
dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial.
Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari
sejumlah gangguan medis, psikiatris, dan tidur. Bahkan, insomnia tampaknya
menjadi prediksi sejumlah gangguan, termasuk depresi, kecemasan,
ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri.
Insomnia sering menetap meskipun telah dilakukan pengobatan
kondisi medis atau kejiwaan yang mendasari, bahkan insomnia dapat
meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter
perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang

14
membutuhkan pengakuan dan pengobatan untuk mencegah morbiditas dan
meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori Insomnia?
2. Apa saja tipe Insomnia?
3. Apa saja penyebab Insomnia?
4. Apa saja tanda dan gejala Insomnia?
5. Apa saja faktor resiko pada Insomnia?
6. Apa saja dampak insomnia dalam kehidupan?
7. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia?

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui teori Insomnia.
2. Mengetahui tipe Insomnia.
3. Mengetahui penyebab Insomnia.
4. Mengetahui tanda dan gejala Insomnia.
5. Mengetahui faktor resiko pada Insomnia.
6. Mengetahui dampak insomnia dalam kehidupan.
7. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan untuk terapi insomnia.

15
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal
kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif
yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan
signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. The International
Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu
selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep
Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam,
disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah
gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki
berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian
obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan
suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.

B. Klasifikasi Insomnia
1. Insomnia Primer
Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia
atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang
menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan
tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
2. Insomnia Sekunder
Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya
kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan
dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari
10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan

16
rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan
biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau
susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping
dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit tertentu, penggunaan
obat-obatan yang terlarang ataupun penyalahgunaan alkohol. Faktor ini
dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.

Secara internasional insomnia masuk dalam 3 sistem diagnostik yaitu


International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep
Disorders (ISD).
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu:
 Organik
 Non organik
- Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
- Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti
mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder.
Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1
bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu:
1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain
2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum
3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu
4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali
dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini
menetap dan diderita minimal 1 bulan.
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia
diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomnia
b. Psychophysiologic insomnia
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomnia
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene
g. Behavioral insomnia of childhood

17
h. Insomnia due to drug or substance
i. Insomnia due to medical condition
j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified
(nonorganic)
k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)

C. Etiologi Insomnia
1. Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga
dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk
tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau
penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan,
dapat menyebabkan insomnia.
2. Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan
kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
3. Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur,
termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat
alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
4. Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang
mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan
stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat
penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah
tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah
malam.
5. Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk
mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala
tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease
(GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
6. Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh
atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama
sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak
sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu
tubuh.

18
7. 'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan
tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh
tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika
mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka
tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau
membaca.

D. Faktor Resiko Insomnia


Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi
resiko insomnia meningkat jika terjadi pada:
1. Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan
hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin
memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam
hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
2. Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur,
insomnia meningkat sejalan dengan usia.
3. Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk
depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress
disorder, mengganggu tidur.
4. Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka
panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat
menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran
juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
5. Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di
malam hari sering meningkatkan resiko insomnia.

E. Tanda dan Gejala Insomnia


1. Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
2. Sering terbangun pada malam hari
3. Bangun tidur terlalu awal
4. Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
5. Iritabilitas, depresi atau kecemasan
6. Konsentrasi dan perhatian berkurang
7. Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
8. Ketegangan dan sakit kepala
9. Gejala gastrointestinal

19
F. Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
1. Pola tidur penderita.
2. Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
3. Tingkatan stres psikis.
4. Riwayat medis.
5. Aktivitas fisik
6. Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk
menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak
dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa
mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu.
Pemeriksaan fisik akan dilakukan untuk menemukan adanya suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan
darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal
lain yang bisa menyebabkan insomnia.
Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan
dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan,
nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh.
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ
1. Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:
a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan
tidur, atau kualitas tidur yang buruk
b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal
1 bulan
c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang
berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang
siang hari
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam sosial dan pekerjaan
2. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
3. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan
adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama

20
gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient
insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi
stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

G. Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia.
Terapi tingkah laku meliputi
1) Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik.
2) Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat
biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu
mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu
Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.
3) Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur
dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
4) Restriksi Tidur.
Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang
dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam
berikutnya.
5) Kontrol stimulus
Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang
dihabiskan untuk beraktivitas.
Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:
1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,
menonton televisi, makan atau bekerja.

21
2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu
20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan
tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-hal yang
membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa
mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di
tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang
membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat
tidur.
3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa
lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal
tidur-bangun (kontrol waktu).
4. Tidur siang harus dihindari.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah


Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :
 Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
 Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
 Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
 Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
 Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan

pernapasan atau beribadah


 Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan

tidur pada malam hari.


 Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti
menghindari kebisingan
 Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit

setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.


 Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
 Menghindari makan besar sebelum tidur
 Cek kesehatan secara rutin
 Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik

2. Farmakologi
Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan
yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

22
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
 Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia”
yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)
Misalnya pada gangguan anxietas
 Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk
kembali ke proses tidur selanjutnya)
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-
Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik)
Misalnya pada gangguan depresi
 Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting).
Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Pengaturan Dosis
 Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi
tidur.
 Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan
dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off
(untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
 Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih
perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
 Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3
kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia
lanjut

H. Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur.
Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

23
Komplikasi insomnia meliputi
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan

reaksi kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya
tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA PADA Tn.S DENGAN DIAGNOSE
INSOMNIA DI RUANG DAHLIA UPT PSTW JOMBANG PARE

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki – Laki
Tingkat Pendidikan :
Status Perkawinan :
Lama Tinggal di panti : sekitar kurang lebih 1 tahun yang lalu
Alamat : T4/ Kiriman dari Dinas Sosial Kabupaten Nganjuk

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
a) Keluhan Utama : Klien mengatakan tidak bisa tidur pada malam hari
b) Riwayat Penyakit Sekarang :
1. Upaya yang telah dilakukan : klien mengatakan tidak pernah
berobat untuk mengatasi gangguan tidurnya.
c) Riwayat Kesehatan terdahulu : seelumnya klien pernah menderita
penyakit hipertensi dan juga insomnia

d) Alasan datang ke panti werdha : karena tidak ada keluarga klien yang
mau merawat dan klien dulunya tinggal di Dinsos Kabupaten Nganjuk

C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 90x/mnt
Suhu : 36,6
RR : 22x/mnt
Tekanan Darah : 170/100 mmHg

D. PENGKAJIAN PERSISTEM
a) Sistem Pernafasan
 Hidung
Inspeksi : Bersih, Simetris, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan fraktur nasal
 Mulut
Inspeksi : bersih, simetris. tidak terdapat stomatitis
 Dada
Inspeksi : dada simetris,tidak terdapat retraksi intercostae,
inspirasi dan ekspirasi sama
Palpasi : focal fremitus dextra dan sinistra sama, tidak ada
nyeri tekan
Perkusi : resonan diseluruh lapang paru

25
Auskultasi :suara nafas vesikuler di ICS II
b) System kardiovaskuler dan Limfe
 Wajah
Inspeksi : tidak terlihat pucat dan lemas
 Dada
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak nampak
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavicular
sinistra
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 tunggal
Perkusi : pekak
c) System Persyarafan
 Nervus Olfaktoriius : klien bisa membedakan bau balsam dan
kulit buah jeruk
 Nervus Optikus :klien mengatakan kalau untuk melihat
penglihatannya kabur bila tidak memakai kacamata
 Nervus okulomotorius : pupil isokor
 Nervus toklearis : klien bisa menggerkan bola mata ke bawah
dan ke atas
 Nervus trigeminus : klien merasakan sakit bila dicubit pipinya
 Nervus abdusen : bola mata simetris
 Nervus facialis : kiln dapat mengembungkan pipinya
 Nervus akustikus : klien masih bisa mendengarkan dengan baik
 Nervus gloshofaringeal : reflek untuk menelan baik pada klien
 Nervus vagus :
 Nervus Aksesorius : klien bisa mengangkat bahu kanan dan kiri
 Nervus hipoglosus : klien dapat menjulurkan lidah ke bawah
dan ke atas
d) System Perkemihan dan Pencernaan (eliminasi Alfi)
 Pola pemenuhan cairan : Klien mengatakan jarang minum,
sehari hanya 2-3 gelas aqua. Yang diminum hanya air putih dan
teh
 Pola BAK : Sehari hanya kencing 3x dengan konsistensi urin
berwarna kuning keruh bau khas
 Abdomen :
Inspeksi : simetris, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus 16x/mnt
Perkusi : timphani
Palpasi : Kuadran I hepar : tidak terdapat pembesaran pada
hepar
Kuadran II Gaster : tidak ada nyeri tekan pada gaster
Kuadran III Lien : tidak terdapat massa dan nyeri tekan
Kuaddran IV Apendik : tidak ada nyeri tekan dan apendiksitis
 Pola kebutuhan nutrisi : klien dapat makan 3x sehari dengan
porsi 1 piring tidak habis

26
 Pola eliminasi BAB : klien BAB 1x/hari dengan konsistensi
tidak cair.
e) System muskolskeletal dan integument
 Ekstremitas atas :
Inspeksi : tidak ada lesi, kulit berwarna sawo matang,
pergerakan tangan bebas
Palpasi : CRT <2dtk
 Ekstremitas bawah :
9 Inspeksi : tidak terdapat varises
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, kaki gemeteran

E. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Interaksi Sosial :
1. Hubungan dengan orang lain dalam wisma
2. Hubungan dengan orang lain di luar wisma di dalam panti
3. Kebiasaan lansia berinteraksi ke wisma lainnya dalam panti
4. Stabilitas emosi
5. Frekuensi kunjungan keluarga
b. Hasil :
Hubungan klien dengan orang lain di wisma kurang baik, bahwa klien
terkadanng tidak mampu mengingat nama teman sebelumnya, klien
juga tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya.
D. Identitas masalah emosional
a. Pertanyaan tahap I
1. Apakah klien mengalami sukar tidur ?
2. Apakah klien sering merasa gelisah ?
3. Apakah klien sering murung atau menangis ?
4. Apakah klien sering was-was atau kuatir ?
Jika ada 1 atau lebih jawaban ya : lanjutkan ke pertanyaan tahap II
b. Pertanyaan tahap II
1. Keluhan lebih dari 3 bl atau lebih 1 kali per bulan ?
2. Banyak pikiran ?
3. Masalah dengan keluarga ?
4. Penggunaan obat (penenang) ?
5. Mengurung diri ?
Jika ada 1 atau lebih jawaban ya : MASALAH EMOSIONAL (+)
Hasil :
- Klien mengalami sulit tidur
- Klien kadang-kadang merasa gelisah

E. Pengukuran tingkat kerusakan intelektual dengan intrepestasi


Skala Depresi Geriatri (GDS)
NO PERNYATAAN Ya Tidak
Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan

27
kehidupannya?
Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak
kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini?
Apakahbapak/ibu sering merasa hampa/kosong di
dalam hidup ini?
Apakahbapak/ibu sering merasa bosan?
Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang
baik di masa depan?
Apakah bapak/ibu mempunyai pikiran jelek yang
menganggu terus menerus?
Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik
setiap saat?
Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada anda?
Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar
waktu?
10. Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu
berbuat apa-apa?
Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan
gelisah??
12. Apakah bapak/ibu lebih senangtinggal dirumah
daripada keluardan mengerjakan sesuatu?
13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang
masa depan??
14. Apakah bapak/ibu akhir-akhir ini sering pelupai?
15. Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu
sekarang ini menyenangkan?
16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus
asa?
17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-
akhir ini?
18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang
masa lalu?
19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini
menggembirakan?
20. Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai
kegiatan yang baru?
21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat?
22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak
ada harapan;?
23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang Iain lebih
baik keadaannya daripada bapak/ibu?
24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang
sepele?
25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?

28
26. Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi?
27. Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun
tidur dipagi hari?
28. Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di
pertemuan sosial?
29. Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat suatu
keputusan?
30. Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah
dalam memikirkan sesuatu seperti dulu?

Skor: Hitung jumlah jawaban yang dicentang (Setiap jawaban yang dicentang
mempunyai nilai 1)
0 - 10 = Not depressed
11 - 20 = Mild depression
21 - 30 = Severe depression

GDS 15: 1,2,3,4,7,8,9,10,12,14,15,17,21,22,23 (cut-off 5/6 indicated depression)


GDS 10: 1,2,3,8,9,10,14,21,22,23
GDS 4 : 1,3,8,9 (cut-off Vi indicated depression)

hasil : 9 (Not Depresessed)


F. TIGKAT KERUSAKAN INTELEKTUAL
Ajukan beberapa pertanyaan dengan mengguakan SPMSQ (Short Portable
Mental Status Quesioner)
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Kapan anda lahir ?
6 Berapa umur anda ?
7 Siapa kepala panti/lurah sekarang ?
8 Siapa kepala panti/lurahsebelumnya ?
9 Siapa nama ibu anda ?
10 20 dikurangi 3 = ? dan seterusnya dikurangi 3
JUMLAH

Intepretasi Hasil: 6 (Kerusakan intelektual sedang)


Keterangan :
Salah 0 – 3 : Fungsi Intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 6 – 8 : Kerusakan intelektual sedang

29
Salah 9 – 10 : Kerusakan intelektual berat

G. Identifikasi Apek Kognitif


Mini Mental State Examination (MMSE)
No Aspek Nilai Nilai Krfiteria
. kognitif Maksimal didapat
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar
Waktu  Tahun
 Musim
 Tanggal
 Hari
 Bulan
2 Orientasi 5 Menyebutkan tempat keberadaan kita
Tempat sekarang
 Negara
 Propinsi
 Kota / Kabupaten
 Panti
3 Registras 3 Sebutkan tiga nama obyek
i
4 Perhatian 5 Berhitung
dan 100 – 7 sampai 5 tingkat
kalkulasi
5 Menging 3 Mengulangi menyebutkan obyek pada
at no 3
6 Bahasa 9  Tunjukkan benda dan tanyakan
namanya
 Buat kalimat dan minta klien
menirukan
 Mengikuti perintah sebanyak tiga
langkah
 Minta untuk melakukan gerakan
 Minta untuk menulis
 Minta untuk menyalin gambar
JUMLAH
Intepretasi : 20 Gangguan kognitif sedang

Keterangan :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat

30
Hasil : Mini menta state examination (MMSE) dengan interprestasi hasil : 20
(gangguan kognitif sedang)

H. Pengkajian Fungsional Berdasarkan Barthel Indeks.

NILAI
NO AKTIVITAS
BANTUAN MANDIRI
1. Makan 5 10
2. Berpindah dari kursi roda ke 5-10 15
tempat tidur dan sebaiiknya,
termasuk duduk di tempat tidur
3. Kebersian diri, mencuci muka, 0 5
menyisir, mencukur dan
4. mengosok gigi 5 10
5. Aktivitas toilet 0 5
6. Mandi 10 15
Berjalan di jalan yang datar (jika
7. tidak mampu berjalan lakukan 5 10
8. dengan kursi roda) 5 10
9. Naik turun tangga 5 10
10. Berpakaian termasuk mengenakan sepatu 5 10
Mengontrol defekasi
Mengontrol berkemih
JUMLAH 100

Penilaian
0 -2 : Ketergantungan
21 - 61 : Ketergantungan berat/sangat tergantung
62 - 90 : Ketergantungan berat
91 - 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
Kapasitas perawatan diri lansia mengalami penurunan
Pengkajian Fungsional berdasar Indeks KATZ dari AKS
a) Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar
kecil, berpakaian, dan mandi.
b) Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut.
c) Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi dan satu fungsi
tambahan.
d) Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan satu
fungsi tambahan.
e) Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil dan satu fungsi tambahan,
f) Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan
g) Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut.
Lain-lain tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat

31
diklasifikasikan sebagai C, D, E, atau F.
Hasil : Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari – hari (Barthel Indeks)
dengan hasil mandiri.

VII. PENGKAJIAN LINGKUNGAN


1. PEMUKIMAN
Bentuk bangunan asrama, jenis bangunan permanen, Atap genteng, dinding
tembok, lanta keramik, ventilasi 15% luas lantai, pemcahayaan baik, penataan baik.
2. SANITASI
Penyediaan air bersih PDAM, penyediaan minum Aqua, pengelolaan
jamban bersama,

Analisa Data
Data Subjektif dan Pathofisiologi Masalah
Objektif keperawatan

32
DS: Gangguan kognitif Gangguan
Klien mengatakan tidak bisa pola tidur
tidur dan sering terbangun Muncul gejala neuropsikitriatik
di malam hari
Kesulitan tidur
DO :
- klien nampak lelah Gangguan pola tidur
- klien nampak lesu
kurang segar
- klien menghabiskan
banyak waktu untuk
duduk.
- Mata cowong
DS : Genetic, infeksi virus, Gangguan
Pasien mengatakan tidak lingkungan, imunologi, dan Memori
ingat dengan nama-nama trauma
sesama penghuni wisma
Penurunan metabolisme dan
DO : aliran darah dikorteks parietalis
Tanda mayor superior
 Melaporkan pernah
mengalami Kekusutan neuro fibrilar yang
pengalaman lupa difus
Tanda minor
 Merasa mudah lupa Atrofi otak

Kelainan neurotransmitter

Asetil kolin menurun pada otak

Dimensia

Kehilangan kemampuan
menyelesaikan masalah dan
berfikir, pelupa, apatis

Gangguan Memori

Analisa Data
Ns.Diagnosis Gangguan Pola Tidur
(SDKI)

33
Definition Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
eksternal

Definition  Perubahan pola tidur normal


Characteristics  Penurunan kemampuan berfungsi
 Ketidakpuasan tidur
 Menyatakan sering terjaga
 Menyatakan tidak merasa cukup istirahat

Related  Cemas / takut


Factors  Keletihan
 Suhu tubuh meningkat / demam
 Sesak nafas
 Nyeri
 Lingkungan : pencahayaan bising, lingkungan baru
 Depresi/berduka

Assesment Data subjektif: Data Objektif:


Klien mengatakan tidak bisa a. Klien nampak lelah
tidur dan sering terbangun di b. Klien nampak lesu kurang
malam hari segar
c. Klien menghabiskan banyak
waktu untuk duduk
d. Mata cowong
e. Data focus
1. Ketidakpuasan tidur
2. Menyatakan sering
terjaga
3. Menyatakan tidak
merasa cukup istirahat

Diagnosis Client Ns. Diagnostic (Specify):


diagnostic Gangguan Pola Tidur
statement Related To:
Kesulitan dalam memulai tidur

INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Tindakan

34
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
Gangguan Perasaan  klien dapat tidur  kaji pola tidur klien
pola tidur nyaman tidur sesuai  jelaskan pentingnya
sesuai dengan dengankebutuhan tidur yang adekuat
pola usia :  ciptakan lingkungan
kebiasaan . lansia : sekitar 6 yang tenang, bersih,
Kebutuhan jam nyaman dan
istirahat  klien minimalkan
cukup setelah mengutarakan gangguan
diberikan merasa segar  hindari suara keras
asuhan dan puas dan penggunaan
eperawatan  istirahat dan lampu saat tidur
selama 2x24 tidur cukup  berikan susu hangat
jam  TTV dalam sebelum tidur
batas normal

IMPLEMENTASI
NO Diagnosa Implementasi Evaluasi/ Paraf
Keperawatan respon pasien

35
1 Gangguan Pola  Melakukan pengkajian  Klien sering
Tidur masalah gangguan terbangun
tidur klien, pada malam
karakteristik dan hari
penyebab kurang tidur
 Menganjurkan klien  Klien tidur
untuk tidur malam jam 21.00-
seperti pada jam 03.00
09malam sesuai
dengan pola tidur klien
 Tempat tidur
 Anjurkan klien untuk
pasien
membersihkan tempat
nyaman dan
tidur yang nyaman,
bersih
bersih, dan juga bantal
yang nyaman.
 Meningkatkan aktivitas  Klien tidak
sehari – hari dan melakukan
kurangi aktiviitas kegiatan
sebelum tidur sebelum
Hasil tidur.

EVALUASI
No. Tgl/ Diagnose Catatan Perkembangan Paraf
Jam keperawatan

36
1. Gangguan S: Klien mengatakan “saya masih
Pola Tidur sering terbangun pada malam hari”

O: KU: cukup
Klien setiap 1 jam bangun apabila
tidur malam
Klien nampak lelah
Klien menguap
TD: 160/100 mmHg
N: 86 x/mnt
Kuantitas tidur malam hari dari jam
21.00-03.00
Kuantitas tidur siang jarang tidur.

A: Masalah gangguan pola tidur belum


teratasi

P: Lanjutkan Intervensi
1. kaji pola tidur klien
2. jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat
3. ciptakan lingkungan yang
tenang, bersih, nyaman dan
minimalkan gangguan
4. hindari suara keras dan
penggunaan lampu saat tidur
5. berikan susu hangat sebelum
tidur

ANALISA DATA
Ns Diagnosis Gangguan Memori
(SDKI)

37
Definition Ketidakmampuan mengingat beberapa informasi atau perilaku

Penyebab  Prosess penuaan


 Faktor psikologis (mis. Kecemasan, depresi, stress
berlebihan, berduka, gangguan tidur)

Gejala dan Tanda mayor


tanda (mayor  Melaporkan pernah mengalami pengalaman lupa
dan minor) Tanda minor
 Merasa mudah lupa

Kondisi  Stroke
Klinis Terkait  Cedera kepala
 Alzheimer
 Depresi
 Kejang
 Intoksikasi alcohol

Assesment Data subjektif: Data Objektif:


DS : Tanda mayor
Pasien mengatakan tidak ingat  Melaporkan pernah
dengan nama-nama sesame mengalami pengalaman
penghuni wisma lupa
Tanda minor
 Merasa mudah lupa

Diagnosis Client Ns. Diagnostic (Specify):


diagnostic Gangguan Memori
statement
Related To:
Proses penuaan

INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana Tindakan

38
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan
Gangguan Setelah  Menyatakan  Pantau tingkat
Memori dilakukan mampu orientasi (orang,
tindakan mengingat lebih tempat dan waktu)
keperawatan baik  Monitor tanda-tanda
selama 2x24  Mampu vital
jam menyampaikan  Monitor rentang
diharapkan kembali perhatian, memori
dapat informasi yang masa lalu
meningkatkan disimpan  Catat keluhan sakit
memori pada sebelumnya kepala
pasien

IMPLEMENTASI
NO Diagnosa Implementasi Evaluasi/ respon
Keperawatan pasien

39
1 Gangguan Memori  Memantau tingkat orientasi  Pasien lupa
(orang, tempat dan waktu) tentang nama
orang disekitar,
tetapi masih
bisa mengingat
tempat tinggal
sekarang dan
nama hari,
tanggal,bulan,
 Monitor tanda-tanda vital tahun dan jam
 Tekanan darah:
170/110
mmHg, Nadi :
90x/mnt Suhu :
 Memonitor rentang perhatian, 36,6
memori masa lalu RR : 22x/mnt
 Pasien
mengatakan lua
tentang
sebagian
 Catat keluhan sakit kepala
penglaman
dimasa lalu
 Pasien tidak
mengeluh sakit
kepala

EVALUASI
No. Tgl/ Diagnose Catatan Perkembangan Paraf
Jam keperawatan

40
1. Gangguan S: Pasien mengatakan tidak ingat
memori dengan nama-nama sesama penghuni
wisma

O: Tanda mayor
 Melaporkan pernah mengalami
pengalaman lupa
Tanda minor
 Merasa mudah lupa
TD: 160/100 mmHg
N: 86 x/mnt
Belum mampu mengingat lebih baik
Belum mampu menyampaikan
kembali informasi yang disimpan
sebelumnya

A: Masalah gangguan memori belum


teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
1. Pantau tingkat orientasi (orang,
tempat dan waktu)
2. Monitor tanda-tanda vital
3. Monitor rentang perhatian,
memori masa lalu
4. Catat keluhan sakit kepala

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Insomnia merupakan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam
mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan

41
fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik
dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari.
Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres,
kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan
lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan
penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau
obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan
kebutuhan tidur secara individual.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan
yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non
benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan
gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

B. Saran
Untuk menjaga keadaan kita tetap sehat dan fit, kita harus menjaga
kebutuhan istirahat dan tidur kita sesuai kebutuhan agar kita dapat melakukan
berbagai kegiatan dengan baik.

42
DAFTAR PUSTAKA

http://suryadun.blogspot.co.id/2014/02/makalah-keb-istirahat-dan-tidur-
kasus.html
http://jiwajiwi.blogspot.co.id/2008/04/bab-i-pendahuluan-1.html
https://warliyana.files.wordpress.com/2013/10/insomnia.doc
www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alternative-
medicines

43

También podría gustarte