Está en la página 1de 18

SELUK BELUK PENGAUDITAN DAN PERAN SPKN DALAM AUDIT DI PEMERINTAH

INDONESIA & MEMAHAMI FUNGSI BPK , BPKP DAN INSPEKTORAT DI PEMERINTAH


INDONESIA

Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Sektor Publik

Dosen Pengampu : Septarina Prita Dania Sofianti

Oleh:

Kelompok 5

Anisa Tus Saidah – 150810301008

Kholillah Sakinah Ulza Haz - 150810301030

Arnalistan Eka Cahyani -150810301058

Rachmawati Yudiani - 150810301092

Mikaila Khalisha Dadiarto - 150810301110

S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS JEMBER

2017
PENDAHULUAN

Pemerintah yang atau tata kelola yang baik ditandai dengan tiga pilar utama yang
merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar tersebut adalah
partisipasi, transparasi, dan akuntabilitas. Untuk meminimalkan terjadinya pemerintahan
yang menyimpang dan tidak akuntabel diperlukan sistem akuntabilitas publik yang baik.
Sistem akuntabilitas yang baik memerlukan saluran-saluran pertanggung jawaban yang
tersistem dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya praktik penyimpangan dalam
pemerintah oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pemerintah
maka diterapkanya fungsi yang harus ada dalam proses akuntabilitas publik adalah fungsi
pemeriksaan atau audit.

Undang-undang dasar 1945 telah menerapkan lembaga audit eksternal pemerintah


yang tugasnya sebagai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Badan ini berada diluar
struktur pemerintah karena itu berada dalam posisi setara dengan pemerintah. Fungsi
utama BPK adalah memeriksa tanggung jawab keuangan negara yang secara operasional
dijalankan oleh pemerintah. Sedangkan tanggung jawab keuangan negara yang diaudit
adalah pelaksanaan anggaran penerimaan dan belanja negara (APBN). Berdasarkan
pasal 3 angka (1) nomor 15 tahun 2004 bahwa pmeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan
negara, kewenangan BPK cukup besar sehingga terhadap hasil pmeriksaan yang
dilakukan oleh aparat pengawasan internal diwajibkan disampaikan kepada BPK dan hasil
pemerikasaan tersebut dapat dimanfaatkan oleh BPK dalam melakukan pemeriksaan
pengelolaan keuangan oleh pemerintah. Jadi tanggung jawab pemeriksaan laporan
keuangan negara hanya dipegang oleh BPK, sedangkan aparat pengawasan lainnya
seperti BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) dan inspektorat hanya
dapat melakukan pengawasan terhadap pembangunan. Jadi dapat dikatakan bahwa BPK
merupakan pengawas eksternal, sedangkan BPKP dan inspektorat merupakan pengawas
internal.

UU Nomor 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan taggungjawab


keuangan negara menyatakan bahwa terdapat tiga jenis pmeriksaan yang dapat dilakukan
oleh BPK, jenisnya sebagai berikut :

1. Pemerikasaan keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pmeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
pusat dan daerah. Penyataan ini dilakukan untuk memberikan penyatan opini
tentang tingkat kewajaran informasi yang di sajikan dalam laporan keuangan
pemerintah.
2. Pemeriksaan kinerja
Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas. Tujuannya adalah untuk mengindentifikasi hal-hal yang perlu menjadi
perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah, pemeriksaan kinerja
dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan keuangan negara atau daerah
diselenggarakan secara ekonomis dan efisien, serta memenuhi sasarannya secara
efektif.
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
Maksudnya adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus yang tidak
termasuk didalam pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Hal ini
termasuk pemeriksaan atas keuangan dan pemeriksaan investigasi.

Tugas pokok BPKP yaitu (1) mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan


keuangan dan pembangunan, (2) menyelenggarakan pengawasan umum atas
penguasaan dan pengurusan keuangan dan (3) menyelengarakan pengawasan
pembangunan. Berdasarkan PP nomor 60 tahun 2008 sistem pengendalian internal
pemerintah (SPIP), BPKP merupakan aparat pengewas intarnal pemerintah (APIP) yang
bertanggung jawab langsung kepada presiden dan berwenang melakukan pengawasan
intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi
kegiatan yang bersifat lintas sektoral, kegiatan kebendaharaan umum negara.

Inspektorat Jenderal sendiri dalam kementerian Negara Republik Indonesia adalah


unsur pembantu yang ada disetiap departemen atau kementerian yang mempunyai tugas
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dilingkungan departemen atau
kementeriannya. Tugas pokok Inspektorat yaitu menyelenggarakan pengawasan
dilingkungan departemen terhadap semua pelaksanaan tugas unsur departemen agar
dapat berjalan sesuai dengan rencana dan berdasarkan kebijakan menteri dan peratuaran
perundang-undangan berlaku, yang bersifat rutin maupun tugas pembangunan.
PEMBAHASAN

PERBEDAAN PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN ( PENGAUDITAN)

Secara konsepsional , pelakasanaan pemeriksaan APBN/APBD sangat berbeda dari


aspek pengawasan. Istilah suatu pemriksaan (auditing) adalah sebuah istilah teknis
profesional. Secara teknis profesional, pemriksaan APBN/APBD hanya dapat dilakukan
oleh institusi yang memiliki wewenang dan keahlian untuk melakukan audit. Pengawasan
dapat dilakuakn dari pihak internal dan juga eksternal, dimana pengawasan dari internal
dilakukan langsung oleh pimpinan, sedangkan pengawsan dari ekstrernal dilakukan oleh
lembaga legislative.

Secara operasional, antara pengawasan dan pemeriksaan memang sulit untuk


dipisahkan dalam rangka fungsi pengawasan pimpinan misalnya pemeriksaan selalu
menyertai pengawasan. Dalam hal ini pengawasan merupakan tindakan untuk
membandingkan antara yang seharusnya terjadi dengan yang sebenarnya terjadi atau
untuk menjamin pencapain tujuan tertentu secara optimal. Sama dengan pengawasan,
Tarigan ( 2007 ) membagi pemeriksaan keuangan menjadi dua jenis yaitu pemeriksaan
keuangan secara internal dan ekstrnal. Pemeriksaan secara internal dimana badan
pengawas keuangan dan pembangunan (BPK) melakukan pemeriksaan dalam lingkungan
pemerintah secara keseluruhan, yang menjalankan fungsi pengawasan dari presiden
selaku kepala pemerintah atau inspektorat wilayah (Itwil) dalam lingkungan pemerintah
daerah, yang menjalankan fungsi pengawasan dari kepala daerah selaku pimpinan
daerah. Sedangkan pemeriksaan keuangan secara eksternal dijalankan oleh badan
pemeriksa keuangan (BPK) yang menjalankan amanat konstitusi untuk memeriksa
pertanggung jawaban keuangan pemrintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat.

Pengawasan yang dilakukan oleh pihak luar eksekutif (dalam hal ini DPR/DPRD dan
masyarakat) lebih menekakan pada amanat apakah seorang pemimpin tersbut sudah
menjalankan tugasnya sesuai dengan yang diamanatkan, semntara itu pengawas secara
internal lebih berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen, yang berada
dibawah kendali eksekutif (pemerintah daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi
dijalankan dengan baik sehingga tujuan tercapai. Penguatan fungsi pengawasan dapat
dilakukan melalui optimalisasi peran DPR/DPRD sebagai kekuatan penyeimbang antara
ekskutif dengan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan melalui
LSM serta organisasi sosial kemasyarakatan di daerah.

JENIS-JENIS AUDIT SEKTOR PUBLIK

Auditing merupakan proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti terkait


informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan oleh seorang
atau lebih yang berkompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan
kesesuaian informasi yang dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan (Arens
dan Loebbecke, 1991).

Audit yang dilakukan pada sektor publik pemerintah berbeda dengan yang
dilakukan pada sektor swasta. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan
latar belakang institusional dan hukum, di mana audit sektor publik pemerintah
mempunyai prosedur dan tanggung jawab yang berbeda serta peran yang lebih luas
dibanding audit sektor swasta. Secara umum, ada tiga jenis audit dalam audit sektor
publik, yaitu audit keuangan (financial audit), audit kinerja (performance audit), dan audit
investigasi (investigation audit) (Bastian,2003).

Audit Keuangan

Audit keuangan adalah audit yang menjamin bahwa sistem akuntansi dan
pengendalian keuangan berjalan secara efisien dan tepat serta transaksi keuangan
diotorisasi serta dicatat secara benar. Audit keuangan dibagi menjadi audit atas laporan
keuangan dan audit atas hal yang berkaitan dengan keuangan. Audit atas laporan
keuangan bertujuan untuk memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dan entitas
yang diaudit telah menyajikan secara wajar tentang posisi keuangan, hasil operasi atau
usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

Audit Kinerja

Audit kinerja atau sering dikenal dengan performance audit atau value for money
audit merupakan jenis audit yang relatif baru dalam organisasi sektor publik (Mahmudi,
2007).
Audit kinerja merupakan perluasan dari audit keuangan, dalam hal tujuan dan
prosedurnya. Menurut SKPN, yang dimaksud dengan audit kinerja adalah pemeriksaan
atas pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas audit atas aspek ekonomi, efisiensi,
dan efektivitas. Audit kinerja pada sebuah program pemerintah meliputi juga audit atas
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan serta pengujian terhadap
pengendalian internal (Sandha dan Bastian, 2008).

Secara proses dan teknik pengauditan, antara audit keuangan dan audit kinerja
tidak ada perbedaan yang mendasar. Bahkan definisi audit kinerja dapat diturunkan dari
audit keuangan. Perbedaan di antara keduanya terletak pada objek yang diaudit, fokus
audit, dan kriteria atau standar yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan audit
(Mahmudi,2007).

Perbedaan Audit Keuangan dengan Audit Kinerja

Audit Keuangan Audit Kinerja


Objek audit : laporan keuangan Objek audit : organisasi, program,
aktivitas/kegiatan, atau fungsi
Menguji kewajaran laporan keuangan Menguji tingkat ekonomi, efisiensi, dan
dari salah saji yang material dan efektivitas dalam penggunaan sumber
kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi daya untuk mencapai tujuan
berterima umum
Lebih bersifat kuantitatif-keuangan Lebih bersifat kualitatif
Tidak terlalu analitis Sangat analitis
Tidak menggunakan indikator kinerja, Membutuhkan indikator kinerja, standar,
standar, dan target kinerja dan target kinerja untuk mengukur
kinerja.
Biasanya tidak mempertimbangkan Biasanya mempertimbangkan cost-
analisis biaya manfaat benefit analysis
Waktu pelaksanaan audit tertentu Audit bisa dilakukan sewaktu-waktu
(biasanya pada akhir periode tertentu)
Audit dilakukan untuk peristiwa Mempertimbangkan kinerja masa lalu,
keuangan masa lalu sekarang dan masa mendatang
Tidak dimaksudkan untuk membantu Dimaksudkan untuk memperbaiki alokasi
melakukan alokasi sumber daya secara sumber daya secara optimal dan
optimal memperbaiki kinerja
Tidak terdapat rekomendasi audit dan Terdapat rekomendasi audit dan follow-
follow-up audit up audit

Audit Ekonomi dan Efisiensi

Konsep yang pertama dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah ekonomi,
yang berarti pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang
terendah. Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat
meminimalisasi input resources yang digunakan, yaitu dengan menghindari pengeluaran
yang boros dan tidak produktif. Konsep kedua dalam pengelolaan organisasi sektor publik
adalah efisiensi, yang berarti pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu
atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Dapat disimpulkan
bahwa ekonomi mempunyai arti biaya terendah, sedangkan efisiensi mengacu pada rasio
terbaik antara output dengan biaya (input).

Audit ekonomi dan efisiensi bertujuan untuk menentukan bahwa suatu entitas telah
memperoleh, melindungi, menggunakan sumber dayanya (karyawan, gedung, ruang, dan
peralatan kantor) secara ekonomis dan efisien. Selain itu juga bertujuan untuk
menentukan dan mengidentifikasi penyebab terjadinya praktik-praktik yang tidak ekonomis
atau tidak efisien, termasuk ketidakmampuan organisasi dalam mengelola sistem
informasi, prosedur administrasi, dan struktur organisasi.

Audit Efektivitas

Konsep yang ketiga dalam pengelolaan organisasi sektor publik adalah efektivitas.
Efektivitas berarti tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan.
Efektivitas merupakan perbandingan antara outcome dengan output. Outcome sering kali
dikaitkan dengan tujuan (objectives) atau target yang hendak dicapai. Jadi dapat
dikatakan bahwa efektivitas berkaitan dengan pencapaian tujuan.
Audit efektivitas bertujuan untuk menentukan tingkat pencapaian hasil atau
manfaat yang diinginkan, kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan sebelumnya
dan menentukan apakah entitas yang diaudit telah mempertimbangkan alternatif lain yang
memberikan hasil yang sama dengan biaya yang paling rendah.

Efektivitas berkenaan dengan dampak suatu output bagi pengguna jasa. Untuk
mengukur efektivitas suatu kegiatan harus didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Meskipun efektivitas suatu program tidak dapat diukur secara langsung, ada
beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan suatu
program, yaitu mengukur dampak atau pengaruh, evaluasi oleh konsumen dan evaluasi
yang menitikberatkan pada proses, bukan pada hasil. Evaluasi terhadap pelaksanaan
suatu program hendaknya mempertimbangkan apakah program tersebut relevan atau
realistis, apakah ada pengaruh dari program tersebut, apakah program telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dan apakah ada cara-cara yang lebih baik dalam mencapai
hasil.

Audit Investigasi

Audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya


tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga
mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit
berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat penyimpangan
wewenang yang ditemukan (Bastian,2003). Tujuan audit investigatif adalah mengadakan
temuan lebih lanjut atas temuan audit sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk
membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat.
Tanggung jawab pelaksanaan audit investigasi adalah pada lembaga audit seperti BPK.
Audit investigasi merupakan pemeriksaan oleh auditor dengan tujuan menemukan
kecurangan (Rahayu dan Bastian, 2008).

Dalam merencanakan dan melaksanakan audit investigasi, auditor menggunakan


skeptic profesionalisme dan azaz praduga tidak bersalah. Jika audit yang dilaksanakan
untuk mengetahui penyimpangan dan kecurangan (fraud) seperti korupsi, maka program
audit harus diutamakan untuk maksud tersebut (Suminta, 2007; dalam Rahayu dan
Bastian,2008). Adapun sumber informasi audit investigasi adalah :
1. Pengembangan dari temuan audit sebelumnya;
2. Adanya pengaduan dari masyarakat;
3. Adanya permintaan dari DPR untuk melakukan audit.

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM AUDIT SEKTOR PUBLIK


Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam pekerjaan audit, dan tidak
ada satu pendekatan yang menjadi pendekatan paling tepat. Secara garis besar,
pendekatan audit ada tiga, yaitu (Bastian, 2003:62)
1. Audit Transaksi
Pendekatan ini meliputi vouching atau pembuktian seluruh transaksi yang terjadi
setelah melihat dokumen-dokumen atau bukti-bukti yang ada.
2. Audit Neraca
Pendekatan ini meliputi verifikasi seluruh aset dan kewajiban yang disajikan dalam
neraca
3. Audit Sistem
Dalam pendekatan ini, auditor melakukan pengujian sistem akuntansi dan sistem
pengendalian internal untuk melihat apakah terdapat suatu dasar yang dapat
diandalkan sehingga sistem tersebut dapat digunakan.

Proses Audit dalam Sektor Publik


Value for money audit (VFM audit) merupakan perkembangan terbaru dari audit
kinerja yang terdapat pada sektor publik. Audit kinerja merupakan perluasan dari audit
keuangan dan audit kepatuhan.
Sebelum melakukan audit, auditor terlebih dahulu harus memperoleh informasi
umum guna mendapat pemahaman yang memadai tentang informasi yang ada pada
organisasi atau perusahaan tersebut sehingga dapat menganalisis akan sistem
pengendalian manajemen-nya. Auditor dapat menetapkan kriteria audit dan
mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang tepat, apabila ia telah memahami informasi
kinerja atas suatu organisasi atau perusahaan. Hasil temuan kemudian dilaporkan kepada
pihak-pihak yang membutuhkan yang disertai dengan rekomendasi yang diusulkan oleh
auditor. Pada akhirnya rekomendasi yang diusulkan oleh auditor akan ditindaklanjuti oleh
pihak-pihak yang berwenang.
Proses audit keuangan secara umum dapat dikelompokkan kedalam tiga tahap
utama, yaitu (Mahmudi, 2007:194)
1. Perencanaan audit
2. Pekerjaan lapangan
3. Pelaporan
Pada proses audit kinerja tidak berbeda untuk tahap perencanaan audit hingga
pelaporannya, hanya saja ditambah dengan tahap tindak lanjut (follow-up) audit.
Mardiasmo (2009:197) menyatakan bahwa struktur audit kinerja memiliki (1) tahap
pengenalan dan perencanaan, (2) tahap pengauditan, (3) tahap pelaporan, dan (4) tahap
penindaklanjutan.
Pada tahap pengenalan dan perencanaan, perlu dilakukan survey pendahuluan dan
review sistem pengendalian manajemen. Untuk menghasilkan rencana penelitian yang
detail yang dapat membatu auditor dalam mengukur kinerja dan mengembangkan temuan
berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria dan mengembangkan temuan
berdasarkan perbandingan antara kinerja dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tahap pengaditan dalam audit kinerja terdiri atas tiga elemen, yaitu telaah hasil-hasil
program, telah ekonomi dan efisiensi, dan telaah kepatuhan. Review hasil-hasil program
akan membantu auditor untuk mengetahui apakah entitas telah melakukan sesuatu yang
benar. Review ekonomis dan efisiensi akan mengarahkan auditor untuk mengetahui
apakah entitas telah melakukan sesuatu yang benar secara ekonomis dan efisien. Review
kepatuhan akan membantu auditor untuk menentukan apakah entitas telah melakukan
segala sesuatu dengan cara-cara yang benar, sesuai dengan peraturan dan hukum yang
berlaku. Masing-masing elemen tersebut dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama, tergantung pada sumber daya yang ada dan pertimbangan waktu.
Tahap pelaporan merupakan tahapan yang harus dilaksanakan karena adanya
tuntutan yang tinggi dari masyarakat atas pengelolaan sumber daya publik. Hal tersebut
menjadi alasan utama untuk melaporkan keseluruhan pekerjaan audit kepada pihak
manajemen, lembaga legislatif dan masyarakat luas. Penyampaian hasil pekerjaan audit
dapat dilakukan secara formal dalam bentuk laporan tertulis kepada lembaga legislatif
maupun secara informal melalui diskusi dengan pihak manajemen. Namun demikian, akan
lebih baik bila laporan audit disampaikan secara tertulis, karena pengorganisasian dan
pelaporan temuan-temuan audit secara tertulis akan membuat hasil pekerjaan yang telah
dilakukan menjadi lebih permanen. Selain itu, laporan tertulis juga sangat penting untuk
akuntabilitas publik. Laporan tertulis merupakan ukuran yang nyata atas nilai sebuah
pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor. Laporan yang disajikan oleh auditor merupakan
kriteria yang penting bagi kesuksesan atau kegagalan pekerjaannya.
Tahapan yang terakhir adalah tahap penindaklanjutan, di mana tahap ini didesain
untuk memastikan atau memberikan pendapat apakah rekomendasi yang diusulkan oleh
auditor sudah diimplentasikan. Prosedur penindaklanjutan dimulai dengan tahap
perencanaan melalui pertemuan dengan pihak manajemen untuk mengetahui
permasalahan yang dihadapi organisasi dalam mengimplementasikan rekomendasi
auditor. Selanjutnya. auditor mengumpulkan data-data yang ada dan melakukan analisis
terhadap data-data tersebut untuk kemudian disusun dalam sebuah laporan

PERAN & FUNGSI STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA(SPKN)

Keberadaan sebuah standar pemeriksaan sangat penting karena menjadi patokan


dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan. Patokan inilah yang akan mengarahkan
pemeriksaan didalam setiap tahapan pemeriksaan, dan menjadi penilai apakah sebuah
pemeriksaan telah dijalankan dengan baik atau tidak. Apabila terjadi penyimpangan
terdapat tahapan tahapan dalam standar pemeriksaan tidak dijalankan , maka secara
otomatis proses pemeriksaan dinilai cacat atau tidak memenuhi standar yang berlaku (
bastian dan supriyani, 2008 )

Sesuai dengan peraturan BPK-RI Nomor 1 Tahun 2007 bahwa SPKN atau standar
pemeriksaan keuangan negara adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. SPKN dinyatakan dalam bentuk
pernyataan standar pemeriksaan yang selanjutnya disebut PSP. SPKN ini berlaku untuk
semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas , program kegiatan serta fungsi
yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara
sesuai dengan peraturan perundang-undang. SPKN ini berlaku bagi :

1. Badan pemeriksa keuangan


2. Akuntan publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atau pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama badan pemeriksaan
keuangan.
Sesuai dengan UU Nomor 15 Tahun 2004 standar pemerintah ( SPKN ) memiliki
kedudukan sebagai dasar untuk menilai kebenaran , kecermatan , kreadibilitas dan
keandalan informasi mengenai pengelolaan tanggung jawab keuangan negara. Adapun
peran SPKN yaitu Memberikan patokan atau arahan per tahapan pemeriksaan
pengeloaan dan tangung jawab keuangan negara bagi pemeriksa. Dengan kata lain ,
SPKN disusun untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa
dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tangung jawab keuangan
negara. Dengan adanya standar pemeriksaan ini diharapkan akan meningkatkan
kreadibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui
pengumpulan dan pengujian bukti secra objektif. Dalam penerapannya, SPKN berlaku
untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program , kegiatan serta
fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara ( bastian dan supriyani, 2008 )

ISU & TANTANGAN DALAM AUDIT DI PEMERINTAH INDONESIA

Audit sektor publik tidak hanya memeriksa serta meniai kewajaran laporan keuangan
sektor publik tetapi juga menilai ketaatan aparatur pemerintahan terhadap undang-undang
dan peraturan yang berlaku. Disamping itu, auditor sektor publik juga memeriksa dan
menilai tingkat ekonomis , efisiensi serta efetivitas dari semua entitas , program , kegiatan
serta fungsi yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian , bila kualitas auidt sektor publik
rendah akan mengakibatkan risiko tuntutan hukum terhadap pejabat pemerintah dan akan
muncil kecurangan , korupsi kolusi serta berbagai ketidakberesan.

Untuk itu dibutuhkan pemahaman yang utuh dan tidak parsial atas SPKN. Media
sederhana yang dapat dilakukan untuk memulai suatu pemahaman terhadap SPKN
adalah melalui sosialisasi. Namun kadang kala sosialisasi tidak berjalan efektif karena
hanya sekedar penyampaiann. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sosialisasi yang dapat
membuat pihak memahami makna SPKN sehingga memahami apa yang ajan
dilaksanakan. Sosialisasi dibperuntukan bagi :

1. Auditor , BPK yang bertujuan agar SPKN dapat diaplikasikan dalam


pemeriksaan sehingga outputnya sesuai SPKN
2. Auditee( pemerintah dan lembaga negara ) bertujuan untuk membantu auditee
agar dapat membantu dalam memahami hasil pemeriksaan auditor BPK.
3. Akademisi/profesi/pemerhati yang bertujuan untuk mendapat masukan dalam
pengembangan baik bersifat koreksi maupun pengembangan dengan kondisi
terkini.

Dengan sinergisitas hasil sosialiasasi ketiga pihak tersebut secara baik maka
kualitas pemeriksaan BPK RI yang bernilai tambah bagi pihak yang diperiksa dapat
terwujud . ingat pemeriksaan bernilai tambah ditentukan oleh 3 faktor simultan dan
baiknya kualitas

1. Hasil pemeriksaan
2. Kemampuan untuk memahami hasil pemeriksaan
3. Tindak lanjut atas hasil pemeriksaan setelah diadaptasikan dengan kondisi

Selain itu tantangan dimasa yang akan datang auditor atau pemeriksa
sebagaimana telah dijelaskan oleh ritonga (2010) adalah adanya amanat UU Nomor 17
Tahun 2003 untuk menerapkan akuntansi berbasis akrual. Salah satu kondisi yang
menjadi syarat untuk dapat menerapkan akuntansi berbasis akrual pada pemerintah
daerah adalah adanya dukungan dari pemeriksa keuangan.

Apapun motivasi dan argumen pemerintah dalam menarapkan akuntansi


pemerintah berbasis akrual , namun kenyataannya sampai dengan saat ini amanat
undang-undang tersebut dicabut. Oleh karena itu akuntansi berbasis akrual menjadi
keajaiban yang harus segera diterapkan. Kendalanya adalah belum adanya standar
akuntansi pemerintah yang berbasi akrual penuh karena belum mengatur penganggaran
berbasis akrual yang dikeluarkan oleh komite standar akuntansi pemerintah (KSAP). PP
Nomor 71 Tahun 2010 yang menyatakan sebagai SAP Berbasis Akrual, kenyataannya
tidak menggunakan akrual penuh , melainnkan basis akrual modifikasikan. Namun
demikian , tidak ada salahnya bagi pemeriksa(auditor) BPK untuk mempersiapkan
kompetensi auditor dan mengkaji ulang standar pemeriksaan yang ada saat ini, untuk
mengaudit laporan keuangan pemerintah yang telah berbasis akrual.
MEMAHAMI FUNGSI BPK , BPKP & INSPEKTORAT DI PEMERINTAH INDONESIA

Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam upaya memberantas atau menanggulangi


terjadinya tindak pidana korupsi di Indonesia, pemerintah telah membuat lembaga-
lembaga, badan-badan, atau komisi-komisi yang terkait dengan usaha-usaha
pemberantasan korupsi, meliputi, Mahkamah Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan, dan Kejaksaan Agung, yang dalam menjalankan tugasnya semua saling
terkait dan saling mendukung dalam sebuah sistem yang dibentuk oleh pemerintah.

Pada dasarnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertugas untuk melakukan


pengawasan terhadap pengelolaan keuangan negara. Yang diharapkan untuk tidak
terjadinya penyimpangan atau menghindari adanya praktik-praktik yang mengakibatkan
kerugian negara. Peran BPK untuk senantiasa melaporkan hasil auditnya kepada lembaga
yang kompeten untuk pemberantasan korupsi. Validitas data BPK dapat dijadikan data
awal bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang
dilaporkan. Laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti di pengadilan. Bukti
peran BPK cukup berpengaruh besar terhadap proses penindakan kasus-kasus korupsi
yaitu banyak proses hukum akan terhambat jika hasil audit BPK tidak kunjung selesai.

Berikut ini merupakan kedudukan BPK hingga nilai-nilai dasar yang menjadi acuan bagi
BPK untuk bekerja :

1. Kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan;


BPK berkedudukan di Jakarta dan memiliki perwakilan provinsi.
2. Tugas dan Wewenang Badan Pemeriksa Keuangan;
BPK bertgas memeriksa semua pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam undang-undangan. Yang mana
hasil pemeriksaan itu diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan
kewenangannya.
3. Keanggotaan Badan Pemeriksa Keuangan;
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan
diresmikan oleh presiden.
4. Visi Badan Pemeriksa Keuangan;
Terwujudnya BPK RI sebagai lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri,
profesional, efektif, efisien, serta modern dalam sistem pengelolaan keuangan
negara yang dalam setiap kegiatannya :
1. Memiliki pengendalian intern yang kuat;
2. Memiliki aparat pemeriksa intern yang kuat;
3. Hanya diperiksa oleh satu aparat pemeriksa eksternal.
5. Misi Badan Pemeriksa Keuangan;
Mewujudkan diri menjadi auditor eksternal keuangan negara yang bebas dan
mandiri,profesional, efektif, efisien, serta modern sesuai dengan praktik
internasional terbaik, berkedudukan di ibukota setiap provinsi, serta mampu
memberdayakan DPR, DPD, dan DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan
terhadap pemerintah pusat dan daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
6. Nilai-nilai Dasar Badan Pemeriksa Keuangan.
a. Independensi;
b. Integritas;
c. Profesionalisme.

Berkaitan dengan adanya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru
didirikan beberapa tahun lalu, maka, BPK adalah badan yang memeriksa keuangan
instansi-instansi pemerintah ataupun pejabat pemerintah. Hasil audit BPK merupakan
indikator apakah terlah terjadi penyelewengan dalam penggunaan APBN atau tidak. Hasil
audit BPK sangat berarti bagi KPK yang berperan sebagai penyidik dan penyelidik yang
akhirnya melakukan penuntutan pada sidang di pengadilan tindak pidana korupsi.

Tugas pelaksanaan dan fungsi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan


ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja LPND sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2002 dan terakhir PP Nomor 64
Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun
2001. Berdasarkan peraturan tersebut, tugas BPK adalah untuk melaksanakan
pengawasan keuangan dan pembangunan serta penyelenggaraan akuntabilitas di daerah
sesuai peraturan perundangn-undangan yang berlaku. Fungsi BPK adalah :
1. Penyiapan rencana dan program kerja pengawasan;
2. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan
pengurusan barang milik/kekayaan negara;
3. Pengawasan terhadap pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah dan
pengurusan barang milik/kekayaan pemerintah daerah atas pemerintah daerah;
4. Pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pemerintahan yang bersifat
strategis dan/atau lintas departemen/lembaga/wilayah;
5. Pemberian asistensi penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
pusat dan daerah;
6. Evaluasi atas laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan pusat dan
daerah;
7. Pemeriksaan terhadap badan usaha milik negara, pertamina, cabang usaha
pertamina, kontraktor bagi hasil, dan kontrak kerja sama, badan-badan lain yang di
dalamnya terdapat kepentingan pemerintah, pinjaman atau bantuan luar negeri
yang diterima pemerintah pusat, dan badan usaha milik daerah atas permintaan
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
8. Evaluasi terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance dan laporan
akuntabilitas kinerja pada badan usaha milik negara, pertamina, cabang usaha
pertamina, kontraktor bagi hasil, dan kontrak kerja sama, badan-badan lain yang
didalamnya terdapat kepentinganpemerintah dan badan usaha milik daerah atas
permintaan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
9. Investigasi terhadap indikasi penyimpangan yang merugikan negara, badan usaha
milik negara, dan badan-badan lain yang didalamnya terdapat kepentingan
pemerintah, pemeriksaan terhadap hambatan kelancaran pembangunan, dan
pemberian bantuan pemeriksaan pada instansi penyidik dan pemerintah lainnya;
10. Pelaksanaan analisis dan penyusunan laporan hasil pengawasan serta
pengendalian mutu pengawasan;
11. Pelaksanaan administrasi perwakilan BPKP.
1. Audit;
BPK melakukan audit atas :
1. APBN;
2. Laporan keuangan dan kinerja BUMN/D/badan usaha lainnya;
3. Pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri;
4. Kredit usaha tani (KUT) dan kredit ketahanan pangan (KKP);
5. Peningkatan penerimaan negara, termasuk penerimaan negara bukan
pajak (PNPB);
6. Dana Off Balance SheetBUMN maupun yayasan yang terkait;
7. Dana Off Balance Budget pada departemen/LPND;
8. Audit tindak lanjut atas temuan-temuan pemeriksaan;
9. Audit khusus (audit investigasi);
10. Audit lainnya yang menurut pemerintah bersifat perlu dan penting untuk
segera dilakukan.
2. Konsultasi, Asistensi, dan Evaluasi;
3. Pemberantasan Korupsi;
4. Pendidikan dan pelatihan Pengawasan.

Sementara itu Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan


fungsional, yaitu Inspektorat Jendral. Maka, susunan organisasi Inspektorat Jenderal
Departemen Keuangan disempurnakan kembali menjadi berikut :

1. Sekretariat Inspektor Jenderal;


2. Inspektur Kepegawaian;
3. Inspektur Keuangan;
4. Inspektur Perlengkapan;
5. Inspektur Anggaran;
6. Inspektur Pajak;
7. Inspektur Bea dan Cukai;
8. Inspektur Umum.

Sedangkan, fungsi Inspektorat Jenderal adalah :

1. Penyiapan perumusan kebijakan departemen di bidang pengawasan;


2. Pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan untuk tujuan tertentu, serta
partisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan keuangan
atas petunjuk menteri;
3. Penyusunan laporan hasil pengawasan; serta
4. Pelaksanaan urusan administrasi dan dukungan teknis Inspektorat Jenderal.
KESIMPULAN

Salah satu fungsi yang harus ada dalam proses akuntabilitas publik adalah fungsi
pemeriksaan atau auditing. Fungsi pemeriksaan berbeda dengan fungsi pengawasan.
Secara konsepsional, pelaksanaan pemeriksaan APBN/APBD sangat berbeda dari aspek
pengawasan. Namun, secara operasional , antara pengawasan dan pemeriksaan
memang sulit dipisahkan. Sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan dari
pimpinan, pemeriksaan keuangan secara internal, tidak bisa lepas dari keharusan untuk
melakukan pengawasan , yaitu membandingkan hasil yang seharusnya terjadi dengan
yang benar-benar terjadi.

Berdasarkan landasan hukum , kewenangan BPK telah diatur didalam UUD 1945
Pasal 23E. BPK berperan untuk senantiasa melaporkan hasil auditnya kepada lembaga
yang kompeten untuk memberantas korupsi. Validitas data BPK dapat dijadikan data awal
bagi penegak hukum untuk melakukan penyidikan atas indikasi korupsi yang dilaporkan,
laporan BPK yang akurat juga akan menjadi alat bukti dalam pengadilan.

Tugas Badan pengawasan keuangan dan pembangunan yang ditetapkan


berdasarkan peraturan presiden Nomor 64 Tahun 2005 menyebutkan secara rinci tugas
dan fungsi-fungsinya sebagai sebuah lembaga non departemen (LPND) yang berada
dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.

REFERENSI

Halim, Abdul dan M. Syam Kusufi. 2015. Teori, Konsep, dan Aplikasi Akuntansi
SektorPublik. Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

También podría gustarte