Está en la página 1de 13

BLOK ORAL BIOMEDIC

SELF LEARNING REPORT


CASE STUDY 2

Tutor/ Pembimbing :
drg.

Disusun Oleh :
Citra Veony Finastika
G1G012034

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2015
A. Skenario
Tugimin, 32 tahun datang ke RSGMP UNSOED karena bengkak pada
wajah sebelah kanan. Dia mengaku pembengkakannya bertambah besar
dalam kurun waktu beberapa tahun yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan
adanya nyeri maupun limfadenopati. Pasien mengelak adanya riwayat trauma
dan infeksi. Terdapat asimetris wajah disebabkan karena pembengkakan yang
terjadi pada RA sebelah kanan dengan ukuran kurang lebih 4 cm x 3,5 cm.
Masa tersebut memiliki konsistensi kenyal dan tidak terdapat nyeri tekan saat
dipalpasi. Pembengkakan tersebut melebar pada area gingival bukal dan
palatal hingga area vestibulum RA sebelah kanan. Terjadi tooth displacement
dan resorpsi akar gigi 14, 15 dan 16.

Gambar 1. Gambaran Intra oral

Gambar 2. Gambaran radiografi

Anda melakukan eksisi dan hasil pemeriksaan histopatologi


menunjukkan lapisan sel basal berbentuk kolumner dengan inti
hiperkromatik. Kehilangan kohesi antar sel epitel dan terdapat gambaran
mirip dengan reticulum stelate.

Gambar 3. Gambaran histopatologi

B. Pembahasan
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : Tn. Tugimin
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Usia : 32 tahun
2. Pemeriksaan Subjektif
a. Chief Complain
Pasien datang dengan keluhan bengkak pada wajah sebelah kanan.
b. Present Ilness
1) Pembengkakan bertambah besar dalam kurun waktu beberapa
tahun yang lalu.
2) Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri maupun limfadenopati.
3) Pasien mengelak adanya riwayat trauma dan infeksi.
c. Past Medical History
Tidak ada keterangan.
d. Past Dental History
Tidak ada keterangan.
e. Family History
Tidak ada keterangan.
f. Social History
Tidak ada keterangan.

3. Pemeriksaan Objektif
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
1) Wajah : Asimetris.
a) Warna : Tidak ada keterangan.
b) Terjadi pembengkakan pada wajah sebelah kanan.
2) Mata : Kesejajaran Posisi : Tidak ada keterangan.
: Warna kulit sekitar : Tidak ada keterangan.
: Warna sclera : Tidak ada keterangan.
: Warna kelopak mata
bagian dalam : Tidak ada keterangan.
: Lain-lain : Tidak ada keterangan.
3) Leher : Tidak ada keterangan.
4) Tangan & jari : Tidak ada keterangan.
5) Lymphonodi : Ln. Occipitalis : Tidak ada keterangan.
: Ln. Post Auricular : Tidak ada keterangan.
: Ln. Pre Aulicular : Tidak ada keterangan.
: Ln. Parotid : Tidak ada keterangan.
: Ln. Submandibula : Tidak ada keterangan.
: Ln. Submentalis : Tidak ada keterangan.
: Ln. Superficial Cervical Anterior: Tidak ada
keterangan.
: Ln. Cervical Posterior: Tidak ada keterangan.
: Ln. Supraclavicula : Tidak ada keterangan.
6) TMJ : Tidak ada keterangan.

b. Pemeriksaan Intra Oral


Peta Mukosa Rongga Mulut

Deksripsi Lesi/ Kelainan yang Ditemukan:


Terdapat lesi berupa tumor, berukuran kurang lebih 4 cm x 3,5 cm,
berwarna kemerahan, berjumlah single, konsistensi kenyal, berlokasi
pada area gingival bukal dan palatal hingga area vestibulum RA
sebelah kanan, dan tidak terdapat nyeri tekan saat dipalpasi.

4. Pemeriksaan Penunjang yang Diperlukan


a. Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi dapat dilakukan melalui beberapa teknik,
yaitu:
1) Dental foto : periapikal, panoramik, oklusal, PA, lateral,
submento vertex.
2) CT scan : pada dasarnya penampilan pada tomografi
berupa gambaran lapisan-lapisan tipis.
Gambaran CT dapat mendeteksi perforasi
kortex luar dan perluasan ke jaringan lunak
sekitarnya. Sedangkan apabila menggunakan
MRI, memungkinkan resolusi yang lebih baik,
berkaitan dengan sifat dan tingkat invasi
tersebut, sehingga menjadi sangat penting dalam
penilaian akhir setelah operasi ameloblastoma
(Mehlisch dan Masson, 1989).
Pada kasus ini, pemeriksaan radiografi yang dilakukan menggunakan
teknik panoramik dengan gambaran sebagai berikut.

b. Pemeriksaan Histopatologi:
Pada kasus ini, pemeriksaan histopatologi yang dilakukan yaitu biopsi
eksisi dengan gambaran sebagai berikut.

5. Hasil Interpretasi dari Pemeriksaan Penunjang

No Pemeriksaan Interpretasi
1 Radiografi a. Adanya area radiolusen unilocular yang jelas,
melibatkan sinus maksilaris kanan.
b. Terjadi tooth displacement dan resorpsi akar
gigi 14, 15 dan 16.

2 Histopatologi a. Terlihat adanya struktur pleksiform berupa


Anatomi benang-benang epitel panjang yang saling
(HPA) beranastomosis.
b. Benang-benang epitel tersebut diikat oleh
lapisan sel basal yang mengelilingi sel epitel
yang diatur secara longgar.
c. Lapisan sel basal berbentuk kolumner dengan
inti hiperkromatik.
d. Terjadi kehilangan kohesi antar sel epitel dan
terdapat gambaran mirip dengan reticulum
stelate.
e. Stroma memiliki struktur yang longgar dan
memiliki vaskularisasi.

6. Differential Diagnosis
a. Unicystic Ameloblastoma
Unicystic ameloblastoma (UA) merupakan tumor odontogenik
(pertumbuhan sel neoplastik yang abnormal) dari epitelium
odontogenik atau dari kista yang sudah ada. Lokasi yang paling sering
terlibat yaitu regio molar bawah. Namun, pada maxilla dan anterior
rahang tetap memungkinkan tumor untuk tumbuh (Guruprasad, dkk.,
2012). Biasanya terjadi pada umur 20-30 tahun, lebih sering pada pria
(Langlais, dkk., 2013).

No Pemeriksaan Gambaran
1 Klinis a. Lesi terdefinisi dengan jelas, seringkali besar,
berupa ruang monocystic dengan lapisan
(lining) (Guruprasad, dkk., 2012)
b. Dapat menyebabkan ekspansi yang
menimbulkan deformitas dan asimetris wajah,
serta dapat menyebabkan rasa sakit.
Sedangkan parastesi jarang terjadi (Eversole,
1992).
2 Radiografi a. Adanya area radiolusensi perikoronal yang
mengakibatkan molar tiga tergeser, dengan
perluasan ke bukal dan lingual, kadang-kadang
terjadi perforasi, dan resorpsi akar yang
tepinya seperti pisau pada gigi molar di
dekatnya yang erupsi. Di bagian dalam,
terdapat lokula atau septum (Langlais, dkk.,
2013).
3 Histologi a. Lesi hampir menyerupai kista dengan
pertumbuhan intraluminal atau mural pada
ameloblastoma.
b. UA tipe intraluminal terjadi apabila terdiri dari
satu atau lebih nodul ameloblastoma yang
terproyeksi dari batas kista ke dalam lumen
kista. Nodul dapat relatif kecil atau besar dan
mengisi lumen kista (Neville, 2002).
c. UA tipe luminal terjadi apabila tumor dibatasi
oleh permukaan luminal kista dan lesi terdiri
dari dinding kista fibrosa yang tersusun atas
epitelium ameloblastik total atau parsial
(Neville, 2002).
d. UA tipe mural terjadi apabila dinding fibrosa
kista diinfiltrasi oleh ameloblastoma tipe
folikular atau pleksiform (Neville, 2002).

b. Kista Dentigerous
Kista dentigerous berhubungan dengan mahkota gigi yang sedang
erupsi atau impaksi. Kista timbul dari proliferasi sisa epitelium email
tereduksi (epitelium sulkus). Lokasi yang paling sering terlibat yaitu
regio molar tiga RB. Biasanya terjadi pada umur 10-30 tahun, lebih
sering pada pria (Langlais, dkk., 2013).

No Pemeriksaan Gambaran
1 Radiografi a. Adanya area radiolusensi perikoronal yang
memiliki lapisan tanduk dengan ukuran
bervariasi yang melekat pada gigi di tepi
servikal (Langlais, dkk., 2013).
2 HPA a. Adanya gambaran mirip dengan kantong
folikel normal, tetapi yang membedakan
adalah ukuran radiolusensi yang lebih besar.
Pada radiograf intraoral < 2,5 mm dan
radiograf panoramik 3,00 mm (Langlais, dkk.,
2013)

c. Keratokista Odontogenik (OKC)


Kista ini timbul dari sisa lamina gigi. Sering muncul sebagai kista
primordial ketika gigi gagal untuk berkembang. Lokasi yang paling
sering terlibat yaitu regio molar. Biasanya terjadi pada umur 10-30
tahun, lebih sering pada pria (Langlais, dkk., 2013).

No Pemeriksaan Gambaran
1 Radiografi a. Adanya area radiolusen multilokular dengan
tepi halus, bertanduk, dan sering berlekuk-
lekuk. Dibagian dalam, terlihat beberapa
septum dan lumen yang berkabut (mewakili
keratin deskuamasi) (Langlais, dkk., 2013).

2 HPA a. Terlihat epitelium kistik merata dengan


ketebalan lapisan 8-10 sel dan disertai
parakeratinisasi (Langlais, dkk., 2013)

d. Odontogenik Myxoma
Miksoma merupakan tumor jinak yang muncul dari epitel odontogenik dan
sel mesenkim (jaringan pulpa odontogonik yang lepas). Biasanya terjadi
pada umur 25-35 tahun, perbandingan yang sama antara pria dan wanita
(Langlais, dkk., 2013).

No Gambaran
1 a. Terlihat berupa pembengkakan yang tidak sakit serta berkaitan
dengan pergeseran gigi dan ekspansi kortikal bagian posterior
mandibula.
b. Lesi rahang atas dapat melibatkan sinus dan menimbulkan
eksoftalmus, serta penyumbatan hidung.
c. Gambaran radiografis lesi tahap awal bersifat unilokular, dan
tahap lanjut berupa radiolusensi multilokular yang mempunyai
septum internal yang memotong tegak lurus membentuk gambar
geometris. Terlihat gambaran seperti sarang tawon apabila
terjadi perforasi pada bagian luar korteks dan invasi jaringan
lunak lokal (Langlais, dkk., 2013).

e. Central Giant cell granuloma


Lesi berupa peradangan yang terdiri atas sel-sel raksasa multinukleus
dengan latar belakang sel mesenkim berbentuk ovoid atau kumparan.
Biasanya terjadi pada umur 30 tahun, lebih sering pada wanita
(Langlais, dkk., 2013).

No Pemeriksaan Gambaran
1 Radiografi a. Lesi khas dengan gambaran multilokular
dengan trabekula yang menipis dan krenasi
(mangkuk) di bagian tepi (Langlais, dkk.
2013).
b. Bentuk agresif:
Adanya area radiolusen > 2 cm, resorpsi
radiografik pada apeks akar, dan perforasi
korteks akar yang meluas (Langlais, dkk.,
2013).
c. Bentuk non agresif:
Adanya area radiolusensi yang tidak bergejala,
menunjukkan perkembangan yang lambat, dan
ukuran lebih kecil (Langlais, dkk. 2013).

7. Etiologi dan Patogenesis dari Manifestasi Oral

Ameloblastoma merupakan tumor yang berasal dari epitelial


odontogenik. Akan tetapi pemicu transformasi neoplastik pada epitel
tersebut belum diketahui secara pasti (Regezi, dkk., 2003). Epitel yang
terlibat dalam pembentukan amelobalstoma dapat berasal dari:

a. Sel rest organ enamel.


Struktur mikroskopis yang ditemukan berupa epitelial sel yang terlihat
pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblas
yang bagian tengahnya mengalami degenerasi serta mirip retikulum
stelata

b. Sisa selubung Hertwig ataupun epitel Malassez.

Pada membran periodontal terihat sisa-sisa epitel dan kadang-kadang


tampak pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran
gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik.

c. Perkembangan organ enamel.

d. Batas epithelial kista odontogenik, terutama kista dentigerous.

Ameloblastoma dapat berkembang dari kista periodontal atau


dentigerous yang mengalami perkembangan dan rekurensi setelah
mendapat perawatan, meskipun hal ini sangat jarang terjadi.

e. Sel basal oral mukosa.

f. Epitel heterotropik dari bagian tubuh lain terutama kelenjar hipofisis.

Pada ameloblastoma tidak terdapat odontoblas yang menyebabkan


ameloblas yang sudah matang tidak dapat berdiferensiasi sehingga tidak
terjadi pembentukan enamel. Lesi dimulai di dalam tulang kanselus dan
secara lambat berekspansi menyebabkan resorpsi tulang. Bersamaan
dengan pembesaran lesi, terjadi ekspansi tulang baik di bagian bukal
maupun lingual. Kondisi ini yang membedakan dengan kista. Pada kista
jarang sekali menyebabkan ekspansi tulang bagian lingual. Lesi yang
terbentuk dapat berbentuk solid, microcystic, atau menjadi satu atau lebih
ruang kista yang besar. Microcyst terbentuk sebagai hasil proses
degeneratif pada pusat pulau-pulau epitel.

8. Diagnosis
Pasien didiagnosis menderita unicystic ameloblastoma yang
menyerang RA.
9. Rencana Perawatan
Rencana perawatan yang dapat dilakukan pada kasus ameloblastoma
antara lain:
a. Surgical exsicion
Hasil surgical exsicion dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis dan biopsi. Namun, eksisi memiliki tigkat rekurensi
sebesar 50-90% (Mehlisch dan Masson, 1989). Bedah eksisi dilakukan
dengan bedah lokal meliputi batas jaringan tidak terlibat. Hal ini
dibutuhkan untuk lesi yang solid. Pada ameloblastoma intraosseous
maksila sering dilakukan eksisi dengan melebihi batas normal tumor
dibandingkan dengan mandibula. Eksisi yang luas harus dilakukan
dengan membuang tulang normal sebesar 2 cm dari sekitar batas
tumor untuk mencegah tumor timbul kembali.

b. Selain itu dapat dilakukan dengan beberapa teknik antara lain:


1) Kuretase
Pengangkatan tumor dilakukan dengan cara mengikis tumor dari
jaringan normal di sekelilingnya. Namun, sekita 85% pasien
mengalami rekurensi. Selain itu, kuretase juga dapat menimbulkan
komplikasi ke paru-paru, perluasan langsung ke otak, dan
transformasi ke arah malignan.
2) En block resection
Pengangkatan tumor dilakukan sampai batas tulang yang tidak
terlibat tetapi tetap mempertahankan kontinuitas rahang. Batas
minimum yang diterima untuk melakukan reseksi ameloblastoma
yaitu 1-2 cm dari batas lesi berdasarkan gambaran radiografis.
3) Segmental resection
Reseksi segmental termasuk hemimaksilektomi dan
hemimandibulektomi merupakan perawatan yang sering digunakan
pada kasus ameloblastoma.
4) Electrocauterization
Electrocauterization digunakan sebagai perawatan sekunder dan
tidak dapat digunakan sebagai perawatan primer karena dapat
menyebabkan rekurensi. Electrocauter dilakukan pada seluruh
dasar dan batas sekeliling tumor untuk menghancurkan sisa-sisa sel
tumor secara lengkap. Sedative dressing ditempatkan untuk
drainase, menghilangkan rasa sakit dan menghasilkan proses
penyembuhan dari dasar kavitas.
c. Monitoring dan evaluasi post operative karena rekurensi biasanya
terjadi beberapa tahun setelah pembedahan.

Berdasarkan kasus, rencana perawatan dilakukan dengan:


a. Pengambilan lesi dilakukan dengan maxillectomy parsial (mengambil
sekaligus gigi yang terlibat) dan menggunakan anestesi umum dengan
teknik Caldwell-Luc approach.
b. Pengambilan jahitan dilakukan setelah 1 minggu.
c. Pembuatan protesa lepasan setelah 6 bulan.
d. Monitoring dan evaluasi selama 1 tahun untuk menghindari rekurensi
(Guruprasad, dkk., 2012).

Daftar Pustaka
Eversole, L.R., 1992, Clinical Outline of Oral Pathology Diagnosis and
Treatment. 3th ed, Lea and Febiger, USA.

Guruprasad, Y., Chauhan, D. S., Babu, R., 2012, Unicystic Ameloblastoma of


Maxilla: Case Report, Journal of Cranio-Maxillary
Diseases, 1 (1): 44-48.

Langlais, R. P., Miller, C.S., Nield, J. S., 2013, Atlas Berwarna Lesi Mulut
yang Sering Ditemukan, EGC, Jakarta.

Mehlisch D. R., Masson, J. K., 1989, Ameloblastoma : A clinical pathology


report, Journal of Oral Surgery.

Neville , B. W., Damm , D. D., Allen, C., M., Bouquot, J. E., 2002, Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd Ed. Saunders, Philadelphia.

Regezi, J. A., Sciubba, J. J., Jordan, Richard, C. K., Oral Pathology, Clinical
Pathologic Correlation. 4th ed, Saunders, USA.

También podría gustarte