Está en la página 1de 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Hinschprung adalah suatu kelainan kongenital pada kolon yang ditandai
dengan tiadanya sel ganglion parasimpatis pada pleksus submukosus Meissneri dan
pleksus mienterikus Aurbachi. Sembilan puluh persen kelainan ini terdapat pada
rektum dan sigmoid. Penyakit ini diakibatkan oleh karena terhentinya migrasi
kraniokaudal sel krista neuralis di daerah kolon distal pada minggu kelima sampai
minggu keduabelas kehamilan untuk membentuk system saraf intestinal. Kelainan ini
bersifat genetik yang berkaitan dengan perkembangan sel ganglion usus dengan
panjang yang bervariasi, mulai dari anus, sfingter ani interna kearah proksimal, tetapi
selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rektum dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus fungsional (Rochadi, 2012; Kartono, 2010; Langer, 2005).
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald Hinschprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938,
dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada
kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi
ganglion. Risiko tertinggi terjadinya penyakit Hinschprung biasanya pada pasien yang
mempunyai riwayat keluarga penyakit Hirschsprung dan pada pasien penderita Down
Syndrome. Rektosigmoid paling sering terkena, sekitar 75% kasus, fleksura lienalis
atau kolon transversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit Hinschprung. Penyakit Hinschprung lebih
sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibandingkan oleh ayah
(Kartono, 2010; Holscneider, 2005).
Diagnosis penyakit Hinschprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin
mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti terjadinya konstipasi, enterokolitis, perforasi usus serta sepsis yang
dapat menyebabkan kematian. Diagnosis kelainan ini dapat ditegakkkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan foto polos abdomen
maupun barium enema, pemeriksaan histokimia, pemeriksaan manometri serta

1
pemeriksaan patologi anatom. Manifestasi penyakit Hinschprung terlihat pada
neonatus cukup bulan dengan keterlambatan pengeluaran meconium pertama yang
lebih dari 24 jam. Kemudian diikuti tanda-tanda obstruksi, muntah, kembung,
gangguan defekasi seperti konstipasi, diare dan akhirnya disertai kebiasaan defekasi
yang tidak teratur (Rochadi, 2012; Kartono, 2010; Langer, 2005).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan perut yang kembung, gambaran usus pada
dinding abdomen dan bila kemudian dilakukan pemeriksaan colok dubur, feses akan
keluar menyemprot dan gejala tersebut akan segera hilang. Pada pemeriksaan enema
barium didapatkan tanda-tanda khas penyakit ini, yaitu : adanya gambaran zone
spastik, zone transisi serta zone dilatasi. Gambaran mukosa yang tidak teratur
menunjukkan adanya enterokolitis. Adanya gambaran zone transisi akan menunjukkan
ketinggian kolon yang aganglionik dengan akurasi 90%. Penyakit Hinschprung
terdapat kenaikan aktivitas asetilkolinesterase pada serabut saraf dalam lamina propia
dan muskularis mukosa. Pewarnaan untuk asetilkolineserase dengan tehnik Karnovsky
dan Roots akan dapat membantu menemukan sel ganglion di submukosa atau pada
lapisan muskularis khususnya dalam segmen usus yang hipoganglionosis.
Pemeriksaan elektromanometri dilakukan dengan memasukkan balon kecil ke dalam
rectum dan kolon, dengan kedalaman yang berbeda-beda akan didapatkan kontraksi
pada segmen aganglionik yang tidak berhubungan dengan kontraksi pada segmen
yang ganglionik. Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan dengan memeriksa material
yang didapatkan dari biopi rektum yang dilakukan dengan cara biopsi hisap maupun
biopsi manual. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan bila tidak ditemukan sel
ganglion Meissner dan sel ganglion Auerbach serta ditemukan penebalan serabut saraf
(Rochadi, 2012; Kartono, 2010; Holscneider, 2005).
Bila hasil pemeriksaan klinis dan radiologis enema barium ditemukan tanda khas
penyakit Hinschprung, maka tidak seorang pasienpun yang tidak menderita penyakit
Hirschsprung. Insiden penyakit Hinschprung adalah satu dalam 5.000 kelahiran hidup,
dan laki-laki 4 kali lebih banyak disbanding perempuan (Kartono, 2010; Langer,
2005).
Pengobatan penyakit Hinschprung terdiri atas pengobatan non bedah dan
pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati komplikasi-

2
komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan umum penderita
sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan non bedah diarahkan
pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah terjadinya overdistensi
sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus serta mencegah terjadinya sepsis
(Rochadi, 2012; Kartono, 2010).
Tindakan bedah pada penyakit Hinschprung terdiri atas tindakan bedah sementara
dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah sementara dimaksudkan untuk
dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang mempunyai
ganglion normal bagian distal. Tindakan ini dapat mencegah terjadinya enterokolitis
yang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya kematian pada penderita penyakit
Hinschprung (Rochadi, 2012; Kartono, 2010).
Beberapa metoda penatalaksanaan bedah definitif untuk kelainan Hinschprung ini
telah diperkenalkan, mula-mula oleh Swenson dan Bill (1946) berupa prosedur
rektosigmoidektomi, Duhamel (1956) berupa prosedur retrorektal, Soave (1966)
berupa prosedur endorektal ekstramukosa serta Rehbein yang memperkenalkan
tekhnik deep anterior resection. Sejumlah komplikasi pasca operasi telah diamati oleh
banyak peneliti, baik komplikasi dini berupa infeksi, dehisiensi luka, abses pelvik dan
kebocoran anastomose, maupun komplikasi lambat berupa obstipasi, inkontinensia
dan enterokolitis. Namun secara umum diperoleh gambaran hasil penelitian bahwa ke-
empat prosedur bedah definitif diatas memberikan komplikasi yang hampir sama,
namun masing-masing prosedur memiliki keunggulan tersendiri dibanding dengan
prosedur lainnya, tergantung keahlian dan pengalaman operator yang mengerjakannya
(Rochadi, 2012; Kartono, 2010).
Costa et al. (2006) menyatakan bahwa enterokolitis merupakan komplikasi yang
amat berbahaya dan merupakan penyebab utama terjadinya mortalitas maupun
morbiditas pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah dilakukan operasi
definitif. Keadaan ini diakibatkan oleh karena stasis usus yang memicu proliferasi
bakteri didalam lumen usus diikuti invasi ke mukosa sehingga terjadilah inflamasi
lokal maupun sistemik (Kartono, 2010).

3
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari penyakit Hinschprung ?
2. Apa saja etiologi dari penyakit Hinschprung ?
3. Apa manifestasi klinis dari penyakit Hinschprung ?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit Hinschprung ?
5. Bagaimana penatalaksanaan medis dari penyakit Hinschprung ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit hinsprung ?
7. Sebutkan komplikasi dari penyakit Hinschprung ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Hinschprung ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang penyakit Hinschprung pada anak,
penyebab dan penangannya.
2. Tujuan khusus
1) Mengetahui definisi dari penyakit Hinschprung
2) Mengetahui etiologi dari penyakit Hinschprung
3) Mengetahui manifestasi klinis dari penyakit Hinschprung
4) Mengetahui patofisiologi dari penyakit Hinschprung
5) Mengetahui penatalaksanaan medis dari penyakit Hinschprung
6) Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari penyakit Hinschprung
7) Mengetahui komplikasi dari penyakit Hinschprung
8) Mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan Hinschprung

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Penyakit Hinschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus
(Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hinschprung tahun 1886.
Zuelser dan Wilson, 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit
tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Hinschprung/Megacolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase
usus, tersering pada neonates, kebanyakkan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir
± 3 kg lebih banyak ada laki-laki dari pada perempuan (Mansjoer, 2010)
Penyakit Hinschprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit
ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar
dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang
usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.

Hinschprung

B. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan
dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di
daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai

5
seluruh usus sampai pylorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus
(Abdullah Royyan, 2012)
C. Manifestasi Klinis
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja
tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya
(mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit
Hinschprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali.
Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan
lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan
pertumbuhan.
Menurut Abdullah Royyan, 2012 dalam Buku Asuhan Keperawatan Klien Anak
adapun tanda dan gejala dari Hinschprung dalah adanya obstruksi pada usus letak
rendah. Bayi dengan hinschsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
1. Obstruksi total saat lahir, dengan muntah, distruksi abdomen dan ketiadaan evaluasi
mekonium.
2. Keterlambatana evakuasi mekonium diikuti obstruksi periodic yang membaik
secara spotan maupun dengan enema. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah
dan dehidrasi.
3. Gejala ringan berupa konstipasi selama berbagai minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut.
4. Kostipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam. Diare
berbau busuk dapat menjadi satu-satunya gejala.
D. Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Megacolon menggambarkan adanya kerusakan
primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga
pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum
tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang

6
menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian
proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Betz, Cecily & Sowden,
2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut,
menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena
terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S &
Wilson, 1995: 141).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan colok dubur untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium
enema, dan biopsi rektum. Rontgen perut bertujuan untuk melihat apakah ada
pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas. Barium enema, yaitu
dengan memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat
7
terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini.
Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat
menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya
dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan
barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.
1. Pada pemeriksaan foto pas abdomen terlihat tanda obstruksi usus letak rendah.
Pada pemeriksaan enema barium terlihat lumen rekto sigmoid kecil, bagian
progsimalnya terlehit daerah transisi dan kemudian melebar. Agar tidak
mengaburkan hasil, 24 jam sebelum dilakukan colok dubur maupun pemasanagan
pipa rektal. Bila poto enema barium tidak menunjukkan tanda khas Hinschprung
dilakukan foto notasi barium 24 jam sampai 48 jam setelah foto enema barium
pertama. Barium tampak membaik dengan feses kearah proksimal dalam kolo
berganglio normal. Bila telah terjadi enterokolitis dapat timbul gambaran
penebalan mogulalis mukosa kolon.

8
2. Pemeriksaan patologi anatomis dengan biopsy isap mukosa dan sub mukosa
memiliki akurasi 100%. Tidak dijumpainya sel ganglio moisner disertai penebalan
serabut saraf menegkkan diagnosis hinschprung, sedangkan ditemukan sel
ganglion, meskipun limatur menyingkirkan diagnosis Hinschprung.
F. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah:
1. Enterokolitis nekrotikans,
Enterokolitis (suatu keadaan dimana lapisan dalam usus mengalami cedera dan
meradang)

9
Enterokolitis terjadi karena proses peradangan mukosa kolon dan usus halus.
Semakin berkembang penyakit hirschprung maka lumen usus halus makin
dipenuhi eksudat fibrin yang dapat meningkatkan resiko perforasi (perlubangan
saluran cerna). Proses ini dapat terjadi pada usus yang aganglionik maupun
ganglionik. Enterokolitis terjadi pada 10-30% pasien penyakit Hirschprung
terutama jika segmen usus yang terkena panjang. Tindakan yang dapat dilakukan
pada penderita dengan tanda-tanda enterokolitis adalah :
a. Segera melakukan resusitasi cairan dan elektrolit.
b. Pemasangan pipa rektal untuk dekompresi.
c. Melakukan wash out dengan cairan fisiologis 2-3 kali perhari.
d. Pemberian antibiotika yang tepat.
Enterokolitis dapat terjadi pada semua prosedur tetapi lebih kecil pada pasien
dengan endorektal pullthrough. Enterokolitis merupakan penyebab kecacatan dan
kematian pada megakolon kongenital, mekanisme timbulnya enterokolitis menurut
Swenson adalah karena obtruksi parsial. Obtruksi usus pasca bedah disebabkan
oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganlionik yang tersisa masih
spastik. Manifestasi klinis enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda
obtruksi seperti muntah hijau atau fekal dan feses keluar eksplosif cair dan berbau
busuk. Enetrokolitis nekrotikan merupakan komplikasi paling parah dapat terjadi
nekrosis, infeksi dan perforasi. Hal yang sulit pada megakolon kongenital adalah
terdapatnya gangguan defekasi pasca pullthrough, kadang ahli bedah dihadapkan
pada konstipasi persisten dan enterokolitis berulang pasca bedah
2. Pneumatosis usus,
Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik
distensi berlebihan dindingnya. Udara atau gas yang terdapat di dalam usus.
3. Abses perikolon,
Rogga yang terjadi karena kerusakan jaringan, berisis nanah yang terjadi pada
kolon.
4. Perforasi dan
Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama. Adanya atau
terjadinya lubang pada usus.

10
5. Septikemia.
Disebabkan karena bakteri dalam darah yang berkembang dan keluarnya
endotoxin karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.
Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain:
1. Gawat pernafasan (akut)
Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru–paru sehingga
mengganggu ekspansi paru.
2. Enterokolitis (akut)
Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin.
3. Stenosis striktura ani
Gerakan muskulus sfingter ani tidak pernah mengadakan gerakan kontraksi dan
relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan
pembuluh darah atau saluran secara abnormal yang terjadi pada anus.
4. Inkontinens (jangka panjang)
Keadaan tidak dapat mengendalikan, tidak dapat menahan, ketidakmampuan
membuang air besar,

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Abdullah Royyan, (2012:42) menyebutkan penatalaksanaan medis penyakit
hirschprung adalah:
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa
rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.

11
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis,
enterokolitis berat dan keadaan umum buruk. Kolostomi dibuat di kolon
berganglio normal yag paling distal.

2. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan


membuat anastomosis.

12
H. Discharge Planning
Menurut Abdullah Royyan, (2012:43-44) menyebutkan penatalaksanaan medis
penyakit hirschprung adalah:
1. Ajarkan pada orang tua memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka
panjang berikut ini:
a. Stenosis dan kostriksi
b. Inkotinensia
c. Pengosongan usus yang tidak adekuat
2. Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak
a. Persiapan kulit
b. Penggunaan, perawatan dan pembersihan alat kolostomi

13
c. Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat, prolapse, feses
seperti pita)
d. Irigasi kolostomi
3. Beri dan kuatkan informasi tentang penatalaksanaan diet
a. Makanan rendah sisa
b. Masukan cairan tanpa batas
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit atau dehidrasi
4. Dorong orang tua dan anak mengekspresikan perasaannya tentang kolostomi
a. Tampilan
b. Bau
c. Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak ideal
5. Terapi obat-obatan, meliputi penggunaan resep dan analgesic yang dijual bebas
6. Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada
orang tua tentang perawatan di rumah
I. Asuhan Keperawatan pada klien dengan Hisprung
Menurut Abdullah Royyan, (2012:44-58) menyebutkan asuhan keperawatan penyakit
hirschprung adalah:
1. Pengkajian.
a. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan
kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan
bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan
kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan
sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
b. Riwayat Keperawatan.
a) Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah
lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah
dan diare.

14
b) Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total
saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala
ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti
dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan,
enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau
busuk dapat terjadi.
c) Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hinschprung.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e) Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f) Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h) Nutrisi.
c. Pemeriksaan fisik.
a) Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b) Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c) Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau.
Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d) Sistem genitourinarius.
e) Sistem saraf.

15
Tidak ada kelainan.
f) Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g) Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h) Sistem integumen.
Akral hangat.
i) Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.
d. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a) Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat
gambaran obstruksi usus rendah.
b) Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran
kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada
segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.

c) Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.

d) Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.

e) Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan


aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

2. Diagnosa Keperawatan pada Askep Hinschprung


Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak
adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.

d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

16
e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional

f. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan motilitas usus

Post operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
b. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisikmakibat pembedahan
c. Defisit volume cairan
d. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterabatasan kogntif
3. Perencanaan Keperawatan pada Askep Hinschprung
Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi
normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi :
- Lakukan tindakan bedah sementara (kolostomi) dan Monitor cairan yang
keluar dari kolostomi.
Rasional : Tindakan pembedahan sementara (kolostomi) memberikan tous
dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat kemballi normal.
Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana
selanjutnya
- Pantau jumlah cairan kolostomi.
Rasional : Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk
penggantian cairan
- Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi.
Rasional : Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi
terganggu.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.

17
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet
sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
Intervensi :
- Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan
- Pantau pemasukan makanan selama perawatan.
Rasional : Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400
kalori
- Lakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal
Rasional : Mengeluarkan mekonium dan udara.
- Pantau atau timbang berat badan.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan berat badan
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami
dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
- Monitor tanda-tanda dehidrasi.
Rasional : Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
- Monitor cairan yang masuk dan keluar.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
- Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprogramkan.
Rasional : Mencegah terjadinya dehidrasi
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
- Kaji terhadap tanda nyeri.
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
- Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan.
Rasional : Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
- Berikan obat analgesik sesuai program.

18
Rasional : Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem
saraf pusat

e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional


Definisi: perasaan gelisah yang tak jelas dari ketidaknyamanan atau ketakutan
yang disertai respo autoom (sumber tidak spesifik atau tidak diketahui oleh
individu); perasaan keprihatinan disebabkan dari antisipasi terhadap bahaya.
Sinyal ini merupakan peringatan adanya ancaman yang akan datang dan
memungkinkan indivisu untuk mengambil langkah untuk menyetujui terhadap
tindakan, yang ditandai dengan gelisah, insomnia, resah, ketakutan, sedih, focus
pada diri, kekhawatiran, cemas.
Tujuan : anxiety control, coping, impulse control
Kriteria Hasil :
- Klien mampu mengidentifikasikan dan mengungkapkan gejala cemas
- Mengidentifikasikan, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk
mengotrol cemas
- Vital sign dalam batas normal
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi :
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami perspektif pasien terhadap situasi stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
- Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back/neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian

19
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Bantu pasien mengenai situasi yang menimbulkan kecemasan
- Dorog pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
f. Resiko injuri berhubunan dengan penurunan motilitas usus
Tujuan : risk cotrol
Kriteria Hasil :
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cidera
- Klien mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan/perilaku personal
- Mempu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan
Intervensi :
Environment Management (Manajemen lingkungan)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kodisi fisik dan
fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
- Memasang side rail tempat tidur
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Menmpatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien
- Membatasi pengunjung
- Memberikan penerangan yang cukup
- Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

20
Post operasi
a. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive
Definisi: peningkatan resiko masuknya organisme pathogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur infasif
- Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen
- Trauma
- Kerusakan jaringan dn peningkatan paparan lingkungan
- Rupture membrane amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan pathogen
- Imousupresi
- Ketidakadekuatan imum buatan
- Tudak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb. Leukopenis, penekanan
respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer 9kulit tidak utuh, trauma jaringan,
penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan
peristaltik)
- Penyakit kronik
Tujuan : immune status, knowledge : infection control, risk control
Kriteria Hasil :
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyait, factor yang mempengaruhi
penularan serta penatalaksanaanya
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
Infection Control (Kotrol Infeksi)
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

21
- Pertahankan teknik isolasi
- Atasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung yuntuk mencuci tangan saat berkunjung dan
setelah berkunjung meninggalkan pasien
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasanagan alat
- Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk
umum
- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotic perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
- Monitor hitung granulosit, WBC
- Mmonitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Saring pengunjung terhadap penyakit menular
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
- Dorong masukkan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotic sesuai resep
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laorkan kecurigaan infeksi

22
- Laporkan kultur positif
b. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisikmakibat pembedahan
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosioal yang
muncul secara actual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan
adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasioal): serangan mendadak atau
pelan inensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir
yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Laporan secara verbal atau no verbal
- Fakta dari observasi
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri
- Gerakan melindung
- Tingkah laku berhati-hati
- Muka topeng
- Gangguan tidur (mata sayu, tamak capek, sulit atau gerakan kacau,
menyerigai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Focus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau
aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
- Respo autonomy (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif (cotoh: gelisah, merintih, memnagis, waspada,
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum
Faktor yang berhubungan :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Tujuan : pain lavel, pain control, comfort level

23
Kriteria Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
teknik nofarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunaka manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala, intesitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
- Tanda vital dalam rentang normal
Intervensi :
Pain Management
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
- Observasi reaksi noverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respo nyeru
- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
kotrol nyeri masa lampau
- Bantu pasien dan keliarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkugan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penangan nyeri (farmakologi, no farmakologi dan inter
personal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuj menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik nion farmakollogi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kotrol nyeri
- Tingkatkan istrahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

24
- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian
obat
- Cek instruksikan dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesic yang diperlukan atau kombinasi dari analgesic ketika
pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesic pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
- Pililh rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali
- Berikan analgesic tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dari gejala (efek samping)
c. Defisit volume cairan
Definisi : penurunan cairan intraaskuler, interstisial, dan/atau intrasellular. Ini
mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Batasan Karakteristik :
- Kelemahan
- Haus
- Penurunan turgor kulit/lidah
- Membrane mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan
volume/tekanan nadi
- Pengisisan vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperature tubuh menungkat
- Hematocrit meninggi
- Kehilangan berat badan seketika (kecuali pada third spacing)
Faktor-faktor yang berhubungan :

25
- Kehilangan volume cairan secara aktif
- Kegagalan mekanisme pengaturan
Tujuan : fluid balance, hydration, nutritional status : food and fluid intake

Kriteria Hasil :
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal,
HT normal
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
Fluid Management
- Timbang popok/pembalut jika diperlukan
- Pertajhankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostik), jika diperlukan
- Monitor vital sign
- Monitor maukan makanan/cairan dan hitung intake kaori harian
- Lkukan terapi IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan
- Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Dorog masukan oral
- Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul memburuk
- Atur kemungkinan tranfusi
- Persiapan untuk tranfusi
d. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterabatasan kogntif

26
Definisi : tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan
topic spesifik.
Batasan Karakteristik : memverbalisasikam adanya masalah. Ketidakakuratan
mengikuti istruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi.
Tujuan : kowlwdge : disease process dan health behavior
Kriteria Hasil :
- Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyait, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
- Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
- Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi :
Teaching : disease process
- Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
- Jelaskan patofisologi dari penyakit dan bagaimana hal ini brhubungan
dengan antomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat
- Gambarkan tandan dan gejala yang biasa muncul pada penyait, dengan cara
yang tepat
- Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
- Identiikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
- Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
- Hindari harapan yang kososng
- Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
- Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengotrolan penyalit

27
- Diskusikan pilihan erapi atau penanganan
- Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan secod opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
- Eksplorasikan kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
- Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberian perawatan kesehatan dengan cara yang tepat
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan,


mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan
kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil
keputusan bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.
5. Evaluasi Keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan
yang hendak dicapai :
Pre operasi
- Tidak ada gangguan eliminasi BAB : obstipasi
- Tidak ada gangguan nutrisi
- Tidak mengalami kekurangan cairan tubuh
- Mengalami rasa nyaman
- Cemas hilang
- Tidak terjadi resiko injuri
Post operasi
- Tidak terjadi resiko infeksi
- Nyeri akut hilang
- Defisit volume cairan normal
- Mengetahui pengobatan atau perawatan bagi keluaraga maupun pasien

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit Hinschprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit
ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan
(aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas)
yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar
dalam menjalankan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang
usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
Penyakit Hinschprung (mega kolon kongenital) adalah suatu penyumbatan pada
usus besar yang terjadi akibat pergerakan usus yang tidak adekuat karena sebagian dari
usus besar tidak memiliki saraf yang mengendalikan kontraksi ototnya. Hirschsprung
terjadi karena adanya permasalahan pada persarafan usus besar paling bawah mulai
dari anus hingga usus diatasnya. Penyakit Hinschprung merupakan suatu kelainan
bawaan yang menyebabkan gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani
internal ke arah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai
rektum.Penyakit ini disebabkan oleh tidak adanya sel ganglion para simpatis dari
pleksus Auerbach di kolon.
B. Saran
Sebagai perawat harus mengerti dan memahami penyakit Hinschprung (mega
kolon kongenital). Dengan memahami dan mengerti penyakit Hinschprung, sebagai
perawat maka bisa memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan baik dan
benar.

29
DAFTAR PUSTAKA

Betz, cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Holscneider. A. Ure B. M, 2005. Hinschprung’s Disease dalam Pediatric Surgery, 4th Ed.
Elsevier Saunders Philadelpia, Pensylvania. pp 477-495.

Kartono, Darmawan. 2010. Penyakit Hinschprung. Jakarta: Sagung Seto

Langer J.C, 2005. Hinschprung’s Disease dalam Pediatric Surgery, 4 th Ed. Elsevier
Saunders Philadelpia, Pensylvania. pp 1347-1364

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Rochadi, 2012. Terapi Pembedahan dan Peran Gena RET pada Penyakit Hinschprung.
Yogyakarta Universitas Gajah Mada

Royyan, Abdullah. 2012. Asuhan Keperawatan Klien Anak. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Price, S & Wilson. 1995. Patofisiologi Penyakit Hinschprung. Jakarta: EGC

30

También podría gustarte

  • MUSLIHATI
    MUSLIHATI
    Documento44 páginas
    MUSLIHATI
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • BAB II Sudah Revisi
    BAB II Sudah Revisi
    Documento33 páginas
    BAB II Sudah Revisi
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 2
    Bab 2
    Documento41 páginas
    Bab 2
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • BAB III Sudah Revisi
    BAB III Sudah Revisi
    Documento3 páginas
    BAB III Sudah Revisi
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Pengkajian (Repaired)
    Pengkajian (Repaired)
    Documento49 páginas
    Pengkajian (Repaired)
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Resume 2 TN B
    Resume 2 TN B
    Documento5 páginas
    Resume 2 TN B
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • AIDIL
    AIDIL
    Documento37 páginas
    AIDIL
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Bab 5
    Bab 5
    Documento3 páginas
    Bab 5
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Home Visit Lansia
    Home Visit Lansia
    Documento37 páginas
    Home Visit Lansia
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Absensi Mahasiswa 2
    Absensi Mahasiswa 2
    Documento1 página
    Absensi Mahasiswa 2
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Cover
    Cover
    Documento3 páginas
    Cover
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Cover Hinschprung
    Cover Hinschprung
    Documento3 páginas
    Cover Hinschprung
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Cover CP
    Cover CP
    Documento2 páginas
    Cover CP
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Resume 2 TN B
    Resume 2 TN B
    Documento5 páginas
    Resume 2 TN B
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Leaflet Iput
    Leaflet Iput
    Documento1 página
    Leaflet Iput
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • HT Yoga
    HT Yoga
    Documento2 páginas
    HT Yoga
    Dodiek
    Aún no hay calificaciones
  • Leaflet KK Dila
    Leaflet KK Dila
    Documento3 páginas
    Leaflet KK Dila
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Thala Semi A
    Thala Semi A
    Documento8 páginas
    Thala Semi A
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Rencana Kegiatan Harian
    Rencana Kegiatan Harian
    Documento2 páginas
    Rencana Kegiatan Harian
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • BAB I Benar
    BAB I Benar
    Documento12 páginas
    BAB I Benar
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Rencana Kegiatan Harian
    Rencana Kegiatan Harian
    Documento2 páginas
    Rencana Kegiatan Harian
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Documento35 páginas
    Laporan Pendahuluan
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Fisiologi Cairan
    Fisiologi Cairan
    Documento16 páginas
    Fisiologi Cairan
    Muslihati FA
    100% (1)
  • Cover Fis
    Cover Fis
    Documento3 páginas
    Cover Fis
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Woc Non Infeksi
    Woc Non Infeksi
    Documento5 páginas
    Woc Non Infeksi
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • BAB II Benar
    BAB II Benar
    Documento32 páginas
    BAB II Benar
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Hasil DS 3
    Hasil DS 3
    Documento9 páginas
    Hasil DS 3
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Documento12 páginas
    Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones
  • Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Documento12 páginas
    Proposal Komunitas AP 15 Desa Muara Penimbung
    Muslihati FA
    Aún no hay calificaciones