Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat menganalisa asuhan keperawatan pada klien dengan tuli konduksi dan
sensorineural.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan Definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.
b. Menjelaskan Anatomi Fisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
c. Menjelaskan Etiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
d. Menjelaskan Patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
e. Menjelaskan WOC dari tuli konduksi dan sensorineural.
f. Menjelaskan Manifestasi Klinis dari tuli konduksi dan sensorineural.
g. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang dari tuli konduksi dan sensorineural.
h. Menjelaskan Komplikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.
i. Menjelaskan Penatalaksanaan dari tuli konduksi dan sensorineural.
2
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness),
suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering
digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,2008).
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan
mengerti perkataan yang didengarnya.Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang tidak
hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya.(Anderson,2006)
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak
dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari
kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah(Purnawan Junadi,dkk. 2011, hal. 238).
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang
menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis
eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga
tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro
Soetirto: 2009)
3
B. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA
Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu
mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan
dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga.
STRUKTUR TELINGA:
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a. Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada sisi
kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b. Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial,
seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini.
4
c. Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula
seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit.
Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2. Telinga Tengah, terdiri dari :
a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo
mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis,
lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di
bagian dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah
tulang pendengaran yang meliputi :
Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah
samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan
beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang
bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan
miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius
adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam
telinga.
3. Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan
5
bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun
tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan.
C. ETIOLOGI
Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam
saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif) yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga
dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan,Tetapi
mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya
dan batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.
6
D. PATOFISIOLOGI
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,
nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang
terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita
tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.
E. WOC
Invasi bakteri
Tindakan
Hantaran suara udara mastoidektomi
yang diterima menurun
RESIKO INFEKSI
Hambatan komunikasi
verbal
7
F. MANIFESTASI KLINIS
a) Rasa penuh pada telinga
b) Pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c) Rasa gatal
d) Trauma
e) Tinnitus
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan
membrane timpani dengan cara inspeksi :
Hasil:
a. Serumen berwarna kuning, konsistensi kenta
b. Dinding liang telinga berwarna merah muda
H. KOMPLIKASI
Komplikasi akibat sakit telinga dapat bersifat progresif dan berbeda-beda tergantung dari
penyebabnya. Karena dapat disebabkan oleh penyakit serius, sakit telinga yang tidak diobati
dapat mengakibatkan komplikasi dan kerusakan telinga permanen. Diantara komplikasi sakit
telinga, antara lain:
1) Kehilangan pendengaran (sementara atau permanen)
8
2) Diabetes
3) Infeksi telinga berulang
4) Gendang telinga pecah
5) Menyebarnya infeksi ke dasar tengkorak dan struktur atau jaringan lainnya.
I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya
cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan
cairan dan kotoran tersebut.Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat
bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
a. Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari :
Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah
dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis
adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan
beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu
proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang
audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut :
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Keterbatasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga
9
1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan
sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
2) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah
kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi
dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
3) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat
ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
4) CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak
berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah
kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat
mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
5) BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang
ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
6) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari
telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang
telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui tulang
tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa
ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
a. Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang
tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
1. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar
10
2. Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara
yang tertangkap oleh mikrofon
3. Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal
dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
4. Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran
yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan
membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda
dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan
koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang
listrik oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita
menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara
elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya
ke otak.
11
BAB III
A. PENGKAJIAN
a. Identitas
Biasanya pada pada identitas meliputi : nama klien,umur, jenis kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal MRS, tanggkal pengkajian, No. rekam medik dan alasan masuk Rumah
Sakit.
Keluhan utama : Biasanya klien mengatakan tidak dapat mendengar suara-suara secara
normal.
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien memiliki riwayat penyakit tonsillitis dan diabetes militus.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami gangguan pendengaran, sehingga reaksi emosional klien
meningkat, seperti sering marah, selalu merasa curiga kepada orang lain dan sering
mengurung diri di kamar.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien.
4. Riwayat PSIKO-SOSIO-SPRITUAL
1. Pola Koping : Biasanya Koping individu klien tidak efektif, di tandai dengan
klien mengatakan tidak tahan dengan gangguan pendengaran tersebut, klien
tampak putus asa dengan ketidakmampuannya mendengar dan berinteraksi
dengan keluarga dan masyarakat.
2. Harapan dengan penyakitnya : Biasanya klien dan keluarga berharap gangguan
pendengarannya dapat di sembuhkan dan bisa mendengar secara normal kembali.
3. Faktor stressor : Biasanya klien tampak stress, cemas, sering marah serta sering
curiga dan tersinggung apabila melihat orang-orang berbicara kemudian tertawa
dank lien mengatakan sangat cemas dan takut apabila tidak dapat berinteraksi
dengan keluarga dan masyarakat.
12
4. Konsep Diri : Biasanya Klien mengatakan sangat terganggu karena
ketidakmampuannya mendengar dan berinteraksi denga keluarga dan masyarakat.
Dan biasanya klien mengatakan tidak dapat mendengar suara-suara sebagaimana
biasanya. Klien mengatakan suara yang di dengar klien terdengar samar-samar,
tidak jelas, bahkan klien tidak mendengar sama sekali. Biasanya klien tampak
sering mengulang kata “apa” kepada lawan bicaranya. Dan biasanya klien tampak
bingung dan tidak nyambung dalam berkomunikasi.
13
d. Pola Nutrisi
1. Pola Makan
Sebelum MRS : Biasanya klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi
yang cukup banyak dan biasanya klien tidak mempunyai makanan
pantangan.
Setelah MRS : Biasanya klien tetap makan 3x sehari, dengan porsi makan
yang diatur sesuai yang disediakan di RS, biasanya klien tidak mengalami
penurunan nafsu makan, dan tidak mengalami gangguan pada pola makan.
2. Pola Minum
Sebelum MRS : Biasanya klien minum 7-8 gelas sehari
Setelah MRS : Biasanya klien minum 6-7 gelas sehari, biasanya dalam hal ini
klien tidak mengalami gangguan pada pola minum
4. Pola Eliminasi
1. BAB
Biasanya pada klien penderita penyakit tuli, tidak mengalami gangguan
eliminasi (BAB) (Normal)
2. BAK
Biasanya pada klien penderita penyakit tuli, tidak mengalami gangguan
eliminasi (BAK) (Normal)
14
6. Personal Hygiene
Sebelum MRS : Biasanya Klien sangat menjaga kebersihan tubuh
Setelah MRS : Biasanya klien tetap menjaga kebersihan tubuh di RS
e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kehilangan BB : Biasanya klien tidak mengalami penurunan berat selama sakit.
Kelemahan : Biasanya klien tidak mengalami kelemahan, tetapi klien mengalami
perubahan kepribadian dan sikap, misalnya sering tersinggung dan marah serta
sering menyendiri.
Tanda-tanda vital biasanya :
- Suhu : normal
- Nadi : meningkat
- Pernafasan : normal
- Tekanan darah : normal
2. Head To Toe
Kulit/integument :
a. Inspeksi : warna kulit
Kepala dan rambut :
a. Inspeksi
Bentuk kepala normal
Simetris kiri dan kanan
Kulit kepala bersih
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Tidak ada benjolan
Wajah
a. Inspeksi
Wajah simetris kiri kanan
Tidak ada bekas luka
15
Ekspresi wajah klien tampak cemas
b. Palpasi
Tidak di temukan benjolan
Tidak ada udema
Tidak ada nyeri tekan di sekitar wajah klien
Mata/penglihatan
a. Inspeksi
Bentuknya simetris kiri dan kanan
Konjungtiva normal
Tidak ada kelainan pada pupil
b. Palpasi
Tidak ditemukan benjolan
Tidak ada nyeri tekan
Hidung
a. Inspeksi
Tidak ada peradangan/perdarahan
Jalan nafas tampak efektif
Tidak ada secret dalam lubang hidung
Hidung klien simetris kiri dan kanan
Fungsi penciuman baik
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada bagian hidung klien
Telinga
a. Inspeksi
Tidak ada cairan yang keluar dari telinga
Tidak terlihat deformatis
Klien kehilangan fungsi pendengaran
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada daerah telinga
16
Mulut dan gigi
a. Inspeksi
Rongga mulut bersih
Tidak ada peradangan pada gusi
Tidak ada gangguan menelan dan mengunyah
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Leher
a. Inspeksi
Tidak tampak pembesaran kelenjer tiroid
Tidak ada pembesaran vena juga laris
Tidak ada udema
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
Dada
a. Inspeksi
Dada kiri dan kanan simetris
Pergerakan/pengembangan dada sama ketika ekspirasi dan inspirasi
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
c. Auskultasi
Inspirasi sama dengan ekspirasi
Jantung / TD
a. Palpasi
Denyut nadi normal
b. Auskultasi
Bunyi jantung normal
Abdomen
a. Inspeksi
Tidak tampak pembesaran secara abnormal
17
b. Palpasi
Tidak ada masa/nyeri tekan
Tidak ada nyeri tekan pada daerah abdomen
c. Auskultasi
Peristaltic usus normal
Ekstremitas
a. Fungsi pergerakan ekstremitas atas dan bawah baik
b. Ektremitas atas dan bawah normal
c. Tidak ada kelainan simetris kiri dan kanan
Kulit
a. Warna kulit tampak normal tidak ada sianosis
b. Turgor kulit baik, tidak ada bekas luka bakar
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d agen cidera biologis
2. Resiko Infeksi b.d tindakan mastoidektomi
3. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan persepsi
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
18
analgetik untuk non verbal dari
mengurangi nyeri. ketidaknyamanan
Menggunakan analgetik khususnya dalam
sesuai kebutuhan ketidakmampuan untuk
Mencari bantuan tenaga komunikasi secara efektif
kesehatan Gunakan komunikasi
Melaporkan gejala pada terapeutik agar pasien
tenaga kesehatan dapat mengekpresikan
Menggunakan sumber – nyeri
sumber yang tersedia Kaji pengalaman individu
Mengenali gejala – terhadap nyeri, keluarga
gejala nyeri dengan nyeri kronis
19
Keringat distraksi, aplikasi, panas
Kehilangan selera dingin, massase, TENS,
hippotis, terapi bermain,
terapi aktivitas,
akupressure )
Berikan andgetik sesuai
dengan anjuran
Tingkatkan tidur atau
istirahat yang cukup
Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang
pengalamannya
nyerisecara tepat
Monitor kenyamanan
pesien terhadap
menajemen nyeri
Libatkan keluarga untuk
mengurangi nyeri
Analgetik Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.
20
Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
Tentukan analgetik
pilihan, rute, pemberian
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
( efek samping)
21
infeksi dan sesudah tindakan
Jumlah leukosit dalam kperawtan
batas normal Gunakan baju, sarung
Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat
hidup sehat pelindung
Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
Letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik
bila perlu
22
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
23
Penggunaan lisan non- dengan orang lain (seperti
verbal mendengar, mengingat,
Pengakuan bahasa yang dan berbahasa)
diterima Instruksikan pasien
Interpretasi yang akurat berkomunikasi dengan
pada saat penerima keluarganya, anatomi dan
suara fisiologi serta terlibat
Mengarahkan suara dalam kemampuan
ntuk penerimaan yang berbicara
benarpertukaran pesan Monitor pasien apakah
secara akurat dengan dalam keadaan frustasi,
orang lain marah depressi, atau
respon lain untuk
meningkatkan kemampuan
berbicaranya
Mengenali prilku
emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
Berikan metoda alternative
untuk berkomunikasi (ex:
menulis di tablet,
komunikasi menggunakan
gambar, sinyal tangan atau
gerakan lain, dan
menggunakan computer)
Memastikan panggilan
dalam jangkauan dan
sistem yang tepat
panggilan pusat di tandai
untuk menunjukkan pasien
tidak dapat berbicara
Mengulangi apa yang
dikatakan pasien untuk
24
memastikan akurasi
Instruksikan pasien untuk
berbicara dengan perlahan-
lahan
Berkolaborasi dengan
keluarga dan bahasa bicara
patologi atau terapis untuk
mengembangkan rencana
untuk komunikasi yang
efektif
25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainanterletak antara
meatus akustikus eksterna sampai dengana tulangpendengaran stapes. Tuli di bidang
konduksi ini biasanya dapatditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan
ataudengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di kokleasampai dengan
pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi inibiasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli
konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan,disebut tuli campuran.Untuk mengetahui jenis
ketulian diperlukan pemeriksaanpendengaran.
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan
Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap virus
tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat
lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga
diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
Jadi ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping
menyebabkan ketulian. Seperti pil kina juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga,
maupun aspirin juga terbilang rawan, oleh karena Itu harus hati-hati bila digunakan.
B. SARAN
Untuk mencgah terjadinya tuli perepsi maupun tuli konduksi, sebaiknya :
1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.
2. Hindari diet yang berlemak.Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang
berlebihan, rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekuranganvitamin dan
insufisiensi kardiovaskular juga harus segera diobati.
26
DAFTAR PUSTAKA
George L, Adams. 2003. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
27