Está en la página 1de 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ketidaksempurnaan kadang membuat seseorang minder dalam pergaulannya


sehari-hari. Kehilangan pendengaran, termasuk salah satu kekurangan yang membuat
anak-anak sulit tumbuh normal dikalangan masyarakat.
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes,
dan Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap
virus tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada
saat lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit
sehingga diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya. Jadi ada
gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping menyebabkan
ketulian. Seperti pil kina juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga, maupun
aspirin juga terbilang rawan, oleh karena
Itu harus hati-hati bila digunakan.
Faktor genetik juga bisa mempengaruhi, misalnya kedua orang tuanya normal,
namun kakek dan neneknya memiliki riwayat pernah mengalami ketulian. Hal ini bisa
berdampak pada anak. Anak terlahir dengan disedot, vakum, Caesar juga bisa merusak
saraf pendengaran. Jika anak mengalami tuli saraf, tentu tidak bisa disembuhkan, hanya
bisa di bantu dengan alat bantu dengar semata.
Terapi yang bisa membuat kembali mendengar itu tidak ada kecuali untuk para
tuli konduktif yang disebabkan karena infeksi. Infeksi ini dapat disembuhkan tetapi
ketuliannya belum tentu sembuh.

1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Dapat menganalisa asuhan keperawatan pada klien dengan tuli konduksi dan
sensorineural.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan Definisi dari tuli konduksi dan sensorineural.
b. Menjelaskan Anatomi Fisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
c. Menjelaskan Etiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
d. Menjelaskan Patofisiologi dari tuli konduksi dan sensorineural.
e. Menjelaskan WOC dari tuli konduksi dan sensorineural.
f. Menjelaskan Manifestasi Klinis dari tuli konduksi dan sensorineural.
g. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang dari tuli konduksi dan sensorineural.
h. Menjelaskan Komplikasi dari tuli konduksi dan sensorineural.
i. Menjelaskan Penatalaksanaan dari tuli konduksi dan sensorineural.

2
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat mendengar sama sekali (total deafness),
suatu bentuk yang ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang lebih sering
digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-loss)
(Louis,2008).
Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang kurang dapat mendengar dan
mengerti perkataan yang didengarnya.Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang tidak
hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa yang didengarnya.(Anderson,2006)
Tuli Konduktif atau Conductive Hearing Loss (CHL) adalah jenis ketulian yang tidak
dapat mendengar suara berfrekuensi rendah. Misalnya tidak dapat mendengar huruf U dari
kata susu sehingga penderita mendengarnya ss. Biasanya gangguan ini “reversible” karena
kelainannya terdapat di telinga luar dan telinga tengah(Purnawan Junadi,dkk. 2011, hal. 238).
Tuli kondusif adalah kerusakan pada bagian telinga luar dan tengah, sehingga
menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga. Kelainan telinga luar yang
menyebabkan tuli kondusif adalah otalgia, atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis
eksterna sirkumskripta, otitis eksterna maligna, dan osteoma liang teliga. Kelainan telinga
tengah yang menyebabkan tuli kondusif ialah sumbatan tuba eustachius, otitis media,
otosklerosis, timpanisklerosia, hemotimpanum, dan dislokasi tulang pendengaran. (Indro
Soetirto: 2009)

3
B. ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

Indera pendengaran merupakan bagian dari organ sensori khusus yang mampu
mendeteksi sebagai stimulus bunyi. Indera pendengaran sangat penting dalam percakapan
dan komunikasi sehari-hari. Organ yang berperan dalam indera pendengaran adalah telinga.

STRUKTUR TELINGA:
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Telinga Luar, terdiri dari :
a. Pinna/Aurikel/Daun Telinga
Pinna merupakan gabungan tulang rawan yang diliputi kulit, melekat pada sisi
kepala. Pinna membantu mengumpulkan gelombang suara dan perjalanannya
sepanjang kanalis auditorius eksternus.
b. Liang Telinga/Kanalis Autikus Externus (KAE)
Memiliki tulang rawan pada bagian lateral dan bertulang pada bagian medial,
seringkali ada penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang rawan ini.

4
c. Kanalis Auditorius Exsternus
Panjangnya sekitar 2,5 cm, kulit pada kanalis mengandung kelenjar glandula
seruminosa yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut juga serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan kulit.
Kanalis Auditorius Eksternus akan berakhir pada membran timpani.
2. Telinga Tengah, terdiri dari :
a. Membran Timpani/Gendang Telinga membatasi telinga luar dan tengah.
Merupakan suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncak-nya umbo
mengarah ke medial. Membrane timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis,
lapisan fibrosa, tempat melekatnya tangkai malleus dan lapisan mukosa di
bagian dalamnya.
b. Kavum Timpani
Dimana terdapat rongga di dalam tulang temporal dan ditemu-kan 3 buah
tulang pendengaran yang meliputi :
 Malleus, bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga.
 Inkus, menghubungkan maleus dan stapes.
 Stapes, melekat pda jendela oval di pintu masuk telinga dalam.
c. Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak dibagian bawah
samping kavum timpani, antrum dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani, rongga ini berhubungan dengan
beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat dibelakang
bawah antrum di dalam tulang temporalis.
d. Tuba Auditiva Eustakhius
Dimana terdapat saluran tulang rawan yang panjangnya ± 3,7 cm berjalan
miring kebawah agak ke depan dilapisi oleh lapisan mukosa. Tuba Eustakhius
adalah saluran kecil yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam
telinga.
3. Telinga Dalam, terdiri dari :
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan

5
bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun
tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak
membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan
dengan keseimbangan.

C. ETIOLOGI

Penurunan fungsi pendengaran bisa disebabkan oleh : Suatu masalah mekanis di dalam
saluran telinga atau di dalam telinga tengah yang menghalangi penghantaran suara
(penurunan fungsi pendengaran konduktif) yaitu :
1. Kerusakan pada telinga dalam, saraf pendengaran atau jalur saraf
Pendengaran di otak (penurunan fungsi pendengaran sensorineural).
2. Penurunan fungsi pendengaran sensorineural dikelompokkan menjadi :
a. Penurunan fungsi pendengaran sensorik (jika kelainannya terletak pada telinga
dalam.
b. Penurunan fungsi pendengaraan neural (jika kelainannnya terletak pada saraf
pendengaran atau jalur saraf pendengaran di otak).
3. Penurunan fungsi pendengaran sensorik bisa merupakan penyakit keturunan,Tetapi
mungkin juga disebabkan oleh :
a. Trauma akustik (suara yang sangat keras)
b. Infeksi virus pada telinga dalam
c. Obat-obatan tertentu
d. Penyakit meniere.
4. Penurunan fungsi pendengaran neural bisa disebabkan oleh :
a. Tumor oatak yang juga menyebabkan kerusakan pada saraf-saraf disekitarnya
dan batang otak
b. Infeksi
c. Berbagai penyakit otak dan saraf (misalnya stroke)
d. Dan beberapa penyakit keturunan (misalnya penyakit Refsum).
5. Pada anak-anak,kerusakan saraf pendengaran bisa terjadi akibat :
a. Gondongan
b. Campak jerman (rubella)
c. Meningitis
d. Infeksi telinga dalam.

6
D. PATOFISIOLOGI
Saat terjadi trauma akan menimbulkan suatu peradangan bias saja menimbulkan luka,
nyeri kemudian terjadi penumpukan serumen atau otorrhea. Penumpukan serumen yang
terjadi dapat mengakibatkan transmisi bunyi atau suara yang terganggu sehingga penderita
tidak dapat mempersepsikan bunyi atau suara yang di dengarnya.

E. WOC

Invasi bakteri

Infeksi telinga tengah

Peningkatan produksi Pengobatan tak


Proses
cairan serosa tuntas/episod berulang
peradangan

NYERI Akumulasi cairan mucus Infeksi berlanjut dapat


dan serosa sampai telinga dalam

Tindakan
Hantaran suara udara mastoidektomi
yang diterima menurun

RESIKO INFEKSI

Hambatan komunikasi
verbal

7
F. MANIFESTASI KLINIS
a) Rasa penuh pada telinga
b) Pembengkakan pada telinga bagian tengah dan luar
c) Rasa gatal
d) Trauma
e) Tinnitus
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Otoskopik
Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan
membrane timpani dengan cara inspeksi :
Hasil:
a. Serumen berwarna kuning, konsistensi kenta
b. Dinding liang telinga berwarna merah muda

2. Tes Ketajaman Pendengaran


a. Tes penyaringan sederhana
Hasil :
 Klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan
 lien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1-2
inchi
b. Uji ritme
Hasil :
Klien tidak mendengarkan adnya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar
adanya bunyi dan saat bunyi menghilang.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi akibat sakit telinga dapat bersifat progresif dan berbeda-beda tergantung dari
penyebabnya. Karena dapat disebabkan oleh penyakit serius, sakit telinga yang tidak diobati
dapat mengakibatkan komplikasi dan kerusakan telinga permanen. Diantara komplikasi sakit
telinga, antara lain:
1) Kehilangan pendengaran (sementara atau permanen)

8
2) Diabetes
3) Infeksi telinga berulang
4) Gendang telinga pecah
5) Menyebarnya infeksi ke dasar tengkorak dan struktur atau jaringan lainnya.

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan untuk penurunan fungsi pendengaran tergantung kepada
penyebabnya.Jika penurunan fungsi pendengaran konduktif disebabkan oleh adanya
cairan di telinga tengah atau kotoran di saluran telinga, maka dilakukan pembuangan
cairan dan kotoran tersebut.Jika penyebabnya tidak dapat diatasi, maka digunakan alat
bantu dengar atau kadang dilakukan pencangkokan koklea.
a. Alat bantu dengar
Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan
batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa
berjalan dengan lancar.
Alat bantu dengar terdiri dari :
 Sebuah mikrofon untuk menangkap suara
 Sebuah amplifier untuk meningkatkan volume suara
 Sebuah speaker utnuk menghantarkan suara yang volumenya telah
dinaikkan.
Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan
apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis
adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan
beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu
proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi
pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang
audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut :
 Kemampuan mendengar penderita
 Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
 Keterbatasan fisik
 Keadaan medis
 Penampilan
 Harga

9
1) Alat Bantu Dengar Hantaran Udara
Alat ini paling banyak digunakan, biasanya dipasang di dalam saluran telinga dengan
sebuah penutup kedap udara atau sebuah selang kecil yang terbuka.
2) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Badan
Digunakan pada penderita tuli dan merupakan alat bantu dengar yang paling kuat.
Alat ini disimpan dalam saku kemeja atau celana dan dihubungkan dengan sebuah
kabel ke alat yang dipasang di saluran telinga.Alat ini seringkali dipakai oleh bayi
dan anak-anak karena pemakaiannya lebih mudah dan tidak mudah rusak.
3) Alat Bantu Dengar Yang Dipasang Di Belakang Telinga
Digunakan untuk penderita gangguan fungsi pendengaran sedang sampai berat.Alat
ini dipasang di belakang telinga dan relatif tidak terlihat oleh orang lain.
4) CROS (contralateral routing of signals)
Alat ini digunakan oleh penderita yang hanya mengalami gangguan fungsi
pendengaran pada salah satu telinganya.Mikrofon dipasang pada telinga yang tidak
berfungsi dan suaranya diarahkan kepada telinga yang berfungsi melalui sebuah
kabel atau sebuah transmiter radio berukuran mini.Dengan alat ini, penderita dapat
mendengarkan suara dari sisi telinga yang tidak berfungsi.
5) BICROS (bilateral CROS)
Jika telinga yang masih berfungsi juga mengalami penuruna fungsi pendengaran yang
ringan,maka suara dari kedua telinga bisa diperkeras dengan alat ini.
6) Alat Bantu Dengar Hantaran Tulang
Alat ini digunakan oleh penderita yang tidak dapat memakai alat bantu dengar
hantaran udara, misalnya penderita yang terlahir tanpa saluran telinga atau jika dari
telinganya keluar cairan otore. Alat ini dipasang di kepala, biasanya di belakang
telinga dengan bantuan sebuah pita elastis.Suara dihantarkan melalui tulang
tengkorak ke telinga dalam. Beberapa alat bantu dengar hantaran tulang bisa
ditanamkan pada tulang di belakang telinga.
a. Pencangkokan koklea
Pencangkokan koklea (implan koklea) dilakukan pada penderita tuli berat yang
tidak dapat mendengar meskipun telah menggunakan alat bantu dengar. Alat ini
dicangkokkan di bawah kulit di belakang telinga dan terdiri dari 4 bagian:
1. Sebuah mikrofon untuk menangkap suara dari sekitar

10
2. Sebuah prosesor percakapan yang berfungsi memilih dan mengubah suara
yang tertangkap oleh mikrofon
3. Sebuah transmiter dan stimulator/penerima yang berfungsi menerima sinyal
dari prosesor percakapan dan merubahnya menjadi gelombang listrik
4. Elektroda, berfungsi mengumpulkan gelombang dari stimulator dan
mengirimnya ke otak.
Suatu implan tidak mengembalikan ataupun menciptakan fungsi pendengaran
yang normal, tetapi bisa memberikan pemahaman auditoris kepada penderita tuli dan
membantu mereka dalam memahami percakapan. Implan koklea sangat berbeda
dengan alat bantu dengar. Alat bantu dengar berfungsi memperkeras suara. Implan
koklea menggantikan fungsi dari bagian telinga dalam yang mengalami kerusakan.
Jika fungsi pendengaran normal, gelombang suara diubah menjadi gelombang
listrik oleh telinga dalam.Gelombang listrik ini lalu dikirim ke otak dan kita
menerimanya sebagai suara. Implan koklea bekerja dengan cara yang sama. Secara
elektronik, implan koklea menemukan bunyi yang berarti dan kemudian mengirimnya
ke otak.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
a. Identitas

Biasanya pada pada identitas meliputi : nama klien,umur, jenis kelamin, agama, alamat
lengkap, tanggal MRS, tanggkal pengkajian, No. rekam medik dan alasan masuk Rumah
Sakit.

Keluhan utama : Biasanya klien mengatakan tidak dapat mendengar suara-suara secara
normal.

b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya klien memiliki riwayat penyakit tonsillitis dan diabetes militus.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami gangguan pendengaran, sehingga reaksi emosional klien
meningkat, seperti sering marah, selalu merasa curiga kepada orang lain dan sering
mengurung diri di kamar.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien.
4. Riwayat PSIKO-SOSIO-SPRITUAL
1. Pola Koping : Biasanya Koping individu klien tidak efektif, di tandai dengan
klien mengatakan tidak tahan dengan gangguan pendengaran tersebut, klien
tampak putus asa dengan ketidakmampuannya mendengar dan berinteraksi
dengan keluarga dan masyarakat.
2. Harapan dengan penyakitnya : Biasanya klien dan keluarga berharap gangguan
pendengarannya dapat di sembuhkan dan bisa mendengar secara normal kembali.
3. Faktor stressor : Biasanya klien tampak stress, cemas, sering marah serta sering
curiga dan tersinggung apabila melihat orang-orang berbicara kemudian tertawa
dank lien mengatakan sangat cemas dan takut apabila tidak dapat berinteraksi
dengan keluarga dan masyarakat.

12
4. Konsep Diri : Biasanya Klien mengatakan sangat terganggu karena
ketidakmampuannya mendengar dan berinteraksi denga keluarga dan masyarakat.
Dan biasanya klien mengatakan tidak dapat mendengar suara-suara sebagaimana
biasanya. Klien mengatakan suara yang di dengar klien terdengar samar-samar,
tidak jelas, bahkan klien tidak mendengar sama sekali. Biasanya klien tampak
sering mengulang kata “apa” kepada lawan bicaranya. Dan biasanya klien tampak
bingung dan tidak nyambung dalam berkomunikasi.

5. Pengetahuan klien tentang penyakitnya : biasanya klien mengatakan klien dan


keluarga tidak mengetahui tentang hal-hal yang dapat ,menyebabkan gangguan
pendengaran, prosedur tindakan dan pengobatan serta prognosis kesembuhan
klien.

6. Adaptasi : Biasaya klien kurang beradaptasi di lingkungan keluarga, masyarakat


dan rumah sakit.

7. Hubungan dengan anggota masyarakat : Biasanya klien tampak sulit


berinteraksi dengan masyarakat dank lien menganggap masyarakat tidak dapat
menerima dirinya untuk saling bertukar informasi

8. Perhatian terhadap lain dan lawan bicara : Biasanya kurang focus

9. Aktivitas social : Biasanya klien tidak melakukan aktivitas social

10. Keyakinan tentang kesehatan : Biasanya klien mnyerahkan sepenuhnya


kesembuhan penyakitnya kepada Allah SWT.

c. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan


Biasanya klien mengatakan saat mengalami gangguan pendengaran yang semakin
parah dan merasa sakit, langsung do bawa ke pelayanan kesehatan.

13
d. Pola Nutrisi
1. Pola Makan
 Sebelum MRS : Biasanya klien mengatakan makan 3x sehari dengan porsi
yang cukup banyak dan biasanya klien tidak mempunyai makanan
pantangan.
 Setelah MRS : Biasanya klien tetap makan 3x sehari, dengan porsi makan
yang diatur sesuai yang disediakan di RS, biasanya klien tidak mengalami
penurunan nafsu makan, dan tidak mengalami gangguan pada pola makan.
2. Pola Minum
 Sebelum MRS : Biasanya klien minum 7-8 gelas sehari
 Setelah MRS : Biasanya klien minum 6-7 gelas sehari, biasanya dalam hal ini
klien tidak mengalami gangguan pada pola minum

3. Pola Istirahat Tidur


Biasanya Sebelum atau Sesudah MRS klien tidak mengalami gangguan pada pola
tidurnya.

4. Pola Eliminasi
1. BAB
Biasanya pada klien penderita penyakit tuli, tidak mengalami gangguan
eliminasi (BAB) (Normal)
2. BAK
Biasanya pada klien penderita penyakit tuli, tidak mengalami gangguan
eliminasi (BAK) (Normal)

5. Pola Aktivitas dan Latihan


 Sebelum MRS : Biasanya klien mengatakan sejak mengalami gangguan
pendengaran, klien tidak dapat melakukan kegiatan di luar rumah, aktivitas
yang di lakukan hanya dalam lingkup keluarga.
 Setelah MRS : Biasanya klien tidak pernah lagi melakukan kegiatan sehari-
hari sebagaimana biasanya.

14
6. Personal Hygiene
 Sebelum MRS : Biasanya Klien sangat menjaga kebersihan tubuh
 Setelah MRS : Biasanya klien tetap menjaga kebersihan tubuh di RS

e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kehilangan BB : Biasanya klien tidak mengalami penurunan berat selama sakit.
Kelemahan : Biasanya klien tidak mengalami kelemahan, tetapi klien mengalami
perubahan kepribadian dan sikap, misalnya sering tersinggung dan marah serta
sering menyendiri.
Tanda-tanda vital biasanya :
- Suhu : normal
- Nadi : meningkat
- Pernafasan : normal
- Tekanan darah : normal

Tingkat Kesadaran : komposmetis

2. Head To Toe
 Kulit/integument :
a. Inspeksi : warna kulit
 Kepala dan rambut :
a. Inspeksi
 Bentuk kepala normal
 Simetris kiri dan kanan
 Kulit kepala bersih
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Tidak ada benjolan
 Wajah
a. Inspeksi
 Wajah simetris kiri kanan
 Tidak ada bekas luka

15
 Ekspresi wajah klien tampak cemas
b. Palpasi
 Tidak di temukan benjolan
 Tidak ada udema
 Tidak ada nyeri tekan di sekitar wajah klien

 Mata/penglihatan
a. Inspeksi
 Bentuknya simetris kiri dan kanan
 Konjungtiva normal
 Tidak ada kelainan pada pupil
b. Palpasi
 Tidak ditemukan benjolan
 Tidak ada nyeri tekan

 Hidung
a. Inspeksi
 Tidak ada peradangan/perdarahan
 Jalan nafas tampak efektif
 Tidak ada secret dalam lubang hidung
 Hidung klien simetris kiri dan kanan
 Fungsi penciuman baik
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada bagian hidung klien

 Telinga
a. Inspeksi
 Tidak ada cairan yang keluar dari telinga
 Tidak terlihat deformatis
 Klien kehilangan fungsi pendengaran
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada daerah telinga

16
 Mulut dan gigi
a. Inspeksi
 Rongga mulut bersih
 Tidak ada peradangan pada gusi
 Tidak ada gangguan menelan dan mengunyah
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Leher
a. Inspeksi
 Tidak tampak pembesaran kelenjer tiroid
 Tidak ada pembesaran vena juga laris
 Tidak ada udema
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan
 Dada
a. Inspeksi
 Dada kiri dan kanan simetris
 Pergerakan/pengembangan dada sama ketika ekspirasi dan inspirasi
b. Palpasi
 Tidak ada nyeri tekan pada daerah dada
c. Auskultasi
 Inspirasi sama dengan ekspirasi
 Jantung / TD
a. Palpasi
 Denyut nadi normal
b. Auskultasi
 Bunyi jantung normal
 Abdomen
a. Inspeksi
 Tidak tampak pembesaran secara abnormal

17
b. Palpasi
 Tidak ada masa/nyeri tekan
 Tidak ada nyeri tekan pada daerah abdomen
c. Auskultasi
 Peristaltic usus normal

 Ekstremitas
a. Fungsi pergerakan ekstremitas atas dan bawah baik
b. Ektremitas atas dan bawah normal
c. Tidak ada kelainan simetris kiri dan kanan
 Kulit
a. Warna kulit tampak normal tidak ada sianosis
b. Turgor kulit baik, tidak ada bekas luka bakar

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri b.d agen cidera biologis
2. Resiko Infeksi b.d tindakan mastoidektomi
3. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan persepsi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri b.d agen cidera Pain control Pain managemen :
biologis  Mengenali faktor  Kaji secara komperhensip
penyebab tentang nyeri meliputi :
 Mengenali lamanya obat lokasi karakteristik dan
( onset ) sakit onset, durasi, frekwensi,
 Menggunakan metode kualitas, intensitas /
pencegahan beratnya nyeri dan faktor
 Menggunakan metode prespitasi
pencegahan non  Observasi alamat – alamat

18
analgetik untuk non verbal dari
mengurangi nyeri. ketidaknyamanan
 Menggunakan analgetik khususnya dalam
sesuai kebutuhan ketidakmampuan untuk
 Mencari bantuan tenaga komunikasi secara efektif
kesehatan  Gunakan komunikasi
 Melaporkan gejala pada terapeutik agar pasien
tenaga kesehatan dapat mengekpresikan
 Menggunakan sumber – nyeri
sumber yang tersedia  Kaji pengalaman individu
 Mengenali gejala – terhadap nyeri, keluarga
gejala nyeri dengan nyeri kronis

 Mencatat pengalaman  Evaluasi tentang


tentang nyeri keefektifan dari tindakan

 Sebelumnya melaporkan mengontrol nyeri yang

nyeri yang sudah telah digunakan

terkontrol  Kontrol faktor – faktor


lingkungan yang dapat
Pain level mempengaruhi respon

 Melaporkan nyeri pasien terhadap

 Presentasi ketidaknyamanan (ex :

mempengaruhi badan temperatur, ruangan

 Frekuensi nyeri penyinaran dll )

 Ekspresi wajah  Berikan informasi tentang

terhadap nyeri nyeri, seperti penyebab


berapa lama terjadi dan
 Keadaan posisi
tindakan pencegahan
perlindungan tubuh
 Anjurkan pasien untuk
 Kegelisahan
sendiri nyeri
 Ketegangan otot
 Ajarkan penggunaan
 Perubahan rata – rata
tehnik non formakologi (
respirasi
ex : relaksasi, guided
 Perubahan rata – rata
imagery, terapi musik,
denyut jantung

19
 Keringat distraksi, aplikasi, panas
 Kehilangan selera dingin, massase, TENS,
hippotis, terapi bermain,
terapi aktivitas,
akupressure )
 Berikan andgetik sesuai
dengan anjuran
 Tingkatkan tidur atau
istirahat yang cukup
 Anjurkan pasien untuk
berdiskusi tentang
pengalamannya
nyerisecara tepat
 Monitor kenyamanan
pesien terhadap
menajemen nyeri
 Libatkan keluarga untuk
mengurangi nyeri

Analgetik Administration

 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu.

20
 Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgetik
pilihan, rute, pemberian
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
( efek samping)

2. Resiko Infeksi b.d Immune Status Infection Control (Kontrol


tindakan  Knowledge : Infection infeksi)
mastoidektomi control  Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda  Batasi pengunjung bila
dan gejala infeksi perlu
 Mendeskripsikan proses  Instruksikan pada
penularan penyakit, pengunjung untuk mencuci
factor yang tangan saat berkunjung dan
mempengaruhi setelah berkunjung
penularan serta meninggalkan pasien
penatalaksanaannya,  Gunakan sabun
 Menunjukkan antimikrobia untuk cuci
kemampuan untuk tangan
mencegah timbulnya  Cuci tangan setiap sebelum

21
infeksi dan sesudah tindakan
 Jumlah leukosit dalam kperawtan
batas normal  Gunakan baju, sarung
 Menunjukkan perilaku tangan sebagai alat
hidup sehat pelindung
 Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
 Letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik
bila perlu

Infection Protection (proteksi


terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit,
WBC
 Monitor kerentanan
terhadap infeksi
pengunjung
 Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi
k/p

22
 Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
 Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
 Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai
resep
 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cara menghindari
infeksi
 Laporkan kecurigaan
infeksi
 Laporkan kultur positif

3. Hambatan komunikasi Communication Active listening


verbal b.d gangguan expressive: Peningkatan komunikasi :
persepsi Orientasi kognitif deficit pendengaran
Status kenyamanan :  Monitor kecepatan
sosialisasi berbicara, tekanan,
Proses informasi kecepatan, kualitas,
Communication : volume, dan diksi
 Penggunaan bahasa  Monitor kognitif, proses
lisan anatomi dan fisiologi
 Penggunaan tanda lisan kemampuan berbicara

23
 Penggunaan lisan non- dengan orang lain (seperti
verbal mendengar, mengingat,
 Pengakuan bahasa yang dan berbahasa)
diterima  Instruksikan pasien
 Interpretasi yang akurat berkomunikasi dengan
pada saat penerima keluarganya, anatomi dan
suara fisiologi serta terlibat
 Mengarahkan suara dalam kemampuan
ntuk penerimaan yang berbicara
benarpertukaran pesan  Monitor pasien apakah
secara akurat dengan dalam keadaan frustasi,
orang lain marah depressi, atau
respon lain untuk
meningkatkan kemampuan
berbicaranya
 Mengenali prilku
emosional dan fisik
sebagai bentuk komunikasi
 Berikan metoda alternative
untuk berkomunikasi (ex:
menulis di tablet,
komunikasi menggunakan
gambar, sinyal tangan atau
gerakan lain, dan
menggunakan computer)
 Memastikan panggilan
dalam jangkauan dan
sistem yang tepat
panggilan pusat di tandai
untuk menunjukkan pasien
tidak dapat berbicara
 Mengulangi apa yang
dikatakan pasien untuk

24
memastikan akurasi
 Instruksikan pasien untuk
berbicara dengan perlahan-
lahan
 Berkolaborasi dengan
keluarga dan bahasa bicara
patologi atau terapis untuk
mengembangkan rencana
untuk komunikasi yang
efektif

25
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ketulian dibidang konduksi atau disebut tuli konduksi dimana kelainanterletak antara
meatus akustikus eksterna sampai dengana tulangpendengaran stapes. Tuli di bidang
konduksi ini biasanya dapatditolong dengan memuaskan, baik dengan pengobatan
ataudengan suatu tindakan misalnya pembedahan.Tuli yang lain yaitu tuli persepsi (sensori
neural hearing-loss) dimana letak kelainan mulai dari organ korti di kokleasampai dengan
pusat pendengaran di otak. Tuli persepsi inibiasanya sulit dalam pengobatannya.Apabila tuli
konduksi dan tuli persepsi timbul bersamaan,disebut tuli campuran.Untuk mengetahui jenis
ketulian diperlukan pemeriksaanpendengaran.
Ketulian disebabkan karena virus Toxoplasma Rubella atau campak, Herpes, dan
Sipilis. Terkadang kedua orang tua tidak menyadari bahwa dirinya telah mengidap virus
tersebut sehingga menyebabkan ketulian pada anaknya kelak.
Ketulian juga bisa dialami ketika anak pada masa pertumbuhan, misalnya pada saat
lahir, anak lahir normal hanya saja menjelang usia 10 tahun ia mengalami sakit sehingga
diberikan obat dengan dosis tinggi sehingga menyerang telinganya.
Jadi ada gangguan pendengaran karena obat-obatan yang memiliki efek samping
menyebabkan ketulian. Seperti pil kina juga mempunyai pengaruh yang besar pada telinga,
maupun aspirin juga terbilang rawan, oleh karena Itu harus hati-hati bila digunakan.

B. SARAN
Untuk mencgah terjadinya tuli perepsi maupun tuli konduksi, sebaiknya :
1. Hindari suara keras, ramai dan kebisingan.
2. Hindari diet yang berlemak.Hal-hal lain yang dianjurkan ialah hindari dingin yang
berlebihan, rokok yang berlebihan dan stres. Anemia, kekuranganvitamin dan
insufisiensi kardiovaskular juga harus segera diobati.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002),keperawatan medical bedah.Edisi 8.EGC.Jakarta


Drs.H.Syaifuddin, AMK.Anatomi Fisiologi.Edisi 3.EGC.Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC. Jakarta.

George L, Adams. 2003. BOEIS : Buku ajar Penyakit THT. Edisi 6. EGC. Jakarta.

Iskandar, H. Nurbaiti,dkk 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.

27

También podría gustarte