Está en la página 1de 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur kepemilikan oleh beberapa peneliti dipercaya mampu mempengaruhi


jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam
mencapai tujuan (Indrayani, 2009). Hal ini dikarenakan adanya kontrol yang mereka
miliki. Pada perusahaan yang terdaftar di bursa saham maka konflik keagenan dapat
muncul sebagai akibat dari adanya beberapa kelompok pemegang saham yang memiliki
proporsi kepemilikan yang berbeda-beda. Lambert (2001); Husnan (2001) menyatakan
bahwa proporsi kepemilikan saham merupakan faktor yang dapat menimbulkan konflik
antara pemilik dengan manajemen. Konflik yang biasa terjadi antara manajer dengan
pemilik dan asing serta pubik, tentu akan sangat menghambat kemajuan-kemajuan
perusahaan mencapai tujuan utama. Dengan adanya permasalahan tersebutlah, maka
dimunculkan struktur kepemilikan guna mengubah pandangan antara pengelola
perusahaan dan pemilik menuju satu tujuan yang sama. Sehingga diharapkan akan
terjadinya tata kelola perusahaan yang baik yang memungkinkan kinerja perusahaan sesuai
dengan apa yang diharapkan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Apa yang dimaksud dengan struktur kepemilikan?
1.2.2. Apa saja jenis-jenis struktur kepemilikan?
1.2.3. Bagaimana Komposisi Dalam Struktur Kepemilikan?

1.3 Tujuan
1.3.1. Mengatahui pengertian struktur kepemilikan.
1.3.2.Mengetahui dan memahami jenis-jenis struktur kepemilikan.
1.3.3 Mengetahui Komposisi dalam struktur kepemilikan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 STRUKTUR KEPEMILIKAN DALAM CORPORATE GOVERNANCE


Struktur kepemilikan merupakan jenis institusi atau perusahaan yang memegang
saham terbesar dalam suatu perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Struktur
kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan
pendekatan informasi asimetri. Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan
merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara manajer
dengan pemegang saham. Pendekatan asimetri informasi memandang mekanisme struktur
kepemilikan sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara
insiders dan outsiders melalui pengungkapan informasi di dalam pasar modal. Melakukan
pengungkapan struktur kepemilikan perusahaan dapat membantu investor
mengidentifikasi potensi konflik kepentingan antar pemegang saham, transaksi kurang
wajar antar perusahaan dengan pemegang saham mayoritas maupun identifikasi terjadinya
insider trading (Sutojo dan Alrdrigde, 2008).
Struktur kepemilikan adalah elemen dasar dalam corporate governance suatu
perusahaan. Keberhasilan penerapan corporate governance tidak lepas dari struktur
kepemilikan perusahaan. Struktur kepemilikan tercermin baik dalam instrumen saham
maupun instrumen hutang, sehingga melalui struktur tersebut dapat ditelaah kemungkinan
bentuk masalah keagenan yang terjadi. Secara umum struktur kepemilikan suatu
perusahaan menunjuk kepada konfigurasi saham yang dimiliki oleh investor, baik
individual di luar perusahaan. Struktur kepemilikan sangat tergantung bagaimana
perusahaan memenuhi kebutuhan pendanaannya.
Struktur kepemilikan dipercaya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
jalannya perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Agency
problem dapat dikurangi dengan adanya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan
merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang
saham.

2
2.2 JENIS-JENIS STRUKTUR KEPEMILIKAN
Struktur kepemilikan ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kepemilikan yang
tersebar (dispersed ownership) dan kepemilikan yang terkonsentrasi (concentrated
ownership).
2.2.1 Kepemilikan Tersebar
Pada model ini perusahaan memiliki pemegang saham yang banyak dengan jumlah
saham yang sedikit. Pemegang saham minoritas ini kurang mengawasi aktivitas
perusahaan dan cenderung tidak terlibat dalam pengambilan keputusan atau kebijakan
perusahaan. Oleh karena itu, pemegang saham tersebut disebut outsider, dan kepemilikan
yang tersebar tersebut disebut sebagai outsider system dan menurut Roche (2005),
kepemilikan yang tersebar ini merupakan model dari negara-negara common law seperti
Amerika Serikat dan Inggris.
Outsider system atau Anglo-American ini merupakan market-based model yang
dikarakteristikkan oleh perusahaan yang individualis dan kepemilikan privat, pasar
modal yang mapan dan likuid, dengan jumlah pemegang saham yang banyak dan
konsentrasi investor yang kecil. Pengendalian perusahaan diwujudkan melalui pasar dan
investor luar. Dalam outsider system ini terdapat anggota dewan yang independen untuk
mengawasi perilaku manajerial agar tetap terkontrol, sehingga menurut Roche (2005),
sistem ini lebih dapat dipertanggungjawabkan, tidak korupsi serta membantu
perkembangan pasar modal yang likuid.
Meskipun demikian, sistem ini memiliki kelemahan, yaitu kepemilikan yang
terkonsentrasi ini hanya tertarik pada maksimalisasi profit jangka pendek, dan mereka
cenderung untuk menyetujui kebijakan dan strategi yang menguntungkan keuntungan
jangka pendek, tetapi tidak mempertimbangkan kinerja perusahaan jangka panjang.
Kadang-kadang, hal ini dapat membuat konflik antara manajer dan pemilik, dan
seringnya pergantian kepemilikan karena pemegang saham melepaskan sahamnya untuk
mendapatkan profit pada saham lain yang lebih menguntungkan, sehingga hal tersebut
dapat melemahkan stabilitas perusahaan. Investor minoritas ini kurang mengawasi
keputusan dewan dan tidak dapat mempertahankan direktur yang dapat dipercaya,
sehingga apabila terdapat direktur yang mendukung keputusan yang tidak sejalan dengan
perusahaan mungkin masih tetap di dewan.
2.2.2 Kepemilikan yang Terkonsentrasi (Concentrated Ownership)

3
Pada tipe perusahaan yang seperti ini, terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitu pemegang saham mayoritas yang bertindak sebagai pengendali dan pemegang
saham minoritas. Menurut Bae et al. (2003) kepemilikan yang terkonsentrasi ini
merupakan salah satu ciri dari controlbased model, selain menekankan pada insider
board, pengungkapan yang terbatas, dan ketergantungan pada keuangan atau sistem
perbankan keluarga. Karakteristik perusahaan ini banyak dijumpai di negara-negara yang
sedang berkembang (seperti Indonesia, Korea) dan Continental European. Masalah
keagenan yang timbul terutama adalah antara pengendali dan pemegang saham
minoritas.
Masalah keagenan menjadi semakin makin serius karena seringkali perusahaan
yang terdaftar di bursa merupakan salah satu unit usaha dari grup sehingga masalah self-
dealing yang dapat merugikan pemegang saham minoritas sering terjadi. Karena itu
bukan hanya diperlukan adanya peraturan yang mencegah hal ini tetapi juga harus ada
mekanisme untuk menegakkan peraturan tersebut.
Roche (2005) berpendapat bahwa perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi,
mempunyai beberapa keuntungan seperti pemegang saham mayoritas (insider) memiliki
kekuatan dan insentif untuk mengawasi manajemen dengan lebih dekat, sehingga dapat
meminimalkan timbulnya mismanajemen dan kecurangan. Selain itu, karena
kepemilikan mereka yang signifikan dan adanya hak pengendalian, insider cenderung
untuk menjaga investasinya dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama.
Kelemahan dari sistem ini antara lain, pemegang saham mayoritas dapat berkolusi
dengan manajemen untuk mengambil alih asset perusahaan dengan biaya dari pemegang
saham minoritas. Ini merupakan risiko yang signifikan bagi pemegang saham minoritas
yang tidak dilindungi dengan hukum. Hal yang sama, ketika manajer mengendalikan
sejumlah besar saham atau hak suara yang digunakan untuk mempengaruhi keputusan
dewan yang menguntungkan mereka dengan biaya perusahaan. Jadi terdapat masalah
keagenan antara pemegang saham minoritas dengan pengendali (pemegang saham
mayoritas). Selain itu kemungkinan terjadi masalah keagenan antara pemilik dan kreditur
lebih besar daripada tipe perusahaan yang kepemilikannya menyebar. Samad (2004)
dalam penelitiannya pada perusahaan-perusahaan di Malaysia menemukan bahwa
kepemilikan yang terkonsentrasi dapat membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik,
dan komposisi kepemilikan tersebut merupakan elemen penting untuk memacu kinerja
perusahaan yang lebih baik.

4
2.3 KOMPOSISI DALAM STRUKTUR KEPEMILIKAN
Aspek dari struktur kepemilikan perusahaan adalah komposisinya, siapa pemegang
sahamnya, dan lebih penting siapa yang mengendalikan atau pemegang saham
signifikannya. Pemegang saham bias kepemilikan keluarga atau grup keluarga,
kepemilikan Manajerial, kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan
pemerintah.
2.3.1 Kepemilikan Keluarga
Kepemilikan saham di negara berkembang sebagian besar dikontrol oleh
kepemilikan keluarga, termasuk perusahaan di Indonesia (Arifin, 2003). Perusahaan
seperti ini lebih efisien dari pada perusahaan yang dimiliki publik karena biaya
pengawasannya (monitoring cost) lebih kecil. Perusahaan publik di Indonesia,
perusahaan yang dikendalikan keluarga, perusahaan negara, atau perusahaan yang
dikendalikan institusional, memiliki masalah agensi yang lebih kecil daripada
perusahaan yang dikendalikan public atau perusahaan tanpa pemegang saham
pengendali. Perusahaan yang dikendalikan keluarga memiliki masalah agensi yang lebih
sedikit karena terdapat konflik yang lebih sedikit antara prinsipal dan agen, tetapi
terdapat masalah agensi lain yaitu antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham minoritas.
Perusahaan dikatakan dimiliki oleh keluarga apabila pimpinan atau keluarga
memiliki lebih dari 20% hak suara. Menurut Harijono (2013), penelusuran kepemilikan
keluarga dilakukan dengan melihat nama dewan direksi dan dewan komisaris. Jika nama
dewan direksi dan dewan komisaris cenderung sama dalam beberapa tahun dan
mempunyai saham dalam kepemilikan perusahaan maka bisa saja perusahaan tersebut
termasuk dalam kepemilikan oleh keluarga. Jika perusahaan dimiliki institusi lain, maka
penelusuran kepemilikan dilakukan dengan analisis kepemilikan piramida dan struktur
lintas kepemilikan. Setelah ditelusuri maka dapat diketahui jika saham pengendali
perusahaan tersebut adalah individu, maka bisa dikategorikan sebagai kepemilikan
keluarga.
Kepemilikan saham keluarga yang besar mempunyai pengaruh negatif bagi kinerja
perusahaan. Hal ini terjadi karena keluarga cenderung mengambil manfaat pribadi dari
perusahaan dengan semakin banyak nilai saham yang di investasikan maka semakin
mudah untuk mengendalikan perusahaan. Ketika timbul suatu resiko yang sangat tinggi

5
yang dialami oleh perusahaan, maka pemilik akan cenderung lebih menyelamatkan uang
yang mereka investasikan daripada memperbaiki kinerja perusahaan.
Anderson dan Reeb (2004) yang melakukan penelitian di Indonesia menemukan
bahwa kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan
hal ini disebabkan karena perlindungan hukum terhadap investor dalam struktur
kepemilikan sangatlah lemah sehingga timbul masalah agensi yang dapat mengganggu
kinerja perusahaan.
2.3.2 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah pemegang saham dari pihak manajemen (dewan
direksi dan dewan komisaris) yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan.
Kepemilikan manajerial diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah saham yang
dimiliki manajer atau direksi dan dewan komisaris terhadap total saham yang beredar.
Kepemilikan manajerial dapat mengurangi masalah agensi karena kinerja manajer
akan lebih baik seiring dengan peningkatan kepemilikan saham dalam perusahaan
tersebut. Manajer akan berusaha lebih giat untuk memperbaiki kinerja perusahaan, yang
akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kekayaannya sendiri.
Seiring meningkatnya kepemilikan manajerial akan menyelaraskan kepentingan
manajer dengan kepentingan pemegang saham. Sehingga terdapat insentif bagi manajer
untuk memaksimalkan nilai perusahaan ketika kepemilikan manajerialnya meningkat.
Hal ini akan efektif untuk mengontrol insentif manajer yang meningkat. Kepemilikan
saham oleh manajer akan mendorong penyatuan kepentingan antara prinsipal dan agen
sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham dan dapat
meningkatkan kinerja perusahaan. Kepemilikan saham manajerial akan mendorong
manajer untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan
secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung kerugian
sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
2.3.3 Kepemilikan Institusi
Kepemilikan saham institusional adalah saham perusahaan yang dipegang oleh
institusi lain. Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar
terhadap investasi yang dilakukan termasuk investasi saham. Perusahaan dengan
kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya
untuk memonitor manajemen.
Kepemilikan institusional merupakan proporsi kepemilikan saham oleh institusi
seperti LSM, Perusahaan swasta, perusahaan efek, dana pensiun, perusahaan asuransi,

6
bank dan perusahaan-perusahaan investasi. Kepemilikan institusional diukur dengan
menggunakan rasio antara jumlah lembar saham yang dimiliki oleh institusi terhadap
jumlah lembar saham perusahaan yang beredar secara keseluruhan (Ujiyantho dan
Pramuka, 2007).
Kepemilikan institusional pada umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam
jumlah yang besar sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik.
Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan
yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku
opportunistic manajer.
Institutional shareholders memiliki insentif untuk memantau pengambilan
keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut, baik
dari segi peningkatan nilai perusahaan maupun peningkatan kinerja usaha. Kepemilikan
institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik keagenan
yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer. Keberadaaan investor
institusional dianggap mampu mengoptimalkan pengawasan kinerja manajemen dengan
memonitoring setiap keputusan yang diambil oleh pihak mana jemen selaku pengelola
perusahaan. Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya persentase saham
perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi.
2.3.4 Kepemilikan Asing
Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik
kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang
diterapkan yang berguna untuk melindungi kepentingan pemegang saham. Kepemilikan
asing merupakan porsi outstanding share yang dimiliki oleh investor atau pemodal asing
(foreign investors) yakni perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum,
pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri terhadap jumlah seluruh
modal saham yang beredar (Farooque et al., 2007).
Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh
perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian- bagiannya yang berstatus luar
negeri. Atau perorangan, badan hukum, pemerintah yang bukan berasal dari Indonesia.
Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap
peningkatan good corporate governance.
2.3.5 Kepemilikan Pemerintah

7
Kepemilikan pemerintah adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak pemerintah
(government) dari seluruh modal saham yang dikelola. Berdasarkan teori keagenan,
perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham mengakibatkan timbulnya
konfik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini
menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk
melindungi kepentingan pemegang saham.
Perusahaan pemerintah yang dikendalikan oleh para birokrat memiliki tujuan yang
didasarkan pada kepentingan politis dan bukan untuk menyejahterakan masyarakat dan
perusahaan itu sendiri. Dalam teori keagenan dijelaskan hubungan antara pemegang
saham dengan pihak manajer, pemerintah sebagai pemegang saham pengendali
seharusnya bisa mengawasi atau mengkontrol kinerja dari manajer, tetapi seringkali
pemerintah justru mempunyai tujuan lain selain meningkatkan kinerja.

8
BAB III
PENUTUP
Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan
suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait
yaitu dengan dibentuknya struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan ini dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu kepemilikan yang tersebar (dispersed ownership) dan kepemilikan yang
terkonsentrasi (concentrated ownership).
Aspek dari struktur kepemilikan perusahaan adalah komposisinya, siapa pemegang
sahamnya, dan lebih penting siapa yang mengendalikan atau pemegang saham signifikannya.
Pemegang saham biasa kepemilikan keluarga atau grup keluarga, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusi, kepemilikan asing dan kepemilikan pemerintah.

9
REFRENSI

Aprianingsih, Asri (2016). Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance, Struktur


Kepemilikan, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Inonesia Periode 2011-2014. Skripsi Universitas
Negeri Yogyakarta: Tidak Diterbitkan.
Prasetyantoko, Dr. A. 2008. CORPORATE GOVERNANCE (Pendekatan Institusional). PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Sutojo, Siswanto. Aldridge, E John. Good Corporate Governance-Tata Kelola Perusahaan
Yang Sehat. Jakarta: PT Damar Mulia Pustaka.
Unja, Mia. 2012. Struktur Kepemilikan Perusahaan. Artikel Online.
https://www.academia.edu/7563033/Kepemilikan_Imediat?auto=download.
(Diakses pada 05 Maret 2018).

10

También podría gustarte