Está en la página 1de 22

METODA ANALISA DATA OSEANOGRAFI (OS3102)

TUGAS PERTAMA
Resume BAB I Akuisisi dan Perekaman Data (halaman 8-61)
Disusun untuk memenuhi syarat tugas mata kuliah OS3102 Metode Analisa Data
Oseanografi

disusun oleh:

Rizal Arafiansyah 12914038

Rosalita Elstefani 12915014

Delza Dera 12915016

Randy Firsta Ritonga 12915032

Dosen pengampu:

Dr.Eng. Totok Suprijo

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2017
Perkembangan teknologi terutama dalam bidang komputer saat ini melaju
sangat pesat. Hal tersebut dipicu oleh perkembangan ilmu pengetahuan disertai
kebutuhan manusia akan teknologi canggih yang dapat mempermudah pekerjaan.
Teknologi ini mememuhi dua fungsi penting yaitu identifikasi dan verifikasi. Sistem
identifikasi bertujuan untuk memecahkan identitas seseorang. Sedangkan sistem verifikasi
bertujuan untuk menolak atau menerima identitas yang diklaim oleh seseorang. Teknologi
ini sangat berkaitan dengan penjangkauan signal – signal yang digunakan.

Signal – signal yang natural pada umumnya seperti signal suara merupakan signal
continue dimana memiliki nilai yang tidak terbatas. Sedangkan pada komputer,
semua signal yang dapat diproses oleh komputer hanyalah signal discrete atau sering
dikenal sebagai istilah digital signal. Agar signal natural dapat diproses oleh komputer,
maka harus diubah terlebih dahulu dari data signal continue menjadi discrete. Hal itu
dapat dilakukan melalui tiga proses, diantaranya adalah proses sampling data, proses
kuantisasi, dan proses pengkodean.

I. Syarat Sampling Dasar


I.1. Ketepatan Pengambilan Data (Sampling Accuracy)

Dalam melakukan proses sampling data, berlaku aturan Nyquist, yaitu bahwa
frekuensi sampling (sampling rate) minimal harus 2 kali lebih tinggi dari frekuensi
maksimum yang akan di sampling. Kita memerlukan waktu sesering mungkin jika kita
berharap untuk menyelesaikan berbagai skala yang diminati pada variabel yang kita ukur.

Terdapat beberapa pendekatan terhadap aspek pengambilan data ini termasuk


pendekatan burst force dengan tingkat akurasi yang ada dan kemudian meningkatkan
keandalan statistik setiap data melalui rata-rata survei pasca survei, smoothing, dan
manipulasi lainnya.

I.2. Burst Sampling versus Continuous Sampling

Continuous Sampling merupakan pendekatan yang paling sering digunakan, dimana


data diambil sampel pada jarak interval yang sama tk=¿+k ∆ t dari waktu mulai (k
adalah bilangan bulat positif). Terdapat pendekatan lain yang digunakan yakni, burst
sampling.
Proses burst sampling adalah suatu proses untuk mengambil data signal continue
untuk setiap periode tertentu. Keuntungan pada skema pengambilan burst sampling,
terutama di lingkungan bising (frekuensi tinggi) yang mungkin perlu dilakukan untuk
mengurangi frekuensi untuk mendapatkan frekuensi yang diminati. Burst sampling bekerja
dengan sangat baik bila ada "celah spektral" antara fluktuasi pada ujung spektrum yang
tinggi dan rendah.
Contoh : Celah spektral antara gelombang gravitasi permukaan di laut terbuka (periode 1-
20 detik) dan gerakan 12 jam yang mencirikan arus pasang surut semidiurnal.

I.3. Relasi Independen

Pertimbangan mendasar dalam memastikan signifikansi statistik seperangkat


pengukuran adalah kebutuhan akan realisasi yang independen. Rangkaian pengukuran
yang berkorelasi tinggi (dalam waktu atau ruang) tidak dapat dilakukan secara independen.
Pada saat yang sama, sekelompok pengukuran yang benar-benar tidak berkorelasi, harus
independen. Dalam kasus tidak ada korelasi, jumlah "derajat kebebasan" didefinisikan oleh
jumlah total pengukuran; untuk kasus korelasi sempurna, redundansi nilai data mengurangi
derajat kebebasan menjadi satu dan dua untuk kuantitas skalar untuk kuantitas vektor.

Semua rekomendasi sampling ini memiliki dasar statistik dan aturan panduan
probabilitas dan estimasi dapat diterapkan secara hati-hati untuk menentukan persyaratan
sampling dan menentukan sistem pengukuran yang sesuai.

II. Suhu

Suhu adalah sifat laut yang paling mudah diukur secara akurat. Beberapa cara di mana
suhu laut dapat diukur adalah :

1. Perluasan cairan atau logam


2. Ekspansi diferensial dua logam (strip bimetalik)
3. Tekanan uap cairan
4. Termokopel
5. Perubahan hambatan listrik
6. Radiasi inframerah dari permukaan laut.

Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk mengukur suhu diantaranya thermometer
air raksa, Mechanical bathythermograph (MBT), dan sebagainya.

II.1. Termometer Air Raksa


Jenis yang paling umum dari sensor ekspansi cairan adalah termometer air raksa.
Dalam aplikasi oseanografi paling awal, termometer air raksa sederhana diturunkan ke laut
dengan harapan mengukur suhu pada kedalaman yang luar biasa di lautan.

Termometer air raksa umumnya menggunakan skala suhu Celsius dan Fahrenhait.
Celsius memakai dua titik penting pada skalanya: suhu saat es mencair dan suhu
penguapan air. Es mencair pada tanda kalibrasi yang sama pada thermometer yaitu pada
uap air yang mendidih. Saat dikeluarkan termometer dari uap air, ketinggian air raksa
turun perlahan. Ini berhubungan dengan kecepatan pendinginan (dan pemuaian kaca
tabung). Jadi pegukuran suhu celsius menggunakan suhu pencairan dan bukan suhu
pembekuan.

Gambar 2.1 Detail dari Termometer Air raksa


(sumber: Data_Analysis_Methods_in_Physical_Oceanography.pdf)
Alat ini terdiri dari pipa kapiler yang menggunakan material kaca dengan kandungan
air raksa di ujung bawah. Untuk tujuan pengukuran, pipa ini dibuat sedemikian rupa
sehingga hampa udara. Jika temperatur meningkat, Merkuri akan mengembang naik ke
arah atas pipa dan memberikan petunjuk tentang suhu di sekitar alat ukur sesuai dengan
skala yang telah ditentukan.

II.2. The Mechanical Bathythermograph (MBT)

Perangkat berbentuk torpedo kecil yang memegang sensor suhu dan transduser untuk
mendeteksi perubahan suhu air versus kedalaman hingga kedalaman sekitar 285 meter
(935 kaki). Turunkan oleh winch kecil ke kapal ke dalam air, BT mencatat tekanan dan
perubahan suhu pada slide kaca berlapis karena dijatuhkan hampir secara bebas melalui
air. While the instrument is being dropped, the wire is paid out until it reaches a
predetermined depth, then a brake is applied and the BT is drawn back to the surface.
Sementara instrumen dijatuhkan, kabel dilepaskan sampai mencapai kedalaman yang telah
ditentukan, kemudian rem diterapkan dan BT ditarik kembali ke permukaan. Because the
pressure is a of depth (see ), temperature measurements can be correlated with the depth
at which they are recorded. Karena tekanan adalah fungsi kedalaman (lihat hukum Pascal),
pengukuran suhu dapat dikorelasikan dengan kedalaman di mana mereka dicatat.

II.3. Resistance thermometers (expendable bathythermograph" XBT)

Alat yang dikenal dengan bathythermograph yang dapat dibuang (XBT) mSnodgrass'
description of the XBT:erupakan pengembangan dari James M. Snodgrass sebagai bentuk
inovasi dari pengembangan BT Briefly, the unit would break down in two components, as
follows: the ship to surface unit, and surface to expendable unit.Secara singkat, unit akan
rusak dalam dua komponen, sebagai berikut: unit kapal ke permukaan, dan permukaan ke
unit yang dapat dibuangThe wire would be paid out from the surface ship and not from the
surface float unit.. Kawat itu akan dibuang dari permukaan kapal dan bukan dari unit
pengapung permukaan. The surface float would require a minimum of flotation and a
small, very simple sea anchor. Pelampung permukaan akan membutuhkan flotasi minimum
dan jangkar laut kecil yang sangat sederhana. From this simple platform the expendable
BT unit would sink as outlined for the acoustic unit. Dari platform sederhana ini, unit BT
yang dapat dibuang akan tenggelam sebagaimana digariskan untuk unit akustik. However,
it would unwind as it goes a very fine thread of probably neutrally buoyant conductor
terminating at the float unit, thence connected to the wire leading to the ship. Namun, ia
akan melepasnya saat terjadi benang yang sangat halus dari konduktor yang sangat stabil
yang berhenti di unit pelampung, yang
kemudian dihubungkan dengan kawat yang
menuju ke kapal.

Gambar 2.2 Detail dari Termometer XTD


(sumber: Data_Analysis_Methods_in_Physical_Oceanography.pdf)
Unit ini terdiri dari probe, a wire link;link kawat, and a shipboard canister. dan
tabung kapal. Inside of the probe is a which is connected electronically to a chart
recorder.Di dalam probe adalah termistor yang dihubungkan secara elektronik ke chart
recorder. The probe falls freely at 20 feet per second and that determines its depth and
provides a temperature-depth trace on the recorder. Probe jatuh bebas pada 20 kaki per
detik dan yang menentukan kedalamannya dan memberikan jejak suhu pada perekam. A
pair of fine which pay out from both a spool retained on the ship and one dropped with the
instrument, provide a data transfer line to the ship for shipboard recording. Sepasang kabel
tembaga halus yang keluar dari kedua tangkai yang ada di kapal dan satu menjatuhkan
instrumen, memberikan jalur transfer data ke kapal untuk pencatatan kapal. Eventually, the
wire runs out and breaks, and the XBT sinks to the ocean floor. Akhirnya, kabelnya padam
dan rusak, dan XBT tenggelam ke dasar laut. Since the deployment of an XBT does not
require the ship to slow down or otherwise interfere with normal operations, XBT's are
often deployed from vessels of opportunity , such as cargo ships or ferries, rather than a
dedicated research ship where a would normally be used in preference. Karena
penyebaran XBT tidak mengharuskan kapal melambat atau mengganggu operasi normal,
XBT sering dikerahkan dari kapal peluang , seperti kapal kargo atau kapal feri, dan bukan
kapal penelitian khusus dimana CTD biasanya digunakan. dalam preferensi Airborne
versions (AXBT) are also used; Versi Airborne (AXBT) juga digunakan; these use radio
frequencies to transmit the data to the aircraft during deployment.ini menggunakan
frekuensi radio untuk mengirimkan data ke pesawat saat penempatan.

II.4. Salinity/Conductivity Temperature Depth (CTD)

CTD adalah alat yang digunakan dalam sampling oseanografi untuk mengukur
salinitas air laut, suhu serta kedalaman air laut pada tempat dan kedalaman yang
diinginkan.

Pada Prinsipnya teknik pengukuran pada CTD ini adalah untuk mengarahkan sinyal
dan mendapatkan sinyal dari sensor yang menditeksi suatu besaran, kemudian
mendapatkan data dari metode multiplexer dan pengkodean (decode), kemudian memecah
data dengan metode enkoder untuk di transfer ke serial data stream dengan dikirimkan ke
kontrolunit via kabel.

CTD diturunkan ke kolom perairan dengan menggunakan winch disertai seperangkat


kabel elektrik secara perlahan hingga ke lapisan dekat dasar kemudian ditarik kembali ke
permukaan. CTD memiliki tiga sensor utama, yakni sensor tekanan, sensor temperatur, dan
sensor untuk mengetahui daya hantar listrik air laut (konduktivitas). Pengukuran tekanan
pada CTD menggunakan strain gauge pressure monitor atau quartz crystal.

Tekanan akan dicatat dalam desibar kemudian tekanan dikonversi menjadi


kedalaman dalam meter. Sensor temperatur yang terdapat pada CTD menggunakan
thermistor, termometer platinum atau kombinasi keduanya. Sel induktif yang terdapat
dalam CTD digunakan sebagai sensor salinitas. Pengukuran data tercatat dalam bentuk
data digital. Data tersebut tersimpan dalam CTD dan ditransfer ke komputer setelah CTD
diangkat dari perairan atau transfer data dapat dilakukan secara kontinu selama perangkat
perantara (interface) dari CTD ke komputer tersambung.

Today has manufactured over 5 million XBTs.

Gambar 2.2 Detail dari CTD


(sumber:

Data_Analysis_Methods_in_Physical_Oceanography.pdf)
Sistem CTD terdiri dari unit masukan data, sistem pengolahan, dan unit luaran.

Unit masukan data terdiri dari:

1. Sensor CTD
Sensor berfungsi untuk mengukur parameter karakteristik fisik air laut yang terdiri
dari sensor tekanan, temperatur, dan konduktivitas.
2. Rosette
Rosette berfungsi untuk mengatur penutupan botol.
3. Botol sampel
Botol sampel berfungsi sebagai wadah sampel air
4. Kabel koneksi
Kabel koneksi berfungsi sebagai penompang, dan juga berfungsi sebagai pengantar
sinyal. Telekomando akan memberikan sinyal kepada rosset untuk menutup botol
secara berurutan, setelah mengambil sampel air laut.

Unit pengolahan data terdiri dari sebuah unit pengontrol CTDS (CTD Sensor) dan
komputer yang dilengkapi perangkat lunak. Unit pengontrol berfungsi sebagai pengolah
sinyal CTD, penampil hasil pengukuran serta pengubah sinyal analog ke digital.

1.3.8 Suhu Permukaan Laut

Suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter oseanografi yang sering
digunakanan dalam suatu pengukuran. SPL adalah parameter oseanografi yang pertama
diukur dan berlanjut hingga sekarang menjadi salah satu objek pasti dalam pengambilan
data.

1.3.8.1 Pengukuran kapal

Salah satu cara pengukuran SST yang sering dilakukan adalah dengan
menggunakan thermometer biasa dari kapal. Pengukuran sebaran suhu vertikal dapat
dilakukan dengan cara mengukur suhu di setiap rentang kedalaman tertentu. SST di kapal
dilakukan dengan mengambil sampel air yang dikumpulkan di ember. Ember yang berisis
sempel memiliki bukaan yang lebih kecil untuk mengurang ketegangan pada ember dan
biasanya thermometer telah dipasang di bagian ember. Hal ini memiliki tujuan agar
thermometer tidak terkena matahari langsung atau angina yang dapat mempengaruhi suhu
asli SST.

Metode pengukuran dengan metode ember ini memiliki kemungkinan error yang
cukup besar, misalnya adanya perubahan tempetatur sampel air di dek kapal, transfer
konveksi panas dari ember, maupun perubahan temperature saat pembacaan. Untuk
meminimalisir error tersebut, Cawfard (1969) mendesain sebuah alat pengukuran dengan
sistem ember baru, yang mana akan menghalangi ember dan thermometer dari pengaruh
perubahan suhu oleh sinar matahari dan angina.
Pada awal 1940, pengukuran SST menggunakan ember mulai diganti dengan “suhu
injeksi”. Prinsipnya, air laut dibiarkan masuk ke salah satu bagian kapal sebagai pendingin
mesin, untuk kemudian diukur. Termometer diletakkan di pipa yang memompa air laut
masuk ke mesin. Akurasinya berkisar 0.7 sampai 0.9 derajat celcius lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan pengukuran metode ember.Salah satu ilmuan bernama
Saur menggunakan metode ini pertama kali pada tahun 1963 dan telah melakukan
pengukurannya pada 12 kapal militer yang berlayar di Pasifik Utara.

Untuk mengukur SST dengan akurat, iklim sangat berpengaruh. Reynolds (1982)
memprediksi iklim pada skala waktu dalam beberapa bulan sampai bertahun tahun dengan
menekankan lautan tropis dan hubungannya dengan atmosfer global dalam program
Tropical Ocean Global Atmosphere (TOGA)

1.3.8.2 Penginderaan Satelit Suhu Permukaan Laut (Tempetatur Radiasi)

Satelit pertama yang mampu melakukan penginderaan jauh dari bumi dan
memungkinkan untuk melihat bumi dari ruang angkasa adalah ITOS-1 yang
dipublikasikan 23 Januari 1970. Satelit ini menggunakan channel infrared di 10.5 – 12.5
mikrometer dengan resolusi 6.4 km. Salah satu program yang dapat digunakan
menggunakan satelit ini adalah pengukuran SST. Program ini menggunakan metode
diagram batang untuk menjelaskan rata rata SST dalam pixel awan.
Gambar diatas menunjukkan perbedaan SST hasil pengukuran satelit dengan
pengukuran diatas kapal dimana digambarkan menggunakan pixel awan dalam ukuran
50x50 pixel.

Baru baru saja, muncul sebuah satelit baru untuk pengukuran SST yaitu AVHRR
(Advanced Very High Resolution Radiometer) yang merupakan salah satu sateli
penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang rendah dan memiliki keunggulan resolusi
temporal yang daily. Stasiun bumi NOAA akan menerima data dari AVHRR dalam bentuk
data mentah secara rutin 2 – 4 kali/hari dimana hal ini cukup baik untuk mengamati
perubahan di laut dengan cakupan citra yang cukup luas (lebar pandang besar) pada setiap
citra global yang dihasilkan.

Sensor lainnya yang berguna untuk mengukur suhu permukaan laut adalah VISSR
yang merupakan singkatan dari Visible Infrared Spin Scan Radiometer yang dipakai oleh
satelit GOES dimana VISRR memiliki resolusi spasial sebesar 8 km per pixel, namun
tidak dilengkapi dengan kalibrasi onboard. VISRR melakukan pengukuran secara global
dalam 30 menit sekali.

1.3.9 Termometer Digital

Dalam banyan institusi oseanografi, thermometer mercury telah diganti dengan


menggunakan thermometer laut dalam yang menggunakan sistem instrument sensor.
Dalam pengukuran suhu, digunakan thermistor platinum atau sebuah komponen sensor
elektronika untuk mengukur suhu. Prinsip dasar dari termistor adalah perubahan
nilai tahanan jika suhu atau temperatur yang mengenai termistor ini berubah. Akurasinya
adalah 0.001 derajat celcius.

1.3.10 Temperatur Potensial dan Densitas

Temperatur potensial, yaitu temperatur dimana parsel air telah dipindahkan secara
adiabatis ke level tekanan yang lain. Di laut, biasanya digunakan permukaan laut sebagai
tekanan referensi untuk temperatur potensial. Jadi kita membandingkan harga temperatur
pada level tekanan yang berbeda jika parsel air telah dibawa, tanpa percampuran dan
difusi, ke permukaan laut. Karena tekanan di atas permukaan laut adalah yang terendah
(jika dibandingkan dengan tekanan di kedalaman laut yang lebih dalam), maka temperatur
potensial (yang dihitung pada tekanan permukaan) akan selalu lebih rendah daripada
temperatur sebenarnya.

Temperatur potensial adalah temperatur in situ yang dikoreksi untuk pemanasan


internal yang disebabkan oleh kompresi adiabatik. Perbedaan antara suhu sekitar dan θ
meningkat perlahan dari nol pada permukaan laut sampai sekitar 0,5 ℃ pada
kedalaman 5000 m dan kurang dari 5 ℃ pada kedalaman kurang lebih 100 m.
Perbedaan tersebut penting dalam penelitian tentang pemanasan laut dalam dari
hidrotermal. Jika suhu yang diamati tidak diubah menjadi suhu potensial, tidak dapat atau
sulit dalam menghitung anomali dengan benar.

Seperti halnya pada temperature, pada densitas dikenal pula parameter densitas
potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatic
ke level tekanan referensi. Kita menggunakan temperature potensial dalam menghitung
densitas potensial dimana ρӨ = ρ (S,Ө,0) dalam kg m -3, dimana nilai ρ merupakan nilai
untuk salinitas dan potensial temperature di tekanan permukaan, P=0.
Gambar 1.3.11. Perbedaan antara suhu in situ (T) yang dicatat oleh CTD vs suhu
potensial yang dihitung ( θ ) untuk stasiun di Samudera Pasifik Utara (35°N 152°W) Di
bawah sekitar 500 m, kurva ini berlaku untuk wilayah samudra dunia manapun. (Data
dari Martin dkk, 1987.)

Tabel 1.3.2 Perbandingan berbagai bentuk sigma untuk Samudera Pasifik barat di dekat
Jepang (39°N 147°W) (Dari Talley et al., 1988.) Kolom 2 dan 3 memberikan suhu
potensial dan in situ masing-masing. Unit Sigma adalah kg/m3

1.4 Salinitas

Menurut beberapa laporan para ahli, salinitas didefinisikan sebagai jumlah total
bahan padat dalam gram yang terkandung dalam satu kilogram air laut ketika semua
karbonat telah dikonversikan ke oksida, semua brom dan iodin diganti dengan klorin dan
semua bahan organik teroksidasi.

Persamaan Knudsen diatas digunakan untuk menentukan salinitas dimana yang


banyak digunakan dalam titrasi kolorimetri halida dengan perak nitrat (AgNO3) dengan
menggunakan titik visual kalium kromat (K2CrO4), seperti yang dibahas pada Strickland
dan Parsons (1972) . Seorang ilmuan, Cox (1963) meneliti sebuah teknik yang lebih
sensitif untuk menentukan titrasi titik akhir yang menghasilkan ketepatan 0.002 per mil
pada klorinasi. Dia menjelaskan teknik yang lebih akurat dan kompleks dimana mampu
menghasilkan ketepatan sekitar 0.0005 per mil pada klorinasi.

1.4.1 Salinitas dan Konduktivitas Listrik

Perbaikan teknis dalam pengukuran konduktivitas listrik air laut beralih pada awal
tahun 1950-an Konduktivitas air laut berbanding lurus dengan kandungan garam karena
bergantung pada kandungan ion air. Peralihan dalam pengukuran konduktivitas air laut
dimaksudkan untuk pengembangan metode yang dapat diandalkan untuk membuat
pengukuran konduktivitas yang lebih rutin dan akurat.

Dalam sebuah makalah oleh Wenner dkk. (1930) menjelaskan bahwa


konduktivitas listrik adalah ukuran yang lebih akurat dari kandungan garam total daripada
klorinasi saja. Hal ini diketahui dari data salinometer konduktivitas pertama yang
dikembangkan untuk Patroli Es Internasional. Dalam penelitiannya, digunakan enam sel
konduktivitas yang berfungsi untuk mengendalikan suhu sampel secara termostik dan
pengukuran yang presisi hingga keakuratan mencapai 0.01 per mil. Standar perbandingan
dari satu set sampel salinitas yang digunakan adalah standar air laut. Sampel salinitas
disesuaikan hingga maksimal suhu kamar sebelum diuji di laboratorium salinometer.
Dalam pengujian, kita harus berhati-hati untuk menghindari gelembung udara dan
memastikan pembilasan sampel salinitas yang tepat melalui sel konduktivitas.

. STD pertama (Hamon, 1955) menggunakan sel konduktivitas tipe elektroda


dimana resistansi laut diukur dan dibandingkan dengan sampel air laut standar di sel yang
sama. Kemudian Hamon dan Brown, 1958 menggunakan sel induktif untuk mengukur
konduktivitas. Sel induktif terdiri dari dua kumparan torodoial coaxial. Arus bolak-balik
dilewatkan melalui koil utama yang kemudian menginduksi EMF (gaya elektromagnetik).
EMF dan arus dalam koil sekunder sebanding dengan konduktivitas (salinitas) sampel air
laut.

Jenis STD induktif yang banyak digunakan adalah model Plessey 9040 dengan
akurasi sebesar 0.03 per mil. Sistem CTD modern mencatat konduktivitas secara langsung,
dibandingkan salinitas yang dihitung oleh perangkat keras sistem, dan memiliki sensor
termal yang lebih cepat. Kebanyakan sistem CTD modern menggunakan elektroda
daripada sensor salinitas induktif.

Gambar 1.4.1 menunjukkan seperangkat empat elemen konduktif paralel yang


membentuk rangkaian jembatan untuk pengukuran arus yang dilalui oleh air laut.
Perbedaan voltase diukur pada rangkaian jembatan sel konduktivitas. Keuntungan utama
sensor konduktif adalah akurasi yang lebih besar dan respon waktu yang lebih cepat.

1.4.1.1 Perbandingan Dua Tipe CTDs Modern

Seorang ilmuwan dari institur Bedfort menguji temperature insitu dan salinitas dari
EG&G Mark V CTD dan SBE 9 CTD
Gambar 1.4.2 Diagram batang perbedaan salinitas (part per seribu). Nilai yang didapat
merupakan perbedaan salinitas yang diukur oleh early Niel-Brown CTD dan sample botol
laut dalam dari sampel Rosselet. ∆S merupakan rata rata perbedaan salinitas dan σ
merupakan standar deviasi.

Standar yang digunakan untuk membandingkan pengukuran temperature oleh


Sensoren Instrument Systems (SIS) dan salinitas sampel dari 10 liter botol pada Rossette
sample dan analisis menggunakan Instrumen Guildline Ltd Autosal 8400A salinometer
dengan standar air IAPSO.

Persamaan diatas merupakan persamaan yang menyatakan hubungan salinitas dan


tekanan pasa CTD pada Mark V Sampel.
Gambar 1.4.3 Koreksi data CTD untuk suhu ( bottle-CTD) dan salinitas (bottle-CTD)
berdasarkan perbandingan data insitu dari botol Rossette sampel. (a) Perbedaan
temperature dari EG ; (b) sama seperti (a) tetapi untuk Sea Bird SBE 9 CTD ; (c)
perbedaan salinitas dari EG; (d) sama seperti (c) tetapi untuk Sea Bird SBE 9 CTD

Pengukuran salinitas menggunakan CTDs dan instrument serupa, suhu harus


diukur bersamaan dengan konduktivitas karena konduktivitas tergantung terutama pada
suhu sedangkan salinitas hanya bersifat sekuder. Konduktivitas dan temperature kemudia
digabungkan selama pemrosesan yang mengambil jeda waktu dalam menanggapi sensor.

Pada saat mengolah data CTD, penting untuk memperhitungkan waktu


ketidakcocokan respon sensor. Kesalahan salinitas biasanya akibat dari ketidakcocokan ini.
Beberapa CTDs mengatasi waktu respon suhu dengan cepat tetapi thermistor kurang
akurat dan lambat.

1.4.2 Skala Salinitas Partikel

Salinitas Partikel didefinisikan sebagai rasio konduktivitas elektrik dari sampel air
laut terhadap larutan standar Kalium Klorida (KCl) pada 15 derajat Celcius dan 1 atm.
Larutan standar dikenal sebagai standar Seawater (SSW) yang telah dikumpulkan dari
lokasi tertentu selama bertahun tahun. Sekarang ditetapkan sebagai larutan KCl, kalibrasi
salinitas jauh lebih kuat dan stabil. Oseanografi menggunakan larutan SSW yang ditutup
dengan glass ampoules untuk standarisasi salinometer konduktivitas listrik. Penggunaan
standar pada umumnya untuk salinitas mengurangi kemungkinan untuk menggabungkan
data dari perbedaan kecepatan atau pengukuran pada daerah yang sama di seluruh dunia.
Gambar 1.4.4 Profil vertical temperature, salinitas dan potensial densitas dari hasil CTD

1.4. 3 Pengukuran Muka Air LAut

Pengukuran elevasi muka air laut adalah bentuk lama dalam observasi laut. Dalam
pengukuran pergeseran secara vertikal dari daerah pesisir, observasi muka air laut jangka
panjang merefleksikan variasi dalam sirkulasi laut dalam skala besar, gesekan angin pada
permukaan, dan volume dari samudra. Kecenderungan muka air laut rata-rata dalam
jangka panjang disebut perubahan sekuler dimana perubahan muka air laut rata-rata yang
terjadi pada samudra dikenal sebagai peubahan eustatic. Eustasy terkait dengan
pembentukan daratan, akumulasi sedimen dari laut, dan aktivitas tektonik, seperti
perubahan volume laut dan bentuk basin samudra. Muka air laut rata-rata perlu diukur
dalam beberapa tahun untuk kebutuhan geodesi.

1.4.3.1 Spesifikasi Variabilitas Muka Air laut

Observasi variasi muka air laut dengan persamaan rata-rata dapat timbul dari 4
komponon, yaitu fluktuasi tinggi permukaan air laut secara temporal dalam jangka
pendek, hasil perubahan secara temporal dalam jangka panjang dari perubahan massa
air akibat pencarian es di Antartika dan Greenland, penurunan garis pantai yang
disebabkan oleh penurunan daratan akibat reduksi dari sedimen pantai yang tidak kuat,
erosi, dan endapan sedimen, pergerasan kerak bumi dalam skala besar akan
menghasilkan perubahan muka air laut.
Muka air laut rata-rata dapat dihitung dari observasi panjang tiap jam. Rata-rata dari
semua tinggi dan rendah muka air laut disebut tinggi gelombang rata-rata. Tinggi
gelombang rata-rata gampir sama dengan muka air laut rata-rata. Muka air laut rata-rata
tahunan dan bulanan untuk stasiun global diambil dan dipublikasi oleh Permanent
Service fo Mean Sea-Level (PSMSL) di Inggris bersama dengan lokasi pengukuran dan
tanggal pengukuran.
1.4.3.2 Pengukuran Pasang Surut dan Tekanan

Pengukuran tekanan dan akustik menjadi populer di dunia, kebanyakan pengukuran


muka air laut masih menggunakan float gauge, pelampung akan naik dan turun sesuai
dengan muka air laut. Pengukuran modern menggantik pengukuran analog dengan
sistem pengukuran digital. Kebanyakan pengukuran digital telah dilengkapi dengan
telemetri, telemetri akan mengirim tinggi muka air laut melalui satelit. Perawatan dari
alat ukur muka air laut adalah lubang air masuk harus tetap bersih dari pasir, endapan
atau organisme laut. Area dengan stratifikasi kuat seperti estuari, air dalam kondisi
baik dapat dibedakan dari perbedaan densitas dengan air disekitarnya.
Perlindungan dari kontaminasi air dan kerusakan pada sensor penting dalam instalasi
alat. Potensi bahaya pada semua instalasi alat di pelabuhan adalah kerusakan akibat
lalu lintas kapal atau kontaminasi respon alat akibat gelombang dari kapal.
Instalasi alat untuk pengukuran muka air laut di dekat pantai butuh kelayakan dari
benchmark sehingga perubahan pengukuran akan diketahui relatif terhadap tinggi
daratan yang telah diketahui. Perubahan tinggi alat tergantung dari daratan karena
benchmark yang diacu dapat diambil kedalam akun ketika perhitungan muka air laut.
GPS dan sistem telemetri akan mungkin untuk menentuan perubahan secara vertikal
dari alat ukur pasang surut.
Alat untuk pengukuran muka air laut yang lain adalah pneumatic atau bubbler
gauge. Alat ini melihat perubahan tekanan hidrostatik pada lubang pengeluaran
tergantung pada variasi muka air laut. Alat ini sama dengan alat pengukuran tekanan
yang lain, alat akan mengukur kombinasi dari tinggi muka air laut dan tekanan
atmosfer. Konsekuensinya, kebanyakan alat ini beroperasi dalam mode yang berbeda.
Nilai yang terekam akan berbeda dari dengan pengukuran tekanan dan tekanan
atmosfer.
Tinggi muka air laut akan terekam dalam berbagai bentuk. Data dalam bentuk
grafik harus diubah dalam bentuk digital dan hanya merekam nilai yang dapat
diselesaikan oleh alat tersebut. Perbedaan dalam skala perekaman akan melihat variasi
resolusi alat sehingga akan membatasi akurasi dari data yang telah terdigitasi. Alat
pada saat sekarang telah menyelesaikan masalah tersebut dengan merekam data digital.
Pemilihan waktu menjadi penting dalam membuat grafik muka air laut secara
temporal.
Dalam beberapa tahun terakhir, sensitivitas dan akurasi dari sensor tekanan telah
dikembangkan untuk pengukuran laut dalam. Pengukuran laut dalam, perubahan 1 mm
harus dapat dideteksi. Pada awalnya, sensor sangat besar berdasarkan “Vibration” yang
dibuat oleh United Control Corporation untuk mengukur tekanan akibat perubahan
frekuensi dari osilasi sebuah kawat dibawah tegangan. Alat tersebut tergantikan oleh
resonating quartz crystal transducer dan akan menjadi standar pengukuran untuk laut
dalam dan dekat pantai.

También podría gustarte