Documentos de Académico
Documentos de Profesional
Documentos de Cultura
ANALISIS KURIKULUM:
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia
yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui sistem pendidikan antara
lain dilakukan melalui proses pendidikan yang terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien,
sehingga diharapkan setiap individu diberi kesempatan untuk mengembangkan semua potensi
pribadinya.
Sekolah merupakan salah satu sistem pendidikan yang merfungsi untuk membantu
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dari pendidikan ang diterima anak bangsa di
bangku sekolah, akan mampu mengubah pola pikir dan daya kreativitas untuk menciptakan
negara dengan taraf kesejahteraan yang baik dan perekonomian yang meningkat. Sekolah ada
merupakan bagian dari rancangan yang dibuat oleh pemeritah di bidang pendidikan dengan
landasan operasionalnya adalah kurikulum. Dari kurikulum inilah tujuan dari pendidikan bangsa
diharapkan dapat tersusun dengan sistematis untuk mencapai tujuan bangsa dan negara
Indonesia.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang tujuan, isi dan bahan
pelajaran yang dikembangkan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional
serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik serta kebutuhan lapangan kerja. Subandiyah (2001:4-6) mengemukakan ada 4 komponen
kurikulum yaitu, komponen tujuan, komponen isi/materi, komponen media (sarana dan
prasarana), komponen strategi, dan komponen proses belajar mengajar.
Kurikulum yang digunakan saat ini di Indonesia adalah kurikulum KTSP. Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang
disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di Indonesia. KTSP secara yuridis
diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah tersebut memberikan arahan tentang
perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian
pendidikan.
Namun, isu terhangat saat ini adanya penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi
kurikulum 2013 yang mendapatkan pro dan kontra dari berbagai pihak baik dari kalangan
pendidikan maupun dari masyarakat umum. Kurikulum 2013 justru dianggap dapat memasung
kreativitas dan otonomi di bidang pendidikan karena kurikulum dan persiapan proses
pembelajaran akan disediakan dalam bentuk produk jadi (completely-built up product). Di sisi
lain, sebagian orang beranggapan justru dengan adanya kurikulum 2013 dapat memicu
pengembangan kompetensi siswa kearah yang lebih analisis dan tuntutan guru agar lebih kreatif
dan inovatif dalam pembelajaran karena guru dianggap mampu semua hal yang dapat membantu
siswa berkembang.
Hal ini sangat menarik untuk menjadi bahan analisis dan diskusi bagi kita, apakah
kurikulum KTSP lebih baik dari kurikulum 2013, atau justru adanya pengembangan kurikulum
KTSP menjadi kurikulum 2013 ini akan melahirkan output yang sesuai dengan tuntutan
masyarakat saat ini dan yang akan datang.
B. Tujuan Analisis
Tujuan dari analisis kurikulum ini adalah untuk mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
C. Manfaat Analisis
1. Bagi penulis adalah memberikan pengetahuan tentang pengembangan kurikulum yang ada saat
ini di indonesia, khususnya kurikulum yang sedang digunakan saat ini yaitu kurikulum KTSP
dan isu terbaru tentang penyempurnaan kurikulum lama menjadi kurikulum 2013 yang sedang
dalam proses percobaan di beberapa sekolah yang sudah dalam tahap pelaksanaan.
2. Bagi pembaca dan pemerintah, memberikan sumbangan pada pengembangan ilmu dan wawasan
dalam pengembangan kurikulum yang ada di indonesia dan mencari solusi bersama untuk terus
mengembangkan kurikulum ke arah yang lebih baik dari saat ini untuk memenuhi tuntutan
zaman yang akan datang guna mencerdaskan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Landasan KTSP
KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Muslich, 2008:1). Dalam penyusunannya, KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah
mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar
Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, dan
berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Landasan penyusunan KTSP sekurang-kurangnya menunjukkan (1) adanya undang-
undang yang jelas sebagai acuan dalam penyusunan KTSP; (2) adanya PP dan Permendiknas
yang dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP; (3) khusus untuk madrasah, adanya Surat
Keputusan/Edaran Dirjen Pendidikan Islam atau Direktur Pendidikan Madrasah yang dijadikan
acuan dalam penyusunan KTSP; dan (4) adanya rencana pengembangan sekolah/madrasah yang
dijadikan acuan dalam penyusunan KTSP (Muhaimin, Sutiah, dan Sugeng Listyo, 2008:46).
Berikut ini akan dikemukakan landasan penyusunan KTSP adalah:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Ketentuan di dalam UU No. 20 Tahun 2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat
(19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat
(1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di
dalam PP No. 19 Tahun 2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15);
Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat
(1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat
(1), (2), (3); dan Pasal 20.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
Dengan adanya landasan penyusunan KTSP berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, dan peraturan menteri pendidikan nasional menjadi landasan yang sangat kuat dalam
mengelola penyelenggaraan otonomi pendidikan di sekolah. Kebijakan otonomi pendidikan ini
merupakan suatu keniscayaan dan harus diimplementasikan pada tataran praktis, tidak hanya
sebuah wacana semata-mata. Kebijakan desentralisasi pendidikan akan berhasil dengan baik
apabila didukung oleh stakeholders dan anggota masyarakat yang sangat peduli dengan urgensi
pendidikan bagi masa depan bangsa Indonesia.
3. Karakteristik KTSP
Pada KTSP, kewenangan tingkat satuan pendidikan atau sekolah untuk mengembangkan
dan mengelola kurikulum lebih diperbesar. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memungkinkan berkurangnya materi
pembelajaran yang banyak dan padat, tersusunnya perangkat standar dan patokan kompetensi
yang perlu dikuasai oleh peserta didik, berkurangnya beban tugas guru yang selama ini sangat
banyak dan beban belajar siswa yang selama ini sangat berat, serta terbukanya kesempatan bagi
sekolah untuk mengembangkan kemandirian sesuai dengan kondisi yang ada di sekolah. Sebagai
sebuah konsep dan program, KTSP memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) KTSP
menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,
kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil
dan mandiri; (2) KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman; (3)
penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi; (4)
sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif;
(5) penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi (Kunandar, 2007:138).
Dalam KTSP hanya dideskripsikan standar kompetensi dan kompetensi dasar. Guru
sendiri yang harus menentukan indikator dan materi pokok pelajaran, disesuaikan dengan situasi
daerah dan minat peserta didik. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan KTSP di sekolah
(kepala sekolah dan guru) diberikan otonomi yang lebih besar dalam pengembangan kurikulum
dengan tetap memperhatikan karakteristik KTSP, karena masing-masing sekolah dipandang lebih
tahu tentang kondisi satuan pendidikannya. Keberhasilan atau kegagalan implementasi
kurikulum di sekolah sangat bergantung pada kepala sekolah dan guru, karena dua figur tersebut
merupakan kunci yang menentukan dan menggerakkan berbagai komponen di lingkungan
sekolah. Setiap sekolah dapat mengelola dan mengembangkan berbagai potensinya secara
optimal dalam kaitannya dengan implementasi KTSP.
7. Pengembangan Silabus
a. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema
tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi
waktu, dan sumber belajar.
Format 2
CONTOH SILABUS
Nama Sekolah : SMP ... Padang, Sumatera Barat
Mata Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas/Semester : VII/1
I. Standar Kompetensi: Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
II. Kompetensi Dasar: Mendeskripsikan hakikat norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan,
yang berlaku dalam masyarakat
III. Materi Pokok/Pembelajaran: Sikap positif terhadap norma-norma, kebiasaan, adat istiadat,
peraturan yang berlaku di masyarakat.
IV. Kegiatan Pembelajaran:
Mencari informasi dari berbagai sumber tentang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat
Minang Kabau
Mencari informasi dari berbagai sumber tentang kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
Minang Kabau
Mencari informasi dari berbagai sumber tentang adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat
Minang Kabau
Mencari informasi dari berbagai sumber tentang peraturan yang berlaku dalam masyarakat
Minang Kabau
Mendiskusikan perbedaan macam-macam norma yang berlaku di masyarakat Minang Kabau
Mencari informasi akibat dari tidak mematuhi norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan
yang berlaku dimasyarakat Minang Kabau
Membuat laporan
V. Indikator:
Menjelaskan pengertian norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat
Menjelaskan pengertian kebiasaan dan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat
Memberi contoh norma-norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan, yang berlaku dalam
masyarakat
Menunjukkan sikap mematuhi norma, kebiasaan, adat istiadat, peraturan yang berlaku dalam
masyarakat
VI. Penilaian:
Tes tertulis dalam bentuk uraian
Perilaku siswa dalam bentuk laporan
VII. Alokasi Waktu: 4 x 40 menit
VIII. Sumber Belajar:
Buku Teks PKn Kelas VII
Perpustakaan
Narasumber
g. Pengembangan Silabus Berkelanjutan
Dalam implementasinya, silabus dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran,
dilaksanakan, dievaluasi, dan ditindaklanjuti oleh masing-masing guru. Silabus harus dikaji dan
dikembangkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan masukan hasil evaluasi hasil belajar,
evaluasi proses (pelaksanaan pembelajaran),dan evaluasi rencana pembelajaran.
1. Organisasi Kompetensi
Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari Kompetensi Dasar. Untuk kurikulum
SMA/MA, organisasi Kompetensi Dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan
kesinambungan antarkelas dan keharmonisan antar mata pelajaran yang diikat dengan
Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar SMA/MA diorganisasikan atas dasar pengelompokan mata
pelajaran yang wajib diikuti oleh seluruh peserta didik dan mata pelajaran yang sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuan peserta didik (peminatan).
Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
Seni Budaya. Substansi muatan lokal yang berkenaan dengan olahraga serta permainan daerah
diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan.
Sedangkan Prakarya dan Kewirausahaan merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Struktur Kurikulum SMA untuk Mata Pelajaran Wajib menurut Kurikulum 2013
c. Kelompok Mata Pelajaran Peminatan
Kelompok mata pelajaran peminatan bertujuan (1) untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik mengembangkan minatnya dalam sekelompok mata pelajaran sesuai dengan
minat keilmuannya di perguruan tinggi, dan (2) untuk mengembangkan minatnya terhadap suatu
disiplin ilmu atau keterampilan tertentu.
Struktur mata pelajaran peminatan dalam kurikulum SMA/MA adalah sebagai berikut:
Struktur Kurikulum SMA untuk Mata Pelajaran Peminatan menurut Kurikulum
2013
Kurikulum SMA/MA dirancang untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik belajar
berdasarkan minat mereka. Struktur kurikulum memperkenankan peserta didik melakukan pilihan
dalam bentuk pilihan Kelompok Peminatan, pilihan Lintas Minat, dan/atau pilihan Pendalaman
Minat.
Kelompok Peminatan terdiri atas Peminatan Matematika dan Sains, Peminatan Sosial, dan
Peminatan Bahasa. Sejak kelas X peserta didik sudah harus memilih kelompok peminatan yang akan
dimasuki. Pemilihan peminatan berdasarkan nilai rapor di SMP/MTs dan/atau nilai UN SMP/MTs
dan/atau rekomendasi guru BK di SMP/MTs dan/atau hasil tes penempatan (placement test) ketika
mendaftar di SMA/MA dan/atau tes bakat minat oleh psikolog dan/atau rekomendasi guru BK di
SMA/MA.
Pada akhir minggu ketiga semester pertama peserta didik masih mungkin mengubah pilihan
peminatannya berdasarkan rekomendasi para guru dan ketersediaan tempat duduk. Untuk sekolah
yang mampu menyediakan layanan khusus maka setelah akhir semester pertama peserta didik
masih mungkin mengubah pilihan peminatannya. Semua mata pelajaran yang terdapat dalam suatu
Kelompok Peminatan yang dipilih peserta didik harus diikuti.
Setiap Kelompok Peminatan terdiri atas 4 (empat) mata pelajaran dan masing-masing mata
pelajaran berdurasi 3 jam pelajaran untuk kelas X, dan 4 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII. Setiap
peserta didik memiliki beban belajar per semester selama 42 jam pelajaran untuk kelas X dan 44 jam
pelajaran untuk kelas XI dan XII. Beban belajar ini terdiri atas Kelompok Mata Pelajaran Wajib A
dan B dengan durasi 24 jam pelajaran dan Kelompok Mata Pelajaran Peminatan dengan durasi 12
jam pelajaran untuk kelas X dan 16 jam pelajaran untuk kelas XI dan XII.
Untuk Mata Pelajaran Pilihan Lintas Minat dan/atau Pendalaman Minat kelas X, jumlah jam
pelajaran pilihan per minggu berdurasi 6 jam pelajaran yang dapat diambil dengan pilihan sebagai
berikut:
Dua mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok
Peminatan lainnya, dan/atau
Mata pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.
Sedangkan pada kelas XI dan XII, peserta didik mengambil Pilihan Lintas Minat dan/atau
Pendalaman Minat dengan jumlah jam pelajaran pilihan per minggu berdurasi 4 jam pelajaran
yang dapat diambil dengan pilihan sebagai berikut:
Satu mata pelajaran di luar Kelompok Peminatan yang dipilihnya tetapi masih dalam Kelompok
Peminatan lainnya, dan/atau
Mata pelajaran Pendalaman Kelompok Peminatan yang dipilihnya.
d. Beban Belajar
Dalam struktur kurikulum SMA/MA ada penambahan jam belajar per minggu sebesar 4-6 jam
sehingga untuk kelas X bertambah dari 38 jam menjadi 42 jam belajar, dan untuk kelas XI dan XII
bertambah dari 38 jam menjadi 44 jam belajar. Sedangkan lama belajar untuk setiap jam belajar
adalah 45 menit.
Dengan adanya tambahan jam belajar ini dan pengurangan jumlah Kompetensi Dasar, guru
memiliki keleluasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa
aktif belajar. Proses pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses
pembelajaran penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan mengamati,
menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru
menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.
Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan hasil
belajar.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai
peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta
didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran.
Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka
dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada
filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang
dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang diperbolehkan menurut filosofi
rekonstruksi sosial, progresif atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum
adalah eklektik seperti dikemukakan di bagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata
pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi
esensialisme dan perenialisme.
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang
diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar SMA/MA untuk setiap mata pelajaran tercantum
pada Lampiran 1A s.d. Lampiran 5F yang mencakup: mata pelajaran Wajib Kelompok A, Wajib
Kelompok B, Kelompok Peminatan Matematika dan Sains, Kelompok Peminatan Sosial, dan
Kelompok Peminatan Bahasa.
Contoh bentuk KI dan KD untuk SMA/MA Mata Pelajaran Ekonomi/Akuntansi:
Kelas X
Kelas XI
Kelas XII
1. Menghayati dan mengamalkan 1.1. Mensyukuri sumber daya karunia Tuhan YME
ajaran agama yang dianutnya dalam rangka pemenuhan kebutuhan
1.2. Mengamalkan ajaran agama dalam
pengelolaan keuangan bank dan lembaga
keuangan lainnya
2. Mengembangkan perilaku (jujur,2.1. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin,
disiplin, tanggung jawab, peduli, mandiri, dan tanggung jawab dalam
santun, ramah lingkungan, gotong melakukan perhitungan dan pencatatan
royong, kerjasama, cinta damai, akuntansi
responsif dan proaktif), 2.2. Menghargai ajaran agama dalam melakukan
menunjukkan sikap sebagai bagian kerjasama dan perdagangan internasional
dari solusi atas berbagai 2.3. Mengembangkan kerjasama dalam
permasalahan bangsa, serta perdagangan internasional yang responsif
memosisikan diri sebagai agen dan proaktif dan bertanggung jawab
transformasi masyarakat dalam 2.4. Menunjukkan perilaku kreatif, percaya diri,
membangun peradaban bangsa disiplin, tanggung jawab, jujur, kerjasama
dan dunia. dan mandiri dalam melakukan praktik
mengelola koperasi sekolah
3. Memahami, menerapkan, dan 3.1. Memahami konsep, manfaat, keuntungan,
menjelaskan pengetahuan faktual, dan faktor pendorong perdagangan
konseptual, prosedural, dan internasional
metakognitif dalam ilmu 3.2. Menganalisis kerjasama internasional
pengetahuan, teknologi, seni, dibidang ekonomi dan dampaknya terhadap
budaya, dan humaniora dengan perekonomian Indonesia
wawasan kemanusiaan, 3.3. Menganalisis peran pelaku ekonomi dalam
kebangsaan, kenegaraan, dan sistem perekonomian Indonesia (BUMN,
peradaban terkait penyebab BUMS, Koperasi).
fenomena dan kejadian, serta 3.4. Memahami konsep perusahaan dagang
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, menyaji, dan 4.1. Menerapkan penyusunan siklus akuntansi
mencipta dalam ranah konkret dan perusahaan dagang
ranah abstrak terkait dengan 4.2. Menerapkan penutupan siklus akuntansi
pengembangan dari yang perusahaan dagang
dipelajarinya di sekolah secara 4.3. Menyajikan penyusunan dan penutupan
mandiri serta bertindak secara siklus akuntansi perusahaan dagang
efektif dan kreatif, dan mampu 4.4. Menerapkan teori pengelolaan koperasi
menggunakan metoda sesuai sekolah
kaidah keilmuan.
A. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi: guru memberikan gambaran manfaat mempelajari materi yang akan diajarkan.
Pemberian acuan:
2) Ajuan dapat berupa penjelasan materi pokok dan uraian materi pelajaran secara garis besar.
3) Pembagian kelompok belajar.
B. Kegiatan Inti
Menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran dengan
proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi dilaksanakan melalui aktifitas mengamati, menanya,
mencoba, menalar, menyaji dan mencipta.
C. Kegiatan Penutup
Pemberian tes atau tugas dan memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran, dapat berupa kegiatan
diluar kelas, dirumah atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan.
4 Tiap mata pelajaran diajarkan dengan Semua mata pelajaran diajarkan dengan
pendekatan berbeda pendekatan yang sama (saintifik) melalui
mengamati, menanya, mencoba, menalar.
6 Tematik untuk kelas I-III (belum Tematik integratif untuk kelas I-III
integratif)
9 Untuk SMA ada penjurusan sejak Tidak ada penjurusan SMA. Ada mata
kelas XI pelajaran wajib, peminatan, antar minat,
dan pendalaman minat
10 SMA dan SMK tanpa kesamaan SMA dan SMK memiliki mata pelajaran
kompetensi wajib yang sama terkait dasar-dasar
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Struktur Kurikulum meliputi sejumlah mata pelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang
pendidikan. Dalam Kurikulum sekarang (KTSP), materi muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri
merupakan bagian dari muatan kurikulum. Misal, untuk kurikulum SMP dan MTs, terdiri dari 10 mata
pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri yang harus diberikan kepada peserta didik.
Pada Kurikulum 2013 nanti, ada perubahan mendasar dibanding kurikulum sekarang, yaitu
antara lain:
1. Untuk SD, meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 10 dapat dikurangi menjadi 6
melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran:
2. Untuk SD, menambah 4 jam pelajaran per minggu akibat perubahan proses pembelajaran dan penilaian.
3. Untuk SMP, meminimumkan jumlah mata pelajaran dengan hasil dari 12 dapat dikurangai menjadi 10
melalui pengintegrasian beberapa mata pelajaran:
TIK menjadi sarana pembelajaran pada semua mata pelajaran, tidak berdiri sendiri.
4. Untuk SMP, menambah 6 jam pelajaran per minggu sebagai akibat dari perubahan pendekatan proses
pembelajaran dan proses penilaian.
5. Untuk lebih jelas melihat perbedaan struktur kurikulum, dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
6. Struktur Kurikulum SD
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan BAB II pembahasan di atas, maka penulis dapat simpulkan
perbedaan tujuan, SK_KD, maupun evaluasi secara umum dalam KTSP,
kegiatan pengembangan silabus merupakan kewenangan satuan pendidikan,
namun dalam Kurikulum 2013 kegiatan pengembangan silabus beralih menjadi
kewenangan pemerintah, kecuali untuk mata pelajaran tertentu yang secara
khusus dikembangkan di satuan pendidikan yang bersangkutan. Rinciannya
adalah sebagai berikut:
No KTSP Kurikulum 2013
1 Mata pelajaran tertentu Tiap mata pelajaran mendukung semua
mendukung kompetensi tertentu kompetensi (Sikap, Keteampilan,
Pengetahuan)
2 Mata pelajaran dirancang berdiri Mata pelajaran dirancang terkait satu
sendiri dan memiliki kompetensi dengan yang lain dan memiliki
dasar sendiri kompetensi dasar yang diikat oleh
kompetensi inti tiap kelas
3 Bahasa Indonesia sejajar dengan Bahasa Indonesia sebagai penghela
mapel lain mapel lain (sikap dan keterampilan
berbahasa)
4 Tiap mata pelajaran diajarkan Semua mata pelajaran diajarkan
dengan pendekatan berbeda dengan pendekatan yang sama
(saintifik) melalui mengamati,
menanya, mencoba, menalar.
5 Tiap jenis konten pembelajaran Bermacam jenis konten pembelajaran
diajarkan terpisah diajarkan terkait dan terpadu satu sama
lainKonten ilmu pengetahuan
diintegrasikan dan dijadikan penggerak
konten pembelajaran lainnya
6 Tematik untuk kelas I-III (belum Tematik integratif untuk kelas I-III
integratif)
7 TIK mata pelajaran sendiri TIK merupakan sarana pembelajaran,
dipergunakan sebagai media
pembelajaran mata pelajaran lain
8 Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Indonesia sebagai alat
pengetahuan komunikasi dan carrier of knowledge
9 Untuk SMA ada penjurusan sejak Tidak ada penjurusan SMA. Ada mata
kelas XI pelajaran wajib, peminatan, antar
minat, dan pendalaman minat
10 SMA dan SMK tanpa kesamaan SMA dan SMK memiliki mata
kompetensi pelajaran wajib yang sama terkait
dasar-dasar pengetahuan, keterampilan
dan sikap.
11 Penjurusan di SMK sangat detil Penjurusan di SMK tidak terlalu detil
sampai bidang studi, didalamnya
terdapat pengelompokkan peminatan
dan pendalaman
B. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis menyarankan baik pada
pihak pemerintah yang membuat kurikulum, maupun pihak-pihak yang akan
secara operasional menjalankan, begitu pula masyarakat luas umumnya, dapat
mendukung penyempurnaan kurikulum KTSP menjadi 2013 dengan
sepenuhnya. Ha ini agar apa yang dicita-citakan atau apa yang menjadi tujuan
bangsa indonesia dan pendidikan nasional dalam menghadapai tantangan
kemajuan dapat dicapai.
Dalam makalahnya berjudul Pemikiran dan Kritik Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), Saeful Bahri mengutip pendapat Jerome S. Arcaro, bahwa di dalam
perspektif paradigma mutu, bahwa mutu berarti “perubahan berazas manusiawi” dan “tepat
untuk pakai”. Dengan demikian, pendidikan yang berorientasi pada mutu bukan hanya sebatas
peningkatan kualitas peserta didik di bidang akademik dan keilmuan. Akan tetapi lebih dari itu
bahwa, di dalam penyelenggaraan pendidikan harus memberi nilai manfaat yang lebih praktis
bagi pemenuhan kebutuhan hidup peserta didik dan masyarakat. Sebagaimana ditegaskan oleh
Dr Joseph M. Juran bahwa dasar misi mutu sebuah sekolah adalah “mengembangkan program
dan layanan yang memenuhi kebutuhan pengguna seperti siswa dan masyarakat”. [8]
Paradigma ini, lanjut Saeful, memiliki relevansi kuat dengan konsep Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), karena essensi KTSP adalah merupakan penyelenggaraan pendidikan yang
bersifat otonom. Melalui otonomi sekolah, dituntut setiap satuan pendidikan untuk menyusun
dan mengembangkan kurikulum berbasis mutu. Yaitu kurikulum yang disesuaikan berdasar
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia
kerja. Oleh karena itu, pengembangan ketrampilan pribadi, ketrampilan berpikir, ketrampilan
sosial, ketrampilan akademik, dan ketrampilan vokasional merupakan keniscayaan dalam KTSP.
(Permendiknas, No 22 tahun 2006).
Namun demikian, KTSP yang dipraktekkan di tingkat satuan pendidikan, tidak sebagus apa yang
ada dalam konsep. Ada banyak kendala KTSP, yang sebagian besar berpusat pada kemampuan
guru.
Guru memang dibebaskan untuk membuat silabus dan mengembangkan SK/KD tetapi, sebagaian
besar guru justru mengkopi paste yang sudah ada, atua mencontoh administrasi yang diberikan
oleh Badan Standarisasi Pendidikan Nasional.
Sebenarnya konsep KTSP sangat baik, tetapi lagi-lagi dalam hal penerapannya terdapat
kontradiksi. Kebebasan sekolah dibatasi dengan evaluasi Ujian Nasional merupakan bukti bahwa
pendidikan masih berjalan sentralistik. Kelulusan, bukan ditentukan oleh pihak sekolah secara
otonom, tetapi ditentukan oleh pemerintah pusat. Ini yang kemudian menjadikan KTSP perlu
untuk dikoreksi.
Belum lagi penerapan Sekolah Standar Nasional (SSN) dan Sekolah Standar Internasional (SBI)
yang tidak sesuai dengan semangat pendidikan nasional, dimana pendidikan yang anti
diskriminasi. Embel-embel SBI dan SSN sekadar identitas dan dengan embel-embel itu pula
seolah-olah sekolah kemudian berhak menarik biaya lebih tinggi terhadap peserta didik.
Akibatnya, peserta didik yang berasarl dari ekonomi lemah tidak mendapatkan haknya
bersekolah di sekolah yang berkualitas.
Ketika banyak praktisi pendidikan, khususnya guru, belum memahami dan menerapkan konsep
KTSP, pemerintah sudah mengubah kurikulum tersebut. Perubahan kurikulum akan berdampak
besar pada perubahan-perubahan lain di tingkat stakeholder, selain juga membutuhkan anggaran
yang besar. Oleh sebab itu, agar nasib kurikulum yang kemudian diberi nama Kurikulum 2013
tidak setali tiga uang dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya, penting sekali dilakukan
penggodokan sampai benar-benar matang.
Namun begitu, sejauh ini pemerintah hanya melemparkan wacana yang sepotong-sepotong
kepada masyarakat. Misalnya, bahwa pada Kurikulum 2013, akan ada penggabungan beberapa
mata pelajaran dan penguatan pada nilai-nilai karakter. Wacana yang sepotong-sepotong tersebut
justru membuat masyarakat bingung dan frustasi.
Pemerintah memang telah meminta masukan dari para tokoh agama. Juga, melibatkan pakar-
pakar pendidikan untuk bersama-sama menyusun draft kurikulum sebelum diuji cobakan dan
kemduian disahkan. Tetapi, keterlibatan para tokoh dan pakar pendidikan saja tidak cukup
menjamin lahirnya kurikulum yang baik. Lebih-lebih jika polanya masih bersifat ‘tradisional’
seperti proses lahirnya kurikulum-kurikulum sebelumnya.
Benarlah, Konsep Kurikulum 2013 ternyata tidak membasa sesuatu yang baru. Kurikulum yang
menitik beratkan pada keaktifan siswa belajar ini nyaris sama dengan kurikulum Cara Belajar
Siswa Aktif (CBSA) yang telah puluhan tahun lalu digunakan.
Tetapi toh kurikulum 2013 sudah mulai diterapkan di sekolah-sekolah. Mengapa harus
berubah? Itulah pertanyaan yang akan kita jawab.
Ada beberapa hal yang mengemuka, kenapa kurikulum KTSP harus diganti, antara lain:
1. Kurikulum 2013 perlu berubah untuk mempersiapkan generasi sekarang agar mampu
menjawab tantangan masa depan Indonesia. Tuntutan masa depan berubah, maka kita perlu
menyesuaikan kurikulum pendidikan kita.
2. Substansi perubahan kurikulum 2013 adalah perubahan pada: Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Isi (kompetensi inti dan kompetensi dasar), Standar Proses, dan Standar Penilaian.
3. Menurut Pak Wamen Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim
Perubahan kurikulum merupakan keharusan. Kualitas pendidikan Indonesia sudah sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan negara lain.[9] Perubahan kurikulum ini untuk mengatasi
ketertinggalan Indonesia. ”Jika penerapan kurikulum ditunda, akan lebih lama kita mengejar
ketertinggalan dari negara lain.
4. Dengan kurikulum baru diharapkan menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan
berpikir analitis.
Berdasarkan paparan Mendikbud Mohamad Nuh, Penyempurnaan pola pikir kurikulum 2013
adalah sebagai berikut:
Melihat tabel tersebut, maka kita berpikir bahwa jika dalam Kurikulum model KTSP yang
dikembangkan berdasarkan pedoman dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan) menghargai otonomi guru dan sekolah serta keanerakagaman
budaya dan konteks setempat. Kurikulum model KTSP memberi peluang bagi guru dengan
harapan model KTSP dapat menjadi pedoman bagi guru dalam menyusun silabus yang sesuai
dengan kondisi sekolah dan potensi daerah masing-masing. Sedangkan kurikulum 2013 jelas
tidak menghargai otonomi guru, sekolah, dan daerah. Penetapan Silabus dari pusat juga bisa
membuat guru tidak kreatif.
Selain itu, rumusan kompetensi inti tidak berdasarkan kajian mendalam dan hasil riset dan
inovasi. Hubungan antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran tidak
koheren sehingga berdampak meningkatnya kepadatan kompetensi dan materi pada tiap mata
pelajaran.
Kemudian, dalam kurikulum 2013 juga terjadi pengurangan dan penambahan jam. Berikut
penulis paparkan struktur kurikulum SMP yang terjadi perubahan jam pelajaran setiap
minggunya.
Penghilangan mata pelajaran seperti Teknik Informatika (TIK) menuai kontroversi. Intergrasi
TIK dalam semua mata pelajaran mustahil dilakukan, khususnya untuk sekolah-sekolah yang
tiak memiliki perangkat TIK.
Selain itu, jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi dengan maksud mengurangi
beban belajar siswa, namun muatannya berlipat ganda karena mengikuti alur pikiran kompetensi
inti dan jumlah jam pelajaran per minggu ditambah. Dampaknya adalah beban belajar siswa
semakin berlipat ganda.
Penolakan terhadap kurikulum jelas akan memacetkan proses pembelajaran. Oleh karena itu,
revisi kurikulum mestinya lebih inklusif, demokratis, dan tidak terburu-buru.
Apa pun itu, kurikulum 2013 sudah diterapkan dan dipraktekkan disekolah-sekolah yang
ditunjuk oleh Kemendikbud. Kita hanya bisa berharap, pemerintah agar selalu mendampingi para
guru seabai ujung tombak pelaksana kurikulum untuk bisa mengamalkan dan mempraktekkan
kurikulum itu dengan baik. Sebab, sebaik apapun konsep kurikul 2013, kalau itu tidak diikuti
dengan pemahaman dan pendampingan yang terarah maka mustahil ia bisa membuahkan hasil
yang baik.
Masalah rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum baru.
Semestinya pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang mampu
meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah yang sudah puluhan tahun
belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah fakta yang dapat dilihat dengan kasat
mata, tanpa harus melakukan penelitian.
Itulah beberpa perbedaan Kurikulum 2013 dan KTSP. Walaupun kelihatannya terdapat
perbedaan yang sangat jauh antara Kurikulum 2013 dan KTSP, namun sebenarnya terdapat
kesamaan ESENSI Kurikulum 2013 dan KTSP. Misal pendekatan ilmiah (Saintific Approach)
yang pada hakekatnya adalah pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa mencari pengetahuan
bukan menerima pengetahuan. Pendekatan ini mempunyai esensi yang sama dengan Pendekatan
Keterampilan Proses (PKP). Masalah pendekatan sebenarnya bukan masalah kurikulum, tetapi
masalah implementasi yang tidak jalan di kelas. Bisa jadi pendekatan ilmiah yang diperkenalkan
di Kurikulum 2013 akan bernasib sama dengan pendekatan-pendekatan kurikulum terdahulu bila
guru tidak paham dan tidak bisa menerapkannya dalam pembelajaran di kelas.